You are on page 1of 13

I.

Tujuan Percobaan : Mendeteksi kemungkinan pemalsuan dalam sediaan jamu Menerapkan metode KLT dalam standarisasi ekstrak melalui analisis sidik ragam kromatografi

II.

Prinsip percobaan : Untuk mengetahui bahan kimia obat yang terdapat pada suatu sampel dapat dipisahkan dengan menggunakan kromatografi lapisan tipis (KLT) gel silica. Metode ini sangat sensitive untuk memisahkan senyawa senyawa dalam jumlah yang sangat kecil. Pada akhir kromatografi, pigmen pigmen diidentifikasi dari nilai Rf dan warna yang muncul di bawah sinar uv.

III.

Teori Dasar : Jamu merupakan salah satu sediaan obat tradisional (herbal). Jamu adalah bahan

atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (data empirik). Klaim penggunaan jamu sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata-kata; Secara tradisional digunakan untuk , atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran sediaan di BPOM. Adapun contoh sediaan jamu yang beredar di pasaran sangatlah banyak. Misalnya saja jamu produksi Sido Muncul, Nyonya Meneer, dan Air Mancur. Bahan kimia obat (BKO) di dalam obat tradisional Sampai saat ini Badan POM masih menemukan beberapa produk obat tradisional yang didalamnya dicampuri bahan kimia obat (BKO). BKO di dalam obat tradisional inilah yang menjadi selling point bagi produsen Hal ini kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan produsen akan bahaya mengkonsumsi bahan kimia obat secara tidak terkontrol baik dosis maupun cara penggunaannya atau bahkan semata-mata demi

meningkatkan penjualan karena konsumen menyukai produk obat tradisional yang bereaksi cepat pada tubuh. Konsumen yang tidak menyadari adanya bahaya dari obat tradisional yang dikonsumsinya, apalagi memperhatikan adanya kontra indikasi penggunaan beberapa bahan kimia bagi penderita penyakit tertentu maupun interaksi bahan obat yang terjadi apabila pengguna obat tradisional sedang mengkonsumsi obat lain, tentunya sangat membahayakan. Untuk itulah Badan POM secara berkesinambungan melakukan pengawasan yang antara lain dilakukan melalui inspeksi pada sarana distribusi serta pengawasan produk di peredaran dengan cara sampling dan pengujian laboratorium terhadap produk yang beredar. Informasi adanya BKO didalam obat tradisional juga bisa diperoleh berdasarkan laporan / pengaduan konsumen maupun laporan dari Yayasan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (Yabpeknas). Menurut temuan Badan POM, obat tradisional yang sering dicemari BKO umumnya adalah obat tradisional yang digunakan pada: Klaim kegunaan BKO yang sering ditambahkan

Obat tradisional Pegal linu / encok / : Fenilbutason, antalgin, diklofenak sodium, rematik piroksikam, parasetamol, prednison, atau deksametason Pelangsing : Sibutramin hidroklorida

Peningkat stamina / : Sildenafil Sitrat obat kuat pria Kencing diabetes Sesak nafas / asma : Teofilin manis / : Glibenklamid

Tips identifikasi secara cepat adanya BKO di

dalam obat tradisional.

Yang dapat dilakukan secara cepat sebagai tindakan kewaspadaan terhadap obat tradisional yang tidak bermutu dan bahkan mungkin tidak aman adalah : Apabila produk di klaim dapat menyembuhkan bermacam-macam penyakit.

Bila manfaat atau kerja obat tradisional dirasa sedemikian cepatnya terjadi (cespleng). Bahaya macam-macam BKO yang sering dicampurkan kedalam obat tradisional:

BKO yang sering dicampurkan ke dalam obat tradisional dan bahayanya adalah sebagai berikut : 1. Fenilbutazon Efek samping : o Timbul rasa tidak nyaman pada saluran cerna, mual, diare, kadang pendarahan dan tukak, reaksi hipersensifitas terutama angio edema dan bronkospasme, sakit kepala, pusing, vertigo, gangguan pendengaran, fotosensifitas dan hematuria. o Paroritis, stomatitis, gondong, panareatitis, hepatitis, nefritis, gangguan penglihatan, leukopenia jarang, trombositopenia, agranulositosis, anemia aplastik, eritema multifoema 9 syndroma Steven Johnson, nekrolisis epidermal toksis (lyll), toksis paru-paru. 2. Antalgin (Metampiron)

Efek samping :Pada pemakaian jangka panjang dapat menimbulkan granulositosis. 3. Deksametason Efek Samping : o Glukokortikoid meliputi diabetes dan osteoporosis yang berbahaya bagi usia lanjut. Dapat terjadi gangguan mental, euphoria dan myopagh. Pada anak-anak kortikosteroid dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan, sedangkan pada wanita hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan adrenal anak. o Mineralokortikoid adalah hipertensi, pretensi Natrium dan cairan serta hypokalemia. 4. Prednison Efek samping : o Gejala saluran cerna : mual, cegukan, dyspepsia, tukak peptic, perut kembang, pancreatitis akut, tukak oesofagus, candidiasis.

o Gejala musculoskeletal : miopatiproximal, osteoporosis, osteonekrosis avaskuler. o Gejala endokrin : gangguan haid, gangguan keseimbangan Nitrogen dan kalsium, kepekaan terhadap dan beratnya infeksi bertambah. o Gejala neuropsikiatri : euphoria, ketergantungan psikis, depresi, insomnia, psikosis, memberatnya shizoprenia dan epilepsy. o Gejala pada mata : glaucoma, penipisan kornea dan sclera, kambuhnya infeksi virus atau jamur di mata. o Gejala lainnya : gangguan penyembuhan, atrofi kulit, lebam, acne, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, leukositosis, reaksi hipersensitif (termasuk anafilaksis), tromboemboli, lesu. 5. Teofilin Efek samping :Takikardia, palpitasi, mual, gangguan saluran cerna, sakit kepala, insomnia dan aritmia. 6. Hidroklortiazid (HCT)

Efek samping :Hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan, impotensi (reversible bila obat dihentikan), hipokalimia, hipomagnesemia, hipoatremia,

hiperkalsemia, alkalosis, hipokloremik, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia dan peningkat kadar kolesterol plasma. 7. Furosemid Efek samping :Hiponatremia, hipokalemia, hipomagnesia, alkalosis, hipokloremik, ekskresi kalsium meningkat, hipotensi, gangguan saluran cerna, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia, kadar kolesterol dan trigliserida plasma meningkat sementara. 8. Glibenklamid Efek samping : o Umumnya ringan dan frekuensinya rendah diantaranya gejala saluran cerna dan sakit kepala.M

o Gejala hematology trombositopeni dan agranulositosis. 9. Siproheptadin Efek samping :Mual, muntah, mulut kering, diare, anemia hemolitik, leukopenia, agranulositosis dan trombositopenia. 10. Chlorpeniramin maleat (CTM)

Efek samping :Sedasi, gangguan saluran cerna, efek anti muskarinik, hipotensi, kelemahan otot, tinitus, euphoria, nyeri kepala, stimulasi SSP, reaksi alergi dankelainan darah. 11. Parasetamol Efek samping :Jarang, kecuali ruam kulit, kelainan darah, pankreatitis akut dan kerusakan hati setelah over dosis. 12. Diclofenac Efek samping : o Gangguan terhadap lambung, sakit kepala, gugup, kulit kemerahan, bengkak, depresi, ngantuk tapi tidak bias tidur, pandangan kabur, gangguan mata, tinitus, pruritus. o Untuk hipersensitif : menimbulkan gangguan ginjal, gangguan darah. 13. Sildenafil Sitrat sodium

Efek samping :Dyspepsia, sakit kepala, flushing, pusing, gangguan penglihatan, kongesti hidung, priapisme dan jantung. 14. Sibutramin Hidroklorida

Efek samping:Dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung serta sulit tidur Pengertian Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah

sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Peralatan KLT Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam.

Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error.Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Faktor Retensi Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen. Rumus faktor retensi adalah:

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.

Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya.

Cara Menggunakan KLT

KLT sangat berguna untuk mengetahui jumlah komponen dalam sampel. Peralatan yang digunakan untuk KLT adalah chamber (wadah untuk proses KLT) , pinset, plat KLT, dan eluen. Inilah langkah-langkah memakai KLT: 1. Potong plat sesuai ukuran. Biasanya, untuk satu spot menggunakan plat selebar 1 cm. Berarti jika menguji 3 sampel (3 spot) berarti menggunakan plat selebar 3 cm. 2. Buat garis dasar (base line) di bagian bawah, sekitar 0,5 cm dari ujung bawah plat, dan garis akhir di bagian atas. 3. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan sejajar, tepat di atas base line. Jika sampel padat, larutkan pada pelarut tertentu. Keringkan totolan. 4. Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen ke

dalam chamber dan campurkan. 5. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai tercelup oleh ulen. Tutuplah chamber. 6. Tunggu eluen mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir, di sana pemisahan akan terlihat. 7. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset, keringkan dan ukur jarak spot. Jika spot tidak kelihatan, amati pada lampu UV. Jika masih tak terlihat, semprot dengan pewarna tertentu seperti kalium kromat atau ninhidrin.

Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar di bawah ni.

IV.

Alat dan Bahan

Alat Plat KLT Bejana KLT Pipa Kapiler Penampak bercak lampu UV Alat Penyemprot pereaksi

Bahan Sampel jamu Kertas saring Pembanding Paracetamol Pelarut pengembang ( kimia

kloroform:Methanol )

V.

Prosedur 1. Bukalah kantong jamu simulasi dan yang saudara beli dari warung atau toko jamu 2. Larutkan 0,5 gram jamu ke dalam 5 ml metanol dan obatpembanding 500mg/ml 3. Buat sistem pengembang Kloroform : Methanol ( 9 : 2 ) 4. Totolkan larutan sampel jamu pasar, jamu simulasi dan pembanding ke dalam plat KLT 5. Elusi sampai garis depan pelarut sekitar 1 cm dibawah ujung plat kemudian keringkan 6. Amati secara visual ,dibawah lampu UV 245, UV 365 dan dengan pereaksi penampak bercak yang sesuai 7. Gambar setiap hasil pengamatan 8. Diskusikan hasil yang diperoleh dengan kelompok saudara dan dengan dosen atau asisten

VI.

Hasil Pengamatan Sistem Kromatografi Fase diam Fase gerak/eluen/pengembang Penampak bercak : Silika gel GF 254 : Kloroform : Methanol (9:2) : UV 254, UV 365

Percobaan 1 UV 254 UV 365

Percobaan 1 Jarak Sampel Sampel P 1 2 3 ( cm ) 3,6 3,6 Rf 0,67 0,67 Visual UV 254 Bercak Hitam, warna hijau Bercak Hitam,warna hijau -

Jarak Sampel Sampel P 1 (cm) 4,3 4,5 4,8 2 4,3 4,5 4,8 3 4,4 Rf 0,79 0,83 0,88 0,79 0,83 0,88 0,81 Visual Oren muda Kuning Hjau Oren muda Kuning Hjau Oren nuda UV 365 Tidak Terlihat Warna ungu Warna ungu Warna ungu Warna ungu Warna ungu Warna ungu Warna ungu

4,6 4,8

0,85 0,88

Kuning Hijau

Warna ungu Warna Ungu

Percobaan 2 Jarak Sampel Sampel P 1 2 3 (cm) 3,7 3,7 3,7 Rf 0,68 0,68 0,68 Visual UV 245 Bercak hitam Bercak hitam Bercak hitam

Jarak Sampel Sampel P 1 (cm) 4,6 4,7 4,9 2 4,5 4,6 3 4,6 4,7 Rf 0,85 0,87 0,90 0,83 0,85 0,85 0,87 Visual Oren muda Kuning Hijau Kuning Hiijau Kuning hijau UV 365 Tidak terlihat Warna ungu Warna ungu Warna ungu Warna ungu Warna ungu Warna ungu Warna ungu

VII.

Pembahasan Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengidentifikasi bahan

kimia obat yang ada di dalam suatu sediaan obat tradisional, dalam hal ini adalah jamu.Secara visual, jamu yang mengandung bahan kimia obat sulit dibedakan dengan jamu yang tidak mengandung bahan kimia obat. Bahan kimia obat yang dicampurkan pada jamu dosisnya tidak terukur dan karena pencampuran yang tidak homogen maka dosis bahan kimia obat pada setiap kemasan bias berbeda. Hal ini bisa berbahaya karena memungkinkan konsumen mengkonsumsi bahan kimia obat secara berlebihan.

menggunakan campuran pelarut kloroform-metanol (9:1). Ekstraksi tersebut bertujuan untuk mendapatkan senyawa kimia dalam satu sampel menggunakan cairan penyariyang sesuai. Penggunaan pelarut kloroform-metanol diharapkan dapat memperoleh baik senyawa polar maupun nonpolar yang terkandung dalam sampel. Dalam hal ini tujuan utama kita adalah mengidentifikasi adanya analgesik paracetamol atau tidak pada suatu

sampel j a m u . Pembahasan Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengidentifikasi bahan kimia obat yang ada di dalam suatu sediaan obat tradisional, dalam hal ini adalah jamu. Secara visual, jamu yang mengandung bahan kimia obat sulit dibedakan dengan jamu yang tidak mengandung bahan kimia obat. Bahan kimia obat yang dicampurkan pada jamu dosisnya tidak terukur dan karena pencampuran yang tidak homogen maka dosis bahan kimia obat pada setiap kemasan bias berbeda. Hal ini bisa berbahaya karena memungkinkan konsumen mengkonsumsi bahan kimia obat secara berlebihan. menggunakan campuran pelarut kloroform-metanol (9:1). Ekstraksi tersebut bertujuan untuk mendapatkan senyawa kimia dalam satu sampel menggunakan cairan penyaring yang sesuai. Penggunaan pelarut kloroform-metanol diharapkan dapat memperoleh baik senyawa polar maupun nonpolar yang terkandung dalam sampel. Dalam hal ini tujuan utama kita adalah mengidentifikasi adanya analgesik paracetamol atau tidak pada suatu sampel j a m u . Ada tidaknya kandungan paracetamol dalam sediaan obat tradisional tersebut. Pada praktikum ini digunakan 2 macam larutan, yakni: 1. Sampel P ( pembanding ), berisi larutan paracetamol 2. Sampel 1, 2, dan 3 aadalah larrutan jamu Pegal linu dan rematik yang berbeda merk Tahap pertama dilakukan elusi plat KLT dengan fase gerak Kloroform-Methamol (9:2) , dengan jarak pengembangan 6 cm. Pemilihan fase gerak ini pada dasarnya ditujukan untuk dapat mengelusi bahan kimia obat (Paracetamol) secara sempurna, dalam artian terjadi pemisahan yang signifikan sehingga kita dapat membandingkan secara jelas antara sampel dan standar untuk dapat mengambil keputusan dalam sampel jamu mengandung paracetamol atau tidak. Plat dilihat pada sinar tampak pada spot sampel pembanding terlihat dengan sinar UV 254 terlihat bercak dengan nilai Rf 0,67 sedangkan pada sinar UV 365 sampel 1 terdapat 3

bercak yaitu dengan nilai Rf 0,79 oren muda , 0,83 berwarna kuning dan 0,88 berwarna hijau , Pada sampel 2 terlihat bercak yang sama dengan sampel pembanding pada sinar UV 365 . Sampel 2 mempunyai 3 bercak terlihat pada UV 365 bercak pertama dengan nilai Rf 0,79 berwana oren muda , bercak kedua 0,83 berwana kuning , dan bercak ketiga dengan nilai Rf 0,88 berwana hijau . Dan sampel ke 3 terlihat bercak yang sama dengan sampelpembanding dan nilai Rf yang sama yaitu 0,67 mengunakan sinar UV 254 artinya Larutan jamu ke 3 mengandung Bahan Kimia Obat Paracetamol , pada sinar UV 365 terlihat 2 bercak yaitu bercak pertama dengan nilai Rf 0,85 berwarna Kuning dan bercak kedua mempunyai nilai Rf 0,87 berwarna hijau.

Hasil elusi menunjukkan bahwa ada dua bercak yang dimiliki oleh sampel jamu yang dimiliki oleh larutan pembanding paracetamol . Bercak tersebut adalah bercak dengan Rf 0,67.

Inti dari praktikum ini adalah dibutuhkan suatu kecermatan dan ketelitian dalam mengidentifikasi suatu bahan kimia obat yang mungkin sengaja ditambahkan pada suatu produk jamu. Tahap analisis harus dilaksanakan satu per satu dengan baik, penggantian sistem fase gerak juga dapat dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh pemisahan yang sempurna. Sehingga keputusan yang kita ambil, didasari data yang akurat dan tidak merugikan salah satu pihak baik produsen ataupun konsumen. VIII. Kesimpulan Pada praktikum kali ini kami dapat menyimpulkan Sampel jamu pegel linu pada nomer 2 dan 3 dengan merk yang berbeda mengandung Bahan Kimia Obat paracetamol.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kompas, BPOM Pekanbaru Tarik 9.708 Kotak Obat Tradisional dari Peredaran. 2. http://kompas.co.id/kompas-cetak/0305/11/Fokus/306422.htm - 42k , edisi 31 Mei 2003, diakses Desember 2009. 3. Kompas.2 persen Obat tradisonal Mengandung Bahan Kimia Obat, 4. http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/06/04/1633182/2.persen.obat.tradisi onal.mengandung.bahan.kimia.obat, edisi 4 juni 2009, diakses desember 2009 5. Lusia Oktora Ruma Kumala Sari, 2006, Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Penimbangan Manfaat dan Keamanannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III,No.1, April 2006, 01 07 6. Sutrisno, R. Bambang, 1986, Analisis Jamu, Fakultas Farmasi Universitas Pancasila,Jakarta. 7. Wahyono, 2008, Handout Kuliah Analisis Jamu, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.

You might also like