You are on page 1of 18

K U L I A H

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak


(The Management of Diabetes Ketoacidosis in Children)
Muhammad Faizi, Netty EP
Divisi Endokrinologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK UNAIR RSU Dr. Soetomo Surabaya.
Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)



Korespondensi :
Muhammad Faizi, dr Sp A
Divisi Endokrinologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR- RSU Dr. Soetomo
Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo no. 6-8 Surabaya
Telp. : (031) 70983162
E-mail : fay@pediatrik.com

ABSTRACT
Diabetic ketoacidosis is life-threatening condition that is due to decrease of effective
circulating insulin concentration, in association with insulin resistance and increased
production of counter-regulatory hormones such as glucagon, cathecolamine, cortisol
and growth hormone. The biochemical criteria for the diagnosis include:
hyperglycaemia, defined by a blood glucose (> 200 mg/dL), venous pH < 7,
bicarbonate < 15 mmol/L. The most common precipitating factors in the development
of DKA include infection, stress or injury often as a result of inadequate insulin
therapy during intercurrent illness and insulin omission.
Children with DKA should be considered for immediate treatment in an intensive care
unit. The therapeutic goals for the treatment of DKA consist of 1) improving
circulatory volume and tissue perfusion, 2) clearing the serum and urine of ketones at
a steady rate 3) preventing complication, 4) correcting electrolyte imbalances, and 5)
identifying and treating precipitating events
Keywords : Tipe 1 DM, ketoacidosis, DKA, hyperglycemia, keton


ABSTRAK

KAD didefinisikan sebagai kondisi yang mengancam jiwa yang disebabkan
penurunan kadar insulin efektif didalam tubuh, atau berkaitan dengan resistensi
insulin, dan disertai peningkatan produksi hormon-hormon kontra regulator yakni:
glukagon, katekolamin, kortisol dan growth hormon. Diagnosis KAD didasarkan atas
trias biokimia yaitu: hiperglikemia, ( glukosa darah > 200 mg/dL), asidosis (pH darah
< 7,3), kadar bikarbonat < 15 mmol/L. Beberapa faktor yang sering menjadi pencetus
KAD adalah: infeksi, stress/trauma, penghentian atau tidak adekwatnya terapi
insulin.
Anak-anak dengan KAD sebaiknya dikelola di rumah sakit, di ruang
perawatan intensif.. Tujuan penatalaksanaan KAD adalah : 1) Memperbaiki sirkulasi
dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi), 2) Menghentikan ketogenesis (insulin),
3) Koreksi gangguan elektrolit, 4) Mencegah komplikasi, 5) Mengenali dan
menghilangkan faktor pencetus
Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

3
Kata kunci : DM tipe-1, ketoasidosis, KAD, hiperglikemia, keton

PENDAHULUAN

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut yang paling serius yang
dapat terjadi pada anak-anak dengan diabetes mellitus (DM) tipe-1, dan merupakan
kondisi gawat darurat yang sering menimbulkan morbiditas dan mortalitas, walaupun
telah banyak kemajuan yang diketahui baik tentang patogenesisnya maupun dalam
hal diagnosis dan tatalaksananya.
1

Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80% pada penderita anak baru dengan DM
tipe-1, tergantung lokasi geografi. Di Eropa dan Amerika utara angkanya berkisar 15-
67%, sedangkan di Indonesia dilaporkan antara 33-66%.
2-5
Prevalensi KAD di Amerika serikat diperkirakan sebesar 4,6-8 per 1000 penderita
diabetes, dengan mortalitas < 5% atau sekitar 2-5%. KAD juga merupakan penyebab
kematian tersering pada anak dan remaja penyandang diabetes tipe-1, yang
diperkirakan setengah dari penyebab kematian penderita DM dibawah usia 24 tahun.
1,5,6
Sementara itu di Indonesia belum didapatkan angka yang pasti mengenai hal ini.
Diagnosis dan talaksana yang tepat sangat diperlukan pada pengelolaan kasus-
kasus KAD untuk mengurangi morbiditas dan mortalitasnya. Penulisan makalah ini
ditujukan untuk meninjau aspek diagnosis dan tatalaksana KAD pada anak agar
dapat dipakai sebagai salah satu rujukan pengelolaan kasus-kasus KAD pada anak.



DEFINISI
KAD didefinisikan sebagai kondisi yang mengancam jiwa yang disebabkan
penurunan kadar insulin efektif di dalam tubuh, atau berkaitan dengan resistensi
insulin, dan peningkatan produksi hormon-hormon kontra regulator yakni: glukagon,
katekolamin, kortisol dan growth hormone.
2,5


PATOGENESA

Adanya defisiensi insulin baik secara relatif maupun absolut yang disertai
peningkatan hormon-hormon kontra regulator yakni: glukagon, katekolamin, kortisol,
dan growth hormone, menyebabkan hiperglikemia disertai peningkatan lipolisis dan
Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

4
produksi keton. Defisiensi insulin absolut atau relatif menyebabkan hiperglikemia
melalui 3 proses: peningkatan glukoneogenesis yang terjadi di hati dan ginjal,
peningkatan glikogenolisis, dan gangguan utilisasi glukosa oleh jaringan perifer.
1,6,7
Adanya hiperglikemia menyebabkan diuresis osmotik, hal ini akan menyebabkan
dehidrasi dan kehilangan mineral dan elektrolit (Na, K, Ca, Mg, Cl, dan PO
4
). Nilai
ambang ginjal terhadap kadar glukosa darah (+200 mg/dL) dan keton akan
terlampaui, sehingga terjadi ekskresi glukosa melalui ginjal yang mencapai 200
g/hari dan keton urine yang mencapai + 2030 g/hari, dengan total osmolaritas urine
+ 2000 mOsm. Efek osmotik dari glukosuria menyebabkan terganggunya reabsorbsi
NaCl dan H
2
O tubulus proksimal dan loop of Henle.
1
Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontra regulator
menyebabkan aktifasi "hormone-sensitive lipase" pada jaringan lemak. Peningkatan
aktifitas lipase pada jaringan lemak ini menyebabkan pemecahan trigliserida menjadi
gliserol dan asam lemak bebas. Gliserol merupakan prekursor glukoneogenesis di
jaringan hati, sedangkan asam lemak bebas setelah mengalami oksidasi di hati
dengan melalui stimulasi glukagon akan diubah menjadi keton yang terdiri atas:
asetoasetat, -hidroksibutirat dan aseton.
1,6,7
-hidroksibutirat dan asetoasetat
merupakan merupakan asam kuat yang dapat menyebabkan asidosis metabolik.
1,8
Secara lebih utuh patogenesis terjadinya KAD dan SHH terlihat pada gambar 1.
Insulin sendiri pada kadar yang rendah lebih merupakan anti-lipolisis daripada
untuk uptake glukosa. Keberadaan insulin inilah yang merupakan salah satu faktor
penentu terjadinya KAD atau status hiperglikemi hiperosmolar (SHH) pada penderita
DM.
1,6












Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

5

Pathogenesis of DKA and HHS
Stress, Infection and/or Insufficient Insulin Intake
glukagon
catecholamin
cortisol
growth hormones


Lipolysis
FFA to liver Proteolysis
Ketogenesis Protein synthesis
Alkali reserve

Glukoneogenesis
substrates




Triacylglycerol Glukosuria (osmotic diuresis)

Loss of water and electrolyte

Dehydration

Impaired renal function

HHS

DKA
Gambar 1: Patogenesis KAD dan SHH.
Dikutip dari: Kitabchi AE, et al. Management of Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes.
Diabetes Care 2001; 24(1): 131-53

GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSA

Gejala klinis KAD biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa
hari menjelang KAD, dan seringkali disertai gejala mual, muntah dan nyeri perut.
Adanya nyeri perut sering disalahartikan sebagai 'acute abdomen', dan dilaporkan
dijumpai pada 40-75% kasus KAD.
1,6,7
Walaupun penyebabnya belum diketahui
secara pasti, asidosis metabolik diduga menjadi penyebab utama gejala nyeri
Absolute
insulin
Relative insulin
deficiency
Absent or
minimal
ketogenesi
Glykogenolysis Glukoneogenesis
Glukose
utilization
Ketoacidosis
Hyperlidpidemia
Hyperglycemia
Hyperosmolality
Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

6
abdomen
1,6,7
, gejala ini akan menghilang dengan sendirinya setelah asidosisnya
teratasi.
1,6,7
.
Pada pemeriksaan klinis sering dijumpai penurunan kesadaran, dan bahkan
koma (10% kasus), tanda-tanda dehidrasi dan syok hipovolemia (kulit/mukosa kering
dan penurunan turgor, hipotensi dan takikardi). Tanda klinis lain adalah napas cepat
dan dalam (Kussmaul) yang merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis
metabolik, disertai bau aseton pada napasnya.
6,9

Walaupun amat jarang terjadi, pada anak yang lebih besar (remaja) keadaan
klinis di atas harus dibedakan dengan status hiperglikemi hiperosmolar (SHH) atau
yang dahulu disebut sebagai hiperglikemi-hiperosmolar non-ketotik .
1,9

Pada SHH sering didapatkan tanda klinis antara lain: hiperglikemia (sering
melebihi 600 mg/dL), tanpa ketosis atau hanya ringan, asidosis non-ketotik, dehidrasi
yang berat, gangguan kesadaran yang berat, kejang, hemiparesis, refleks Babinski
positif, hipertemia, dan sering disertai napas Kussmaul (asidosis laktat). Osmolaritas
serum sering melebihi 350 mOsm/kg.
1,9


Tabel1: Kriteria diagnostik KAD dan SHH.
1,6

DKA
__________________________________
Mild Moderate Severe HHS
________________________________________________________________
Plasma glucose (mg/dl) >250 >250 >250 >600
Arterial pH 7.25-7.30 7.00-<7.24 <7.00 >7.30
Serum bicarbonate (mEq/l) 15-18 10-<15 <10 >15
Urine ketones* positive positive positive small
Serum ketones* positive positive positive small
Effective serum osmolality Variable Variable Variable >320
(mOsm/kg)
Anion gap/ >10 >12 >12 <12
Alteration in sensorial Alert Alert/drowsy Stupor/coma Stupor/coma
Or mental obtundation
*Nitroprusside reaction methode;calculation:2[measured Na (mEq/l)]+glucose
(mg/dl)/18; / calculation: (Na
+
)-(Cl
-
HCO
3
-
) (mEq/l).

KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, dan koma yang lain
termasuk: hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan asidosis metabolik, asidosis
laktat, intoksikasi salisilat, ensefalitis, dan lesi intrakranial, seperti tampak pada
gambar 2.
9
Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

7
Diagnosis KAD didasarkan atas adanya "trias biokimia" yakni: hiperglikemia,
ketonemia, dan asidosis.
1,9,10
. Kriteria diagnosis yang telah disepakati luas adalah
sebagai berikut :
2,5

Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
Asidosis, bila pH darah < 7,3,
kadar bikarbonat < 15 mmol/L).

Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut:
Ringan : bila pH darah 7,25 7,3, bikarbonat 10 15 mmol/L.
Sedang : bila pH darah 7,1 7,24, bikarbonat 5 10 mmol/L.
Berat : bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.




Gambar 2: Trias KAD (hiperglikemia, asidosis, dan ketonemia) dan kemungkinan diagnosis
bandingnya
Dikutip dari: Kitabchi AE, et al. Management of Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes.
Diabetes Care 2001; 24(1): 131-53


FAKTOR PENCETUS
Beberapa faktor yang sering menjadi pencetus KAD adalah: infeksi, stres/trauma,
penghentian terapi insulin atau terapi insulin yang tidak adekuat, dan gangguan
psikologis yang berat.
5,8-10
Demikian juga beberapa obat-obatan telah dilaporkan
dapat mencetuskan KAD pada penderita DM tipe-1 yakni: kortikosteroid dosis tinggi,
Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

8
anti-psikotik, diazoxide, dan imunosupresan.
5,10
Sedangkan faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya KAD pada DM tipe-
1 adalah: penderita dengan kontrol metabolik yang buruk atau telah mengalami KAD
sebelumnya, penderita baru DM tipe-1 usia muda (kurang dari 5 tahun), pubertas
dan remaja putri, anak-anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan pola
makan), dan status sosial ekonomi rendah.
2,5

TATALAKSANA
Semua kasus KAD sebaiknya dikelola di rumah sakit, di ruang perawatan intensif
untuk dapat melakukan monitoring klinik dan laboratorium yang ketat serta dengan
melihat respon penderita secara individual yang sangat penting untuk dapat
memberikan penanganan yang optimal.
11
Tujuan penatalaksanaan KAD adalah sebagai berikut:
1,6,8,11

1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi).
2) Menghentikan ketogenesis (insulin).
3) Koreksi gangguan elektrolit.
4) Mencegah komplikasi.
5) Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.
Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD (secara garis besar dapat
dilihat pada gambar 3):
Penilaian klinik awal
a. Riwayat polidipsi, poliuri (biasanya tidak didapatkan pada anak < 5 tahun).
b. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis
(hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.





Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), kadar
glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa gas darah.
5,12


Resusitasi
5% : turgor kulit menurun, mukosa kering.
10% : capillary refill > 3 detik, mata cowong.
>10% : syok, nadi lembut, hipotensi.
Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

9
a. Pertahankan jalan napas.
b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
c. Jika syok berikan segera larutan isotonik (saline 0,9%) 20 cc/KgBB secara
bolus, dan bisa diulang bila diperlukan.
d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatric tube untuk
menghindari aspirasi lambung.
Pada kebanyakan protokol, perhitungan cairan resusitasi tidak dimasukkan
kedalam perhitungan cairan rehidrasi defisit dari dehidrasinya.
11,12


Pemeriksaan Dasar
11,12

a. Kadar glukosa darah.
b. Elektrolit darah (tentukan corrected Na) dan osmolalitas serum.
c. Analisis gas darah, BUN dan kreatinin.
d. Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis), HbA1c,
urinalisis (dan kultur urin bila ada indikasi).
e. Foto polos dada.
f. Keton urin (dan atau keton darah).

Observasi Klinik
Penanganan yang aman dari KAD pada anak-anak bergantung pada observasi
klinik yang cermat dari waktu ke waktu. Pemeriksaan dan pencatatan harus
dilakukan atas:
2,5,7,11,13

a. Frekuensi nadi, frekuensi napas, dan tekanan darah setiap jam.
b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c. Pengukuran balans cairan setiap jam (pemasangan kateter urine mutlak
diperlukan pada kasus-kasus yang berat).
d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam (kurang akurat pada perfusi perifer
yang jelek dan asidosis, perlu dikonfirmasi dengan darah vena setiap 2-4
jam).
e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri:



Sakit kepala.
Penurunan frekwensi denyut jantung.
Perubahan status neurologis (gelisah, iritabel, drowsiness, kejang
inkontinensia urine/alvi, reflek cahaya menurun, palsi nervus kranial)
Peningkatan tekanan darah.
Penurunan saturasi oksigen.
Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

10




Potensi terjadinya edema serebri terutama pada anak < 5 tahun, penderita
baru (new onset), kadar urea darah yang tinggi, dan pCO
2
yang rendah.
f. EKG: pada kasus-kasus berat akan sangat membantu untuk menilai
gelombang T, menentukan tanda hipo/hiperkalemia.
g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (saat ini lebih dianjurkan).






Rehidrasi
Walaupun patogenesis terjadinya edema serebri pada KAD masih belum
jelas, namun penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat
meningkatkan resiko terjadinya edema serebri. Telah disepakati bahwa rehidrasi
pada anak dengan KAD harus diberikan lebih lambat daripada rehidrasi oleh
karena penyebab lain.
2,5,8,9,11
Tujuan rehidrasi pada KAD adalah: 1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi
jaringan, 2) Mengganti cairan dan elektrolit dalam 36-48 jam, 3) Memulihkan GFR
dan meningkatkan klirens glukosa dan keton di dalam darah, 4) Menghindari
edema serebri akibat pindahnya cairan ekstrasel kedalam intrasel.
2,5,8,9,11
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.





Interpretasi kadar keton darah:
Normal : < 0,5 mmol/L.
Hiperketonemia : > 1 mmol/L.
KAD : > 3 mmol/L.
Jumlah cairan yang dibutuhkan = defisit + rumatan (48 jam)
Prakiraan defisit: % dehidrasi x 10 x berat badan (kg) = ml
Prakiraan cairan rumatan per hari = 1500 ml/m
2
atau dapat juga
menggunakan formula Holliday-Segar.
Luas permukaan tubuh (m
2
) = [TB (cm) x BB (kg)]
3600

Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

11




c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na)
rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d. 50 - 60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
f. Bila kadar gula darah mencapai < 250 mg/dL, ganti dengan D5 salin.

Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan secara individual tergantung pengukuran serum
elektrolit.
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4 6 jam.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia
yang terjadi






d. Artinya adalah sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6
mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100
mg/dL.
e. Bila corrected Na > 150 mmol/L (hipernatremia), rehidrasi dilakukan dalam >
48 jam.
f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dg
NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
g. Kondisi hiponatremia merupakan indikasi overhidrasi dan meningkatkan
resiko edema serebri.
5,9,11,12


Penggantian Kalium
Corrected Na = Na terukur + 1,6 ( glukosa 100 )
100

Osmolalitas efektif plasma (mOsm/kg) = 2 (Na+K) + glukosa + BUN
18 3
Catatan: glukosa dan BUN dalam mg/dL


Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

12
Pada saat asidosis akan terjadi kehilangan kalium dari dalam tubuh walaupun
konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya
kalium intrasel ke ekstrasel. Konsentrasi kalium serum akan segera turun dengan
pemberian insulin dan asidosis teratasi.
1,7,11,12

a. Pemberian kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan
resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg
BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian kalium harus ditunda.

Penggantian Bikarbonat
Asidosis yang berat pada KAD akan membaik dengan pemberian cairan dan
insulin. Pemberian insulin akan mencegah produksi dan meningkatkan
metabolisme keton. Metabolisme anion keton akan memicu pembentukan
bikarbonat yang dapat mengoreksi asidosis. Di samping itu terapi hipovolemi
akan memperbaiki perfusi jaringan dan fungsi ginjal, sehingga meningkatkan
ekskresi asam organik dan mengurangi asidosis laktat.
1,5,8,11,12

a. Tidak terdapat cukup bukti bahwa terapi bikarbonat diperlukan dan aman
pada anak dengan KAD.
b. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
c. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:
a. Terjadinya asidosis cerebral.
b. Hipokalemia.
c. Excessive osmolar load.
d. Hipoksia jaringan.
d. Terapi bikarbonat hanya diindikasikan pada asidossis berat (pH < 6,9 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada
syok yang persisten.
e. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam
waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB), cukup diberikan
dari kebutuhan.

Pemberian Insulin
7,11,12

a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

13
b. Insulin yang digunakan adalah jenis short acting/rapid insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah
walaupun insulin belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam
pada anak < 2 tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1
unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet
(50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100
mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i. Bila KGD <150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan
D10 Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau menurunkannya sampai <0,05 unit/kg
BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk
menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang
kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan
respon pemberian insulin (infeksi, dosis pengenceran insulin yang tidak tepat,
adhesi insulin dengan tabung infus).
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler
atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.


Tatalaksana edema serebri
Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema
serebri dibuat, meliputi:
2,5,12

a. Kurangi kecepatan infus.
b. Manitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan
pemberian akan kurang efektif).
Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

14
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.

Fase Pemulihan


Setelah berhasil mengatasi keadaan KAD, maka dalam fase pemulihan penderita
dipersiapkan untuk: 1) Memulai diet per oral setelah sebelumnya nill by mouth.
2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
5,11,12

a. Memulai diet per oral.
1. Diet per oral dapat diberikan bila anak sudah stabil secara metabolik (KGD
<250 mg/dL, pH >7,3, bikarbonat >15 mmol/L), sadar dan tidak
mual/muntah.
2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai
30 menit sesudah snack berakhir.
3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x
sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.
b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.
1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme
stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan utama.
2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan
insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan
diberikan.
3. Diberikan short acting insuline setiap 6 jam, dengan dosis individual
tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1
unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.
c. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum
makan siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack
menjelang tidur.
Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

15
Gambar 3: Algoritma tatalaksana ketoasidosis diabetik.
Dikutip dari: ISPAD. Consensus Guidelines. ISPAD Consensus Guidelines for The Management
of Type I Diabetes Mellitus in Childhood and Adolescents. 2000.

Algoritma Managemen Ketoasidosis Diabetik
Anamnesis:
Poliuria
Polidipsia
Penurunan BB
Nyeri perut
Lemas/lemah
Muntah-muntah
Pusing
Pemeriksaan fisik:
Tentukan derajat dehidrasi
Nafas cepat & dalam (Kussmaul)
Nafas bau keton
Lethargy/drowsiness & muntah
Laboratorium:
Ketonuria
Hiperglikemia > 300 mg/dl
Asidosis metabolik
Pemeriksaan lain:
Elektrolit darah, BUN,
SC
Diabetes Ketoasidosis
Syok +, Dehidrasi berat
Penurunan kesadaran
Dehidrasi > 5%
Asidosis (hiperventilasi)
Syok
Muntah
Klinis sedang
Bisa makan/minum
Resusitasi:
Airway/nasogastric tube
Berikan oksigen masker 100%
Terapi syok: NS 20ml/kg (bisa diulang)
IVFD:
Tentukan kebutuhan cairan + defisit
Koreksi defisit dalam 48 jam.
Menggunakan Normal Salin
EKG
Tambahkan KCl 40 mmol/L cairan
Berikan insulin sc
Rehidrasi oral
Tidak ada
perbaikan
Insulin iv: 0,1 u/kg/jam (0,05 u/kg/jam bila < 2th)*
Oservasi ketat:
Kadar gula darah setiap 1 jam
Balans cairan setiap 1 jam
Status neurologis
Elektrolit darah
EKG: perubahan gel T ?
Asidosis tidak membaik
Evaluasi kembali:
Balans cairan?
Insulin: dosis, macet?
Infeksi, sepsis?
KGD 200-300 mg/dl
atau
Penurunan KGD > 100 mg/dl/jam
Kesadaran menurun, sakit kepala,
penurunan HR, iritable/gelisah,
inkontinensia, specific neurological
sign.
Pastikan bukan hipoglikemia
Edema cerebri?
Konsul Neurologi Anak
Pertimbangkan: Manitol 1g/kg BB
dalam 20 menit
Restriksi cairan 50% IVFD:
Ganti cairan dengan D5 0,45 Salin
Turnkan dosis insulin (jangan < 0,05 u/kg/jam)
Periksa elektrolit darah koreksi bila perlu
Klinis membaik, bisa makan/minum per-oral
Perubahan Insulin: berikan sc stop insulin iv 60 menit kemudian
* Larutkan insulin 5 unit dalam NS add 50 ml
Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

16
KOMPLIKASI TERAPI
.
a. Hipoglikemia dan hipokalemia
Sebelum era penggunaan insulin dosis rendah seperti saat ini kedua komplikasi
ini sering dijumpai dengan angka kejadian sampai +25%.
1
Dengan penggunaan
insulin dosis rendah seperti era sekarang hipoglikemia akan dapat dihindari
dengan monitoring dan evaluasi yang lebih ketat, serta penggantian cairan
rehidrasi dengan dekstrosa 5% salin bila KGD <250 mg/dL. Demikian juga
hipokalemia dapat dicegah dengan monitoring ketat dan penambahan kalium
pada cairan rehidrasinya.
1,6


b. Edema serebri.
Merupakan komplikasi yang paling berat dengan kejadian 0,7-1% pada anak
KAD
8
, dengan mortalitas sekitar 57-87%.
2

c. Asidosis metabolik hiperkloremia.
Hiperkloremia terjadi akibat pemberian NaCl 0,9% yang mengandung sekitar
154 mmol/L natrium dan klorida, sehingga terjadi kelebihan 54 mmol/L dari 100
mmol/L klorida di dalam serum. Asidosis ini tidak berbahaya pada kondisi klinik
penderita dan akan terkoreksi dalam 24-48 jam melalui ekskresi ginjal.
8


PENCEGAHAN

Dua faktor yang paling berperan pada timbulnya KAD adalah terapi insulin
yang tidak adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat
diatasi dengan memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk
mencapai fasilitas kesehatan, komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan
dengan penderita dan keluarganya di saat sakit, serta edukasi.
1,8
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita
DM tipe-1 agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi
metabolik dan penatalaksanaan yang tepat.
7
Hal praktis yang dapat dilakukan
adalah:
1,7,8

1. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan
pemberian insulin, manajemen insulin yang tepat disaat sakit).
Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

17
2. Menghindari stres.
3. Menghindari puasa yang berkepanjangan.
4. Mencegah dehidrasi.
5. Mengobati infeksi secara adekuat.
6. Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.

Daftar Pustaka:
1. Kitabchi AE, et al. Management of Hyperglycemic Crises in Patients With
Diabetes. Diabetes Care 2001; 24(1):131-53.
2. Dunger DB, et al. European Society for Paediatric Endocrinology/Lawson
Wilkins Pediatric Endocrine Society Consensus Statement on Diabetic
Ketoacidosis in Children and Adolescents. Pediatrics 2004; 113:e133-40.
3. Data Instalasi Rawat Inap Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya
1999-2004 (unpublished).
4. Pulungan AB, Mansyoer R, Batubara JRL, Tridjaja B. Gambaran Klinis dan
Laboratoris Diabetes Mellitus tipe-1 pada Anak Saat Pertama kali dating ke
Bagian IKA-RSCM Jakarta. Sari Pediatri 2002; 4:26-30.
5. APEG. Clinical Practice Guidelines: Type-1 Diabetes in Children and
Adolescents. 2005.
6. Guillermo E, Murphy MB, Kitabchi AE. Diabetic Ketoacidosis and
Hyperglycemic Hyperosmolar Syndrome. Diabetes Spectrum 2002; 15(1):28-
36.
7. Wallace TM, Matthews DR. Recent Advance in The Monitoring and
management of Diabetic Ketoacidosis. QJ Med 2004; 97:773-80.
8. American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With
Diabetes Mellitus. Diabetes Care 2002; 25 (1), Supplement 1:S100-8.
9. Sperling MA. Diabetes Mellitus. In: Sperling MA, ed. Pediatric Endocrinology.
2
nd
Edition. Philadelphia: Saunders; 2002:323-60.
10. Clement S, McDermott MT. Acute Complication of Diabetes Mellitus. In:
McDermott MT, ed. Endocrine Secrets. 3
rd
Edition. Philadelphia: Hanley &
Belfus, inc; 2002:32-8.
11. Netty EP. Manajemen Ketoasidosis Diabetik pada Anak dan Remaja. In:
Sjaifullah Noer M, Ismoedijanto, Untario MC, eds. Bunga Rampai Pediatri.
Continuing Education XXXV

Tatalaksana Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Netty EP, dr., SpA(K)

18
Surabaya: Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNAIR/RSUD
Dr. Soetomo; 2002:18-29.
12. ISPAD. Consensus Guidelines. ISPAD Consensus Guidelines for The
Management of Type I Diabetes Mellitus in Childhood and Adolescents. 2000.
13. Guerci B. Accuracy of an Electrochemical Sensor for Measuring Capillary
Blood Ketones by Fingerstick Samples During Metabolic Deterioration After
Continuous Subcutaneous Insulin Infusion Interruption in Type 1 Diabetic
Patients. Diabetes Care 2003; 26(4):1137-41.

PERTANYAAN
1. Bagaimana anda mendiagnosa ketoasidosis diabetik?
2. Bagaimana patogenesis terjadinya KAD ?
3. Sebutkan tujuan terapi KAD ?
4. Apa tujuan utama pemberian insulin pada KAD?

You might also like