You are on page 1of 23

ETIKA PENELITIAN DI BIDANG KEDOKTERAN

Penelitian adalah usaha untuk membuktikan suatu hipotesis dengan syarat-syarat yang ditentukan atau untuk mencari sesuatu yang tidak diketahui. Penelitian telah dilakukan selama berabad-abad sesuai dengan sifat manusia yang selalu ingin tahu. Hal ini menyebabkan ilmu pengetahuan terus berkembang dengan pesat, khususnya pengetahuan di bidang kedokteran. Suatu penelitian pada dasarnya mempunyai tujuan : Untuk memajukan pengetahuan dalam ilmu kedokteran, yaitu dalam hal terapi, diagnosis, dan lain-lain yang tentunya amat berfaedah bagi kesejahteraan hidup umat manusia Untuk kemajuan dalam bidang penelitian

A. Perkembangan Etika Penelitian Kedokteran di Dunia Sebenarnya norma etik kedokteran sudah ada sejak dahulu. Norma yang tertua yang diketahui adalah sumpah dokter Hindu yang ditulis pada tahun 1500 SM. Tema yang terpenting dari sumpah ini adalah penderita yang sedang diobati jangan dirugikan. Seribu tahun kemudian, muncul sumpah Hippocrates yang menyatakan bahwa seorang dokter primum non nocere (yang pertama dan terutama adalah jangan menyakiti). Walaupun sudah ada etika penelitian ini, masih saja ditemukan berbagai penyimpangan norma etika. Puncaknya terjadi pada masa pemerintahan Nazi. Saat itu, penelitian dilakukan oleh dokter-dokter Nazi terhadap para tahanan Perang Dunia II, misalnya mereka mencoba ketahanan manusia bersuhu O0 Celcius yang pada hakikatnya dilandasi oleh tujuan politik dan Chauvinisme. Untuk menghindari terjadinya penyimpangan tersebut, pada tahun 1946 di Nuremberg disusun aturan permainan dalam melakukan percobaan pada manusia, yang dikenal sebagai Nuremberg Code. Salah atu pernyataan pentingx di dalamnya adalah keharusan adanya persetujuan informed consent dari subjek penelitian. Pada tahun 1964, World Medical Association dalam sidangnya menghasilkan Deklarasi Helsinki I. Deklarasi ini merupakan satu rangkaian peraturan yang menjadi panduan untuk dokter dalam melakukan penelitian klinis. Kebijaksanaan diserahkan pada peneliti sendiri dan tidak diharuskan ada pihak lain yang mengawasinya. Peneliti harus membuat keputusan sendiri apakah penelitiannya menyimpang atau tidak dari norma etik yang telah digariskan itu. Karena tidak ada pengawasan, masih sering terjadi penyimpangan dari norma etik. Pada tahun 1975, pada World Healthy Assembly yang ke-20 di Tokyo, telah dibuat revisi dari Deklarasi Helsinki I, yang disebut Deklarasi Helsinki II. Perubahan yang penting dalam Deklarasi Helsinki II adalah peraturan yang mengharuskan protokol penelitian pada manusia ditinjau dahulu oleh suatu panitia untuk pertimbangan, tuntutan dan komentar. Selain itu, harus dicantumkan pada protokol itu, adanya pertimbangan etik dan hasil penelitian tidak boleh dipublikasikan jika tidak ada ethical clearance. Dengan demikian, mulailah dibentuk Panitia Etik Penelitian Kedokteran di berbagai institusi. Modul 4 blok 18 Thanty 1

Pada tahun 1976, The Medical Research Council of Canada membentuk Working Group of Human Experimentation, yang bertugas meninjau peraturan lama dan membuat rekomendasi. Dalam laporannya, ternyata terdapat variasi yang luas antara panitia institusi yang satu dengan yang lain. Ada yang hanya sekedar membentuk panitia itu sebagai satu keharusan dengan tugas minimal, tetapi ada institusi yang panitianya mempunyai tugas mengawasi penelitian sampai di luar institusinya sendiri, misalnyadi fakultas lain untuk penelitian yang menyangkut manusia. Akhirnya, Working Group merekomendasikan supaya di tiap institusi dibentuk suatu panitia pusat yang anggotanya terdiri dari ilmuwan dan bukan ilmuwan yang dapat menilai norma etik di dalam masyarakat. Orang-orang ini biasanya diambil dari staf non medic institusi tersebut. Working Group juga membuat panduan-panduan untuk tugas panitia local dan tugas utama untuk meninjau segi etik suatu penilitian dibebankan pada panitia lokal sendiri.

B. Perkembangan Etika Penelitian Kedokteran di Indonesia Pada tahun 1982, KPPIK FKUI membentuk suatu panitia kecil untuk membahas masalah etik penelitian dan merumuskan pedoman bagi peneliti. Hasil panitia itu ialah dikeluarkannya buku

pertama yang berjudul Kode Etik Penelitian yang memakai Deklarasi Helsinki sebagai dasarnya. Setelah itu, pada akhir tahun 1984, Dekan FKUI meresmikan Panitia Etik Penelitian FKUI yang pada permulaannya bertugas mengeluarkan ethical clearance bagi usulan penelitian jika diperlukan. Pada awal tahun 1985, Panitia Etik Penelitian ini, melalui KPPIK, mengadakan suatu forum diskusi sehari tentang etik penelitian yang mendapat perhatian besar sekali. Forum diskusi ini yang pada permulaannya diselenggarakan bagi para peneliti di lingkungan FKUI saja, akhirnya dihadiri oleh banyak peneliti bidang kedokteran dari institusi lain. Kumpulan makalahnya diterbitkan sebagai buku Naskah Lengkap Forum Diskusi Kode Etik Penelitian Kedokteran. Karena ingin mengajak masyarakat peneliti yang lebih luas lagi, Panitia Etik Penelitian FKUI meminta pada CHS untuk mengadakan lokakarya yang kemudian diselenggarakan pada tahun 1986. Lokakarya ini dihadiri oleh dekan fakultas kedokteran dari seluruh Indonesia, baik negeri maupun swasta. Dalam lokakarya ini telah dicapai kata sepakat untuk membentuk Panitia Etik Penelitian di Fakultas Kedokteran masing-masing perguruan tinggi. Sebagai hsil lokakarya ini, pada tahun 1987 diterbitkan buku Pedoman Etik Penelitian Kedokteran Indonesia.

C. Prinsip-Prinsip Etika Penelitian Ilmiah Etika berasal dari bahasa Yunani ethos. Istilah etika bila ditinjau dari aspek etimologis memiliki makna kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku dalam masyarakat. Menurut pandangan Sastrapratedja (2004), etika dalam konteks filsafat merupakan refleksi filsafati atas moralitas masyarakat sehingga etika disebut pula sebagai filsafat moral. Etika membantu manusia untuk melihat secara kritis moralitas yang dihayati masyarakat, etika juga membantu kita untuk merumuskan pedoman etis yang lebih adekuat dan norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya perubahan yang dinamis dalam tata kehidupan masyarakat. Sedangkan etika dalam ranah penelitian lebih menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian. Modul 4 blok 18 Thanty 2

Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki risiko yang dapat merugikan atau membahayakan subyek penelitian, namun peneliti perlu mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan (Jacob, 2004). Etika penelitian memiliki berbagai macam prinsip, namun terdapat empat prinsip utama yang perlu dipahami oleh pembaca, yaitu: 1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity) Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy). Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan martabat manusia, adalah: peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subyek (informed consent) yang terdiri dari: a. penjelasan manfaat penelitian b. penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan c. penjelasan manfaat yang akan didapatkan d. persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subjek berkaitan dengan prosedur penelitian e. persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja f. jaminan anonimitas dan kerahasiaan. Namun kadangkala, formulir persetujuan subyek tidak cukup memberikan proteksi bagi subyek itu sendiri terutama untuk penelitian-penelitian klinik karena terdapat perbedaan pengetahuan dan otoritas antara peneliti dengan subyek (Sumathipala & Siribaddana, 2004). Kelemahan tersebut dapat diantisipasi dengan adanya prosedur penelitian (Syse, 2000). 2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy and confidentiality) Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat terbukanya informasi individu termasuk informasi yang bersifat pribadi. Sedangkan, tidak semua orang menginginkan informasinya diketahui oleh orang lain, sehingga peneliti perlu memperhatikan hak-hak dasar individu tersebut. Dalam aplikasinya, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas baik nama maupun alamat asal subyek dalam kuesioner dan alat ukur apapun untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas subyek. Peneliti dapat menggunakan koding (inisial atau identification number) sebagai pengganti identitas responden. 3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness) Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional, berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta Modul 4 blok 18 Thanty 3

perasaan religius subyek penelitian. Lingkungan penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip keterbukaan, yaitu kejelasan prosedur penelitian. Keadilan memiliki bermacam-macam teori, namun yang terpenting adalah bagaimanakah keuntungan dan beban harus didistribusikan di antara anggota kelompok masyarakat. Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian membagikan keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas masyarakat. Sebagai contoh dalam prosedur penelitian, peneliti mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak subyek untuk mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelum, selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian. 4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and benefits) (Milton, 1999; Loiselle, Profetto-McGrath, Polit & Beck, 2004) Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek

(nonmaleficence). Apabila intervensi penelitian berpotensi mengakibatkan cedera atau stres tambahan maka subyek dikeluarkan dari kegiatan penelitian untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan, stres, maupun kematian subyek penelitian.

D. Persyaratan Penelitian Kedokteran Secara hukum, penelitian medis pada manusia tidak boleh diadakan jika tidak memenuhi dua criteria yang mutlak diperlukan, yaitu : 1. Kriteria Kepatutan Untuk memenuhi kriteria ini harus dipenuhi 13 syarat, yaitu : Ada harapan bahwa penelitian itu akan memberikan pandangan baru yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain Arti penelitian itu harus sebanding dengan resiko yang dihadapi orang percobaan (Deklarasi Helsinki) Kepentingan orang percobaan selalu dipertimbangkan di atas kepentingan ilmu pengetahuan (Deklarasi Helsinki) Penelitian tersebut harus sesuai dengan prinsip ilmiah dan harus didasarkan atas penelitian laboratorium maupun penelitian hewan percobaan dan juga harus didasarkan atas pengetahuan yang cukup dari kepustakaan ilmiah (Deklarasi Helsinki) Bentuk dan cara pelaksanaan penelitian tersebut harus jelas dan tertulis, dan harus dinilai oleh sebuah panitia yang independen (Deklarasi Helsinki) Penelitian tersebut harus dilaksanakan oleh peneliti yang berkualitas baik dan harus diawasi seorang dokter (Deklarasi Helsinki) Penelitian dengan manusia memberlakukan standar profesi yang tertinggi dan bukan standar profesi dari dokter dengan pengetahuan dan kemampuan yang rata-rata (de gemiddelde bekwame arts) Modul 4 blok 18 Thanty 4

Pada penelitian dengan manusia, secara hukum peneliti selalu bertanggung jawab penuh secara pribadi Integritas psikis dan fisik orang percobaan harus dijaga dan dilindungi (Deklarasi Helsinki) Rahasia orang percobaan harus dijunjung tinggi Penderitaan rohani dan fisik orang percobaan harus dibatasi secara maksimal Harus dilakukan usaha pencegahan kerugian, invaliditas, dan kematian orang percobaan Tiap penelitian harus diakhiri jika ternyata ada kemungkinan kerugian invaliditas dan kematian (Deklarasi Helsinki)

Ketigabelas syarat di atas berlaku untuk penelitian dengan pasien maupun orang percobaan yang bukan pasien. Khusus untuk penelitian klinik (penelitian dengan pasien) terdapat beberapa syarat khusus, yaitu sebagai berikut : Penelitian terhadap pasien sebaiknya hanya diperbolehkan atas dasar indikasi medis. Hal ini diperlukan untuk perlindungan hukum. Penelitian terhadap pasien tanpa dasar indikasi medis dengan persetujuan pasien hanya dapat dilaksanakan jika dokter penelitinya bukan dokter yang merawat pasien itu (Deklarasi Helsinki) Penelitian terhadap pasien harus mempunyai nilai diagnostic dan nilai teraupetik untuk yang merawat pasien itu (Deklarasi Helsinki) Penelitian terhadap pemakaian suatu obat dan atau suatu prosedur dengan tujuan hanya untuk memperoleh informasi ilmiah tidak diperbolehkan Dalam pelaksanaan penelitian, tiap pasien harus yakin bahwa metode diagnostik dan terapeutik yang terbaik adalah yang digunakan (Deklarasi Helsinki) Jika dalam pelaksanaan penelitian ada resiko tertentu, maka dokter yang merawat yang merangkap sebagai peneliti harus berkonsultasi dengan tim penasehat. Jika ada pasien yang tidak memberi persetujuan untuk mengikuti suatu penelitian, maka hal itu sama sekali tidak boleh mempunyai dampak negatif terhadap hubungan dokter-pasien (Deklarasi Helsinki) Pasien yang sedang dalam keadaan koma tidak boleh menjadi objek percobaan Pasien yang sedang dalam fase terakhir hidup tidak boleh menjadi objek percobaan Pasien yang punya penyakit tidak dapat disembuhkan sebaiknya tidak dijadikan objek percobaan

2. Kriteria Persetujuan Dari sudut hukum, dituntut agar objek percobaan, pasien maupun bukan pasien , mengerti inti atau esensi penelitian tersebut, dan mengerti resiko yang mungkin akan timbul. Seandainya objek percobaan tidak mengerti esensi dan resiko penelitian, ia tidak boleh diikutsertakan dalam penelitian tersebut. Suatu persetujuan baru dinyatakan sah menurut hukum jika informasi telah diberikan kepada objek percobaan yang ada hubungannya dengan penelitian. Orang ini bisa dokter yang merawatnya, jika ia tidak merangkap sebagai peneliti (Deklarasi Helsinki). Modul 4 blok 18 Thanty 5

Informed consent termasuk dalam kriteria persetujuan. Jadi, dalam melakukan suatu pekerjaan yang menggunakan manusia sebagai subjeknya, diperlukan informed consent. Pokok-pokok informed consent dalam uji klinik yang diberikan pada objek adalah sebagai berikut : Suatu keterangan mengenai tindakan yang akan dilaksanakan dan tujuan dari tindakan tersebut, termasuk penentuan dari tindakan berupa penelitian Suatu keterangan mengenai perasaan tidak enak yang mungkin akan menyertai tindakan atau resiko yang akan terjadi Sebuah keterangan mengenai keuntungan yang dapat diharapkan dari uji klinik Sebuah keterangan mengenai tindakan pengganti (alternatif) yang dapat menguntungkan pesert penelitian Kesediaan untuk member keterangan dan menjawab pertanyaan mengenai tindakan dalam penelitian Keterangan bahwa peserta dalam penelitian dapat menarik persetujuannya, menghentikan keikutsertaannya dalam setiap waktu tanpa keragu-raguan.

E. Penelitian yang Membutuhkan Ethical Clearance Pada dasarnya seluruh penelitian/riset yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian harus mendapatkan Ethical Clearance , baik penelitian yang melakukan pengambilan spesimen, ataupun yang tidak melakukan pengambilan spesimen. Penelitian/riset yang dimaksud adalah penelitian biomedik yang mencakup riset pada farmasetik, alat kesehatan, radiasi dan pemotretan, prosedur bedah, rekam medis, sampel biologik, serta penelitian epidemiologik, sosial dan psikososial.

F. Susunan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes Salah satu tugas pokok Badan Litbangkes adalah menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kesehatan untuk menunjang program Departemen Kesehatan. Untuk itu dalam rangka perlindungan manusia sebagai subyek penelitian dan pengembangan kesehatan, sejak tahun 1991 dibentuk Panitia Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes berdasarkan SK Kepala Badan Litbangkes No. 04/BPPK/AK/1/1991. Panitia tersebut bertugas melakukan review usulan penelitian kesehatan yang memerlukan surat izin etik (ethical clearance), selanjutnya sejak tahun 2001 disebut sebagai Komisi Etik Badan Litbangkes. Susunan anggota bersifat multidisiplin yaitu adanya anggota dari berbagai bidang ilmu kelompok medis/ klinis maupun dari kelompok non-medis antara lain dari bidang hukum, sosial budaya yang terkait, dari kelompok yang peduli terhadap kepentingan masyarakat dan dari kelompok awam (layperson). Komposisi keanggotaan mempertimbangkan juga keseimbangan usia dan gender; adanya perbedaan latar belakang, sosial-budaya dan agama yang dapat mempengaruhi sudut pandang. Susunan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes terdiri atas 1. Penasehat, Modul 4 blok 18 Thanty 6

2. Ketua 3. Sekretaris 4. Anggota 5. Sekretariat Untuk kegiatan kesekretariatan dibantu oleh beberapa staf dari Sekretariat Badan Litbangkes. Komisi Etik ini disahkan dengan surat keputusan Kepala Badan Litbangkes yang ditinjau/diperbaharui setiap tahunnya.

G. Tanggung Jawab dan Tugas Komite Etik Penelitian Kesehatan Komisi Etik membahas usulan-usulan penelitin biomedis yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian, baik untuk kegiatan penelitian yang dilakukan oleh unit-unit penelitian di lingkungan Badan Litbangkes, ataupun kegiatan penelitian yang dimonitor oleh Badan Litbangkes. Komisi Etik akan bertemu secara rutin minimum sekali setiap bulannya untuk membahas usulan penelitian yang memerlukan ethical clearance , baik yang telah dikeluarkan (pada bulan tersebut : ethical review dilakukan oleh 2 3 orang anggota Komisi Etik) maupun yang memerlukan pengambilan keputusan oleh sebagain besar anggota Komisi Etik (bagi kasus-kasus tertentu yang memerlukan pertimbangan / review oleh lebih dari 3 orang anggota : kasus berat). Persetujuan ethical clearance diambil berdasarkan suara terbanyak dari anggota yang hadir dalam rapat tersebut. Rapat dianggap sah jika dihadiri minimal setengah jumlah anggota ditambah 1 orang. Semua penelitian yang sedang berjalan di tiap Puslitbang, yang telah mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Badan Litbangkes, akan dipantau oleh anggota Komisi Etik yang ada di Puslitbang bersangkutan dan akan direview paling sedikit satu kali setiap tahun dan mungkin frekuensi review bertambah bila dianggap perlu oleh Komisi karena keadaan darurat. Ketua Komisi Etik bertanggung jawab atas jalannya rapat pertemuan Komisi. Jalannya rapat serta hasil rapat pertemuan akan dicatat oleh sekretaris pertemuan yang merupakan seorang staf atau petugas dari Sekretariat Badan Litbangkes. Sekretaris tersebut juga menerima laporan penelitian selama penelitian sedang berjalan sampai penelitian selesai. Rapat pertemuan Komisi Etik dihadiri oleh seluruh anggota Komisi Etik, para peneliti yang penelitiannya akan dibahas (jika perlu), dan dapat pula dihadiri oleh ahli-ahli tertentu yang diundang untuk memberi pandangan sebagai nara sumber, tetapi yang mempunyai hak suara untuk memberikan keputusan hanya anggota Komisi Etik. Anggota Komisi Etik tidak terlibat dalam salah satu usulan penelitian yang akan dibicarakan. Jika salah satu anggota secara langsung atau tidak langsung terlibat dengan suatu usulan penelitian, maka anggota tersebut tidak berhak memberikan suara (abstain) dalam pemungutan suara mengenai usulan penelitian yang bersangkutan. Komisi Etik mempunyai tugas : 1. Melakukan review dari protokol penelitian yang akan dibahas dengan benar sesuai ketentuanketentuan yang telah ditetapkan. Modul 4 blok 18 Thanty 7

2. Membahas hasil review 3. Meneliti isi informed consent (persetujuan bagi subyek penelitian) beserta naskah penjelasan untuk mendapatkan persetujuan dari subyek penelitian. 4. Memberikan ethical clearance untuk semua penelitian yang memerlukannya. 5. Mengevaluasi pelaksanaan penelitian yang terkait dengan etik 6. Menghadiri rapat rutin Komisi Etik setiap bulannya dan pada waktu-waktu tertentu yang dianggap perlu.

Tugas sekretariat Komisi Etik : Untuk melaksanakan kegiatan kesekretariatan, Komisi Etik Badan Litbangkes dibantu oleh Sekretariat Komisi Etik yang bertugas : 1. Menerima berkas usulan/pengajuan Ethical Clearance dan memeriksa kelengkapan berkas usulan tersebut, lalu mencatat hasilnya pada form check list. 2. Bertanggung jawab dalam kegiatan surat menyurat yang berhubungan dengan kegiatan Etika Penelitian Kesehatan di Badan Litbangkes 3. Bertanggung jawab dalam pengarsipan usulan penelitian yang mengajukan ethical clearance mulai dari masuknya ke Badan Litbangkes, selama proses di Komisi Etik, review ulangan jika penelitian itu berjalan lebih dari setahun 4. Mengurus penyelenggaraan rapat dan pertemuan Komisi Etik. 5. Sebagai fasilitator antara peneliti dan anggota Komisi Etik. 6. Membuat laporan tentang kegiatan Komisi Etik, termasuk laporan tertulis dari setiap rapat/pertemuan Komisi Etik (Notulen), laporan triwulan kegiatan komisi etik (berikut rekapitulasi ethical clearance yang telah dikeluarkan) .

H. Pengajuan Ethical Clearance Usulan ethical clearance diserahkan kepada sekretariat Komisi Etik Penelitian Kesehatan. Kelengkapan berkas terdiri dari : 1. Surat usulan dari institusi 2. Protokol penelitian 3. Daftar tim peneliti 4. CV peneliti utama 5. Surat persetujuan pelaksanaan penelitian dari scientific board (PPI) 6. Informed Consent (formulir persetujuan keikutsertaan dalam penel 7. Ethical Clearance dari institusi lain (bila ada) 8. Kuesioner / pedoman wawancara (bila ada) Catatan : Seluruh berkas dibuat rangkap 3. Selain penelitian dari Puslitbang di lingkungan Badan Litbangkes, Komisi Etik Penelitian Kesehatan Bdan Litbangkes juga menerima permohonan E.C dari instansi lain. Modul 4 blok 18 Thanty 8

I. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penelitian Etik Penelitian Kesehatan a. Surat usulan dari institusi tempat peneliti bekerja, bila usulan berasal dari luar institusi Badan Litbangkes yang memiliki Komisi Etik Institusi, maka usulan harus berasal dari Komisi etik institusi tersebut (bukan dari peneliti utama/pimpinan insitusi). b. Surat rekomendasi dari Panitia Pembina Ilmiah c. Protokol penelitian meliputi tujuan dan manfaat, metodologi yang menjelaskan secara terperinci mengenai : tata cara pengambilan sample (darah/urine/spesimen lainnya), tujuan pemeriksaan, intervensi yang diberikan, serta manfaat bagi responden (bila ada uji klinik/ pengambilan sample), jumlah biaya yang diperlukan dalam penelitian tersebut. d. Daftar tim peneliti, beserta keahliannya e. Curriculum vitae peneliti utama atau Ketua Pelaksana, untuk melihat apakah kemampuan peneliti utama atau ketua pelaksana sudah sesuai dengan apa yang akan dikerjakan. f. Keterangan pembiayaan, untuk melihat apakah sudah etis bila suatu penelitian dilihat dari jumlah biaya dan hasil yang akan didapat. g. Ethical clearance dari institusi lain (bila ada). h. Penjelasan dan Informed Consent dalam 1 lembar / tidak terpisah Izin atau persetujuan dari subyek penelitian untuk turut berpartisipasi dalam penelitian, dalam bentuk tulisan yang ditandatangani atau tidak ditandatangani oleh subyek dan saksinya, disebut informed consent.

Aspek-aspek yang perlu dicantumkan dalam suatu informed consent adalah sebagai berikut : 1. Kesediaan subyek untuk secara sukarela bersedia berpartisipasi dalam penelitian itu, termasuk penelitian eksperimen. 2. Penjelasan tentang penelitian. 3. Pernyataan tentang berapa lama subyek penelitian perlu berpartisipasi dalam penelitian 4. Gambaran tentang apa yang akan dilakukan terhadap subyek penelitian, sebagai peserta sukarela penelitian. Setiap prosedur eksperimental perlu dijelaskan. 5. Gambaran mengenai resiko dan rasa tidak enak yang mungkin dialami subyek, jika subyek berpartisipasi dalam penelitian. 6. Gambaran tentang keuntungan atau ganti rugi bagi subyek, jika subyek berpartisipasi dalam penelitian ini. 7. Informasi mengenai pengobatan dan alternatif lain yang akan diberikan kepada subyek, jika subyek mengalami resiko dalam penelitian. 8. Gambaran tentang terjaminnya rahasia biodata dan hasil pemeriksaan medis sunyek. 9. Penjelasan mengenai pengobatan medis dan ganti rugi yang akan diberikan kepada subyek, jika subyek mengalami masalah yang berhubungan dengan penelitian. 10. Nama jelas dan alamat berserta nomor telepon yang lengkap, kepada siapa calon subyek dapat menanyakan tentang masalah kesehatan yang mungkin muncul berkaitan dengan penelitian tersebut. Modul 4 blok 18 Thanty 9

11. Pengertian partisipasi dalam penelitian haruslah sukarela, bahwa subyek dapat memutuskan untuk meninggalkan penelitian tanpa dirugikan, bahwa apabila ia bersedia berpartisipasi kemudian sesudah jangka waktu tertentu ia meninggalkan penelitian, ia bebas pergi tanpa ada sanksinya. 12. Jumlah subyek penelitian yang akan turut serta dalam penelitian dan lokasi penelitian akan dilaksanakan. 13. Subyek akan diberitahukan jika terjadi problem yang membahayakan subyek dalam penelitian tersebut

KODE ETIK PENELITIAN KESEHATAN 1. Pendahuluan Kode etik penelitian kedokteran, yang diberi nama Nuremberg Code, pada awalnya dibentuk sebagai akibat dari berbagai percobaan tidak berperikemanusiaan oleh para dokter NAZI terhadap para tahanan Perang Dunia II. Salah satu yang penting dalam kode tersebut adalah keharusan adanya persetujuan informed consent dari orang sebagai subyek penelitian. Pada tahun 1964, World Medical Association dalam sidangnya yang ke 18 telah mengeluarkan peraturan-peraturan yang dituangkan ke dalam Deklarasi Helsinki I. Baik dalam Neurenberg Code maupun dalam Deklarasi Helsinki I, para peneliti dihimbau untuk memperhatikan dan mematuhi peraturan-peraturan penelitian yang disetujui bersama. Peneliti harus dapat membuat keputusan sendiri apakah penelitiannya menyimpang atau tidak dari norma etik yang telah digariskan. Karena tidak ada pengawasan maka banyak penelitian yang dirasakan masih menyimpang dari norma-norma kode etik. Untuk menghindari hal tersebut di atas maka pada tahun 1975 dalam World Health Assembly ke 20 di Tokyo telah dibuat Deklarasi Helsinki II sebagai hasil revisi dari Deklarasi Helsinki I. Perubahan yang penting adalah adanya peraturan yang mengharuskan semua protokol penelitian yang menyangkut manusia, harus ditinjau dahulu oleh suatu Komisi khusus untuk dipertimbangkan, diberi komentar dan mendapatkan pengarahan (consideration, comments and guidance). Selain itu pada protokol juga harus dicantumkan adanya pertimbangan etik. Deklarasi tersebut telah disempurnakan kembali oleh World Medical Assembly, tahun 1983 di Venesia, tahun 1985 di Hongkong dan di Edinburg, Scotland tahun 2000 Di Indonesia standar etik penelitian kesehatan yang melibatkan manusia sebagai subyek didasarkan pada azas perikemanusiaan yang merupakan salah satu dasar falsafah bangsa Indonesia, Pancasila. Hal tersebut kemudian diatur dalam UU Kesehatan no 23/ 1992 dan lebih lanjut diatur dalam PP no 39/ 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Dalam Bab IV diuraikan tentang perlindungan dan hak-hak manusia sebagai subyek penelitian dan sanksi bila penyelenggaraan penelitian melanggar ketentuan dalam PP tersebut. Dengan demikian semua penelitian yang menyangkut manusia harus didasari oleh moral dan etika Pancasila, disamping pedoman etik penelitian yang telah disetujui secara internasional. Adalah menjadi kewajiban kita semua bahwa penelitian yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan dari segi ilmiah, moral dan etika yang berdasarkan Ketuhanan dan Perikemanusiaan. Modul 4 blok 18 Thanty 10

2. Penelitian yang membutuhkan Ethical Clearance Pada dasarnya seluruh penelitian/riset yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian harus mendapatkan Ethical Clearance , baik penelitian yang melakukan pengambilan spesimen, ataupun yang tidak melakukan pengambilan spesimen. Penelitian/riset yang dimaksud adalah penelitian biomedik yang mencakup riset pada farmasetik, alat kesehatan, radiasi dan pemotretan, prosedur bedah, rekam medis, sampel biologik, serta penelitian epidemiologik, social dan psikososial.

3. Susunan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes Salah satu tugas pokok Badan Litbangkes adalah menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kesehatan untuk menunjang program Departemen Kesehatan. Untuk itu dalam rangka perlindungan manusia sebagai subyek penelitian dan pengembangan kesehatan, sejak tahun 1991 dibentuk Panitia Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes berdasarkan SK Kepala Badan Litbangkes No. 04/BPPK/AK/1/1991. Panitia tersebut bertugas melakukan review usulan penelitian kesehatan yang memerlukan surat izin etik (ethical clearance), selanjutnya sejak tahun 2001 disebut sebagai Komisi Etik Badan Litbangkes. Susunan anggota bersifat multidisiplin yaitu adanya anggota dari berbagai bidang ilmu kelompok medis/ klinis maupun dari kelompok non-medis antara lain dari bidang hukum, sosial-budaya yang terkait, dari kelompok yang peduli terhadap kepentingan masyarakat dan dari kelompok awam (layperson). Komposisi keanggotaan mempertimbangkan juga keseimbangan usia dan gender; adanya perbedaan latar belakang, sosial-budaya dan agama yang dapat mempengaruhi sudut pandang. Susunan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes terdiri atas 1. Penasehat 2. Ketua 3. Sekretaris 4. Anggota 5. Sekretariat Untuk kegiatan kesekretariatan dibantu oleh beberapa staf dari Sekretariat Badan Litbangkes. Komisi Etik ini disahkan dengan surat keputusan Kepala Badan Litbangkes yang ditinjau/diperbaharui setiap tahunnya.

4. Tanggung Jawab dan Tugas Komisi Etik Penelitian Kesehatan Komisi Etik membahas usulan-usulan penelitin biomedis yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian, baik untuk kegiatan penelitian yang dilakukan oleh unit-unit penelitian di lingkungan Badan Litbangkes, ataupun kegiatan penelitian yang dimonitor oleh Badan Litbangkes.

Modul 4 blok 18 Thanty

11

Komisi Etik akan bertemu secara rutin minimum sekali setiap bulannya untuk membahas usulan penelitian yang memerlukan ethical clearance , baik yang telah dikeluarkan (pada bulan tersebut : ethical review dilakukan oleh 2 3 orang anggota Komisi Etik) maupun yang memerlukan pengambilan keputusan oleh sebagain besar anggota Komisi Etik (bagi kasus-kasus tertentu yang memerlukan pertimbangan / review oleh lebih dari 3 orang anggota : kasus berat). Persetujuan ethical clearance diambil berdasarkan suara terbanyak dari anggota yang hadir dalam rapat tersebut. Rapat dianggap sah jika dihadiri minimal setengah jumlah anggota ditambah 1 orang. Semua penelitian yang sedang berjalan di tiap Puslitbang, yang telah mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Badan Litbangkes, akan dipantau oleh anggota Komisi Etik yang ada di Puslitbang bersangkutan dan akan direview paling sedikit satu kali setiap tahun dan mungkin frekuensi review bertambah bila dianggap perlu oleh Komisi karena keadaan darurat. Ketua Komisi Etik bertanggung jawab atas jalannya rapat pertemuan Komisi. Jalannya rapat serta hasil rapat pertemuan akan dicatat oleh sekretaris pertemuan yang merupakan seorang staf atau petugas dari Sekretariat Badan Litbangkes. Sekretaris tersebut juga menerima laporan penelitian selama penelitian sedang berjalan sampai penelitian selesai. Rapat pertemuan Komisi Etik dihadiri oleh seluruh anggota Komisi Etik, para peneliti yang penelitiannya akan dibahas (jika perlu), dan dapat pula dihadiri oleh ahli-ahli tertentu yang diundang untuk memberi pandangan sebagai nara sumber, tetapi yang mempunyai hak suara untuk memberikan keputusan hanya anggota Komisi Etik. Anggota Komisi Etik tidak terlibat dalam salah satu usulan penelitian yang akan dibicarakan. Jika salah satu anggota secara langsung atau tidak langsung terlibat dengan suatu usulan penelitian, maka anggota tersebut tidak berhak memberikan suara (abstain) dalam pemungutan suara mengenai usulan penelitian yang bersangkutan. Komisi Etik mempunyai tugas : 1. Melakukan review dari protokol penelitian yang akan dibahas dengan benar sesuai ketentuanketentuan yang telah ditetapkan. 2. 3. Membahas hasil review Meneliti isi informed consent (persetujuan bagi subyek penelitian) beserta naskah penjelasan untuk mendapatkan persetujuan dari subyek penelitian. 4. 5. 6. Memberikan ethical clearance untuk semua penelitian yang memerlukannya. Mengevaluasi pelaksanaan penelitian yang terkait dengan etik Menghadiri rapat rutin Komisi Etik setiap bulannya dan pada waktu-waktu tertentu yang dianggap perlu.

Tugas sekretariat Komisi Etik : Untuk melaksanakan kegiatan kesekretariatan, Komisi Etik Badan Litbangkes dibantu oleh Sekretariat Komisi Etik yang bertugas :

Modul 4 blok 18 Thanty

12

1. Menerima berkas usulan/pengajuan Ethical Clearance dan memeriksa kelengkapan berkas usulan tersebut, lalu mencatat hasilnya pada form check list. 2. Bertanggung jawab dalam kegiatan surat menyurat yang berhubungan dengan kegiatan Etika Penelitian Kesehatan di Badan Litbangkes 3. Bertanggung jawab dalam pengarsipan usulan penelitian yang mengajukan ethical clearance mulai dari masuknya ke Badan Litbangkes, selama proses di Komisi Etik, review ulangan jika penelitian itu berjalan lebih dari setahun 4. Mengurus penyelenggaraan rapat dan pertemuan Komisi Etik. 5. Sebagai fasilitator antara peneliti dan anggota Komisi Etik. 6. Membuat laporan tentang kegiatan Komisi Etik, termasuk laporan tertulis dari setiap rapat/pertemuan Komisi Etik (Notulen), laporan triwulan kegiatan komisi etik (berikut rekapitulasi ethical clearance yang telah dikeluarkan) .

5. Pengajuan Ethical clearance Usulan ethical clearance diserahkan kepada sekretariat Komisi Etik Penelitian Kesehatan. Kelengkapan berkas terdiri dari : 1. Surat usulan dari institusi 2. Protokol penelitian 3. Daftar tim peneliti 4. CV peneliti utama 5. Surat persetujuan pelaksanaan penelitian dari scientific board (PPI) 6. Informed Consent (formulir persetujuan keikutsertaan dalam penelitian) 7. Ethical Clearance dari institusi lain (bila ada) 8. Kuesioner / pedoman wawancara (bila ada) Seluruh berkas dibuat rangkap 3. Selain penelitian dari Puslitbang di lingkungan Badan Litbangkes, Komisi Etik Penelitian Kesehatan Bdan Litbangkes juga menerima permohonan E.C dari instansi lain.

6. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian etik penelitian kesehatan: a. Surat usulan dari institusi tempat peneliti bekerja, bila usulan berasal dari luar institusi Badan Litbangkes yang memiliki Komisi Etik Institusi, maka usulan harus berasal dari Komisi etik institusi tersebut (bukan dari peneliti utama/pimpinan insitusi) b. Surat rekomendasi dari Panitia Pembina Ilmiah. c. Protokol penelitian meliputi tujuan dan manfaat, metodologi yang menjelaskan secara terperinci mengenai : tata cara pengambilan sample (darah/urine/spesimen lainnya), tujuan pemeriksaan, intervensi yang diberikan, serta manfaat bagi responden (bila ada uji klinik/ pengambilan sample), jumlah biaya yang diperlukan dalam penelitian tersebut. d. Daftar tim peneliti, beserta keahliannya Modul 4 blok 18 Thanty 13

e. Curriculum vitae peneliti utama atau Ketua Pelaksana, untuk melihat apakah kemampuan peneliti utama atau ketua pelaksana sudah sesuai dengan apa yang akan dikerjakan. f. Keterangan pembiayaan, untuk melihat apakah sudah etis bila suatu penelitian dilihat dari jumlah biaya dan hasil yang akan didapat. g. Ethical clearance dari institusi lain (bila ada). h. Penjelasan dan Informed Consent dalam 1 lembar / tidak terpisah Izin atau persetujaun dari subyek penelitian untuk turut berpartisipasi dalam penelitian, dalam bentuk tulisan yang ditandatangani atau tidak ditandatangani oleh subyek dan saksinya, disebut informed consent.

Kode etik Penelitian Pada Manusia Prinsip dasar 1. Riset biomedis yang dilakukan pada manusia sebagai subjek harus memenuhi prinsip ilmiah yang telah diakui dan harus didasarkan atas eksperimen laboratorium dan hewan percobaan yang memadai serta berdasarkan pengetahuan yang lengkap dari literatur ilmiah. 2. Rencana dan pelaksanaan setiap prosedur percobaan pada subyek manusia harus dirumuskan secara jelas dalam suatu protokol penelitian untuk diajukan kepada panitia Independen yang khusus ditunjuk untuk memberi pertimbangan, ulasan, dan bimbingan. 3. Riset biomedis dengan subyek manusia hanya boleh dilakukan oleh orang yang secara ilmiah memenuhi syarat dan di bawah pengawasan seorang tenaga medis yang mempunyai kompetensi klinis. Tanggung jawab atas manusia yang diteliti harus selalu terletak pada tenaga medis yang kompeten dan bukan pada subyek riset itu, meskipun ia telah memberi persetujuannya. 4. Riset biomedis pada manusia tidak dapat dilakukan secara sah kecuali bila kepentingan tujuan penelitian itu sepadan dengan risiko terkait yang akan dihadapi subyek. 5. Setiap proyek riset biomedis yang melibatkan subyek manusia harus didahului dengan penilaian yang cermat mengenai risiko yang dapat diramalkan dalam perbandingan dengan manfaat yang dapat diharapkan bagi subyek tersebut ataupun bagi orang lain. Kepentingan subyek harus selalu lebih diutamakan daripada kepentingan ilmiah dan masyarakat. 6. Hak subyek riset untuk melindungi integritas dirinya harus dihormati. Harus dilakukan setiap upaya pencegahan untuk menghormati kebebasan pribadi subyek dan memperkecil pengaruh riset atas integritas fisik dan mental serta atas kepribadiannya. 7. Para dokter tidak boleh terlibat dalam proyek riset yang menggunakan subyek manusia, kecuali bila mereka yakin bahwa bahayanya dapat diramalkan. Para dokter harus mengehentikan setiap penyelidikan bila ditemukan bahwa bahayanya melebihi manfaat yang mungkin diperoleh. 8. Dalam publikasi riset, dokter harus melaporkan hasil yang akurat. Laporan penelitian yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang tertera dalam Deklarasi Helsinki seharusnya tidak diterima untuk dipublikasikan.

Modul 4 blok 18 Thanty

14

9. Dalam setiap riset pada manusia, setiap calon subyek harus diberi penjelasan secukupnya tentang tujuan, cara, manfaat yang diharapkan, bahaya yang mungkin dihadapinya serta keadaan kurang menyenangkan yang mungkin timbul. Subyek harus diberitahu bahwa ia bebas untuk tidak ikut serta dalam studi tersebut, dan bahwa ia juga bebas untuk membatalkan persetujuannya untuk berpartisipasi. Kemudian dokter itu harus mendapat persetujuan subyek yang diberikan secara bebas, sebaiknya secara tertulis. 10. Dalam memperoleh persetujuan setelah penjelasan, dokter hendaknya amat berhati-hati, kalau subyek bergantung padanya atau bila calon subyek mungkin memberi persetujuannya di bawah paksaan. Dalam hal ini, persetujuan yang berdasarkan penjelasan itu hendaknya diperoleh melalui seorang dokter lain yang tidak ikut serta dalam penelitian dan yang benar-benar bebas dari hubungan resmi ini. 11. Bila subyek secara hukum tidak mampu untuk memberikan persetujuan setelah penjelasan, persetujuan itu hendaknya diperoleh dari wali yang sah menurut perundang-undangan negara masingmasing. Bila keadaan fisik atau mental subyek tidak memungkinkan untuk memberi persetujuan setelah penjelasan atau bila calon subyek masih di bawah umur, izin diminta dari keluarga yang bertanggung jawab yang dapat menggantikan persetujuan calon subyek sesuai dengan hukum negara itu. Kalau anak di bawah umur itu ternyata dapat memberi persetujuan, maka persetujuannya hendaknya diperoleh juga selain persetujuan walinya. 12. Protokol riset harus selalu mencantumkan suatu pernyataan tantang pertimbangan etik yang berhubungan dengan riset, dan menyatakan bahwa prinsip-prinsip yang tertera pada Deklarasi Helsinki telah dipenuhi.

Kode Etik Penelitian Pada Masyarakat 1. Penelitian di masyarakat atau lapangan hanya boleh dilakukan apabila telah melalui suatu penelitian klinis dengan hasil yang memuaskan. 2. Rencana penelitian (desain dan protokol) harus dikembangkan dan dipersiapkan secermat mungkin. Selain meliputi metodologi penelitian, juga cara pemantauan sehingga bila terjadi hal yang tidak diinginkan, dapat cepat diketahui. 3. Penelitian harus dikoordinasi dan dilaksanakan oleh suatu tim peneliti yang terdiri dari beberapa ahli. Selain ahli klinik, perlu pula diikutsertakan ahli penelitian di masyarakat seperti ahli epidemiologi dan ahli biostatistika. 4. Perlu lebih ditekankan adanya suatu Panitia Etik selain dari tim pelaksana penelitian. Panitia ini harus terdiri dari beberapa orang ahli yang cukup dihargai integritasnya. Sebaiknya ada pula seorang anggota yang dianggap merupakan seorang tokoh atau wakil masyarakat dan cukup memahami ruang lingkup penelitian. 5. Harus ada fasilitas medik yang dengan mudah dan cepat dapat memberikan pertolongan kepada orang yang diteliti apabila timbul hal-hal yang tidak diinginkan.

Modul 4 blok 18 Thanty

15

6. Karena penelitian kedokteran di masyarakat cenderung menggunakan orang yang lebih awam atau kurang pendidikan sebagai subyek penelitian maka perlu lebih dijaga kemungkinan terjadinya penyalahgunaan mereka sebagai manusia percobaan tersebut. Selain adanya Panitia Etik, penjelasan dan keterbukaan mengenai penelitian dan kemungkinan-kemungkinan adanya risiko harus lebih ditekankan untuk diberikan kepada orang-orang yang ikut dalam penelitian yang bersangkutan. 7. Evaluasi dan pemantauan penelitian harus dilakukan secara rutin dan tidak hanya pada waktu akhir. Hasil-hasil yang dicapai harus dipresentasikan di depan para ahli pada waktu tertentu. 8. Pertimbangan risk-benefit dalam penelitian kedokteran di masyarakat menjadi lebih penting.

Kode Etik Penelitian Pada Hewan 1. Pengembangan pengetahuan baru untuk terus memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan manusia dan hewan memerlukan percobaan pada hewan. 2. Dimana mungkin berbagai metode seperti analisis statistik, model matematis, simulasi komputer dan sistem biologi in vitro harus digunakan untuk melengkapi percobaan pada hewan dan mengurangi jumlah hewan yang digunakan. 3. Tidak ada percobaan pada hewan yang boleh dilakukan tanpa pertimbangan yang cukup mengenai relevansinya terhadap kesehatan manusia atau hewan. 4. Jumlah hewan yang digunakan tidak boleh melebihi jumlah minimal yang dibutuhkan untuk mendapat hasil yang sahih. 5. Spesies hewan yang digunakan untuk percobaan harus ditingkat filogeni serendah mungkin yang masih memenuhi syarat untuk percobaan. 6. Bilamana penggunaan hewan percobaan sangat digunakan untuk penelitian, para peniliti dan personalia laboratorium lainnya harus memandang hewan itu sebagai mahluk yang mempunyai perasaan, dan harus menganggap sebagai suatu keharusan etis untuk menghindarkan atau mengurangi sampai sedikit mungkin rasa tidak enak, penderitaan atau nyeri. 7. Walaupun relatif sedikit yang diketahui mengenai persepsi nyeri pada hewan, peneliti harus bertindak berdasarkan anggapan bahwa prosedur yang dapat menimbulkan nyeri fisik pada manusia dapat menimbulkan rasa nyeri yang sederajat pada hewan vertebrata. 8. Percobaan pada hewan yang diperkirakan akan menimbulkan sesuatu yang lebih dari sekedar rasa nyeri atau penderitaan ringan dalam waktu singkat, harus dilakukan dengan premedikasi yang memadai dan dibawah anestesia sesuai dengan praktek kedoktera hewan yang lazim. Nyeri pasca bedah harus dicegah atau dikurangi dengan analgetika. 9. Pembedahan atau tindakan lain yang menyakitkan tidak boleh dilakukan pada hewan yang hanya sekedar dilumpuhkan dengan pelemas otot saja, tetapi tidak dianestesi. 10. Pada akhir percobaan, hewan yang akan menanggung nyeri hebat atau kronik, penderitaan, rasa tidak enak, cacat yang tidak dapat disembuhkan, harus dibunuh dengan cara yang layak. 11. Prosedur yang dapat menimbulkan nyeri atau penderitaan pada hewan yang tidak di anestesi tidak boleh digunakan untuk pendidikan atau demonstrasi, kecuali dengan anestesia. Modul 4 blok 18 Thanty 16

12. Kondisi kehidupan hewan yang dipelihara untuk tujuan biomedik haruslah sehat dan nyaman, sebaiknya di bawah pengawasan dokter hewan yang berpengalaman dalam pengetahuan tentang hewan laboratorium. Perawatan kedokteran hewan harus tersedia sesuai dengan kebutuhan. 13. Bila tujuan penelitian memerlukan dipenuhinya ketentuan butir VII, VI-II atau IX, keputusan tidak boleh diambil hanya oleh peneliti yang langsung terlibat, tetapi juga oleh suatu tim penilai yang sesuai, dengan memperhatikan butir III dan IV. 14. Percobaan pada hewan hanya boleh dilakukan oleh orang yang memiliki kualifikasi dan pengalaman keilmuan yang sesuai dan di bawah pengawasan direktur suatu institusi atau departemen yang menggunakan hewan. 15. Direktur suatu institusi atau departemen yang menggunakanhewan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa peneliti dan tehnisi laboratorium hewan mempunyai mempunyai kualifikasi dan pengalaman yang cukup pada waktu bekerja, atautelah disusun rencana yang memadai dalam latihan mereka, dan mereka juga didorong untuk menunjukkan perhatian yang layak terhadap hewan yang mereka pelihara. 16. Pertimbangan utama, ialah bahwa laboratorium yang dipersiapkan untuk digunakan sebagai subyek eksperimen harus mendapat perhatian dan perawatan yang layak untuk kesenangan dan kesehatannya, semua ini merupakan tugas manusia terhadap semua mahluk yang berperasaan.

ETIKA PENELITI Peneliti ialah insan yang memiliki kepakaran yang diakui dalam suatu bidang keilmuan. Tugas utamanya ialah melakukan penelitian ilmiah dalam rangka pencarian kebenaran ilmiah. Kreativitas peneliti melahirkan bentuk pemahaman baru dari persoalan-persoalan di lingkungan keilmuannya dan menumbuhkan kemampuan-kemampuan baru dalam mencari jawabnya. Pemahaman baru, kemampuan baru, dan temuan keilmuan menjadi kunci pembaruan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Kode Etika Peneliti Kode Etika Peneliti adalah acuan moral bagi peneliti dalam melaksanakan hidup, terutama yang berkenaan dengan proses penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. lni menjadi suaru bentuk pengabdian dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa Perilaku Peneliti Tidak Jujur Perilaku tidak jujur mencakup baik perilaku tidak jujur dalam penelitian maupun perilaku curang sebagai peneliti. Batasan ini tidak dapat dikenakan pada hal-hal: kejadian yang sejujurnya keliru; pertikaian pendapat sejujurnya; perbedaan dalam penafsiran dara ilmiah, dan; selisih pendapat berkenaan dengan rancangan penelitian. Perilaku peneliti tidak jujur tampak dalam bentuk: (i) pemalsuan hasil penelitian (fabrication) yaitu mengarang, mencatat dan atau mengumumkan hasil penelitian tanpa pembuktian telah melakukan proses penelitian; (ii) pemalsuan data penelitian (falsification) yaitu memanipulasi bahan penelitian, peralatan, atau proses, mengubah atau tidak mencantumkan data atau hasil sedemikian rupa, sehingga penelitian itu tidak disajikan secara akurat dalam caratan penelitian Modul 4 blok 18 Thanty 17

(iii) pencurian proses dan/atau hasil (plagiat) dalam mengajukan usul penelitian, melaksanakannya, menilainya dan dalam melaporkan hasil suatu penelitian, seperti pencurian gagasan, pemikiran, proses dan hasil penelitian, baik dalam bentuk data atau kata-kata, termasuk bahan yang diperoleh melalui penelitian terbatas (bersifat rahasia), usulan rencana penelitian dan naskah orang lain tanpa menyatakan penghargaan (iv) pemerasan tenaga peneliti dan pembantu peneliti (exploitation) seperti peneliti senior memeras tenaga peneliti yunior dan pembantu penelitian untuk mencari keuntungan, kepentingan pribadi, mencari, dan/atau memperoleh pengakuan atas hasil kerja pihak lain (v) perbuatan tidak adil (injustice) se.sama peneliti dalam pemberian hak kepengarangan dengan cara tidak mencantumkan nama pengarang dan/atau salah mencantumkan urutan nama pengarang sesuai sumbangan intelektual seorang penel,iti .. Peneliti juga melakukan perbuatan tidak adil dengan me.mpublikasi data dan/atau hasil penelitian tanpa izin lembaga penyanaang dana penelitian atau menyimpang dari konvensi yang disepakati dengan lembaga penyandang dana tentang hak milik karya intelektual (HAKi) hasil penelitian (vi) kecerobohan yang disengaja (intended careless) dengan tidak menyimpan data penting selama jangka waktu sewajarnya, menggunakan data tanpa izin pemiliknya, atau tidak mempublikasikan data penting atau penyembunyian data tanpa penyebab yang dapat diterima; dan (vii) penduplikasian (duplication) tf'muan-temuan sebagai asli dalam lebih dari satu saluran, tanpa ada penyempurnaan, pembaruan isi, data'dan tidak merujuk publikasi sebelumnya

Moralitas Peneliti Dipertanyakan Moralitas dipertanyakan tampak (tangible) dalam perilaku tidak jujur dan tidak tampak (intangible) dalam pikiran yang bertentangan dengan hati nurani dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan penelitian ilmiah. Moralitas yang dengan sengaja menentang hati nurani adalah soal integritas peneliti, yaitu keteguhan hati untuk berpendirian tetap mempertahankan nilai-nilai baku penelitian ilmiah. Moralitas peneliti dipertanyakan juga mencakup kehidupan pribadi yang merendahkan martabat peneliti sebagai manusia bermoral, yang dalam masyarakat tidak dapat diterima keberadaannya, seperti budi pekerti rendah, tindak tanduk membabi buta, kebiasaan buruk yang merusak suasana dan pergaulan ilmiah.

Kode etik peneliti Peneliti ialah insan yang memiliki kepakaran yang diakui dalam suatu bidang keilmuan. Tugas utamanya ialah melakukan penelitian ilmiah dalam rangka pencarian kebenaran ilmiah. Kreativitas peneliti melahirkan bentuk pemahaman baru dari persoalan-persoalan di lingkungan keilmuannya dan menumbuhkan kemampuan-kemampuan baru dalam mencari jawabnya. Pemahaman baru, kemampuan baru, dan temuan keilmuan menjadi kunci pembaruan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Ilmuwan dan peneliti berpegang pada nilai-nilai integritas, kejujuran dan keadilan. Integritas peneliti melekat pada ciri seorang peneliti yang mencari kebenaran i1miah. Dengan menegakkan kejujuran,

Modul 4 blok 18 Thanty

18

keberadaaan peneliti diakui sebagai insan yang bertanggungjawab. Dengan menjunjung keadilan, martabat peneliti tegak dan kokoh karena ciri moralitas yang tinggi ini. Penelitian ilmiah menerapkan metode ilmiah yang bersandar pada penalaran ilmiah yang teruji. Sistem ilmu pengetahuan modern merupakan sistem yang dibangun atas dasar kepercayaan: Bangunan sistem nilai ini berrahan sebagai sumber nilai obyektif karena koreksi yang tak putus-putus yang dilakukan sesama peneliti.

Sesuai dengan nilai-nilai tersebut seorang peneliti memiliki empat tanggungjawab, yaitu: (1) terhadap proses penelitian yang memenuhi baku ilmiah; (2) terhadap hasil penelitiannya yang memajukan ilmu pengecahuan sebagai landasan kesejahteraan manusia; (3) kepada masyarakat ilmiah yang memberi pengakuan di bidang keilmuan peneliti tersebut itu sebagai bagian dari peningkatan peradaban manusia, dan; (4) bagi kehormatan lembaga yang mendukung pelaksanaan penelitiannya.Kode Etika Peneliti adalah acuan moral bagi peneliti dalam melaksanakan hidup, terutama yang berkenaan dengan proses penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. lni menjadi suatu bentuk pengabdian dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Etika peneliti dalam penelitian 1. Peneliti membaktikan diri pada pencarian kebenaran ilmiah untuk memajukan ilmu pengerahuan, menemukan teknologi dan menghasilkan inovasi bagi peningkatan peradaban dan kesejahteraan manusia. 2. Peneliti melakukan kegiatannya dalam cakupan dan barisan yang diperkenankan oleh hukum yang berlaku, bertindak dengan mendahulukan kepentingan dan keselamatan semua pihak yang terkait dengan penelitiannya, berlandaskan tujuan mulia berupa penegakan hak-hak asasi manusia dengan kebebasankebebasan mendasarnya 3. Peneliti mengelola sumber daya keilmuan dengan penuh rasa tanggung jawab, terutama dalam pemanfaatannya, dan mensyukuri nikmat anugerah tersedianya sumber daya keilmuan baginya

Etika peneliti dalam berperilaku 1. Peneliti mengelola jalannya penelitian secara jujur, bernurani dan berkeadilan terhadap lingkungan penelitiannya 2. Peneliti menghormati obyek penelitian manusia, sumber daya alam hayati dan non-hayati secara bermoral, berbuat sesuai dengan perkenan kodrat dan karakter obyek penelitiannya, ranpa diskriminasi dan tanpa menimbulkan rasa merendahkan martabar sesama ciptaan Tuhan 3. Peneliti membuka diri terhadap tanggapan, kritik, dan saran dari sesama peneliti terhadap proses dan hasil penelitian, yang diberinya kesempatan dan perlakuan timbal balik yang setara dan setimpal, saling menghormati melalui diskusi dan pertukaran pengalaman dan informasi ilmiah yang obyektif. Modul 4 blok 18 Thanty 19

Etika peneliti dalam kepengarangan 1. Peneliti mengelola, melaksanakan, dan melaporkan hasil penelitian ilmiahnya secara bertanggungjawab, cermat, dan seksama 2. Peneliti menyebarkan informasi tertulis dari hasil penelitiannya, informasi pendalaman ilmiah dan/atau pengetahuan baru yang terungkap dan diperolehnya, disampaikan ke dunia ilmu pengetahuan pertama kali dan sekali tanpa mengenal publikasi atau berganda atau diulang-ulang 3. Peneliti memberikan pengakuan melalui: (i) penyertaan sebagai penulis pendamping; (ii) melalui pengutipan pernyataan atau pemikiran orang lain; dan atau (iii) dalam bentuk ucapan terima kasih yang tulus kepada peneliti yang memberikan sumbangan berarti dalam penelitiannya, yang secara nyata mengikuti tahapan rancangan penelitian dimaksud, dan mengikuti dari dekat jalannya penelitian itu.

ETIKA PUBLIKASI 1. Harus dilandasi kejujuran 2. Tidak memberi harapan palsu atau menimbulkan kepanikan masyarakat 3. Harus berhati-hati dalam mengemukakan hasil penelitian pada media atau orang awam 4. Berhati-hati dalam mempublikasikan penelitian yang baru pada tahap awal

INFORMED CONSENT Informed consent adalah izin atau persetujuan dari subyek penelitian untuk turut berpartisipasi dalam penelitian, baik dalam bentuk tulisan yang ditandatangani atau tidak ditandatangani oleh subyek dan saksinya.

Tujuan dibuatnya informed consent antara lain : 1. Agar penelitian tidak melenceng dari prinsip-prinsip etika penelitian. 2. Sebagai bukti persetujuan antara kedua belah pihak, yaitu antara peneliti dengan responden. 3. Apabila terjadi resiko dalam penelitian tersebut, informed consent dapat digunakan sebagai bukti pembelaan. 4. Agar responden dapat mengerti mengenai penelitian yang akan dilakukan peneliti. 5. Sebagai syarat pengajuan ethical clearance.

Aspek-aspek yang perlu dicantumkan dalam suatu informed consent adalah sebagai berikut : 1. Kesediaan subyek untuk secara sukarela bersedia berpartisipasi dalam penelitian itu, termasuk penelitian eksperimen. 2. Penjelasan tentang penelitian. 3. Pernyataan tentang berapa lama subyek penelitian perlu berpartisipasi dalam penelitian.

Modul 4 blok 18 Thanty

20

4. Gambaran tentang apa yang akan dilakukan terhadap subyek penelitian, sebagai peserta sukarela penelitian. Setiap prosedur eksperimental perlu dijelaskan. 5. Gambaran mengenai resiko dan rasa tidak enak yang mungkin dialami subyek, jika subyek berpartisipasi dalam penelitian. 6. Gambaran tentang keuntungan atau ganti rugi bagi subyek, jika subyek berpartisipasi dalam penelitian ini. 7. Informasi mengenai pengobatan dan alternatif lain yang akan diberikan kepada subyek, jika subyek mengalami resiko dalam penelitian. 8. Gambaran tentang terjaminnya rahasia biodata dan hasil pemeriksaan medis subyek. 9. Penjelasan mengenai pengobatan medis dan ganti rugi yang akan diberikan kepada subyek, jika subyek mengalami masalah yang berhubungan dengan penelitian. 10. Nama jelas dan alamat berserta nomor telepon yang lengkap, kepada siapa calon subyek dapat menanyakan tentang masalah kesehatan yang mungkin muncul berkaitan dengan penelitian tersebut. 11. Pengertian partisipasi dalam penelitian haruslah sukarela, bahwa subyek dapat memutuskan untuk meninggalkan penelitian tanpa dirugikan, bahwa apabila ia bersedia berpartisipasi kemudian sesudah jangka waktu tertentu ia meninggalkan penelitian, ia bebas pergi tanpa ada sanksinya. 12. Jumlah subyek penelitian yang akan turut serta dalam penelitian dan lokasi penelitian akan dilaksanakan. 13. Subyek akan diberitahukan jika terjadi problem yang membahayakan subyek dalam penelitian tersebut.

Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) atau Informed Consent Untuk menghormati prinsip etik yang pertama, sebelum penelitian dilaksanakan peneliti harus memberikan penjelasan yang memadai (inform) dengan bahasa atau cara yang mudah dimengerti kepada semua subjek atau wakil sah dari subjek, meminta persetujuan dari setiap subjek yang akan diikutsertakan sebagai subjek penelitian. Persetujuan tersebut dikenal sebagai Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP, Informed Consent). Hal ini bertujuan untuk menjamin semua subjek memahami tujuan penelitian yang dilakukan serta resiko dan keuntungan yang mungkin akan dialaminya serta hak dan kewajibannya. Isi naskah penjelasan penelitian untuk mendapatkan Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) sesuai Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan (PNEPK, 2005) adalah sebagai berikut di bawah ini: a) Bahwa dia diundang untuk ikut serta dalam penelitian, dengan alasan mengapa dia dianggap cocok menjadi subjek penelitian, dan keikutsertaannya adalah sukarela. b) Dia bebas untuk menolak ikut serta dan dia bebas setiap saat menarik diri dari penelitian tanapa hukuman atau kehilangan keuntungan yang sebenarnya merupakan haknya. c) Tujuan penelitian, prosedur yang dilakukan oleh peneliti dan calon subjek penelitian, penjelasan perbedaan penelitian dengan pelayanan medik rutin. d) Pada uji coba dengan pembanding (controlled trials) diberi penjelasan tentang ciri-ciri penelitian, seperti pengacakan (randomization) dan ketersamaran ganda (double-blinding). Subjek tidak akan diberitahu tentang pengobatan yang diterimanya sampai penelitian berakhir dan ketersamaran (blinding) sudah dihapus. Modul 4 blok 18 Thanty 21

e) Kurun waktu keikutsertaannya, termasuk jumlah dan lamanya kedatangannya ke pusat penelitian serta kemungkinan penelitian atau keikutsertaannya dihentikan lebih awal. f) Pemberian uang atau barang lain sebagai imbalan untuk keikutsertaannya dengan dijelaskan jumlah dan bentuk imbalan tersebut. g) Sesudah penelitian selesai, subjek akan diberitahukan hasil penelitian secara umum. Setiap subjek perorangan akan diberitahukan tentang setiap penemuan yang berkaitan dengan status kesehatan pribadinya. h) Subjek atas permintaan berhak melihat data tentang dirinya, meskipun data tidak memiliki kegunaan klinis, kecuali kalau komisi etik telah mengizinkan non-disclosure dan alasannya. i) Resiko, rasa nyeri, ketidaknyamanan (discomfort), dan ketidaksenangan (inconvenience) yang diduga mungkin akan dialami subjek penelitian, termasuk resiko pada kesehatan dan kesejahteraan suami/istri/mitranya. j) Manfaat langsung, jika ada, yang diharapkan untuk subjek dari keikutsertaan subjek dalam penelitian. k) Manfaat yang diharapkan untuk masyarakat setempat atau masyarakat luas, atau sumbangan kepada pengetahuan ilmiah. l) Apakah, kapan dan bagaimana produk atau tindakan yang oleh penelitian terbukti aman dan efektif, akan tersedia untuk subjek, sesudah selesai ikut serta dalam penelitian, dan apakah sekiranya harus membayar. m) Tindakan atau cara pengobatan lain yang disediakan. n) Ketetapan yang akan diambil untuk menjamin keleluasaan pribadi subjek dihormati serta kerahasiaan catatan yang dapat mengidentifikasikan subjek. o) Batas-batas, secara hukum atau cara lain, kemampuan peneliti untuk mengamankan kerahasiaan dan akibat yang mungkin terjadi, kalau terjadi pelanggaran kerahasiaan. p) Kebijakan mengenai pemanfaatan hasil uji genetic dan informasi genetic keluarga, tindakan pencegahan yang ada, guna mencegah pengungkapan hasil tes genetic subjek kepada keluarga atau pihak lain (misalnya perusahaan asuransi atau majikannya), tanpa persetujuan subjek. q) Sponsor penelitian, afiliasi kelembagaan para peneliti, serta bentuk dan sumber pembiayaan penelitian. r) Kemungkinan penggunaan untuk penelitian, langsung atau tidak langsung, catatan medic dan specimen biologic yang diambil sebagai bagian pelayanan klinik. s) Apakah direncanakan pemusnahan specimen biologic pada akhir penelitian, kalau tidak dimusnahkan perlu dijelaskan penyimpanannya (dimana, caranya, untuk berapa lama, dan disposisi akhir) dan kemungkinan penggunaannya di kemudian hari. Subjek berhak mengambil keputusan tentang penggunaannya di kemudian hari, menolak penyimpanan, dan meminta pemusnahan. t) Apakah akan dihasilkan produk komersial dari specimen biologiknya, apakah subjek akan memperoleh keuntungan berupa uang atau dalam bentuk lain dari pengembangan produk tersebut. u) Apakah peneliti hanya berperan sebagai peneliti atau juga sebagai dokternya. Modul 4 blok 18 Thanty 22

v) Sampai seberapa jauh peneliti bertanggung jawab memberikan pelayanan medic kepada subjek. w) Pengobatan bebas biaya akan diberikan untuk kerugian (injury) atau komplikasi akibat penelitian, bentuk dan lamanya pelayanan tersebut, nama organisasi atau orang yang akan memberi pelayanan medic,apakah terdapat sesuatu ketidakpastian tentang pembiayaan pelayanan medic tersebut. x) Dengan cara apa dan oleh organisasi mana subjek penelitian atau keluarganya akan menerima kompensasi, jika terjadi cacat atau kematian sebagai akibat kerugian tersebut. Kalau tidak terdapat rencana pemberian kompensasi, maka hasil tersebut harus dijelaskan. y) Bahwa Komisi Etik telah memberikan persetujuan etik pada protocol penelitian.

Apabila perlu, satu atau lebih dari informasi tambahan berikut ini juga harus diberikan kepada setiap subjek yang berpartisipasi dalam penelitian. a) Tentang terapi atau prosedur khusus yang mungkin dapat menyebabkan resiko untuk subjek (atau terhadap embrio atau janin, jika subjek hamil atau mungkin menjadi hamil). b) Tentang biaya tambahan bagi subjek yang mungkin berasal dari partisipasi dalam penelitian. c) Pada keadaan tertentu keikutsertaan subjek dapat dihentikan oleh peneliti tanpa persetujuan subjek. d) Tentang konsekuensi dari keputusan subjek untuk menarik diri dari penelitian dan prosedur untuk penghentian partisipasi yang tertib oleh subjek. e) Pernyataan bahwa temuan-temuan baru yang bermakna dikembangkan selama penelitian yang mungkin berkaitan dengan kerelaan subjek untuk terus berpartisipasi. f) Tentang perkiraan jumlah subjek penelitian yang terlibat dalam penelitian.

Adapun aspek kemanfaatan informed consent antara lain adalah : 1. Penghormatan pada seseorang. Subjek yang diteliti berhak menentukan apakah ia akan terus mengikuti penelitian atau berhenti. 2. Melindungi subjek penelitian. Dengan adanya informed consent maka subjek penelitian akan terlindungi dari penipuan maupun ketidakterusterangan dalam penelitian tersebut. Selain itu, subjek penelitian akan terlindungi dari segala bentuk tekanan. 3. Melindungi peneliti. Karena subjek penelitian telah menyepakati apa yang tertuang dalam informed consent maka hal ini akan melindungi peneliti dari gugatan yang mungkin muncul dari subjek penelitian 4. Kerahasiaan. Informasi, data, sampel (material) merupakan rahasia. Penggunaannya harus sesuai dengan yang telah dinyatakan sebelumnya. Selain itu, kerahasiaan juga menyangkut identitas subjek penelitian.

Modul 4 blok 18 Thanty

23

You might also like