You are on page 1of 43

BAB I PENDAHULUAN

Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. Sumbatan jalan nafas merupakan salah satu penyebab kematian utama yang kemungkinan masih dapat diatasi. Penolong harus dapat mengenal tanda-tanda dan gejala-gejala sumbatan jalan nafas dan menanganinya dengan cepat walaupun tanpa menggunakan alat yang canggih. Sumbatan jalan nafas dapat dijumpai baik di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit. Di luar rumah sakit misalnya penderita tersedak makanan padat sehingga tersumbat jalan nafasnya, sedangkan di dalam rumah sakit misalnya penderita tidak puasa sewaktu akan dilaksanakan pembedahan sehingga dapat terjadi aspirasi yang dapat menyumbat jalan nafasnya. Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan daripada ventilasi karena itu langkah yang pertama yang harus dilakukan oleh penolong adalah membuka jalan napas dan menjaganya agar tetap bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi masih ada gangguan ventilasi maka penolong tersebut harus mencari penyebab yang lain. Keterampilan dalam membebaskan jalan nafas dan memberikan suplai oksigen yang adekuat kepada penderita merupakan hal yang utama yang harus diperhatikan oleh setiap penolong, apapun penyakit yang dideritanya. Setelah suplai oksigen ke jaringan tubuhnya adekuat, barulah seorang penolong mencari permasalahan lain yang mungkin ada pada penderita tersebut. Oleh karena itu setiap penolong harus menguasai tehnik-tehnik ini secara penuh sehingga dapat mengatasi permasalahan gangguan ventilasi penderita dengan benar dan cepat.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi Resusitasi adalah daya upaya untuk mengembalikan fungsi hidup dan kesadaran dari seseorang yang sudah mendekati kematian5. Resusitasi paru adalah tindakan dan bantuan untuk mengembalikan fungsi paru yang telah gagal. 2.2 Fisiologi pernafasan1 Respirasi ialah pertukaran gas-gas antara organisme hidup dalam lingkungan sekitarnya. Pada manusia dikenal dua macam respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi eksternal ialah pertukaran gas-gas antara darah dan udara sekitarnya. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu: 1. Ventilasi: proses masuk udara sekitar dan pembagian udara tersebut ke alveoli 2. Distribusi: distribusi dan pencampuran molekul-molekul gas intrapulmoner 3. Difusi: masuknya gas-gas menembus selaput alveolo-kapiler 4. Perfusi: pengambilan gas-gas oleh aliran darah kapiler paru yang adekuat. Respirasi internal ialah pertukaran gas-gas antara darah dan jaringan. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu: 1. Efisiensi kardiosirkulasi dalam darah kaya oksigen 2. Distribusi kapiler 3. Difusi, perjalanan gas ke ruang interstitial dan menembus dinding sel 4. Metabolisme sel yang melibatkan enzim Fungsi utama respirasi ialah pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan udara pernafasan. Fungsi tambahan ialah pengendalian keseimbangan asam basa, metabolism hormon, dan pembuangan partikel. Paru ialah satu-satunya organ tubuh yang menerima darah dari seluruh curah jantung.

Secara anatomis sistem respirasi dibagi menjadi bagian atas (upper) terdiri dari hidung, ruang hidung, sinus paranasalis, dan faring yang berfungsi menjaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang masuk ke saluran pernapasan dan bagian bawah (lower) terdiri dari laring, trakea, bronki, bronkioli, dan alveoli. Secara fisiologis sistem respirasi dibagi menjadi bagian konduksi dari ruang hidung sampai bronkioli terminalis dan bagian respirasi terdiri dari brokioli respiratorius sampai alveoli. Paru kanan terdiri dari tiga lobus (atas, tengah, dan bawah) dan paru kiri dua lobus (atas dan bawah). 2.2.1 Pengangkutan oksigen dan karbon dioksida1 Oksigen berdifusi dari bagian konduksi paru ke bagian respirasi paru sampai ke alveoli. Setelah O2 menembus epitel alveoli, membran basalis dan endotel kapiler, dalam darah sebagian besar O2 bergabung dengan hemoglobin (97%) dan sisanya larut dalam plasma (3%). Dalam keadaan normal 100 ml darah yang meninggalkan kapiler alveoli mengangkut 20 ml O2. Rata-rata dewasa muda normal membutuhkan O2 setiap menitnya 225 ml. oksigen yang masuk ke dalam darah dari alveoli sebagian besar diikat oleh Hb dan sisanya larut dalam plasma: O2 + Hb HB O2 O2 + Plasma Larut (97%) (3%)

Jika semua molekul Hb mengikat O2 secara penuh, maka saturasinya 100%. Jika kemampuan setiap molekul Hb hanya mengikat 2 molekul O 2, maka saturasinya 50%. Karbon dioksida adalah hasil metabolisme aerobik dalam jaringan perifer dan produksinya bergantung jenis makanan yang dikonsumsi. Dalam darah sebagian besar CO2 (70%) diangkut dan diubah menjadi asam karbonat dengan bantuan enzim carbonic anhydrase (CA). sebagian kecil CO2 diikat oleh Hb dalam sel eritrosit. Sisa CO2 (23%) larut dalam plasma.
3

2.2.2 Pengaruh anesthesia pada respirasi1 Efek penekan dari obet anestetik dan pelumpuh otot lurik terhadap respirasi telah dikenal sejak dulu ketika kedalaman, karakter dan kecepatan respirasi dikenal sebagai tanda klinis yang bermanfaat terhadat kedalaman anesthesia. Zat-zat anestitik intravena dan abar (volatile) serta opioid semuanya menekan pernapasan dan menurunkan respon terhadap CO2. Respons ini tidak seragam, opioid mengurangi laju pernapasan, zat abar trikloretilen meningkatkan laju pernapasan. Hiperkapnia atau hiperkarbia (PaCO2 dalam darah arteri meningkat) merangsang kemoreseptor di badan aorta dan karotis dan diteruskan ke pusat napas, terjadilah napas dalam dan cepat (hiperventilasi). Sebaliknya hipokapnia atau hipokarbia (PaCO2 dalam darah arteri menurun) menghambat kemoreseptor di badan aorta dan karotis dan diteruskan ke pusat napas, terjadilah nafas dangkal dan lambat (hipoventilasi). Induksi anestesi akan menurunkan kapasitas sisa fungsional

(fungsional residual volume), mungkin karena pergeseran diafragma ke atas, apalagi setelah pemberian pelumpuh otot. Menggigilk pasca anesthesia akan meningkatkan konsumsi O2. Pada perokok berat mukosa jalan nafas mudah terangsang, produksi lendir meningkat, darahnya mengandung HbCO2 kira-kira 10% dan kemampuan Hb mengikat O2 menurun sampai 25%. Nikotin akan menyebabkan takikardia dan hipertensi. 2.2.3 Volum statik dan kapasitas paru4 1. Volume tidal, yaitu volume udara inspirasi atau ekspirasi pada setiap daur napas tenang. Dewasa 500 ml. 2. Volume cadangan inspirasi, yaitu volume maksimal udara yang dapatr diinspirasi setelah akhir ekspirasi tenang. Dewasa 1500 ml.
4

3. Volume cadangan ekspirasi, yaitu volume maksimal udara yang dapat diekspirasi setelah akhir ekspirasi tenang. Dewasa 1200 ml. 4. Volume sisa, yaitu volume udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi maksimal. Dewasa 2100 ml. 5. Kapasitas inspirasi, yaitu volume maksimal udara yang dapat diinspirasi setelah akhir ekspirasi tenang. Dewasa 2000 ml. 6. Kapasitas sisa fungsional, yaitu volume udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi tenang. Dewasa 3300 ml. 7. Kapasitas vital, yaitu volume maksimal udara yang dapat diekspirasi dengan usaha maksimal setelah inspirasi maksimal. Dewasa 3200 ml. 8. Kapasitas paru total, yaitu volume udara dalam paru setelah akhir inspirasi maksimal. Dewasa 5300 ml.

Fungsi paru: 1. Membuang CO2 dan mengambil O2 untuk metabolisme tubuh 2. Mempertahankan pH darah 3. Mempertahankan keseimbangan suhu tubuh dan kadar H2O 4. Komponen fonasi suara 2.3 Kegawat daruratan dalam sistem respirasi2 Kegawat daruratan dalam sistem respirasi terbagi menjadi dua jenis yaitu: 1. kegawatdaruratan pada gangguan jalan napas (airway) 2. kegawatdaruratan pada gangguan ventilasi (breathing)

2.3.1 Kegawat daruratan pada gangguan jalan napas (airway) Obstruksi jalan napas Tanda-tanda sumbatan jalan napas2

Pada keadaan penderita yang masih bernafas, mengenali ada tidaknya sumbatan jalan napas dapat dilakukan dengan cara lihat (look), dengar (listen), dan raba (feel). 1. Lihat (look) Tentukan apakah pasien mengalami agitasi atau penurunan kesadaran. Agitasi menunjukkan kesan adanya hipoksemia yang mungkin disebabkan oleh karena sumbatan jalan napas, sedangkan penurunan kesadaran member kesan adanya hiperkarbia yang mungkin disebabkan oleh hipoventilasi akibat sumbatan jalan napas. Perhatikan juga gerak dada dan perut saat bernapas, normalnya pada posisi berbaring waktu inspirasi dinding dada dan dinding perut bergerak keatas dan waktu ekspirasi dinding dada dan dinding perut turun. Pada sumbatan jalan napas total dan parsial berat, waktu inspirasi dinding dada bergerak turun tapi dinding perut bergerak naik sedangkan waktu ekspirasi terjadi sebaliknya. Gerak nafas ini disebut see saw atau rocking respiration. Adanya retraksi sela iga, supra klavikula atau subkostal merupakan tanda tambahan adanya sumbatan jalan napas. Sianosis yang terlihat di kuku atau bibir menunjukkan adanya hipoksemia akibat oksigenasi yang tidak adekuat. Pada penderita trauma perlu dilihat adanya deformitas daerah maksilofasial atau leher serta adanya gumpalan darah, patah tulang, gigi, dan muntahan yang dapat menyumbat jalan nafas.

2. Dengar (listen) Didengar suara nafas dan ada tidaknya suara tambahan. Adanya suara napas tambahan berarti ada sumbatan jalan nafas parsial. Suara nafas tambahan berupa dengkuran (snoring), kumuran (gargling), atau siulan (crowing/stridor). Snoring disebabkan oleh lidah menutup orofaring, gargling karena secret, darah, atau muntahan dan crowing/stridor karena anya penyempitan jalan napas karena spasme, edema, dan pendesakan. 3. Raba (feel) Dirabakan hawa ekspresi yang keluar dari lubang hidung atau mulut, dan ada tidaknya getaran di leher waktu bernapas. Adanya getaran di leher menunjukkan sumbatan parsial ringan. Pada penderita trauma perlu diraba apakah ada fraktur di daerah maksilofasial, bagaimana posisi trachea.

Gambar 1. Cara menilai sumbatan jalan nafas Obstruksi jalan napas dapat disebabkan oleh: 1. lidah menyumbat orofaring1 Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesia posisi terlentang, tonus otot jalan napas atas, otot genioglossus hilang, sehingga lidah akan

menyumbat hipofaring dan menyebabkan obstruksi jalan napas baik total atau parsial. Keadaan ini sering terjadi dan harus cepat diketahui dan dikoreksi dengan beberapa cara, misalnya manuver tripel jalan napas (triple airway maneuver), pemasangan alat jalan napas faring (pharyngeal airway), pemasangan alat jalan napas sungkup laring (Laryngeal mask airway), pemasangan pipa trakea (endotracheal tube). Manuver tripel jalan napas1 1. Kepala di ekstensikan pada sendi atlanto-oksipital 2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula 3. Mulut dibuka Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas atau udara lancar masuk ke trakea lewat hidung atau mulut. Jalan napas faring1 Jika triple manuever kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-faring lewat mulut (oropharyngeal airway) atau jalan napas hidungfaring lewat hidung (naso-pharyngeal airway). Oropharyngeal airway : berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang ditengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah kalau pasien menggigit lubang tetap paten, sehingga aliran udara tetap terjamin. Naso-pharyngeal airway : berbentuk pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dibuat dari bahan karet lateks lembut. Pemasangan harus hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung pipa diolesi dengan jelly. Sungkup laring Sungkup laring (LMA, laryngeal mask airway) ialah alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang ujung menyerupai sendok

yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten. Dikenal 2 macam sungkup laring: 1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas. 2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa tambahan yang ujungnya distalnya berhubungan dengan esofagus. Ukuran 1.0 1.3 2.0 2.3 3.0 4.0 5.0 Usia Neonatus Bayi Anak kecil Anak Dewasa kecil Dewasa normal Dewasa besar Berat (kg) <3 3-10 10-20 20-30 30-40 40-60 >60

Cara pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan laringoskop. Sebenarnya alat ini dibuat dengan tujuan diantaranya supaya dapat dipasanga langsung tanpa bantuan alat dan dapat digunakan jika intubasi trakea diramalkan bakal mendapat kesulitan. Pemasangan hendaknya menunggu anestesia cukup dalam atau menggunakan pelumpuh otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring-laring. Setelah alat terpasang, untuk menghindari pipa napasnya tergigit, maka dapat dipasang gulungan kain kasa (bite block) atau pipa napas mulut faring. Pipa trakea1 Pipa trakea (endotracheal tube) mengantar gas analgetik langsung kedalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam milimeter. Karena penampang

trakea bayi, anak kecil, dan dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil dibawah usia 5 tahun hampir bulat, sedangkan dewasa seperti huruf D, maka untuk bayi anak digunakan tanpa cuff dan untuk anak besar dewasa dengan cuff, supaya tidak bocor.

Intubasi trakea. Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glotis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut: 1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun. Kelaianan anatomis, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas 2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi Misalnya, saat resusuitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang. 3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi. 2. Obstruksi oleh karena cairan2 Muntahan, darah dan sekret di tangani dengan penghisap (suction). Ada 2 macam kateter penghisap yang sering digunakan yaitu rigid tonsil dental suction tip atau soft catheter suction tip. Untuk menghisap rongga mulut dianjurkan memakai yang rigid tonsil/dental tip sedangkan untuk menghisap lewat pipa endotrakeal atau trakheostomi menggunakan yang soft catheter suction tip. 3. Obstruksi pada pasien sadar2 Penanganan pada obstruksi benda asing pada pasien sadar adalah dengan maneuver back blow dan Heimlich.

10

2.3.1 Kegawatdaruratan pada Gangguan Ventilasi2 Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah yang pertama adalah membuka jalan napasdan menjaganyaaar tetap bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi masih ada gangguan ventilasi mak harus dicari penyebab yang lain. Penyebab lain terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi pada susunan saraf pusat. Untuk inspirasi agar diperoleh volume udara yang cukup diperlukan jalan nafas yang bebas, kekuatan otot respirasi yang kuat, dinding thoraks yang utuh, rongga pleura yang negative dan susunan saraf yang baik. Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik di atas maka akan menyebabkan volume inspirasi tidak adekuat, sehingga terjadi hipoventiasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan intracranial, yang dapat menurunkan kesadaran dan menekan pusat nafas bila disertai hipoksemia keadaan akan makin memburuk. Penekanan pusat nafas akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan memberikan ventilasi dan oksigenasi. Pusat nafas bekerja secara otomatis dan menurut kendali. Oleh karena itu, pada penderita dengan gangguan ventilasi dimana penolonbg belum mampu mnguasai ventilasinya dan masih memerlukan kooperasi dengan pendirita, sebaiknya penderita tidak ditidurkan, tetap dalam keadaan sadar. Gangguan ventiasi dan oksigenasi juga dapat terjadi akibat kelainan di paru dan kegagalan fungsi paru
11

Parameter ventilasi: PaCO2 (N: 35-45 mmHg) ETCO2 (N: 25-35 mmHg)

Parameter oksigenasi PaO2 (N: 80-100 mmHg) SaO2 (N: 95-100%)

Etiologi2 Penyebab gangguan nafas dikelompokkan kedalam dua kelompok: 1. Penyebab di sentral Segala sesuatu yang menimbulkan depresi pada pusat nafas akan menimbulkan gangguan nafas. Contoh: obat-obatan (anesthesia, narkotik, transquilizer), trauma kepala, radang otak, stroke, tumor.

2. Penyebab di perifer Jalan nafas Sumbatan jalan nafas akan mengganggu ventilasi dan oksigenasi, tetapi setelah jalan nafas bebas masih tetap ada gangguan ventilasi maka harus dicari penyebab yang lain. Paru Kelainan di paru seperti radang, aspirasi, atelektasis, edema, contusio, dapat menyebabkan gangguan nafas Rongga pleura Normalnya rongga pleura kosong dan bertekanan negatif, tetapi bila ada sesuatu yang menyebabkan tekanan menjadi positif seperti udara (pneumothorak), cairan (fluidothorak), darah (hematothorak) maka paru dapat terdesak dan timbul gangguan nafas Dinding dada

12

Patah tulang iga yang multiple apalagi segmental akan menyebabkan nyeri sewaktu inspirasi dan menyebabkan failchest sehingga hipoventilasi sampai atelektasis paru. Otot nafas Otot inspirasi utama adalah diafragma dan interkostal eksternus. Bila ada kelumpuhan otot-otot tersebut misal karena sisa obat pelumpuh otot, myasthenia gravis, akan menyebabkan gangguan nafas. Tekanan intra abdominal yang tinggi akan menghambat gerak diafragma. Syaraf Kelumpuhan atau menurunnya fungsi syaraf yang menginervasi otot interkostal dan diafragma akan menurunkan kemampuan inspirasi sehingga terjadi hipoventilasi. Contoh: blok subarachnoid yang terlalu tinggi, cedera tulang leher, Guillain Barre Syndrome, poliomyelitis. Jantung Kelainan pada jantung seperti payah jantung kiri, infark miokard akut, tamponade jantung dapat menyebabkan gangguan pada paru yang akan menimbulkan gangguan nafas.

Tanda-tanda Gangguan Ventilasi Lihat (look) o Takhipnea Takhipnea walaupun dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti nyeri, ketakutan, syok, dapat dianggap sebagai tanda dini adanya masalah jalan nafas dan ventilasi. Lebih-lebih bila disertai dengan upaya nafas yang berat (abnormal breathing) o Perubahan status mental Agitasi menunjukkan adanya hipoksemia sedangkan penurunan kesadaran mungkin akibat hipoventilasi sehingga terjadi peningkatan PaCO2 yang akan meningkatkan tekanan intrakranial
13

o Gerak nafas Bagaimana perkembangan dada dan perut waktu inspirasi? Apakah besar, normal, atau menurun? Bila menurun awasi hipoventilasi. Apakah ada paralisis otot pernapasan (interkostal atau diafragma), bila hal ini terjadi pada penderita trauma mungkin ada cedera tulang leher. Apakah ada asimetris gerak dada kanan dan kiri. Awas mungkin ada pneumotorak,hematotorak,fluidotorak atau atelektasis paru. Apakah di gunakan otot nafas tambahan? o Sianosis Bila ada berarti ada hipoksemia, tetapi bila tidak Nampak bukan berrti tidak ada sumbatan jalan nafas atau gangguan ventilasi, mungkin baru tahap awal atau hemoglobin kurang dari 5 g% o Distensi vena leher Perlu dilihat pada penderita trauma, mungkin ada tension pneumotorak atau temponade jantung. o Jejas di dada Dapat berupa luka tusuk,luka lecet,hematoma,atau bekas roda

Dengar (Listen) o Keluhan Bila penderita masih sadar dapat di tanyakan apakah ada keluhan sesak. o Suara napas Di dengarkan apakah suara nafas normal, menurun atau hilang. Apakah ada suara tambahan stridor,wheeze,ronkhi.

14

Raba (feel) o Hawa ekspirasi Diraba di lubang ekshalasi,hidung,mulut,trakheostomi atau pipa endotrakheal o Emfisema subkutis Pada penderita trauma sering terjadi patah tulang iga multiple yang menimbulkan emfisema subkutis.Awas pneumotorak. o Krepitasi/nyeri tekan Pada trauma thorak sering terjadi patah tulang iga multiple yang menimbulkan nyeri pada waktu di pakai bernafas, sehingga penderita cenderung bernafas dangkal yang dapat menyebabkan hipoventilasi dan atelektasi paru. o Deviasi trachea Bila ada deviasi trachea curiga adanya atelektasis,tension

pneumotorak,hemato/fluidothorak massif dan hematom

Pemeriksaaan Tambahan o Pulse oximeter Untuk mengukur saturasi O2. Secara kontinyu dan tidak invasive. o CO2 detector (capnograf) Untuk mengukur kadar CO2 pada hawa akhir ekspirasi (End Tidal CO2) Secara kontinyu dan tidak invasive. Dapat pula untuk membantu menchek apakah intubasi yang di lakukan masuk trachea atau esophagus. Bila masuk esophagus kadar CO2 rendah. o Gas darah Tindakan invasif untuk mengukur pH, PaO2, PaCO2, dan BE sehingga bias diketahui oksigenasi, ventilasi dan asam basa penderita saat itu.

15

o Foto thorak Untuk mengatuhui jalan nafas, paru dinding keadaan rongga pleura, sinus dan

phrenicocostalis,diagfragma,tulang mediastinum. Untuk melihat

dada,jantung

trachea,paru,rongga

pleura,jantung dan dinding dada. 2.4 Kriteria Gagal Nafas2 2.4.1 Kriteria Pontoppidan Menentukan kriteria gagal nafas berdasarkan mechanic of breathing oksigenation dan ventilation Acceptable Range Chest phsycal therapy, oxygen, close monitoring 25-35 30-15 50-25 200-350 200-70 (on mask O2) 0,4-0,6 45-60 Intubation tracheostomy ventilation >35 >15 <25 >350 <70 (on mask O2) >0,6 >60

Mechanics

respiratory rate Vital capacity, ml/kg. Inspiratory force, cm.H2O Oxygenation AaDO2, mm.Hg paO2, mmHg Ventilation VD/VT paCO2, mmHg

12-25 70-30 100-50 50-200 100-75 (air) 0,3-0,4 35-45

Kolom paling kanan menunjukan keadaan gagal nafas yang harus di lakukan intubasi endotrakheal atau trakheostomi dan bantuan ventilasi. Kolom tengah menunjukan keadaan hipoventilasi atau gawat nafas yang sering perlu monitoring ketat terapi oksigen dan fisioterapi nafas. Tetapi semua ini hanyalah suatu pedoman, yang paling penting mengetahui keseluruhan keadaan penderita dan mencegah tidak mengalami gagal nafas.

16

2.4.2 Kriteria Shapiro2 Gagal nafas akut bila tekanan oksigen arteri (PaO2) <50 mmHg dan tekanan CO2 arteri (PaCO2) > 50 mmHg (Rule of fifty) 2.4.3 Kriteria Petty2 a. Acute respiratory failure: PaO2 < 50 mmHg, tanpa atau di sertai kenaikan PaCO2 b. Acute ventilator failure PaCO2 > 50 mmHg

2.5 Pengelolaan Jalan Nafas 2.5.1 Terapi suportif2 Pada dasarnya apapun penyebabnya dasar pertolongannya adalah sama yaitu melakukan terapi suportif dulu sambil berusaha mencari

penyebabnya. Terapi suportif merupakan tindakan resusitasi yang dilakukan berdasarkan prioritas kegawatannya yaitu Airway-BrethingCirculation-Disability/Brain dengan tujuan untuk mengatasi hipoksemi dan hiperkarbia yang mungkin telah terjadi akibat gawat nafasnya. o Jalan Nafas (Airway) Dilakukan pembebasan jalan nafas dan dijaga agar nafas tetap terbuka baik secara manual (head tilt, chin lift, jaw thrust) dengan bantuan pipa orofaringeal/nasofaringeal dan bila perlu dilakukan pemasangan jalan nafas defenitif (intubasi,endotrakheal, cricotiroidotomi,trakheostomi) Jalan nafas yang bebas memungkinkan pemberian oksigen lebih baik dan efektif. Setelah jalan nafas bebas, Di evaluasi bagaimana ventilasinya apakah membaik atau tetap jelek. Bila membaik, berarti gangguan ventilasinya

17

akibat sumbatan jalan nafasnya, tetapi bila masih jelek harus di cari penyebab yang lain.

Gambar 2. Head tilt, chin lift, dan jaw trust

Gambar 3. Oropharingeal dan nasopharyngeal tube o Oksigenasi Pemberian oksigen merupakan salah satu prioritas utama dengan tujuan untuk menghilangkan hipoksemia yang terjadi satunya dicapai oksigenasi yang maksimu sampai ke tingkat jaringan/sel. Pada fase awal sebaiknya diberikan 100% oksigen, kemudian kebutuhan oksigen di sesuaikan respond an keadaan penderita.dengan menggunakan

18

alat Bagvalve-mask/tube dengan aliran O2 12-151. Kadar O2 hawa inspirasi (FiO2) mendekati 100% dengan masker ketat memakai reservoir dengan aliran O2 10-121 FiO2 70-80%. Masker O2 aliran 10-121 FiO2 5060%, nasal prong dengan aliran O2 2-6 L FiO2 30-40% Monitoring pemberian oksigen dapat dilakukan dengan pulse oximeter untuk melihat saturasi O2 (saO2) dan analisa gas darah untuk melihat PaO2 di usahakan SaO2 lebih besar 95% dan PaO2 lebih besar 80 mmHg. o Breathing/ventilasi Pada keadaan dimana terjadi hipoventilasi (PaCO2 > 50 mmHg) atau henti nafas maka perlu diberikan bantuan ventilasi. Bantuan ventilasi dapat di berikan dengan tanpa alat (mouth to mouth, mouth to nose) atau dengan bantuan alat (mouth to facemask, bag-valve-mask sampai ventilasi mekanik).di rumah sakit pada umumnya bantuan ventilasi awal mempergunakan bag-valve-mask/tube atau lazim di sebut ambu bag dengan masker atau lewat pipa endotracheal yang bila di tambah dengan oksigen dapat sekalian untuk melakukan oksigenasi.dasar pemberian ventilasi bantuan adalah ventilasi bertekanan positif berkala (IPPV = Intermitten Positife Pressure Ventilation). Untuk melakukan tindakan ini di tuntut keterampilan penolong karena bila tidak benar dapat menyebabkan distensi lambung dan resiko terjadainya aspirasi isi lambung. Hal ini bisa di cegah bila penderita telah di pasang jalan nafas endotrakheal. Sebagai ukuran bahwa pemberian nafas kita cukup baik dengan melihat pengembangan dada yang adekuat, monitoring dengan capnograf end tidal CO2 (ETCO2)25-35 mmHg dan analisa gas darah PaCO2 35-45 mmHg o Circulation/sirkuler Di perlukan hemodinamik yang baik, sebab tanpa hemodinamik yang baik oksigen yang di berikan tidak akan sampai ke jaringan/sel. Bila ada shock harus segera di atasi.

19

o Disability/Brain/Neurologik Tingkat kesadaran penderita dapat menurun akibat hiperkarbia dan hipoksemia yang berat, karena itu perbaikan tingkat kesadaran dapat dipakai sebagai indikator keberhasilan ventilator dan oksigenasi.

2.6 Ventilator mekanik1 Ventilator mekanik (VM) ialah alat yang menghasilkan tekanan positif secara ritmik untuk mengembangkan paru selama ventilasi artifisial. Pada saat ini sudah tersedia ventilator elektronik canggih yang dapat mengatur secara tepat tekanan aliran gas, sehingga dapat mengendalikan inspirasi dan ekspirasi dengan sangat baik.

Fungsi ventilator umumnya sebagai berikut : 1. Mengembangkan paru selama inspirasi 2. Dapat mengatur waktu, dari inspirasi ke ekspirasi 3. Mencegah paru untuk mengucup sewaktu ekspirasi 4. Dapat mengatur waktu, fase ekspirasi ke fase inspirasi. Ventilator mekanik dilengkapi oleh monitor sebagai berikut: 1. Pengukur tekanan (pressure gauge) 2. Pembatas tekanan untuk mencegah paru dari barotrauma (pressure limiting device) 3. Pengaman (alarm) tekanan tinggi dan rendah 4. Pengatur volume paru (spirometer)

20

Pada paru normal ventilasi efektif di anjurkan menggunakan patokan sebagai berikut: 1. Volum tidal (tidal volume) 10-12 cc/kgBB (pasien sadar normal 7cc/kgBB) 2. Laju napas (respiration rate) 10-12 kali/menit. Pada sistem sirkel 8 kali/menit 3. Ratio inspirasi:ekspirasi = 1:2 (pasien hipovolemik 1:3 atau 1:4 untuk memberi kesempatan darah vena masuk jantung) 4. Aliran inspirasi lambat. Tekanan jangan > 35 cm H2O (barotrauma paru) 5. Jika mungkin disediakan kapnografi untuk menyesuaikan: a. Besarnya aliran gas segar (fresh gas flow) b. Besarnya volum tidal c. Frekuensi laju napas d. Menjaga supaya end tidal CO2 antara 35-45 mmHg. Macam-macam Ventilator. Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu: 1. Volume Cycled Ventilator.

Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.

2.

Pressure Cycled Ventilator

Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.

21

3.

Time Cycled Ventilator

Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit) Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2

VI. Mode-Mode Ventilator. Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan menggunakan ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator, tetapi tergantung dari mode yang kita setting. Mode mode tersebut adalah sebagai berikut:

1.

Mode Control.

Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikan ke pasien pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV (Controlled Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten Positive Pressure Ventilation).

2.

Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized

Intermitten Mandatory Ventilation. Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan pada
22

frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi (SIMV). Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga masih memerlukan bantuan.

3.

Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport

Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak diberikan.

4.

CPAP : Continous Positive Air Pressure.

Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat. Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otototot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Latief A. Latief, Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua, bagian anestesiologi FK UI, Jakarta, 2007 2. Wirjoatmodjo. Karjadi, Anestesiologi dan Reanimasi modul dasar untuk pendidikan S1 kedokteran, DIKTI, Jakarta, 2000, 3. Nolan. Jerry P, dkk, European Council Guidelines for Resuscitation 2010, European Resuscitation Council, 2010 4. Lung Function Fundamentals, di unduh dari http://www.anaesthetist.com/

icu/organs/lung/Findex.htm#lungfx.htm di akses tanggal 19 juli 2011 5. Kamus kedokteran Dorland edisi 23, EGC, Jakarta, 2010

ASKEP LUKA BAKAR (COMBUSTIO) A. DEFINISI Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll. Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik atau radiasi. Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000 : 365) Jenis jenis luka bakar 1. Luka bakar listrik Disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltage tinggi akibat arus listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh karena adanya

24

loncatan arus listrik atau karena ledakan tegangan tinggi antara lain akibat petir. Arus listrik menimbulkan gangguan karena rangsangsan terhadap saraf dan otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2500oC, arus bolak balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat berupa kejang kejang. Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah yaitu saraf, pembuluh darah, otot, kulit, tendo dan tulang. Pada jaringan yang tahanannya tinggi akan lebih banyak arus yang melewatinya, maka panas yang timbul akan lebih tinggi. Karena epidermisnya lebih tebal, telapak tangan dan kaki mempunyai tahanan listrik lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi juga lebih berat bila daerah ini terkena arus listrik. 2. Luka bakar kimia Luka bakar kimia dapat disebabkan oleh zat asam, zat basa dan zat produksi petroleum. Luka bakar alkali lebih berbahaya daripada oleh asam, karena penetrasinya lebih dalam sehingga kerusakan yang ditimbulkan lebih berat. Sedang asam umumnya berefek pada permukaan saja. Zat kimia dapat bersifat oksidator sepert kaporit, kalium permanganate dan asam kromat. Bahan korosif seperti fenol dan fosfor putih juga larutan basa seperti kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh asam formiat, asetat, tanat, flourat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat menarik air. Beberapa bahan dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam florida dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, pikrat dan fosfor dapat merusak hati dan ginjal kalau diabsorpsi tubuh. Lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia. B. ETIOLOGI 25

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ketubuh. Panas tersebut mungkin dipindankan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misal suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas : api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup. Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain : 1. Keluasan luka bakar 2. Kedalaman luka bakar 3. Umur pasien 4. Agen penyebab 5. Fraktur atau luka luka lain yang menyertai 6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, jantung, ginjal, dll 7. Obesitas 8. Adanya trauma inhalasi C. PATOFISIOLOGI Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas tinggi. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat menjadi anemia. Mengingat permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan serta elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebakan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan masuk kebula yang terbentuk pada luka bakar derajat III dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III. Akibat luka bakar, fungsi kulit yang hilang berakibat terjadi perubahan fisiologi. Diantaranya adalah 1. Hilang daya lindung terhadap infeksi 26

2. Cairan tubuh terbuang 3. Hilang kemampuan mengendalikan suhu 4. Kelenjat keringat dan uap 5. Banyak kehilangan reseptor sensori Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium, klorida dan protein akan keluar dari sel dan menyebabkan terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemo konsentrasi. Donna (1991) menyatakan bahwa kehilangan cairan tubuh pada pasien luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1. Peningkatan mineralo kortikoid a. Retensi air, natrium dan klorida b. Ekskresi kalium 2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah ; keluarnya elektrolit dan protein dari pembuluh darah. 3. Perbedaan tekan osmotik intra dan ekstrasel. Kehilangan volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektolit tubuh yang selanjutnya akan terlihat dari hasil laboratorium. Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga mempengaruhi sistem tubuh pasien. Seluruh sistem tubuh menunjukkan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar, yang luas (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi. Burn shock (syok hipovolemik) Burn shock atau shock luka bakar merupakan komplikasi yang sering dialami pasien dengan luka bakar luas karena hipovolemik yang tidak segera diatasi. Manifestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini (Burgess 1991) adalah berupa : 1. Respon kardiovaskuler 27

Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler yang mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor dan edema menyeluruh. 2. Respon renalis Dengan menurunnya volume intravaskuler, maka aliran plasma ke ginjal dan GFR (laju filtrasi glomelular) mengakibatkan haluaran urine akan menurun. Jika resusitasi cairan untuk kebutuhan intravaskuler tidak adekuat atau terlambat diberikan, maka akan memungkinkan terjadinnya gagal ginjal akut. Dengan resusitasi cairan yang adekuat, maka cairan interstitial dapat ditarik kembali ke intravaskuler dan akan terjadi fase diuresis. 3. Respon gastro intestinal Respon umum yang biasa terjadi pada pasien luka bakar >20% adalah penurunan aktifitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolenik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukaan luas. Pemasangan NGT akan mencegah distensi abdomen, muntah dan potensi aspirasi. Dengan resusitasi yang adekuat, aktifitas gastrointestinal akan kembali normal pada 24 48 jam setelah luka bakar. 4. Respon imunologi a. Respon barier mekanik Kulit berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari organisme yang mungkin masuk. Terjadi gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh. b. Respon imun seluler D. MANIFESTASI KLINIK Derajat luka bakar 1. Derajat I Tampak merah dan agak menonjol dari kulit normal disekitarnya, kulit kering, sangat nyeri dan sering disertai sensasi menyengat. Jaringan yang rusak 28

hanya epidermis, lama sembuh 5 hari dan hasil kulit kembali normal. 2. Derajat II a) Derajat IIa Jaringan yang rusak sebagian epidermis, dimana folikel rambut dan kelenjar keringat utuh disertai rasa nyeri dan warna lesi merah atau kuning, lepuh, luka basah, lama sembuh 7 14 hari dan hasil kulit kembali normal atau pucat. b) Derajat IIb Jaringan yang rusak sampai epidermis, dimana hanya kelenjar keringat saja yang utuh. Tanda klinis sama dengan derajat Iia, lama sembuh 14-21 hari. Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang ada cikatrix atau hipertrofi. 3. Derajat III Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis. Kulit tampak pucat, abu abu gelap atau hitam, tampak retak retak atau kulit tampak terkelupas, avaskuler, sering dengan bayangan trombosis vena, tidak disertai rasa nyeri. Lama sembuh >21hari dan hasil kulitnya menjadi cikatrik dan hipertropi. E. PENATALAKSANAAN 1. Penanganan keperawatan a. Penanganan awal ditempat kejadian Tindakan yang dilakukan terhadap luka bakar : 1) Jauhkan korban dari sumber panas, jika penyebabnya api, jangan biarkan korban berlari, anjurkan korban untuk berguling guling atau bungkus tubuh korban dengan kain basah dan pindahkan segera korban ke ruangan yang cukup berventilasi jika kejadian luka bakar berada diruangan tertutup. 2) Buka pakaian dan perhiasan yang dikenakan korban 3) Kaji kelancaran jalan nafas korban, beri bantuan pernafasan korbam dan oksigen bila diperlukan 4) Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang bersuhu 200C selama 15 20 menit segera setelah terjadinya luka bakar 29

5) Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan air sebanyak banyaknya untuk menghilangkan zat kimia dari tubuhnya 6) Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar serta cedera lain yang menyertai luka bakar 7) Segera bawa korban ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut b. Penanganan luka bakar di unit gawat darurat Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam pettama yaitu : 1) Penilaian keadaan umum pasien. Perhatikan A : Airway (jalan nafas), B : Breathing (pernafasan), C : Circulation (sirkulasi) 2) Penilaian luas dan kedalaman luka bakar 3) Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran pernafasan 4) Kaji adanya faktor faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll) 5) Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter) 6) Pasang kateter urin 7) Pasang NGT jika diperlukan 8) Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan 9) Berikan suntikan ATS / toxoid 10) Perawatan luka : Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100) Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang mengganggu pergerakan Selimuti pasien dengan selimut steril 11) Pemberian obat obatan (kolaborasi dokter) Antasida H2 antagonis Roborantia (vitamin C dan A) Analgetik 30

antibiotik 12) Mobilisasi secara dini 13) Pengaturan posisi Keterangan : Pada 8 jam I diberikan dari kebutuhan cairan Pada 8 jam II diberikan dari kebutuhan cairan Pada 8 jam III diberikan sisanya c. Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif Hal yang perlu diperhatikan selama pasien dirawat di unit ini meliputi : 1) Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien mengadakan perlawanan terhadap ventilator 2) Observasi tanda tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan, setiap jam dan suhu setiap 4 jam 3) Pantau nilai CVP 4) Amati neurologis pasien (GCS) 5) Pantau status hemodinamik 6) Pantau haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam) 7) Auskultasi suara paru setiap pertukaran jaga 8) Cek asalisa gas darah setipa hari atau bila diperlukan 9) Pantau status oksigen 10) Penghisapan lendir (suction) minimal setiap 2jam dan jika perlu 11) Perawatan tiap 2jam (beri boraq gliserin) 12) Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2jam 13) Ganti posisi pasien setiap 3jam (perhatikan posisi yang benar bagi pasien) 14) Fisoterapi dada 15) Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter dan tube setiap hari 16) Ganti kateter dan NGT setiap minggu 17) Observasi letak tube (ETT) setiap shift 31

18) Observasi setiap aspirasi cairan lambung 19) Periksa laboratorium darah : elektrolit, ureum/kreatinin, AGD, proteim (albumin), dan gula darah (kolaborasi dokter) 20) Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit 21) Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter d. Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar Terdapat dua jenis perawatan luka selama dirawat di bangsal yaitu : 1) Perawatan terbuka Yakni luka yang telah diberi obat topical dibiarkan terbuka tanpa balutan dan diberi pelindung cradle bed. Biasanya juga dilakukan untuk daerah yang sulit dibalut seperti wajah, perineum, dan lipat paha Keuntungan : Waktu yang dibutuhkan lebih singkat Lebih praktis dan efisien Bila terjadi infeksi mudah terdeteksi Kerugian : Pasien merasa kurang nyaman Dari segi etika kurang 2) Perawatan tertutup Yakni penutupan luka dengan balutan kasa steril setelah dibeikan obat topical. Keuntungan : Luka tidak langsung berhubungan dengan udara ruangan (mengurangi kontaminasi) Pasien merasa lebih nyaman Kerugian : Balutan sering membatasi gerakan pasien Biaya perawatan bertambah 32

Butuh waktu perawatan lebih lama Pasien merasa nyeri saat balutan dibuka Urutan prosedur tindakan perawatan luka pada pasien luka bakar antara lain : 1) Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang tumbuh pada daerah luka bakar sperti pada wajah, aksila, pubis, dll 2) Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis 3) Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential) dan eschar menekan pembuluh darah. Eskartomi dilakukan oleh dokter 4) Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali jika di daerah sendi / pergerakan boleh dipecahkan dengan menggunakan spuit steril dan kemudian lakukan nekrotomi 5) Mandikan pasien tiap hari jika mungkin 6) Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2% 7) Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama merawat luka 8) Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9% 9) Keringkan menggunakan kasa steril 10) Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah luka bakar (kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan jika luka bakar pada wajah derajat I/II, beri salep antibiotika) 11) Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka (gunakan cradle bed) e. Terapi psikiater Mengingat pasien dengan luka bakar mengalami masalah psikis maka perawat perlu bekerja sama dengan psikiatri untuk membantu pasien mengatasi masalah psikisnya, namun bukan berarti menggantikan peran perawat dalam memberikan support dan empati, sehingga diharapkan pasien dapat dapat menerima keadaan dirinya dan dapat kembali kemasyarakat 33

tanpa perasaan terisolasi. Hal lain yang perlu diingat bahwa sering kali pasien mengalami luka bakar karena upaya bunuh diri atau mencelakakan dirinya sendiri dengan latar belakang gangguan mental atau depresi yang dialaminya sehingga perlu terapi lebih lanjut oleh psikiatris. f. Terapi fisioterapis Pasien luka bakar mengalami trauma bukan hanya secara fisik namun secara psikis juga. Pasien juga mengalami nyeri yang hebat sehingga pasien tidak berani untuk menggerakkan anggota tubuhnya terutama ynag mengalami luka bakar. Hal ini akan mengakibatkan berbagai komplikasi terhadap pasien diantaranya yaitu terjadi kontraktur dan defisit fungsi tubuh. Untuk mencegah terjadinya kontraktur, deformitas dan kemunduran fungsi tubuh, perawat memerlukan kerjasama dengan anggota tim kesehatan lain yaitu fisioterapis. Pasien luka bakar akan mendapatkan latihan yang sesuai dengan kebutuhan fisiknya. Dengan pemberian latihan sedini mungkin dan pengaturan posisi yang sesuai dengan keadaan luka bakar, diharapkan terjadinya kecacatan dapat dicegah atau dinminimalkan. Rehabilitasi dini dapat dilakukan sejak pasien mengalami luka bakar. Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan memberi posisi. g. Terapi nutrisi Ahli gizi diharapkan dapat membantu pasien dalam pemenuhan nutrisi yang tidak hanya memenuhi kecukupan jumlah kalori, protein, lemak, dll tapi terutama juga dalam hal pemenuhan makanan dan cara penyajian yang menarik karena hal ini akan sangat mempengaruhi nafsu makan pasien. Dengan pemberian nutrisi yang kuat serta menu yang variatif, diharapkan pasien dapat mengalami proses penyembuhan luka secara optimal. Ahli gizi bertugas memberikan penyuluhan tentang gizi pada pasien dan dengan dukungan perawat dan keluarga dalam memberikan motivasi untuk meningkatkan intake nutrisinya maka diharapkan kebutuhan nutrisi yang adekuat bagi pasien terpenuhi. 34

Penentuan kebutuhan energi pasien luka bakar menurut CURRERI : Dewasa (18tahun) : (25kcal x BB ideal) + (40kcal x % luka bakar) Anak anak : (kalori basal menurut umur x BB ideal) + (40kcal x % luka bakar) Berat badan yang digunakan adalah berat badan ideal yaitu : Dewasa : BB ideal (kg) = TB (cm) 100 10% dari (TB 100) Anak anak : BB ideal (kg) = (umur dalam bulan : 2) + 4 atau (umur dalam tahun x 2) = 8 Energi basal untuk bayi dan anak menurut umur Umur (tahun) Energi basal Laki laki (kcal) Perempuan (kcal) 01 13 46 69 10 14 14 18 55 60 50 45 40 45 25 25 20 25 55 60 50 45 35

30 40 20 55 20 Kecukupan protein untuk bayi dan anak menurut umur Golongan umur (Tahun) Kecukupan protein (gr/kg BB) 01 13 46 6 10 10 18 2,5 2 1,8 1,5 1 1,5 Perhitungan kebutuhan protein untuk pasien luka bakar dengan rumus DAVIEZ dan LILIJEDAHL Dewasa (18 tahun) (1gr x kg BB ideal) + (3gr x % total luas luka bakar) Anak anak (Kebutuhan protein menurut umur x kg BB ideal) + (3gr x % total luka bakar) Kebutuhan lemak bagi pasien luka bakar menurut GOODENOUGH dan WOLFE adalah sebesar 30% dari total energi. Kebutuhan karbohidrat untuk pasien luka bakar menurut CURRERI adalah 60 70% dari total energi dengan keadaan atau lokasi luka bakar yang dialami. 2. Penanganan medis Tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pasien luka bakar antara lain terapi cairan dan terapi obat obatan topical. 36

a. Pemberian cairan intravena Tiga macam cairan diperlukan dalam kalkulasi kebutuhan pasien : 1) Koloid termasuk plasma dan plasma expander seperti dextran 2) Elektolit seperti NaCl, larutan ringer, larutan Hartman atau larutan tirode 3) Larutan non elektrolit seperti glukosa 5% Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan secara teliti. Kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini. Pemberian cairan ada beberapa formula : 1) Formula Baxter hanya memakai cairan RL dengan jumlah : % luas luka bakar x BB (kg) x 4cc diberikan 8 jam I dan nya 16 jam berikut untuk hari ke 2 tergantung keadaan. 2) Formula Evans Cairan yang diberikan adalah saline Elektrolit dosis : 1cc x BB kg x % luka bakar Koloid dosis : 1cc x Bb kg x % luka bakar Glukosa : - Dewasa : 2000cc - Anak : 1000cc 3) Formula Brook Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat Elektrolit : 1,5cc x BB kg x % luka bakar Koloid : 0,5cc x Bb kg x % luka bakar Dektros : - Dewasa : 2000cc - Anak : 1000cc 4) Formula farkland Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat Elektrolit : 4cc x BB kg x % luka bakar b. Terapi obat obatan topical Ada berbagai jenis obat topical yang dapat digunakan pada pasien luka bakar 37

antara lain : 1) Mafenamid Acetate (sulfamylon) Indikasi : Luka dengan kuman pathogen gram positif dan negatif, terapi pilihan untuk luka bakar listrik dan pada telinga. Keterangan : Berikan 1 2 kali per hari dengan sarung tangan steril, menimbulkan nyeri partial thickness burn selama 30 menit, jangan dibalut karena dapat merngurangi efektifitas dan menyebabkan macerasi. 2) Silver Nitrat Indikasi : Efektif sebagai spectrum luas pada luka pathogen dan infeksi candida, digunakan pada pasien yang alergi sulfa atau tosix epidermal nekrolisis. Keterangan : Berikan 0,5% balutan basah 2 3 kali per hari, yakinkan balutan tetap lembab dengan membasahi setiap 2 jam. 3) Silver Sulfadiazine Indikasi : Spektrum luas untukmicrobial pathogen ; gunakan dengan hati hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. Keterangan : Berikan 1 2 kali per hari dengan sarung steril, biarkan luka terbuka atau tertutup dengan kasa steril. 4) Povidone Iodine (Betadine) Indikasi : Efektif terhadap kuman gram positif dan negatif, candida albican dan jamur. Keterangan : Tersedia dalam bentuk solution, sabun dan salep, mudah digunakan dengan sarung tangan steril, mempunyai kecenderungan untuk menjadi kerak dan menimbulkan nyeri, iritasi, mengganggu pergerakan dan dapat menyebabkan asidosis metabolik. Dengan pemberian obat obatan topical secara tepat dan efektif, diharapkan dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang seringkali masih menjadi penyebab kematian pasien. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratoriyum darah yang meliputi : 38

1. Hb, Ht, trombosit 2. Protein total (albumin dan globulin) 3. Ureum dan kreatinin 4. Elektrolit 5. Gula darah 6. Analisa gas darah (jika perlu lakukan tiap 12 jam atau minimal tiap hari) 7. Karboksihaemoglobin 8. Tes fungsi hati / LFT BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal 2. Resiko tinggi terhadap perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arterial atau vena 3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan perlindungan kulit 4. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, pembentukan edema B. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN 1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal Tujuan dan kriteria hasil : Menunjukkan perbaikan dibuktikan oleh haluaran urin individu adekuat, tanda vital stabil dan membran mukosa lembab. Intervensi : a. Awasi tanda tanda vital Memberi pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon 39

kardiovaskuler. Catatan pemngamtan infasif diindikasikan untuk pasien dengan luka bakar mayor inhalasi asap atau penyakit jantung sebelumnya meskipun terdapat hubungan peningkatan resiko infeksi, perlu berhati hati dalam mengawasi dan merawat sisi inversi. b. Awasi haluaran urin dan berat jenis. Observasi warna urin dan hemates sesuai indikasi Secara umum, penggantian cairan harus dititrasi untuk menyakinkan rata rata haluaran urin 30 50 ml/jam (pada orang dewasa). Urin dapat tampak merah sampai hitam, pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya mioglobin. Bila terjadi mioglobinuria menyolok, minimum haluran urin harus 75 100 ml/jam untuk mencegah kerusakan atau nekrosis tubulus. c. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tak tampak Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamsi dan kehilangan melalui evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urin, khususnya selama 24 72 jam pertama setelah terbakar. d. Observasi distansi abdomen, hematemesis, feses hitam. Hemates drainase NG dan feses secara periodik Stres (curling) ulkus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat (dapat terjadi pada awal minggu pertama). 2. Resiko tinggi terhadap perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arterial atau vena Tujuan dan kriteria hasil : Mempertahankan nadi perifer teraba dengan kualitas atau kekuatan sama ; pengisian kapiler dan warna kulit normal pada area yang cedera. Intervensi : a. Kaji warna, sensasi, gerakan, nadi perifer (melalui dopler) dan pengisian kapiler pada ekstremitas luka bakar melingkar. Bandingkan dengan hasil pada tungkai yang tidak sakit. 40

Pembentukan edema dapat secara cepat menekan pembuluh darah, sehingga mempengaruhi sirkulasi dan peningkatan statis vena / edema. Perbedaan dengan tungkai yang tak sakit membantu membedakan masalah sistemik dengan lokal (contoh hipovolemia / penurunan curah jantung) b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat. Lepaskan perhiasan / jam tangan. Hindari memplester sekitar ektremitas / jari yang terbakar. Meningkatkan sirkulasi sistemik / aliran balik vena dan dapat menurunkan edema atau pengaruh gangguan lain yang mempengaruhi konstruksi jaringan edema. Peninggian yang lama dapat mengganggu perfusi atrial bila TD turun atau tekanan jaringan meningkat secara berlebihan. c. Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang tak sakit. Meningkatkan sirkulasi lokal dan sistemik. 3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan perlindungan kulit Tujuan dan kriteria hasil : Mencapai penyembuhan luka tepat waktu, bebas eksudat purulen dan tidak demam. Intervensi : a. Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien. Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi. b. Gunakan skort, sarung tangan, masker dan tehnik aseptik ketat selama perawatan luka langsung dan berikan pakaian steril / baju juga linen / pakaian. Mencegah terpajan pada organisme infeksius. c. Ganti balutan dan bersihkan area terbakar dalam bak hidroterapi atau pancuran dengan kepala, pancuran dapat dipegang. Pertahankan suhu air pada 37,80C. Cuci area dengan agen pembersih ringan atau sabun bedah. Air melembutkan dan membantu membuang balutan dan jaringan parut 41

(lapisan kulit mati atau jaringan). Sumbernya bervariasi dari kamar mandi atau pancuran. Air mandi mempunyai keuntungan memberi dukungan untuk latihan ekstremitas tetapi dapat meningkatkan kontaminasi silang pada luka. Pancuran meningkatkan inspeksi luka dan mencegah kontaminasi dari debris yang mengapung. d. Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) dengan gunting dan forsep. Jangan gaggu lepuh yang utuh bila lebih kecil dari 2 3 cm, jangan pengaruhi fungsi sendi dan jangan pajankan luka yang terinfeksi. Meningkatkan penyembuhan. Mencegah autokontaminasi. Lepuh yang kecil membantu melindungi kulit dan meningkatkan kecepatan repitelisasi kecuali luka bakar akibat dari kimia (dimana kasus cairan lepuh mengandung zat yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan). 4. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, pembentukan edema Tujuan dan kriteria hasil : a. Melaporkan nyeri berkurang / terkontrol. b. Menunjukkan ekspresi wajah / postur tubuh rileks. c. Berpartisipasi dalam aktifitas dan tidur / istirahat dengan tepat. Intervensi : a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi / karakter dan intesitas (skala 0 10). Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan / kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridemen. Perubahan lokasi / karakter / intensitas dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi (contoh iskemia tungkai) atau perbaikan / kembalinya fungsi saraf / sensasi. b. Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping. 42

c. Dorong penggunaan tehnik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, nafas dalam, bimbingan imajinasi dan visualisasi. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan ras control yang dapat menurrunkan ketergantungan farmakologis. d. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan. Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri / kemampuan koping menurun.

43

You might also like