You are on page 1of 8

Diskrepansi total terdiri atas 5 bagian, yaitu diskrepansi model, analisis sefalometri, kehilangan penjangkaran, tipe profil, dan

kurva spee. 1. Diskrepansi Model Diskrepansi pada model adalah perbedaan antara tempat yang tersedia (avalaible space) dengan tempat yang dibutuhkan (required space). Diskrepansi pada model digunakan untuk menentukan macam perawatan, dimana macam perawatan pada bidang ortodonti meliputi ekstraksi gigi, atau non ekstraksi. Dan untuk mengetahui dikrepansi pada model, perlu diketahui tempat yang tersedia dan tempat yang dibutuhkan. Tempat yang tersedia adalah tempat di sebelah mesial molar pertama permanen kiri sampai mesial molar pertama permanen kanan yang akan ditempati gigi-gigi premolar, kaninus, dan insisif dalam kedudukan dan letak lengkung yang benar. Ada dua macam cara untuk untuk mengukur tempat yang tersedia, yaitu: a. Menggunakan Kawat Tembaga (Brass Wire) Salah satu cara untuk mengukur tempat yang tersedia adalah dengan membuat lengkungan dari kawat mulai dari mesial molar pertama permanen kiri melewati fisura gigi-gigi di depannya terus melewati insisal insisif yang letaknya benar, kemudian melewati fisura gigi-gigi posterior di depannya hingga mesial molar pertama permanen di sisi kanan. Setelah membuat lengkungan, kawat diluruskan kemudian diukur panjangnya dengan menggunakan penggaris. Pengukuran tersebut merupakan pengukuran tempat yang tersedia pada rahang atas. Untuk rahang bawah, lengkung kawat tidak melewati gigi posterior, tetapi melewati tonjol bukal gigi posterior rahang bawah. b. Menggunakan Jangka Cara lain untuk mengukur tempat yang tersedia adalah dengan membagi lengkung geligi menjadi beberapa segmen. Biasanya dari mesial molar pertama permanen kiri sampai dengan mesial kaninus kiri, dari mesial kaninus kiri sampai mesial insisif sentral, dari mesial insisif sentral sampai distal kaninus kanan, dari distal kaninus kanan sampai mesial molar pertama permanen kanan. Masing-

masing segmen diukur dengan membentangkan jangka, kemudian lebar dua sisi jangka yang terbuka dihitung dengan menggunakan penggaris lalu dijumlahkan. Setelah dilakukan pengukuran tempat yang tersedia, juga dilakukan pengukuran tempat yang dibutuhkan. Tempat yang dibutuhkan adalah jumlah lebar mesiodistal gigi-gigi permanen di sebelah mesial molar pertama permanen kiri sampai molar pertama permanen kanan, yang berarti jumah lebar mesiodistal gigi-gigi yang diukur adalah gigi-gigi premolar, kaninus, dan insisif. Untuk mendapatkan tempat yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pada pasien dengan fase geligi permanen, dilakukan pengukuran lebar mesiodistal gigi premolar kedua kiri sampai premolar kedua kanan pada model studi, kemudian dijumlahkan. Pengukuran lebar mesiodistal gigi juga dapat dipakai untuk menilai apakah lebar gigi normal, atau terdapat kelainan gigi makrodonsia ataupun mikrodonsia. Jumlah lebar keempat insisif atas permanen yang normal adalah antara 28 mm sampai dengan 36 mm. Namun, bisa saja jumlah keempat gigi normal tetapi ukuran masingmasing gigi tidak normal. Misalnya insisif sentral ukurannya melebihi normal, sedangkan insisif lateral ukurannya lebih kecil daripada normal. Oleh karena itu, penting dilakukan pengukuran lebar mesiodistal masing-masing gigi. Pada pasien dalam fase geligi pergantian, ada 2 cara untuk mengukur tempat yang dibutuhkan, yaitu: a. Menggunakan Foto Rontgen Metode yang dilakukan adalah dengan mengukur pada model gigi-gigi permanen yang telah erupsi, sedangkan gigi-gigi yang belum erupsi (benih gigi) diukur pada foto rontgen. Cara ini memiliki kelemahan, karena gambaran pada foto rontgen dapat mengalami distorsi, bisa bertambah panjang atau bertambah pendek. Untuk mengatasi keadaan ini, dapat dilakukan perhitungan agar didapat ukuran benih gigi yang tepat. Rumus untuk menghitung lebar benih gigi adalah: ukuran gigi sulung pada model = ukuran benih gigi sesungguhnya ukuran gigi sulung pada foto ukuran benih gigi pada foto

b. Menggunakan Tabel Cara lain untuk mengetahui lebar benih gigi adalah dengan menghitung jumlah keempat lebar mesiodistal insisif rahang bawah permanen pada model, jumlah yang didapatkan kemudian dicocokkan dengan tabel yang ada sesuai dengan ras masing-masing pasien. Di Indonesia, tabel yang biasa digunakan sebagai patokan pengukuran adalah tabel sitepu. Setelah dicocokkan dengan tabel, maka akan didapatkan jumlah perkiraan gigi kaninus, dan kedua premolar pada rahang bawah dan rahang atas di satu sisi. Untuk menghitung jumlah yang dibutuhkan pada rahang bawah, jumlah keempat lebar mesiodistal insisif rahang bawah permanen pada model ditambahkan dengan jumlah perkiraan gigi kaninus, dan kedua premolar rahang bawah pada tabel dikali dua. Maka akan didapatkan tempat yang dibutuhkan pada rahang bawah. Sedangkan untuk menghitung jumlah yang dibutuhkan pada rahang atas, jumlah keempat lebar mesiodistal insisif rahang atas permanen pada model ditambahkan dengan jumlah perkiraan gigi kaninus, dan kedua premolar rahang atas pada tabel dikali dua. Maka akan didapatkan tempat yang dibutuhkan pada rahang atas. Setelah didapatkan data tempat yang tersedia dengan tempat yang dibutuhkan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan. Tempat yang tersedia dikurangi dengan tempat yang dibutuhkan. Apabila didapatkan kekurangan tempat 4 mm, maka tidak perlu dilakukan ekstraksi gigi permanen. Apabila didapatkan kekurangan tempat 5-9 mm, maka dapat dilakukan ekstraksi atau non ekstraksi dengan mempertimbangkan faktor-faktor tertentu. Sedangkan apabila didapatkan kekurangan tempat 4 mm, maka perlu dilakukan ekstraksi gigi permanen, biasanya premolar. 2. Analisis Sefalometri Analisis sefalometri digunakan untuk: a. Mengetahui pertumbuhan skeletal dengan menganalisis sumbu pertumbuhan b. Diagnosis sefalometri dengan analisis skeletal c. Perencanaan perawatan dengan analisis dental d. Hasil perawatan e. Stabilitas hasil perawatan.

Analisis Dental Menggunakan acuan gigi-gigi insisif. Pada rahang atas menggunakan sudut perpotongan garis sumbu insisif rahang atas (dari insisal sampai apeks) dengan garis SN, PO, dan garis maksila (PNS-ANS). Masing-masing mempunyai besar sudut berturut-turut 1170 1140 1110 (menurut penelitian rerata masyarakat di Surabaya). Pada rahang bawah menggunakan sudut perpotongan garis sumbu insisif rahang bawah (dari insisal sampai apeks) dengan garis GoGn atau garis mandibula. Masingmasing mempunyai besar sudut berturut-turut 980 950. Lihat gambar dibawah ini.

Gambar 1. Analisis dental rahang atas, perpotongan sumbu gigi insisif rahang atas dengan garis SN, PO, PNS dan ANS. Perpotongan sumbu gigi insisif rahang bawah dengan garis GoGn atau garis mandibula. 3. Kehilangan Penjangkaran Pergerakan sebuah gigi maupun sekelompok gigi secara ortodonti terjadi akibat penerapan gaya yang disalurkan oleh komponen aktif, seperti pegas, busur kawat, elastik, atau sekrup ekspansi. Ketika gigi-gigi digerakkan maka gaya reaksi akan disalurkan melalui alat sehingga cenderung menghasilkan pergerakan gigi-gigi lain ke arah yang berlawanan (Gambar 2). Keadaan ini sesuai dengan Hukum Newton

ke-3 yang mengatakan bahwa setiap aksi menghasilkan reaksi yang besarnya sama dan berlawanan arah. Oleh karena itu diperlukan sebuah solusi agar dapat menghindari efek merugikan dari gaya-gaya yang berlawanan tersebut. Karena tujuan yang diharapkan dari suatu perawatan adalah menggerakkan gigi yang dikehendaki sementara struktur lain tidak bergerak.

Gambar 2. Penjangkaran berhubungan dengan jumlah gigi yang digerakkan. A) Menggerakkan sebuah gigi menghasilkan penjangkaran yang memuaskan. B) Jika 13 dan 23 diretraksi mengakibatkan gigi penjangkar bergerak ke depan. C) Jika 14, 13, 23, 24 diretraksi bersama-sama, jumlah gigi yang digerakkan lebih besar dibandingkan gigi penjangkarnya, maka penjangkaran tidak akan kuat, kemungkinan terjadi anchorage loss (Laviana, 2008). Penyebab Kehilangan Penjangkaran a. Dari operator Kehilangan penjangkaran bisa disebabkan oleh kesalahan operator, seperti misalnya: Kesalahan dalam menentukan desain alat ortodonsi lepasan. Kesalahan dalam menentukan besar gaya yang diberikan pada gigi penjangkar. Beban yang diberikan pada gigi penjangkar tersebut lebih besar dari beban optimal yang bisa ditahan oleh gigi penjangkar tersebut, sehingga menyebabkan gigi penjangkar tersebut bergerak ke mesial karena beban yang berlebihan tersebut. Kesalahan dalam menentukan jumlah gigi yang akan digerakkan dan seberapa besar gigi tersebut akan digerakkan. Normalnya, dalam satu

kuadran hanya boleh menggerakkan satu sampai dua gigi dengan pergerakkan maksimal 2 mm. Sehingga pergerakkan beberapa gigi yang melebihi normal dapat memungkinkan terjadinya kehilangan penjangkaran pada gigi penjangkar. b. Dari pasien Penggunaan alat ortodonsi lepasan ini membutuhkan kesadaran dan kekooperatifan yang tinggi dari pasien, sehingga pasien tersebut dapat kontrol tepat pada waktu yang telah dijanjikan oleh operator dan pasien. Pasien yang jarang mengontrol pergerakan giginya, akan memperbesar kemungkinan terjadinya anchorage loss atau kehilangan penjangkaran. Sehingga, sebelum pasien memutuskan untuk memasang alat ortodonsi lepasan, sebaiknya pasien yang diberikan pengarahan terlebih dahulu agar mampu kooperatif selama masa perawatan. Akibat Kehilangan Penjangkaran Ada beberapa akibat kehilangan penjangkaran, antara lain: a. Tempat yang tersedia berkurang b. Gigi penjangkar tidak memiliki gaya reaksi dari aksi terhadap alat aktif c. Masih terdapat maloklusi bahkan maloklusi semakin parah. 4. Tipe Profil Pemeriksaan profil secara teliti akan memberikan kesan yang hampir seperti pada pemeriksaan sefalogram lateral. Jika terdapat kecembungan atau kecekungan, berarti menunjukkan adanya disproporsi tulang. Pemeriksaan ini dapat dilihat dari kedudukan pasien dengan keadaan natural head (NHP) dengan pandangan mata ditujukan ke titik yang jauh. Terdapat tiga tipe profi, yaitu lurus, cembung yang menunjukkan maloklusi klas II oleh karena rahang atas lebih ke anterior dan mandibula lebih ke posterior, dan cekung yang menunjukkan maloklusi klas III oleh karena rahang atas lebih ke posterior dan mandibula lebih ke anterior. Tujuan Pemeriksaan Tipe Profil

a. Menentukan posisi rahang dalam arah sagital Pada orang yang memiliki tipe profil lurus, tidak terdapat masalah apakah garis tersebut condong ke anterior atau ke posterior. Hal ini sering dikaitkan dengan ras. Orang eropa timur cenderung memiliki tipe profil lurus. Sedangkan ras deutro-melayu cenderung memiliki tipe profil cembung. b. Evaluasi bibir dan letak gigi insisif Melalui pemeriksaan ini dapat diketahui apakah posisi gigi insisif retrusi atau protrusi. Gigi insisif lebih sering mengalami protrusi daripada retrusi. Gigi insisif yang mengalami protrusi akan menempati tempat yang lebih besar sehingga letak berdesakan lebih kecil daripada yang tegak atau retrusi. Pada kasus yang ekstrim, gigi yang sangat protrusi dapat mempengaruhi letak dan fungsi bibir sehingga disebut protrusi dentoalveolar bimaxilla dimana gigi rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan protrusi. Keadaan tersebut dapat menyebabkan bibir menjadi cembung, serta dalam keadaan istirahat terdapat celah antara bibir atas dan bawah lebih dari 4 mm atau lebih dikenal dengan istilah lip incompetence. c. Evaluasi proporsi wajah dalam arah vertikal dan sudut mandibula Hal ini dapat dilihat pemeriksaan wajah dari depan, akan tetapi informasi yang lebih akurat dapat diperoleh melalui pemeriksaan tipe profil. 5. Curve of Spee (Kurva Spee) Kurva spee merupakan garis imaginer dari oklusal molar rahang bawah ke insisal edge insisif sentral rahang bawah pada model studi dari arah sagital. Pengukuran curve of spee hanya dilakukan pada rahang bawah. Tujuannya adalah untuk mengetahui keberadaan gigi-gigi yang supraposisi atau infraposisi. Cara pengukurannya dengan mengamati model dari arah sagital kemudian menarik garis imaginer dari bidang oklusal gigi molar paling belakang (pada umumnya digunakan oklusal cusp gigi molar pertama) ke ujung insisal insisif sentral.

Gambar 3. Cara mengukur curve of spee Dari hasil pengukuran akan didapat 3 kemungkinan: a. Curve of spee flat (datar), apabila garis membentuk garis lurus. Keadaan normal, tidak terdapat gigi yang malposisi. b. Curve of spee positif (cekung), apabila garis imaginer berbentuk cekung yang menandakan adanya gigi yang supraposisi atau infraposisi. Apabila dilakukan perawatan dengan meratakan gigi yang membentuk kurva spee positif akan didapat gigi yang berdesakan karena kurangnya tempat yang tersedia. c. Curve of spee negative (cembung), apabila garis imaginer membentuk garis cembung dan dimungkinkan terdapat gigi supra atau infra posisi. Apabila dilakukan pemerataan oklusal gigi akan di dapat ruang (diastema) karena kelebihan tempat.

You might also like