Professional Documents
Culture Documents
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap normal. Jika terganggu, akan terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit struma. Fungsi kelenjar gondok yang membesar dan metabolisme tubuh yang meningkat (hipermetabolisme) juga terkadang disertai kelelahan, jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya goiter atau penyakit gondok memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya di depan leher di bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan berlebihan. Dua kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran kelenjar yang hasil akhirnya antara lain penyakit gondok (struma endemik). Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, dan tersebar hampir di seluruh provinsi. Survei Pemetaan GAKY tahun 1997/1998 menemukan 354 kecamatan di Indonesia merupakan daerah endemik berat. Kekurangan iodium ini tidak hanya memicu pembesaran kelenjar gondok, bisa juga timbul kelainan lain seperti kretinisme (kerdil), bisu, tuli, gangguan mental, dan gangguan neuromotor. Untuk itu, penting menerapkan pola makan sadar iodium sejak dini.
B. Tujuan Penulisan 1. Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian Struma 2. Diharapkan mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan mengenai penyakit Struma
C. Ruang Lingkup Penulisan 1. Pengertian Struma 2. Etiologi Struma 3. Klasifikasi Struma 4. Patofisiologi 5. Manifestasi Struma
D. Metode Penulisan 1. Dengan mengumpulkan literatur dan mencari di internet 2. Berdiskusi dengan teman sekelompok dan teman beda kelompok
E. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Penulisan C. Ruang Lingkup Penulisan D. Metode Penulisan E. Sistematika Penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Struma B. Etiologi Struma C. Klasifikasi Struma D. Patofisiologi E. Manifestasi Struma F. Komplikasi Struma G. Pemerikasaan Diagnostik H. Penatalaksanaan
BAB III
BAB IV
A. Pengertian Struma Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan di bagian depan leher (Dorland, 2002).
Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior trakea. Tiroid menyekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3), serta hormon kalsitonin yang mengatur metabolisme kalsium bersama dengan parathormon yang dihasilkan oleh kelenjar paratiroid (Guyton and Hall, 2007).
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.
B. Etiologi Struma Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama. 1. Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid lingual). 2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis Hashimoto. 3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma koloid dan struma endemik. 4. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma sejenis tumor jinak dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas. 5. Defisiensi iodium 6. Konsumsi goitrogenik glikosida agent secara berlebihan (memakan sekresi hormon tiroid). 7. Mengkonsumsi obat-obatan anti tiroid jangka panjang 8. Anomali 9. Peradangan atau tumor/neoplasma
1.1 Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal 1.2 Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal 1.3 Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2. Berdasarkan klinisnya : 2.1 Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid) a. Difusa : endemik goiter, gravid
3. Berdasarkan morfologinya : 3.1 Struma Hyperplastica Diffusa Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau kelenjar akan menjadi fase istirahat. 3.2 Struma Colloides Diffusa Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar membesar. 3.3 Struma Nodular Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah
hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi. Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang berlebihan/mengecil).
D. Patofisiologi Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi kelenjar tiroid termasuk didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida agent ( zat atau bahan ini dapat memakan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan atau tumor atau neoplasma. Sedangkan secara fisiologis menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan. Bahkan dikatakan pada kondisi stress sekalipun kebutuhan tubuh akan hormon ini cenderung meningkat. Laju metabolisme tubuh pada kondisi-kondisi diatas meningkat. Berdasarkan kejadian atau penyebarannya ada yang disebut Struma Endemis dan Sporadis. secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab, maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis dimana kasus-kasus ini struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi iodium. Bahan dasar pembentukan hormon-hormon kelenjar tiroid adalah iodium yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung iodium. Ion iodium (iodida) darah masuk kedalam kelenjar tiroid secara transport aktif dengan ATP sebagain sumber energi. selanjutnya sel-sel folikel kelenjar tiroid akan mensintesis Tiroglobulin (sejenis glikoprotein) dan selanjutnya mengalami iodinisasi sehingga akan terbentuk iodotironin (DIT) dan mono iodotironin (MIT). Proses ini memerlukan enzim peroksida sebagai katalisator. Proses akhir adalah berupa reaksi penggabungan. Penggabungan dua molekul DIT akan membentuk tetra iodotironin tiroxin (T4) dan molekul DIT bergabung dengan MIT menjadi tri iodotironin (T3) untuk selanjutnya masuk kedalam plasma dan berikatan dengan protein binding iodine.
Reaksi penggabungan ini dirangsang oleh hormon TSH dan dihambat oleh tiourasil, Tiourea, sulfonamid dan metilkaptoimidazol. Melihat proses singkat terbentuknya hormon tiroid maka pemasukan iodium yang berkurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, bahan atau zat yang mengandung tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metilkaptoimidazol, glukosil goitrogenik, gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormon tiroid. bila kadar hormon-hormon tiroid kurang makan akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktivitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertropi). Dengan kompensasi ini kadar hormon seimbang kembali. Dampak struma thdp tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarya. Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong trakea, esofagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak thdp gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. penekanan pada pitasuara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau. Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien.
E. Manifestasi Klinis Struma 1. Berdebar-debar/meningkatnya denyut nadi Berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan meningkat. Bila akhirnya penyakit ini
menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer) Pulsus celer biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia gravis, arterioveneus shunt, aorta insufficiency, botali persisten, beriberi, basedow dan nervositas. Pembuluh darah di perifer akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus akan meningkat di ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan dipercepat. 2. Keringat Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan metabolisme panas, proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal hampir mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak tahan terhadap hawa panas lalu akan mudah berkeringat. 3. Konstipasi Karena pada penderita kurang asupan nutrisi dan cairan, yang mengakibat kurangnya atau tidak adanya nutrisi dan cairan yang bisa diserap oleh usus. Maka dari itu system eliminasi pada penderita struma terganggung. 4. Gemetar Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan tertentu, timbul tremor halus pada tangan 5. Gelisah Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia saraf tepi oleh karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4. Gangguan sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak, menyebabkan pasien lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah depresi dan mencemaskan hal-hal yang sepele. 6. Berat badan menurun Lipolisis (proses pemecahan lemak yang tersimpan dalam sel lemak tubuh) menyebabkan berat badan menurun, asam lemak bebas dihasilkan menuju aliran darah dan bersirkulasi ke tubuh. Lipolisis juga menyebabkan hiperlipidasidemia dan meningkatnya enzim proteolitik sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan ekresi urea. 7. Mata membesar Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder, gejala mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada hipertiroidisme imunogenik (morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat retensi cairan abnormal di belakang bola mata; penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan
peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan bola mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar. 8. Nyeri pada tenggorokan ( Karena area trakea tertekan ) 9. Kesulitan bernapas dan menelan ( Karena area trakea tertekan ) Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen. 10. Suara serak Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
F. Komplikasi 1. Suara menjadi serak/parau Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau. 2. Perubahan bentuk leher Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak.
3. Disfagia Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong eshopagus sehingga terjadi disfagia yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit. 4. Sulit bernapas Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen. 5. Penyakit jantung hipertiroid Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai
dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung. 6. Oftalmopati Graves Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu. 7. Dermopati Graves Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit.
G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Palpasi, teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal. Jika di auskultasi terdengar bunyi seperti pluit.
2.
Termografi Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography. Hasilnya disebut n panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9C dan dingin apabila <0,9C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya panas. Dibandingkan dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah paling sensitif dan spesifik.
3.
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam batas normal. Nilai normal : : 4.9 12.0 g/dL : 0.5 2.8 g/dL : 115 - 190 g/dL : 0.5 4 g/dL : 6.4 - 10 %
Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) Dapat menentukan apakah lesi tersebut kistik ataukah padat. Kebanyakan karsinoma adalah padat, kebanyakan lesi yang kistik atau campuran adalah jinak. Teknik ultasonografi digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid, baik yang teraba pada palpasi maupun yang tidak, merupakan nodul tunggal atau multiple padat atau kistik. Pemeriksaan
ultasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan keganasan tapi hanya dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih dari setengah centimeter. Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah: 4.1 Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis. 4.2 Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal yaitu suatu lingkaran hipoekoik disekelilingnya. 4.3 Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo. 4.4 Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk: 4.1 Dapat menentukan jumlah nodul. 4.2 Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik. 4.3 Dapat mengukur volume dari nodul tiroid. 4.4 Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid. 4.5 Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid. 4.6 Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi terarah. 4.7 Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan. 5. Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Na peroral dan setelah 24 jam secara foto grafik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu : 5.1 Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah. 5.2 Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih. 5.3 Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak. 6. Dilakukan foto thorak posterior anterior.
Memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal, untuk evaluasi kondisi jalan nafas.
7. 8.
Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig. Biopsy dan Sitologi Tiroid Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsy aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena lokasi biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi aleh ahli sitologi.
A.
Jarum yang diletakan ke spuid dan ditahan dalam penahan dimasukan ke dalam pembengkakan tiroid yang akan menjalani biopsy.
B. Pengisap ditarik pada tangkai spuid. C. Dengan mempertahankan pengisapan, jarum digerakkan maju mundur pada pembengkakan dalam berbagai arah. D. Pengisap dilepaskan dari spuid. E. Jarum dan spuid lalu ditarik dari pembengkakan tiroid.
Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan biopsy aspirasi jarum halus ( fine needle aspioration biopsy, FNA ). Cara pemeriksaan ini cukup akurat untuk mendiagnosis karsinoma tiroid, tiroiditis, atau limfoma. Biopsy aspirasi tidak mempunyai batasan dalam hal ukuran tumor, asalkan lesi ini dapat dipalpasi. Saat dilakukan penusukan tidak perlu dilakukan anastesi lokal.
A. Jarum diambil dari spuid. B. Udara ditarik ke dalam spuid. C. Jarum dan spuid disambung lagi. D. Penghisap spuid didorong lembut ke bawah, yang mengeluarkan sel ke atas gelas objek mikroskop
H. Penatalaksanaan 1. Struma Difus Toksik (Grave's Disease) Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal). 1.1 Obat antitiroid Indikasi : 1. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis. 2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif. 3. Persiapan tiroidektomi 4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
Obat
Pemeliharaan (mg/hari)
Karbimazol
30-60
5-20
Metimazol
30-60
5-20
Propiltourasil
300-600
5-200
1.2 Pengobatan dengan yodium radioaktif Indikasi : a. Pasien umur 35 tahun atau lebih
b. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik Iodium radioaktif diberikan melalui mulut, dalam bentuk cairan 1-2 ml, tidak berasa dan berbau, dan dengan cepat diserap melalui saluran cerna. Iodium radioaktif ini akan masuk ke kelenjar tiroid melalui aliran darah dan merusak kelenjar tiroid. Walaupun radioaktivitas ini menetap selama beberapa waktu dalam kelenjar tiroid, iodium radioaktif ini akan dikeluarkan melalui bagian tubuh dalam beberapa hari. Efek pada kelenjar tiroid akan terjadi dalam 1-3 bulan dan efek maksimal terjadi antara 36 bulan. Pada sebagian kasus pengobatan iodium radioaktif cukup satu kali saja, akan tetapi pada keadaan dengan kelenjar gondok yang besar, diperlukan dosis iodium radioaktif yang kedua untuk mengablasi/mematikan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid yang diablasi lama kelamaan produksi hormon tiroid akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali dan dalam jangka panjang dapat terjadi hipotiroid (kebalikan dari hipertiroid). Oleh karena itu setelah mendapat pengobatan iodium radioaktif secara berkala setiap 6-12 bulan diperiksa fungsi tiroid dan bila terjadi hipotiroid, harus diberikan pengganti/substitusi hormon tiroid yang diberikan seumur hidup (karena kelenjar tiroid sudah tidak berfungsi lagi) dengan dosis sesuai kebutuhan. Pasien cukup minum tablet hormon tiroid secara teratur seperti halnya minum vitamin. 1.3 Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi : a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid. Operasi
b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik e. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
TIROIDEKTOMI Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua atau sebagian dari kelenjar tiroid. Klasifikasi dari tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan nyaris total tiroidektomi. Indikasi dilakukan tiroidektomi adalah gondok, kanker tiroid, hipertiroidisme, gejala obstruksi, kosmetik. A. Tiroidektomi parsial atau total dapat dilaksanakan sebagai terapi primer terhadap karsinoma tiroid, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme Tiroidektomi total : kelenjar tiroid diangkata seluruhnya Tiroidektomi parsial : mengangkat sebagian kelenjar tiroid
2. Struma Nodular Toksik Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999) 3. Struma Non Toksis Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999) Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah:
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening. Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang : a. Inoperabel
d. Metastase yang non resektabel Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel. Preparat : Thyrax tablet Dosis : 3x75 Ug/hari per-oral
THYRAX INDIKASI Hipotiroidisme karena berbagai macam sebab. Menekan kadar TSH (hormon perangsang tiroid) pada keadaan goiter, nodulus, & setelah pengobatan kanker tiroid dengan radiologi dan atau pembedahan Menekan efek goitrogenik dari obat-obat lain, untuk diagnosis, & pada penekanan tes.
PERHATIAN Hipertiroidisme, penyakit jantung dan pembuluh darah dan atau miksoedema berat dan yang lama terjadi. Interaksi obat : antikoagulan oral, antidiabetik, Digitalis, Kolestiramin, Fenitoin.
EFEK SAMPING Takhikardia, kegugupan, gemetar, sakit kepala, kemerahan pada leher & wajah, berkeringat, kehilangan berat badan. KEMASAN Tablet 100 mcg x 100 biji.
A. PENGKAJIAN 1. Pengumpulan data Anamnese Dari anamnese diperoleh: 1.1 Identifikasi pasien. 1.2 Keluhan utama pasien. Pada pasien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi. 1.3 Riwayat penyakit sekarang Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi. 1.4 Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok. 1.5 Riwayat kesehatan keluarga Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan pasien saat ini. 1.6 Riwayat psikososial Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan pasien merasa malu dengan orang lain. 2. Pemeriksaan fisik 2.1 Keadaan umum Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tandatanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
2.2
Kepala dan leher Pada pasien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
2.3
Sistem pernafasan Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
2.4
Sistem Neurologi Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
2.5
Sistem gastrointestinal Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
2.6
Aktivitas/istirahat Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
2.7
2.8
Integritas ego Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
2.9
Makanan/cairan Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
2.10 Rasa nyeri/kenyamanan Nyeri orbital, fotofobia. 2.11 Keamanan Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah. 2.12 Seksualitas Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
B. ASUHAN KAPERAWATAN
DATA FOKUS Data subjektif Pasien mengeluh nyeri pada tenggorokan yang rasanya seperti tercekik Pasien mengeluh sulit bernapas dan menelan Pasien mengeluh suara serak Pasien mengkonsumsi mengatakan sehari-harinya dari jenis Data objektif Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. TTV: TD: 13/80 mmHg HR: 96x/mnt RR: 28x/mnt T: 37,40C BB sebelum: 50, sesudah: 47 TB: 153 IMT: 20,1 kg/m2 Defisit cairan: 2.01 L Kesadaran composmentis Pemeriksaan lab: T3: 1,03 (N: 0,15-1,65) T4: 87,8 (N: 45-120) TSH: 0,145 (N: 0,47-5,01) F. T4: 12,3 (N: 7,1-18,5) Pasien tampak pucat Pasien terlihat menggunakan alat bantu nafas: cuping hidung Mukosa bibir kering Turgor kulit: elastisitas kurang Skala nyeri: 7 Pasien tampak gelisah/cemas Pasien terlihat berbicara gagap Capillary refill Hasil AGD: pH: 7,30 PO2: 70
sayur-sayuran
Brassica seperti kubis, lobak cina, brussels kecambah dan ketika masak jarang menggunakan garam yang beriodium Pasien mengatakan, makan hanya 4-5 sendok. Pasien keadaannya mengatakan malu terhadap -
PCO2: 50 HCO3: 22 Stridor Ekspresi muka pasien tampak meringis Serum: 150 Anoreksia sekunder Interaksi berkurang pasien dengan lingkungan
ANALISA DATA Data Fokus DS: Problem Ketidakefektifan bersihan Etiologi Adanya massa
DO: Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. TTV: TD: 13/80 mmHg HR: 96x/mnt RR: 28x/mnt T: 37,40C Pasien tampak pucat Pasien terlihat menggunakan alat bantu nafas: cuping hidung Pemeriksaan lab: T3: 1,03 N: 0,15-1,65 T4: 87,8 N: 45-120
TSH: 0,145 N: 0,47-5,01 F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5 Stridor Capillary refill Kesadaran composmentis
DO: Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. TTV: TD: 13/80 mmHg HR: 96x/mnt RR: 28x/mnt T: 37,40C Pasien tampak pucat Capillary refill Hasil AGD: pH: 7,30 PO2: 70 PCO2: 50 HCO3: 22 Kesadaran composmentis
DO: Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. TTV: TD: 13/80 mmHg HR: 96x/mnt RR: 28x/mnt T: 37,40C Pasien tampak pucat Pasien terlihat menggunakan alat bantu nafas: cuping hidung Pemeriksaan lab: T3: 1,03 N: 0,15-1,65 T4: 87,8 N: 45-120 TSH: 0,145 N: 0,47-5,01 F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5 Capillary refill Kesadaran composmentis
DO: Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. TTV: TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt RR: 28x/mnt T: 37,40C Pasien tampak pucat Pasien terlihat menggunakan alat bantu nafas: cuping hidung
Pemeriksaan lab: T3: 1,03 N: 0,15-1,65 T4: 87,8 N: 45-120 TSH: 0,145 N: 0,47-5,01 F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5 Capillary refill Kesadaran composmentis
DS: -
Proses penyakit
Pasien mengeluh nyeri pada nyeri tenggorokan yang rasanya seperti tercekik
DO: Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. TTV: TD: 13/80 mmHg HR: 96x/mnt RR: 28x/mnt T: 37,40C Ekspresi muka pasien tampak meringis Kesadaran composmentis
Skala nyeri: 7
DS: Pasien mengeluh sulit menelan Pasien mengatakan, makan hanya 4-5 sendok.
Gangguan menelan
DO: Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. Pemeriksaan lab: T3: 1,03 (N: 0,15-1,65) T4: 87,8 (N: 45-120) TSH: 0,145 (N: 0,47-5,01) F. T4: 12,3 (N: 7,1-18,5) Anoreksia sekunder
DO: Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. TTV: TD: 13/80 mmHg HR: 96x/mnt RR: 28x/mnt T: 37,40C BB sebelum: 50, sesudah: 47
TB: 153 Defisit cairan: 2.01 L Kesadaran composmentis Serum: 150 Mukosa bibir kering Turgor kulit: elastisitas kurang
DS: Pasien mengeluh sulit menelan Pasien mengatakan, makan hanya 4-5 sendok.
Disfagia
DO: Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. TTV: TD: 13/80 mmHg HR: 96x/mnt RR: 28x/mnt T: 37,40C BB sebelum: 50, sesudah: 47 TB: 153 IMT: 20,1 kg/m2 Kesadaran composmentis Mukosa bibir kering Turgor kulit: elastisitas kurang Anoreksia sekunder
DO: Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. Pasien terlihat berbicara gagap
DO: Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. Interaksi pasien dengan
lingkungan berkurang
Cemas
Tindakan pre-operasi
DO: TTV: TD: 13/80 mmHg HR: 96x/mnt RR: 28x/mnt T: 37,40C Pasien tampak gelisah/cemas
DS:
Kurang pengetahuan
Kurang mengenal
Pasien mengatakan sehari-harinya mengkonsumsi sayur-sayuran dari jenis Brassica seperti kubis, lobak cina, brussels kecambah dan ketika masak jarang menggunakan garam yang beriodium
DIAGNOSA KEPERAWATAN NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya massa Gangguan pertukaran gas b.d obstruksi partial mekanik Ketidakefektifan pola nafas b.d adanya obstruksi trakkeofaringeal Gangguan perfusi jaringan b.d suplai O2 tidak adekuat Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses penyakit Gangguan menelan b.d obstruksi partial mekanik Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake yang tidak adekuat 8. 9. Gangguan pemenuhan nutrisi b.d disfagia Kerusakan komunikasi verbal b.d adanya penekanan pada pita suara 10. Gangguan citra diri b.d perubahan fisiologis tubuh (pembengkakan leher) 11. 12. Cemas b.d tindakan pre-operasi Kurang pengetahuan b.d kurang mengenal sumber informasi tentang penyakit
INTERVENSI KEPERAWATAN NO Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd adanya massa Tujuan dan criteria hasil Setelah dilakukan 1. Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan. Rasional : Pernafasan secara normal kadangkadang cepat, tetapi berkembangnya distres pada pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan. 2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi. Rasional : Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat. 3. Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara. Rasional : Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera. 4. Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokog kepala dengan bantal. Rasional : Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan. 5. Bantu dalam perubahan posisi, latihan Intervensi Keperawatan
tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas pasien efektif dengan kriteria hasil: - Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi. - RR normal (16-24 x/menit)
nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai indikasi. Rasional : Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk membersihkan jalan nafas. 6. Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral. Rasional : Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi. 7. Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien. Rasional : Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang mengancam kehidupan yang memerlukan tindakan yang darurat. 2. Gangguan pertukaran gas bd obstruksi partial mekanik Setelah dilakukan 1. kaji frekuensi kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, berbicara/berbimcang ketidakmampuan
distres
pernapasan
dan
kornisnya
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien utnuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan R : pengiriman oksigen dapat
Pasien lagi
tidak terlihat
pucat
diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea 3. Kaji/awaso secara rutin kulit dan warna membran mukosa R: sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral( terlihat pada bibir) . keabu-abuan dan dianosis
sentral mengindikasi hipoksemia berat 4. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas dan batasi aktifitas pasien R : istirahat diselingi dari aktivitas program
perawatan pengobatan
penting
5. Awasi tanda vital dan irama jantung R : takikardi, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan sistemik pada efek fungsi
hipoksemia jantung
Kolaborasi 1. Awasi seri GDA R : PCO2 biasanya meningkat dan PO2 menurun sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil 2. Berikan diperlukan R : dapat memperbaiki/mencegah oksigen tambahan bila
memperburuknya hipoksia
3.
Setelah dilakukan
1. Pantau frekwensi pernafasan , kedalaman, dan kerja pernafasan R : Untuk mengetahui adanya
trakkeofaringeal
pasien efektif:
RR= 16-20x/ menit 2. Waspadakan pasien agar leher tidak Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas Ekspansi dada simetris Tidak ada penggunaan otot bantu nafas tertekuk/posisikan semi ekstensi atau eksensi pada saat beristirahat R : Menghindari penekanan pada jalan nafas untuk meminimalkan penyempitan jalan nafas 3. Ajari pasien latihan nafas dalam R : Untuk menstabilkan pola nafas 4. Persiapkan operasi bila diperlukan. R : Operasi diperlukan untuk memperbaiki kondisi pasien
Setelah dilakukan
Mandiri
tindakan keperawatan 1. Berikan posisi datar pada anak dengan diharapkan menunjukkan peningkatan suplai darah ke jaringan normal dengan kreteria hasil 1. Tanda-tanda vital dalam batas normal 2. Kapiler refill kurang dari 3 detik 3. Akral hangat 4. Tidak terdapat sianosis kaki ditinggikan R: Untuk meningkatkan aliran
balik vena. Membantu mempertahankan / meningkatkan sirkulasi dan pengiriman oksigen ke otak. 2. Catat perubahan dalam tingkat kesadaran keluhan sakit kepala, pusing, terjadi devisi sensori/ motori pada anak R: Perubahan dapat menunjukan penurunan perfusi pada SSP akibat iskemia infark 3. Pantau tanda-tanda vital R : Perubahan dapat menunjukan penurunan sirkulasi / hipoksia yang meningkatkan oklusi kapiler 4. Pertahanan suhu lingkungan
Kolaborasi 1. Kolaborasi, cairan sesuai indikasi, O2 sesuai indikasi dan obat obatan Rasional : untuk mengecek cairan yang telah didokumentasikan
Mandiri Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat
hilang, dengan kriteria lokasi, intensitas (0-10), dan lamanya. hasil: 1. Pasien tidak R: Bermanfaat dalam mengevaluasi lagi nyeri, menentukan pilihan intervensi,
mengeluh nyeri pada menentukan efektivitas terapi. tenggorokkannya 2. Tanda-tanda 2. Anjurkan pasien untuk teknik relaksasi vital napas dalam R: Dengan teknik relaksasi dapat
3. Ekspresi muka pasien mengurangi nyeri. sudah tampak rileks 3. Berikan minuman yang
tetapi jika
mengalami
kesulitan menelan.
Rasional: pemberian analgetik dapat mengurangi rasa nyeri 6 dilakukan Gangguan menelanSeSetelah tindakan keperawatan bd obstruksi partial 1. diharapkan gangguan menelan pasien dapat mekanik teratasi. Dengan kriteria hasil: Pasien tidak lagi Mandiri Bantu pasien dengan mengontrol kepala Rasional : menetralkan hiperekstensi, membantu
mengeluh sulit saat mencegah aspirasi dan meningkatkan menelan. 2. Berat badan pasien kembali normal kemampuan untuk menelan letakan pasien pada posisi duduk / tegak selama dan setelah makan Rasional : menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi 3. letakan makan pada mulut yang tidak terganggu Rasional : memberikan stimulasi
Kolaborasi 1. Berikan cairan melalui IV atau makanan selang Rasiona : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukan segala sesuatu melalui
kedalam.
Gangguan
Setelah dilakukan
Mandiri :
tindakan keperawatan 1. Monitor intake dan output cairan. diharapkan pasien R: Memberikan informasi tentang keadaan volume cairan.
kebutuhan cairan dan2. Kaji turgor kulit, kelembapan dan elektrolit dengan kriteria hasil: 1. Turgor kulit baik. 2. TTV stabil 3. Membran mukosa lembab membran mukosa. R : Peningkatan suhu atau demam dapat meningkatkan laju metabolik. 3. Ukur berat badan tiap hari. R: Indikator langsung keadekuatan cairan dan nutrisi.
Kolaborasi : 1. Berikan cairan tambahan IV sesuai kebutuhan. R : Mempertahankan cairan untuk memperbaiki kehilangan cairan. 8 Gangguan pemenuhan nutrisi bd disfagia Se Setelah dilakukan Mandiri
tindakan keperawatan 1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan diharapkan kebutuhan nutrisi klien dapat teratasi. Dengan kriteria hasil: 2. muntah yang dialami pasien. Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya. Kaji cara / bagaimana makanan
Pasien tidak lagi dihidangkan. mengeluh menelan sulit Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu
Berat badan pasien makan pasien. pasien normal 3. Berikan makanan yang mudah ditelan kembali seperti bubur.
Pasien sudah mampu Rasional : Membantu mengurangi makan lebih dari 6 kelelahan pasien dan meningkatkan suap. 4. asupan makanan . Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual. 5. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari. Rasional : Untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan nutrisi. 6. Ukur berat badan pasien setiap minggu. Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien
Kolaborasi 1. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter. Rasional : Antiemetik membantu
pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat. 2. Konsultasikan/rujuk ke ahli gizi. R: agar pasien mendapatkan gizi seimbang.
Se
Setelah
pasien periodik melakukan R : Suara parau dan sakit pada dengan tenggorokan merupakan faktor kedua
baik. Dengan kriteria dari odema jaringan / sebagai efek hasil: 2. Pasien tidak lagi bicara gagap pembedahan. Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak.
Suara pasien tidak R : Mengurangi respon bicara yang terdengar serak lagi terlalu banyak 3. Kunjungi klien sesering mungkin
R : Mengurangi kecemasan klien 4. Ciptakan lingkungan yang tenang. R: Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien.
Rasional : pengkajian secara individual kemampuan bicara sensoris, motoric dan kognitif berfungsi kekurangan untuk /
10
Gangguan citra diriSe Setelah dilakukan bd perubahan fisiologis tubuh (pembengkakan leher)
1. Pantau tingkat perubahan rentang harga diri rendah R : Mengetahui kopping individu pasien 2. Pastikan tujuan tindakan yang kita lakukan adalah realistis R : Meningkatkan hubungan saling percaya dengan pasien
tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan Penerimaan diri secara verbal Mengerti akan kekuatan diri
Melakukan perilaku 3. Sampaikan hal-hal yang positif secara yang dapat meningkatkan rasa percaya diri mutlak untuk pasien, tingkatkan pemahaman tentang penerimaan anda pada pasien sebagai seorang individu yang berharga. R : Meningkatkan harga diri pasien 4. Diskusikan masa depan pasien, bantu pasien dalam menetapkan tujuantujuan jangka pendek dan panjang. R : Membantu pasien menentukan
11
1. Jelaskan apa yang terjadi selama periode pra operasi dan pasca operasi, termasuk test laboratorium pra op, persiapan kulit, alasan status puasa, obat-obatan pre op, aktifitas area tunggu, tinggal diruang pemulihan dan program pasca operasi. R: Pengetahuan tentang apa yang diper-lukan membantu mengurangi ansie-tas & meningkatkan kerjasama pasien selama pemulihan, mempertahankan kadar analgesik darah konstan, memberikan kontrol nyeri terbaik 2. Informasikan pasien bahwa obatnya tersedia bila diperlukan untuk mengontrol nyeri, anjurkan untuk memberitahu nyeri dan meminta obat nyeri sebelum nyerinya bertambah hebat. 3. Informasikan pasien bahwa ada suara serak & ketidaknyamanan menelan dapat dialami setelah pembedahan, tetapi akan hilang secara bertahap dengan berkurangnya bengkak 3-5 hari. R: Pengetahuan tentang apa yang diper-kirakan membantu mengurangi an-sietas. 4. Ajarkan & biarkan pasien mempraktekkan bagaimana
tindakan keperawatan diharapkan Tujuan : Pasien mengungkapkan ansietas berkurang/hilang. Kriteria evaluasi: Pasien melaporkan lebih sedikit perasaan gugup, mengungkapkan pemahaman tentang kejadian pra operasi dan pasca operasi, postur tubuh riileks
menyokong leher untuk menghindari tegangan pada insisi bila turun dari tempat tidur atau batuk. R: Praktek aktifitas-aktifitas pasca ope-rasi membantu menjamin penurunan program pasca operasi terkomplikasi 5. Biarkan pasien dan keluarga mengungkapkan perasaan tentang pengalaman pembedahan, perbaiki jika ada kekeliruan konsep. Rujuk pertanyaan khusus tentang pembedahan kepada ahli bedah. R: Dengan mengungkapkan perasaan membantu pemecahan masalah dan memungkinkan pemberi perawatan untuk mengidentifikasi kekeliruan yang dapat menjadi sumber kekuatan. Keluarga adalah sistem pendukung bagi pasien. Agar efektif, sistem pendukung harus mempunyai mekanisme yang kuat. 6. Lengkapi daftar aktifitas pada daftar cek pre op, beritahu dokter jika ada kelainan dari test Lab. pre op. R: Daftar cek memastikan semua aktifi-tas yang diperlukan telah lengkap. Aktifitas ini dirancang untuk memas-tikan pasien telah siap secara fisiologis untuk operasi dan mengurangi resiko lamanya penyembuhan. 12 Kurang Se Setelah dilakukan 1. Berikan informasi yang tepat dengan
Mengikuti pengobatan 2. Identifikasi sumber stress dan yang disarankan Peningkatan pengetahuan pasien Dapat menghindari sumber stress diskusikan faktor pencetus krisis tiroid yang terjadi, seperti orang/sosial, pekerjaan, infeksi, kehamilan R : Agar pasien bisa menghindari sumber stress 3. Berikan informasi tentang tanda dan gejala dari penyakit gondok serta penyebabnya R : Dapat mengidentifikasi gejala awal dari gondok 4. Diskusikan mengenai terapi obatobatan termasuk juga ketaatan terhadap pengobatan dan tujuan terapi serta efek samping obat tersebut R : Pasien bisa mengikuti terapi yang disarankan