You are on page 1of 28

MAKALAH Benigna Prostat Hiperplasia SISTEM REPRODUKSI II

Di susun oleh: M. Boby Feri 11.321.022 Sigit Rio Virnando 11.321.036

Kelompok 1

Kelas VI-A S1 Keperawatan SEKOLAH TINNGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG 2014

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur terhadap kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan hidayah-NYA. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tanpa adanya rintangan yang berarti. Makalah ini disusun dengan tujuan: 1. untuk melengkapi tugas mata kuliah S. Reprooduksi II; 2. agar para pembaca pada umunya dapat mengetahui lebih lanjut tentang BPH Sesuai dengan tujuan tersebut maka penulis akan menyusun dengan sebaik-baiknya meskipun masih banyak kekurangannya. Dan tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyak kepada: 1. Dosen pembimbing akademik STIKES ICME JOMBANG; 2. Dosen pengampu mata kuliah S. Reprodusi II, Muarrofah, S. Kep., Ns. M. Kes.; 3. Semua pihak yang ikut serta berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Atas rahmat Tuhan yang Maha Kuasa, penulis berharap Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Serta saran dan kritik penulis harapkan, karena penulis menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangannya dan masih belum sempurna.

Jombang,

Maret 2014

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPH melibatkan unsur-unsur stroma dan epitel prostat yang timbul di zona periuretra dan transisi dari kelenjar. BPH menyebabkan pembesaran prostat yang dapat menyumbat aliran urin dari kandung kemih. BPH dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan pada pria yang tergantung pada hormon testosteron dan dihidrotestosteron (DHT). Diperkirakan 50% pria menunjukkan histopatologis BPH pada usia 60 tahun dan meningkat menjadi 90% pada usia 85 tahun. (Detters, 2011) Disfungsi berkemih yang dihasilkan dari pembesaran kelenjar prostat dan Bladder Outlet Obstruction (BOO) disebut Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS). Ini juga sering disebut sebagai prostatism, meskipun istilah ini jarang digunakan. Pernyataan ini tumpang tindih, tidak semua laki-laki dengan BPH memiliki LUT dan tidak semua pria dengan LUT mengalami BPH. Sekitar setengah dari pria yang didiagnosis dengan BPH histopatologi menunjukkan LUT berat. (Detters, 2011) Manifestasi klinis dari LUT meliputi frekuensi kencing, urgency (buang air kecil yang tidak dapat ditahan), nocturia (bangun di malam hari untuk buang air kecil), atau polakisuria (sensasi buang air kecil yang tidak puas). Komplikasi terjadi kurang umum tetapi mungkin dapat terjadi acute urine retention (AUR), pengosongan kandung kemih terganggu, kebutuhan untuk operasi korektif, gagal ginjal, infeksi saluran kemih berulang, batu kandung kemih, atau gross hematuria. (Detters, 2011) Volume prostat dapat meningkat dari waktu ke waktu pada pria dengan BPH. Selain itu gejala dapat memburuk dari waktu ke waktu pada pria dengan BPH yang tidak diobati. Resiko AUR sehingga kebutuhan untuk operasi meningkat. (Detters, 2011)

Pasien yang tidak mengalami gejala tersebut harus mengalami kewaspadaan pada komplikasi BPH. Pasien dengan LUT ringan dapat diobati dengan terapi medis pada awalnya. Transurethral resection of the prostate (TURP) dianggap standar kriteria untuk menghilangkan BOO yang disebabkan BPH. Namun, ada minat yang cukup besar dalam pengembangan terapi minimal invasif untuk mencapai tujuan TURP sambil menghindari efek samping. (Detters, 2011)

1.2. Tujuan 1.2.1. Tujuan umum 1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Reproduksi II dengan dosen pengampu Muarrofah, S. Kep., Ns. M. Kes., 2. Agar para pembaca pada umumnya mengetahui dan memahami kondisi pada kelainan Benigna Prostat Hiperplasia dan mengetahui pencegahan secara dini.

1.2.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui lebih kanjut tentang anatomi fisiologi prostat. 2. Untuk mengetahui definisi BPH 3. Untuk mengetahui etiologi BPH 4. Untuk mengetahui manifestasi klinis BPH 5. Unutk mengetahui patofisiologi BPH 6. Unutk mengetahui pemeriksaan diagnostik BPH 7. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis BPH 8. Untuk mengetahui komplikasi yang mungkin timbul dari BPH 9. Untuk mengetahui konsep askep BPH.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Fisiologi Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, di belakang simfisis pubis dan di depan rektum ( Gibson, 2002, hal. 335 ). Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya + 20 gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen. Prostat dikelilingi oleh kapsul fibrosa. Di luar kapsul terdapat selubung fibrosa, yang merupakan bagian lapisan visceral fascia pelvis. Prostat yang berbentuk kerucut mempunyai basis prostat yang terletak di superior dan berhadapan dengan collum vesicae dan apex prostatae yang terletak di inferior dan berhadapan dengan diaphragma urogenitale. Kedua ductus ejaculatorius menembus bagian atas facies posterior prostatae untuk bermuara ke urethra pars prostatica pada pinggir lateral utriculus prostaticus. (Snell, 2006) Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi dalam beberapa daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan anterior. ( Purnomo, 2000, hal.7, dikutip dari Mc Neal, 1970) Asinus setiap kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel berbentuk kuboid sampai sel kolumner semu berlapis tergantung pad atingkat aktivitas prostat dan rangsangan androgenik. Sel epitel memproduksi asam fostat dan sekresi prostat yang membentuk bagian besar dari cairan semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus kelenjar normal sering mengandung hasil sekresi yang terkumpul berbentuk bulat yang disebut korpora amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma jaringan fibrosa dan otot polos.

Pasokan darah ke kelenjar prostat berasal dari arteri iliaka interna cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat mengalirkan ke pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka interna. Prostat berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretoriusmuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan + 25 % dari volume ejakulat.

http://askep-laporan-pendahuluan.blogspot.com/2013/09/asuhan-keperawatan-untuk-bphbenigna.html

2.2.

Definisi BPH merupakan dimana kelenjar prostatnya mengalami pembesaran, memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra. http://binbask.blogspot.com/2013/01/askep-bph-benigna-prostat-hiperplasia.html BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker. BPH dapat menyebabkan penekanan pada uretra di tempat uretra menembus prostat sehingga berkemih menjadi sulit http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/01/10/benigna-prostat-hiperplasia-bph/ BPH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193). Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998). Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671). BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).

2.3.

Etiologi Penyebab BPH tidak dapat dimengerti, berbagai hubungan antara diet, obesitas, aktivitas sexsual dan suku etnik telah diselidiki, tak satupun memberikan pengetahuan yang spesifik pada etiologi. Penyebabnya tidak pasti, tetapi bukti-bukti menunjukan bahwa hormon menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular pada prostat. 1. Dihydrotestosteron Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi 2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. 3. Interaksi stroma - epitel Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel. 4. Berkurangnya sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat. 5. Teori sel stem Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-75) atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit (Roger Kirby, 1994 : 38). http://binbask.blogspot.com/2013/01/askep-bph-benigna-prostat-hiperplasia.html

2.4.

Manifestasi klinis Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu : 2.4.1. Gejala Obstruktif 1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. 2) Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi. 3) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing. 4) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra. 5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas. 2.4.2. Gejala Iritasi 1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan. 2) Peningkatan frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari. 3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing. http://binbask.blogspot.com/2013/01/askep-bph-benigna-prostat-hiperplasia.html

2.5.

Patofisiologi Hormon androgen yang memperantarai pertumbuhan prostat pada semua usia adalah dihidrotestoteron (DHT), DHT dibentuk dalam prostat dari testosteron. Meskipun produksi androgen menurun pada pria lansia, tetapi prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT. Pada pria estrogen dipropduksi dalam jumlah kecil dan memperlihatkan kepekaannya pada kelenjar prostat dan berpengaruh terhadap DHT. Jumlah estrogen yang meningkat dihubungkan dengan penuaan atau relatif meningkat dihubungkan dengan jumlah testosteron yang berkontribusi terhadap hiperplasia prostat. Wilayah prostat, BPH dimulai dengan nodul-nodul kecil dalam transisi wilayah prostat, disebelah uretra. Nodul-nodul dengan glanular ini dibentuk dari jaringan hiperplastilk. Jaringan yang berkembang akan menekan jaringan yang disekitarnya, dan menyebabkan penyempitan uretra. BPH yang menekan atau tidak, dapat menimbulkan gejala. Gejala-gejala tersebut bergantung pada kekuatan kapsul prostat, jika kapsul prostat ini kuat, maka kelenjar akan berkembang sedikit dan menimbulkan obstruksi pada uretra. Penyempitan postrat uretra menyebabkan gejala BPH. Hipertropi otot mengkonpensasi perningkatan. Resisten aliran urin, meskipun akhirnya kompliern bleder menurun dan ketidakstabilan bleder ini dapat menghasilkan gejala BPH. Nokturia, peningkatan urin yang berklebihan pada malam hari, peningkatan frekuensi tersebut dihubungkan dengan BPH. Jika tidak diobati peningkatan tekanan dalam bleder menyebabkan terjadinya refkux urin kedalam ureter, yang disebut fesikouretal reflux. Masalah-masalah ini menjadi dasar terjadinya hidro ureter dan hidronefrosis, yang bisa membahayakan fungsi renal. Komplikasi ini jarang terjadi, karena kebanyakan pria segera mencari pertolongan sebelum gejalanya berkembang.

WOC Hormonal Kelainan degeneratif

5 alfa reduktase

Reseptor androgen

Testoteron

Esterogen

Jangka hidup stroma mjd panjang Hiperplasia Stroma

Gejala Obstruktif

Gejala Iritatif

Terminal Dribling

Tak puas setelah miksi Hesitansi

Intermittency Peningkatan frekuensi miksi Urgency Disuria

Pancaran Lemah

Kateterisasi Retensi urine b.d. obstruksi uretra Nyeri b.d. spasme otot Spincter Resiko infeksi karena kateter

Ansietas Gangguan Eleminasi Urinarius

2.6.

Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) bertujuan untuk menentukan konsistensi system persyarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, antara lain: 1) Derajat I 2) Derajat II 3) Derajat II = beratnya 20 gram. = beratnya antara 20-40 gram. = beratnya > 40 gram

2.6.1. Pemeriksaan Laboratorium 1) Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data besar keadaan umu klien. 2) Pemeriksaan urin lengkap dan kultur 3) PSA (Prostatik Specific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan. 2.6.2. Pemeriiksaan Uroflowmetri Salah satu gejala dar BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter denga penelitian: 1) Flow rate maximal > 15 ml/dtk = non obtruktif 2) Flow rate maximal 10-15 ml/dtk = border line 3) Flow rate maximal < 10 ml/dtk = obstruktif 2.6.3. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik 1) BOF (Buik Overzich): untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang. 2) USG (Ulsanografi): digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transurethral dan supra pubik.

3) IVP(Intra Vena Pyelografy): digunakan untuk melihat ekskresi ginjal dan adanya hidronefritis 4) Pemeriksaan Panendoskop: untuk mengetahui keadaan uretra dan buli-buli.

2.7.

Penatalaksanaan Medis 2.7.1. Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat dilakukan dengan: a. Observasi (Watchfull Waiting) Biasanya dilakukan pada pasein dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberika ialah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat - obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. b. Terapi medikamentosa

Mengharnbat adrenoreseptor Obat- obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin, afluzosin, atau yang lebih selektif (transolusin). Fungsinya untuk menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala- gejala berkurang

Obat anti androgen Penghambat enzim 5- a reduktase obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1,5 mg/ hari, yang berfungsi mengecilkan prostat yang membesar

c. Terapi bedah Penangan untuk tiap pasien berpariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu: Retensio urin berulang, Hematuria, Tanda penurunan fungsi ginjal, ISK berulang, Tanda- tanda obstruksi berat, dan Ada batu saluran kemih Intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi: a) Trans Urethral Resection of the Prostate ( TURP ) TURP merupakan pembedahan BPH yang paling sering dilakukan.

Endoskopi dimasukkan melalui penis (uretra). Keuntungan dari TURP adalah tidak dilakukan sayatan sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi.

88% penderita yang menjalani TURP mengalami perbaikan yang berlangsung selama 10-15 tahun. Impotensi terjadi pada 13,6% penderita dan 1% penderita mengalami inkontinensia urin. b) Trans Urethral Insision of the Prostate ( TUIP ) TUIP menyerupai TURP, tetapi biasanya dilakukan pada penderita yang memiliki prostat relatif kecil. Pada jaringan prostat dibuat sebuah sayatan kecil untuk melebarkan lubang uretra dan lubang pada kandung kemih, sehingga terjadi perbaikan laju aliran air kemih dan gejala berkurang. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan, infeksi, penyempitan uretra dan impotensi

c) Prostatektomi 1) Prostatektomi Suprapubis Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih. 2) Prostatektomi Retropubis Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih. 3) Prostatektomi Peritoneal Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum dan rektum. 4) Prostatektomi Retropubis Radikal Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat. 5) Prostatektomi dengan laser Namun pembedahan tidak mengobati penyebab BPH jadi biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8- 10 tahun kemudian. d) Terapi Invasif Minimal 1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT) Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter. 2) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP) 3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

2.7.2. Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis a. Stadium I Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama. b. Stadium II Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra) c. Stadium III Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal. d. Stadium IV Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka. http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/01/10/benigna-prostathiperplasia-bph/

2.8.

Komplikasi Seiring dengan makin parahnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak di obati, terjadi gagal ginjal (Corwin, Elizabeth J., Buku Saku Patofisiologi Ed. 3, 2009, EGC:Jakarta halm 789)

2.9.

Konsep Askep 2.9.1. Pengkajian a. Biodata Klien Data tentang identitas klien mencakup nama, umur, alaat, agama, pekerjaan dan pihak penanggungjawab klien selama di rumah sakit. b. Riwayat Kesehatan a) Keluhan Utama Keluhan yang paling dirasakan menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan, meliputi: Disuria(nyeri), frekuensi BAK, dan pancaran saat BAK b) Riwayat penyakit sekarang Berupa data yang mencakup penyakit yang baru-baru ini diderita klien, terutama yang berhubungan dengan BPH, umunya klien mengalami masalah saat buang air kecil disertai dengan keluhan yeri di area organ vitalnya c) Riwayat penyakit dahulu Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah mengalami gejala terjadinya BPH. Tanyakan mengenai obat -obat yang bisa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu. d) Riwayat kesehatan keluarga Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta bila ada anggota keluarga meninggal, maka penyebabnya ditanyakan. c. Pola Aktivitas Sehari-Hari

Dijumpainya ketidakmampuan klien melakukan aktivitas seharihari karena mengeluhkan rasa nyeri di daerah organ reproduksinya, sebagai imbasnya tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. d. Pola Psikososial Umunya klien tidak begitu mempedulikan kondisi sosialnya, karena klien lebih fokus untuk beristirahat dengan harapan keluhan yang dialaminya segera sembuh e. Pola Spiritual Pola aktivitas spiritual kilen menjadi terganggu karena klien tidak bisa memenuhi kebutuhan spiritualnya secara optimal f. Pemeriksaan Fisik a) Keadaan umum Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung bisaanya dilakukan dengan tes GCS (Glasscow Comma Scale), dengan kriteria: 15 s/d 12 11 s/d 8 7 s/d 4 3 b) Tanda-Tand Vital TD N RR t : : : : mmHg kali/menit kali/menit
0

= composmentis = somnolen = apatis = coma

c) Pemeriksaan Kepala dan leher 1) Kepala Berupa inspeksi dan palpasi untuk menilai keadaan kepala klien seperti konjungtiva, mukosa bibir, kontribusi rambut klien dan lainnya 2) Leher Untuk menentukan keadaan leher dengan mengamati distensi vena jugularis dan pembesaran kelenjar tiroid-partiroid. d) Pemeriksaan Thoraks Inspeksi: simetris/tidak Palpasi Auskultasi : : adanya nyeri tekan/tidak ada bunyi ronchi/tidak,ada bunyi weizhing/tidak.

e) Pemerikasaan Abdomen Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis dan pyelonefrotis. Pada daerah supra simisfer pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dank lien akan merasa ingin miksi. f) Pemeriksaan Genetalia Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenosis meatus, stirktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan pada bagian skrotum untuk menentukan adanya epididimitis g) Pemeriksaan neurosensori Pada pemeriksaan neurosensori, syaraf yang dijadikan titik utama pemeriksaan antara lain 12 syaraf kranial dan bila perlu pungsi CSS h) Pemeriksaan Integumen Terdiri dari warna, kelembapan suhu, temperatur, turgor lesi atau tidak.

i) Pemeriksaan Muskulokeletal Pada taap pemeriksaan ini, yang diperiksa adalah kekuatan tonus otot.

x x
5 4 = =

x x
normal/kekuatan penuh mampu mengangkat benda namun tidak mampu melawan tahan

Dengan ketentuan nilai pada x:

yang diberikan pemeriksa 3 2 1 0 = = = = mampu mengangkat berlawanan gaya gravitasi hanya mampu bergerak hanya telihat kedutan- kedutan otot paralisis

g. Pemeriksaan Penunjang Dilakukan dengan pemeriksaan Colok Dubur (Rectal Toucher), Pemeriksaan Darah Lengkap, Faal Ginjal, Serum Elektrolit, Pemeriksaan Urin Lengkap dan Kultur, PSA (Prostatik Specific Antigen), Pemeriiksaan Uroflowmetri, BOFBuik Overzich), USG (Ulsanografi), IVP(Intra Vena Pyelografy) maupun Pemeriksaan Panendoskop

2.9.2. Diagnosa 1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot Spincter. 2. Retensi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat. 3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port masuknya mikroorganisme melalui kateterisasi 4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

2.9.3. Intervensi 1. Diagnosa Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat. Kriteria hasil : o Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang. o Pasien dapat beristirahat dengan tenang. Intervensi

Nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10) Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.

Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)

Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)

Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi Lakukan perawatan aseptik terapeutik Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.

2. Diagnosa

Retensi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik

pembesaran prostat. Tujuan : Pasien menunjukkan kontinensia urine: pengenadlian eleminasi urine Eleminasi Urine: kemampuan sistem perkemihan untuk menyaring sisa, menyimpan zat terlarut dan mengumpulakan serta membuang urine dengan pola yang sehat Kriteria Hasil : o Pasien menunjukkan evakuasi kandung kemih dengan prosedur kateetrisasi sendiri yang bersih secara intermiten o Melaporkan penurunan spasme kandung kemih Intervensi :

Kateterisasi urine: pemasukan kateter ke dalam kandung kemih untuk waktu sementara guan mengeluarkan urine

Perawatan retensi urne: bantuan dalam menghilangakn retensi kandung kemih Identifikasi dan dokumentasi pola evakuasi kandung kemih Pantau penggunaan agen yang tidak diresepakn dengan anti kolinergik atau alfa agonis

Pantau asupan dan eleminasi Pantau derajat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi

3. Diagnosa

resiko

infeksi

berhubungan

dengan

port

masuknya

mikroorganisme melalui kateterisasi Tujuan :

Kemampuan yang adekuat menahan antigen internal dan eksternal Tingkat pemahaman mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi Kriteria Hasil : o Pasien menunjukkan pengedalian resiko yang ditunnjukkan oleh indikator. o Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan Intervensi :

Pantau tanda/gejala infeksi misalnya suhu tubhu, denyut jantung, eleminasi, warna urune, lesi, dll)

Kaji faktor yang meningkatkan resiko infeksi. Pantau hasil laboratorium Pantau personal higyne klien

4. Diagnosa Tujuan

Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Pasien tampak rileks. Tindakan untuk mengatasi stressor yang membebani klien Kriteria hasil o Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut. Intervensi Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.

Sediakan pengealihan melalui televisi, permainan yang membuat rileks sesuai usia.

Yakinkan pasien dengan menyentuh, saling memberi empati secara verbal dan non verbal.

Dorong pasien untuk mengekspreikan emosinya serta izinkan pasien utn menangis.

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Hiperplasia prostat jinak juga dikenal sebagai Benign Prostatic Hypertrophy (BPH) adalah diagnosis histologis yang ditandai oleh proliferasi dari elemen seluler prostat. Akumulasi seluler dan pembesaran kelenjar timbul dari proliferasi epitel dan stroma, gangguan diprogram kematian sel 3.2. Saran Pengobatan lainnya yang efektivitasnya masih dalam penelitian adalah hipertermia, terapi laser dan prostatic stents. Jika derajat penyumbatannya masih minimal, bisa dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut (Detters, 2011) : Mandi air panas Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul Melakukan aktivitas seksual seperti biasanya Menghindari alkohol Menghindari asupan cairan yang berlebihan (terutama pada malam hari) Untuk mengurangi nocturia, sebaiknya kurangi asupan cairan beberapa jam sebelum tidur Penderita BPH sebaiknya menghindari pemakaian obat yang mengandung dekongestan karena bisa meningkatkan gejala BPH.

DAFTAR PUSTAKA http://binbask.blogspot.com/2013/01/askep-bph-benigna-prostat-hiperplasia.html http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/01/10/benigna-prostat-hiperplasiabph/ http://nadya-mynewworld.blogspot.com/2011/07/pembesaran-prostat-jinak-ataubenign.html http://binbask.blogspot.com/2013/01/askep-bph-benigna-prostat-hiperplasia.html

You might also like