You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM TYPHOID

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Clinical Study 2

Oleh :

Hendra Dwi Cahyono

105070201111016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014

1. Definisi Demam Tifoid adalah penyakit sistematik yang disebabkan oleh bakteri ditandai dengan demam insidious yang berlangsung lama, sakit kepala, badan lemah, anoreksis, bradikardi relative, serta splenomegaly (james Chin, 2006) Demam tifoid adalah suatu infeksi bakterial pada manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi ditandai dengan demam berkepanjangan,

nyeri perut, diare, delirium, bercak rose, splenomegali serta kadang-kadang disertai komplikasi perdarahan dan perforasi usus (Soegijanto, S. 2002) Demam Tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhy (S typhy) atau Salmonella paratyphi ( S paratyphi ) yang masuk kedalam tubuh manusia. Dan merupakan kelompok penyakit yng mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkn wabah (Djoko Widodo, 2006). Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005). Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gangguan pada sistem saraf pusat (sakit kepala, kejang dan gangguan kesadaran). Menurut Butler dalam Soegijanto, S (2002) 2. Etiologi dan faktor resiko Etiologi Adapun penyebab dari penyakit demam tifoid ini adalah Bakteri Salmonella Typhi (S Typhi) dan Salmonella Parathyphi. (James Chin, MD, 2006). Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi, s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cenderung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain. (Ashkenazi et al, 2002)

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Bakteri tersebut termasuk famili Enterobacteriaceae dari genusSalmonella. Salmonella typhi merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora, motil, berflagella (bergerak dengan rambut getar), dan berkapsul. Bakteri ini tahan

pada pembekuan selama beberapa minggu, namun mati pada pemanasan dengan suhu 54,4C selama 1 jam dan 60C selama 15 menit. (Tumbelaka, A.R., 2003) Faktor-faktor yang Mempengaruhi a) Faktor Host Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan Salmonella typhi, melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita demam tifoid atau carrier kronis. Transmisi bakteri terjadi dengan cara menelan makanan atau air yang terkontaminasi feses manusia yang terinfeksi Salmonella typhi. Selain itu, transmisi kongenital dapat terjadi secara transplasental dari seorang ibu yang mengalami bakteriemia (beredarnya bakteri dalam darah) kepada bayi dalam kandungan, atau tertular pada saat dilahirkan oleh seorang ibu yang merupakan carrier demam tifoid dengan rute fekal oral. Seseorang yang telah terinfeksi Salmonella typhi dapat menjadi carrier kronis dan

mengekskresikan bakteri selama beberapa tahun.(Soegijanto, S. 2002) b) Faktor Agent Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini hanya dapat hidup dan menginfeksi tubuh manusia. (Soegijanto, S., 2002). Untuk

menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhi sebanyak 105-109 yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Jumlah Salmonella typhi yang tertelan akan mempengaruhi masa inkubasinya, dimana semakin banyak Salmonella typhi yang masuk ke dalam tubuh, maka semakin singkat masa inkubasi demam tifoid. (Tumbelaka, A.R., 2003) c) Faktor Environment Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dan standar higiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid dari segi sosial adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sanitasi dan higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Soegijanto, S. 2002). 3. Manifestasi klinis Gejala demam tifoid yang timbul sangat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke

waktu. Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian.( Juwono, R., 1996) Adapun gejala klinis demam tifoid biasanya didahului dengan gejala demam yang merupakan gejala utama demam tifoid, sakit kepala, sakit perut, badan lesu, anoreksia (tidak nafsu makan), mual, muntah, dan dapat juga disertai dengan batuk( Juwono, R., 1996). Dalam minggu pertama, suhu tubuh meningkat,berangsur dari suhu normal sampai mencapai 38atau 40C. Suhu tubuh lebih tinggi pada sore dan malam hari dibanding pada pagi hari. Biasanya ditemukan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal, bahkan dapat terjadi diare. Timbul bercak rose (bercak-bercak merah) di dada dan perut yang akan menghilang dalam 2-3 hari (Hassan, R., dkk, 2005) Pada minggu kedua, gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif ( perlambatan relatif nadi penderita). Bibir kering dan pecah-pecah, kemudian lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepi lidah kemerahan, hepatomegali (pembesaran hati), splenomegali (pembesaran limpa), meteorismus (keadaan perut kembung) dan dapat terjadi gangguan kesadaran seperti apatis maupun delirium. Dalam minggu ketiga, suhu tubuh berangsurangsur turun dan normal kembali. Hal ini terjadi jika penderita tidak mengalami komplikasi. Meskipun demikian, pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung terjadi apabila usus mengalami nekrosis dan ulserasi (Tim Mikrobiologi FK Unibraw, 2003). Masa tunas demam Tifoid berlangsung antara 10 -14 hari gejala gejala klinis yang timbul sangat bervriasi dari ringan samapai dengan berat. Pada minggu I ditemukan gejala klinis dan keluhan demam tifoid seperti : Demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, dan epistaksisPada pemeriksaan fisik biasanya hnya ditemukan peningkatan suhu tubuh, sifat demam adalah meningkat perlahan lahan, dan terutama pada sore hari hingga malam hari.

Pada minggu ke II di temukan gejala gejala yang lebih jelas seperti : Demam,bradikardi, lidah berselaput (kotor dibagian tengah tepi dan ujung merah), hepatomegaly, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa : Salmonella, stuporkoma, delirium atau psikosis (Djoko Widodo 2006)

4. Patofisiologi Proses perjalanan penyakit Masa inkubasi demam tifoid berlangsung 10 20 hari. Masa inkubasi penyakit ini bergantung pada jumlah bakteri yang tertelan dan faktor host (keadaan umum, status gizi dan status imunologis penderita). (Prodia, 2006) Adapun patogenesis demam tifoid secara garis besar terdiri dari tiga proses, yaitu proses invasi bakteri Salmonella typhi ke dinding sel epitel usus, proses kemampuan hidup dalam makrofag dan proses berkembangbiaknya bakteri dalam makrofag. Akan tetapi tubuh mempunyai beberapa mekanisme pertahanan untuk melawan dan membunuh bakteri patogen ini, yaitu dengan adanya mekanisme pertahanan non spesifik di saluran pencernaan baik secara kimiawi maupun fisik dan mekanisme pertahanan yang spesifik yaitu kekebalan tubuh humoral dan selular. (Tumbelaka, A.R., 2003) Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah bakteri sampai di lambung, maka mula-mula timbulusaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. Kemampuan bakteri untuk dapat melewati barier asam lambung dipengaruhi oleh jumlah bakteri yang masuk dan kondisi asam lambung (Tumbelaka, A.R., 2003). Keadaan asam lambung dapat menghambat multiplikasi Salmonella typhi dan pada pH 2,0 sebagian besar bakteri akan terbunuh dengan cepat dan sebagian bakteri lain yang tidak mati akan mencapai usus halus yang memiliki mekanisme pertahanan lokal berupa motilitas dan flora normal usus, dimana tubuh berusaha mengeluarkan bakteri dengan usaha pertahanan tubuh non spesifik yaitu oleh kekuatan peristaltik usus. Selain itu, adanya bakteri anaerob di usus juga akan menghalangi pertumbuhan bakteri dengan pembentukan asam lemak rantai pendek yang akan menimbulkan asam. Bila bakteri berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di usus halus, maka bakteri akan

melekat pada permukaan usus. Setelah menembus epitel usus, bakteri akan masuk ke dalam kripti lamina propria, kemudian berkembang biak dan selanjutnya akan difagositosis oleh monosit dan makrofag, namun demikian Salmonella typhi dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam fagosit karena adanya perlindungan oleh kapsul bakteri (Tumbelaka, A.R., 2003). Bakteri masuk ke dalam peredaran darah melalui pembuluh limfe usus halus hingga mencapai organ hati dan limpa. Bakteri yang tidak dihancurkan akan berkembang biak di dalam hati dan limpa, sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian bakteri masuk kembali ke dalam darah (bakteriemia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas nodus peyer.Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam pada demam tifoid disebabkan Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang (Hassan, R., dkk, 2005)

A. Pathway

Salmonella Thyposa Saluran pencernaan

Lolos dari asam lambung Usus halus

Dimusnahkan oleh lambung

Jaringan limfoid

Otak SSP

Aliran darah Seluruh Tubuh Mengeluarkan endotoksin

Kel. Limfoid Usus Halus

Masuk retikuloendotelial

Merangsang pusat muntah di medulla oblongata

Nekrosis usus halus Ulkus di Plak Peyeri

Masuk limfa dan hati Pembesaran hati dan limfa Nyeri perabaan kuadran atas

Pelepasan mediator inflamasi

Motilitas usus terganggu Suhu Tubuh Hipertermia

Nyeri kepala
Gg. Rasa nyaman nyeri kepala Peristaltik usus Konstipasi Peristaltik usus

Diare Kekurangan cairan dan elektrolit

Gg. Rasa nyaman nyeri perut

Mual

Muntah

Anoreksia

Kelemahan

Bedrest Total Defisit Perawatan Diri (Oral hygine)

Dehidrasi

Gg. Pemenuhan Nutrisi

Defisit volume cairan dan elektrolit

Bibir kering dan pecah-pecah

Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue)

Napas berbau tidak sedap

5. Pemeriksaan penunjang Ada dua cara utama untuk mendiagnosis demam tifoid yaitu secara klinis dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala klinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid (Soegijanto, S., 2002) a) Pemeriksaan Darah Tepi Diagnosis demam tifoid melalui pemeriksaan darah tepi akan mendapatkan gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Di samping itu, pada pemeriksaan ini kemungkinan terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana, akan tetapi berguna untuk membantu diagnosis (Hassan, R. 2005) b) Pemeriksaan Bakteriologis Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri Salmonella typhi dalam biakan dari darah, urin, feses, dan sumsum tulang. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah penderita pada minggu pertama sakit, dengan hasil positif 70-90% dari penderita, sedangkan biakan sumsum tulang memberikan hasil positif pada 80-95% penderita, selama perjalanan penyakit dan hilang pada fase penyembuhan. Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) sampai minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan, sedangkan biakan urin memberikan hasil positif setelah minggu pertama sakit (Prasetyo R. 2004). Hasil biakan yang positif memastikan diagnosis demam tifoid, akan tetapi hasil biakan negatif tidak mengenyampingkan diagnosis demam tifoid, karena hasilnya bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan yaitu jumlah darah yang diambil, perbandingan volume darah dengan media empedu dan waktu pengambilan darah. Media pembiakan yang direkomendasikan untuk Salmonella typhi adalah media empedu (Gall) dari sapi, dimana media ini dapat meningkatkan positifitas hasil karena hanya Salmonella typhi yang dapat tumbuh pada media tersebut. (Prasetyo R. 2004). c) Pemeriksaan Serologis

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen Salmonella typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Uji Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid. (Juwono, R., 1996). Dari ketiga aglutinin ( aglutinin O, H dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.

Interpretasi hasil uji widal adalah sebagai berikut : (Tim Mikrobiologi FK Unibraw, 2003). titer O yang tinggi (160) menunjukkan adanya infeksi akut. titer H yang tinggi (160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) (Handojo, I., 2004) Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap Salmonella typhi Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai mumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai. Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urin) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA.

6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif meliputi istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi).Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat

penyembuhan.Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau

kurag lebih selama 14 hari.Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. (Mansjoer, 2001) Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien.Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman.Juga perlu diberikan vitamin dan mineral untuk mendukung keadaan umum pasien. (Mansjoer, 2001) Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan.Kortikosteroid perlu diberikan pada renjatan septik. (Mansjoer, 2001)

Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu : Perawatan, Diet dan Obat-obatan. a) Perawatan Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan.Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadangkadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih. b) Diet Dimasa lampau, pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien.Karena ada pendapat bahwa usus perlu diistirahatkan.Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid. c) Obat Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah : a. Kloramfenikol b. Thiamfenikol c. Ko-trimoksazol d. Ampisillin dan Amoksisilin e. Sefalosporin generasi ketiga f. Fluorokinolon. Obat-obat simptomatik : a. Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin).

b. Kortikosteroid (tapering off Selama 5 hari). Vitamin B komp.Dan C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler. 7. Komplikasi Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu : Komplikasi Intestinal16 a) Perdarahan Usus Terjadi pada 15% kasus, 25% diantaranya merupakan perdarahan ringan dan tidak perlu ditransfusi. Perdarahan berat dapat menyebabkan syok, tetapi biasanya sembuh dengan sendirinya tanpa pembedahan. b) Perforasi Usus Perforasi usus merupakan komplikasi pada 1-5% penderita yang dirawat, biasanya terjadi pada minggu ketiga, tetapi dapat terjadi selama masa sakit. Perforasi menyebabkan tekanan darah turun, nadi bertambah cepat, dan timbul nyeri hebat. Komplikasi Ekstraintestinal a) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis dan tromboflebitis b) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia atau Disseminated

Intravascular Coagulation ( DIC) dan sindrom uremia hemolitik. c) Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis. d) Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolesistitis. e) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. f) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondalitis dan arthritis

g) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer dan sindrom katatonia 8. Asuhan keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada Demam tifoid dibuat berdasarkan manifestasi klinik yang ada, lalu dimodifikasi kepermasalahan penyakit pencernaan yang sesuai menurut Marylin E Dongoes ( 2000 ) adalah sebagai berikut :

I.

Pengkajian o o Riwayat : makanan atau minuman yang terkontaminasi. Gastrointestinal : awal mual dan muntah, nyeri abdomen dan diare, distensi abdomen, pembesaran limpa.

o o o o o o

Suhu tubuh : pada fase akut demam 39-400C, meningkat hingga 410C. Kulit : rose spot dimana hilang dengan tekanan, ditemukan pada dada, perut setelah minggu pertama. Neurologis : delirium hingga stupor, perubahan kepribadian, katatonia, aphasia. Pernapasan : batuk non produktif. Muskuloskeletal : nyeri sendi Kardiovaskuler : takikardi, hipotensi, dan shock jika perdarahan, infeksi senkunder atau septikemia.

Diagnosa keperawwatan

1) Peningkatan

suhu

tubuh

(hipertermia)

berhubungan

dengan

gangguan

hipothalamus oleh pirogen endogen 2) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat (anoreksia) 3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh behubungan dengan diare dan muntah

Daftar Pustaka

Crump, J.A., dkk, 2004. The Global Burden of Typhoid Fever. Buletin WHO. Depkes RI, 2006. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2006. Soegijanto, S., 2002. Demam Tifoid. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Edisi Penatalaksanaannya. Edisi Pertama. Salemba Medika. Jakarta Tumbelaka, A.R., 2003. Tata laksana Demam Tifoid Pada Anak. Pediatrics Update. Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia FKUI. Jakarta. Handojo, I., 2004. Imunoasai Untuk Demam Tifoid. Imunoasai Terapan pada Beberapa Penyakit Infeksi Cetakan Pertama. Airlangga Universitty Press. Surabaya. Hassan, R., dkk, 2005. Tifus Abdominalis. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Cetakan kesebelas. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta. Prodia, 2006. Pemeriksaan Anti Salmonella Typhi IgM untuk Diagnosis Demam Tifoid. Buletin Prodia. Jakarta. Juwono, R., 1996. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Tim Mikrobiologi FK Unibraw, 2003. Bakteriologi Medik. Edisi pertama, Cetakan pertama. Bayumedia Publishing. Malang. Prasetyo R.V. dan Ismoedijanto, 2004. Metode Diagnostik Demam Tifoid pada Anak www.library.unair.ac.id Mansjoer, A., dkk, 2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga. Media Aesculapius FKUI. Jakarta.

You might also like