You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indera penglihatan manusia adalah mata. Kita dapat melihat dan mengenal suatu benda yang kita lihat karena adanya kerjasama antara mata dan otak. Rangsangan yang terjadi dibagian mata akan diteruskan ke otak. Di sini otak mengelola dan menerjemahkan informasi yang diterima sehingga menghasilkan suatu perwujudan penglihatan. Mata merupakan salah satu panca indra yang sangat penting, sesuai dengan kata pepatah satu kali melihat adalah lebih berharga dari seratus kali mendengar. Dengan mata kita dapat melaksanakan segala aktivitas dengan baik. Kelainan pada mata berakibat gangguan kosmetik dan gangguan penglihatan. Bagi siswa akan mempengaruhi kegiatan belajar, mempengaruhi kinerja seseorang dalam pekerjaannya, bahkan dapat berakibat fatal. Salah satu kelaian mata adalah Miopia. Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina. Miopia merupakan kelainan yang diturunkan dan seringkali ditemukan pada anak-anak ketika mereka berusia 8-12 Tahun, Antara usia 13-19 tahun, ketika tubuh mengalami pertumbuhan yang pesat, miopia semakin memburuk. Antara usia 20-40 tahun, biasanya terjadi sedikit perubahan. Pada kelainan miopia penderita akan mengalami keluhan utamanya adalah jika untuk melihat jauh kabur akan tetapi untuk melihat dekat lebih jelas, adapun keluhan yang lainnya kadang disertai pusing tidak begitu dirasakan kecuali power dioptri (ukuran) mata kanan dan mata kiri berbeda, dan tidak nyaman ketika melihat obyek. Kelainan miopia dapat dialami oleh anak-anak, orang dewasa, ataupun orang yang sudah tua. Ratio kelainan ini cenderung lebih banyak dibanding orang yang menderita kelainan refraksi lainnya.

1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui patofisiologi, gambaran klinis, dam terapi miopia. 1.3 Batasan Masalah Referat ini membahas secara ringkas tentang patofisiologi, gambaran klinis, dam terapi miopia. 1.4 Metode Penulisan Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada beberapa literatur.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Miopia adalah bayangan dari benda yang terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi.1 Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari bahasa yunani muopia yang memiliki arti menutup mata. Miopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya adalah "nearsightedness.2 Miopia atau biasa juga disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung.3 Miopia merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tidak terhingga difokuskan di depan retina.4 Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada satu titik di depan retina.5

2.2 Anatomi .

Gambar 1. Anatomi bola mata Bola mata bentuknya menyerupai kistik yang dipertahankan oleh adanya tekanan didalamnya. Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau globe namun bentuknya tidak bulat sempurna. 7 Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata, otot-otot ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita berbentuk menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada daerah apeks dan optik kanal.7

2.3 Fisiologi penglihatan normal Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama, pembiasan sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aqueous , lensa, dan humor vitreus. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk melindungi mata dari
4

paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.8 Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Mata memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah-ubah (pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film. Susunan lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi: (1) perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara, (2) perbatasan antara permukaan posterior kornea dan udara, (3) perbatasan antara humor aqueous dan permukaan anterior lensa kristalinaa, dan (4) perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous. Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias udara adalah 1, kornea 1.38, humor aqueous 1.33, lensa kristalinaa (rata-rata) 1.40, dan humor vitreous 1.34.9 Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan bayangan sebagai sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat sederhana dan skemanya sering disebut sebagai reduced eye. Skema ini sangat berguna untuk perhitungan sederhana. Pada reduced eye dibayangkan hanya terdapat satu lensa dengan titik pusat 17 mm di depan retina, dan mempunyai daya bias total 59 dioptri pada saat mata melihat jauh. Daya bias mata bukan dihasilkan oleh lensa kristalinaa melainkan oleh permukaan anterior kornea. Alasan utama dari pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh berbeda dari indeks bias udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang secara normal bersinggungan dengan cairan disetiap permukaannya, memiliki daya bias total hanya 20 dioptri, yaitu kira-kira sepertiga dari daya bias total susunan lensa mata. Bila lensa ini diambil dari mata dan kemudian lingkungannya adalah udara, maka daya biasnya akan menjadi 6 kali lipat. Sebab dari perbedaan ini ialah karena cairan yang mengelilingi lensa mempunyai indeks bias yang tidak jauh berbeda dari indeks bias lensa. Namun lensa kristalinaa adalah penting karena lengkung permukaannya dapat mencembung sehingga memungkinkan terjadinya akomodasi.9 Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan oleh lensa kaca pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat membentuk bayangan di retina. Bayangan ini terbalik dari benda aslinya, namun demikian presepsi otak terhadap benda tetap dalam keadaan

tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.9

Gambar 2. Indeks bias

2.4 Penglihatan pada miopia Miopia adalah kondisi di mana sinar - sinar sejajar yang masuk ke bola mata titik fokusnya jatuh di depan retina. 8 Kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina

Gambar 3. Miopia
6

2.5 Epidemiologi Miopia memiliki insiden 2,1% di Amerika Serikat dan peringkat ke tujuh yang menyebabkan kebutaan, serta tampak memiliki predileksi tinggi pada keturunan Cina, Yahudi, dan Jepang. Angka kejadiannya lebih sering 2 kali lipat pada perempuan dibanding laki-laki. Keturunan kulit hitam biasanya bebas dari kelainan ini.2 Menurut National Eye Institute Study, miopia merupakan penyebab kelima tersering yang mengganggu penglihatan dan merupakan penyebab kutujuh yang tersering kebutaan di Amerika Serikat, sedangkan di Inggris merupakan penyebab kebutaan tersering .2

2.6 Etiologi Miopia tinggi dapat diturunkan, baik secara autosomal dominan maupun autosomal resesif. Penurunan secara sex linked sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada miopia yang berhubungan dengan penyakit mata lain atau penyakit sistemik. Pada ras oriental, kebanyakan miopia tinggi diturunkan secara autosomal resesif.2

2.7 Patogenesis Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya, tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme patogenesis terhadap elongasi berlebihan pada miopia.2,3 Menurut tahanan sklera
7

Mesadermal

Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat mengakibatkan elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan hal ini, dimana pembuangan sebahagian masenkhim sklera dari perkembangan ayam menyebabkan ektasia daerah ini, karena perubahan tekanan dinding okular. Dalam keadaan normal sklera posterior merupakan jaringan terakhir yang berkembang. Keterlambatan pertumbuhan strategis ini menyebabkan kongenital ektasia pada area ini. Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari bundle serat kolagen, hal ini terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya. Bundle serat terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada zona ora equatorial. Bidang sklera anterior merupakan area crosectional yang kurang dapat diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test bidang ini ditekan sampai 7,5 g/mm2. Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari stress ekstensi pada sklera posterior ditemukan 4 x dari pada bidang anterior dan equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kirakira 2 x lebih diperluas. Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan dengan hilangnya luasnya bundle serat sudut jala yang terlihat pada sklera posterior. Struktur serat kolagen abnormal terlihat pada kulit pasien dengan Ehlers-Danlos yang merupakan penyakit kalogen sistematik yang berhubungan dengan miopia.10 Ektodermal - Mesodermal

Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa miopia adalah hasil ketidak harmonisan pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan bersamaan ketinggian perkembangan baik koroid maupun sklera menghasilkan peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima, telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina. Pandangan baru ini menyatakan bahwa epitel pigmen abnormal menginduksi pembentukan koroid dan sklera subnormal. Hal ini yang mungkin menimbulkan defek ektodermal mesodermal umum pada segmen posterior terutama zona oraequatorial atau satu yang terlokalisir pada daerah tertentu dari pole posterior mata, dimana dapat dilihat pada miopia patologik (tipe stafiloma posterior).10 Meningkatnya suatu kekuatan yang luas
8

Tekanan intraokular basal

Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada glaucoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada peningkatan pemanjangan sumbu bola mata.10 Susunan peningkatan tekanan

Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon terhadap induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stress. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg.Juga pada penutupan paksa kelopak mata meningkat sampai 70 mmHg -110 mmHg. Gosokan paksa pada mata merupakan kebiasaan jelek yang sangat sering diantara mata miopia, sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokular.10 Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat untuk panjangnya bola mata akibat: 1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia aksial. 2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia kurvatura/refraktif. 3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus. Kondisi Ini Disebut Miopia Indeks 4. Miopi karena perubahan posisi lensa Posisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca operasi glaukoma.11

2.8 Klasifikasi Miopia Klasifikasi miopia berdasarkan laju perubahan besarnya derajat refraksi anomali secara klinik, antara lain :
9

a) Miopia simplex / stasioner / fisiologik Biasanya timbul pada usia yang masih muda kemudian berhenti. Tetapi dapat juga naik sedikit kemudian berhenti. Dapat juga naik sedikit pada masa puber sampai sekitar umur 20 tahun. Besar dioptrinya kurang dari Spheris 5.00 Dioptri atau Spheris 6.00 Dioptri. Tetapi jika dikoreksi dengan lensa yang sesuai dapat mencapai tajam penglihatan normal b) Miopia progresif Ditemukan pada segala umur. Pada keadaan ini terjadi kelainan fundus yang khas unutk miopia tinggi ( miopia lebih dari Spheris 6.00 D ). c) Miopia maligna Disebut juga miopia patologis/degeneratif karena disertai penuaan dari koroid dan bagian lain dalam bola mata ( lensa kristalin, coroid, badan siliar ).12

Klasifikasi miopia berdasarkan faktor penyebab dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) Miopia axial Miopia axial ini dapat terjadi sejak lahir oleh karena faktor herediter, komplikasi penyakit lain seperti gondok, TBC, dan campak maupun karena konginetal. Selain itu juga bisa karena anak biasa membaca dalam jarak yang terlalu dekat sehingga mata luar dan polus posterior yang paling lemah dari bolamata memanjang. Orang yang berwajah lebar karena akan menyebabkan konvergensi berlebihan saat melakukan pekerjaan dekat, bendungan karena peradangan atau melemahnya lapisan yang mengelilingi bolamata disertai tekanan yang tinggi. Miopia ini dapat bertambah terus sampai dewasa.12 Miopia axial merupakan suatu keadaan dimana jarak fokus media refrakta lebih pendek dibanding sumbu orbitnya. Namun dalam hal ini jarak fokus media refrakta normal ( 2.6 mm ) sedangkan jarak sumbu orbitnya > 22,6 mm. Menurut Plempius (1622) bahwa memanjangnya sumbu orbit bolamata disebabkan karena kelainan anatomis. Sedangkan Donders (1864) berpendapat bahwa memanjangnya sumbu orbit bolamata itu
10

disebabkan oleh karena sering mendapatkan tekanan otot pada saat konvergensi. Sedangkan menurut Levinshon (1925) dikemukakan bahwa memanjangnya sumbu orbit bolamata itu disebabkan oleh karena sering melihat kebawah pada saat bekerja diruang tertutup sehingga terjadi peregangan pada bolamata, ini berkaitan dengan faktor gravitasi bumi.12 2) Miopia refraktif Pada miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.3 Menurut Albert E. Sloane, miopia refraktif dapat terjadi karena : Kornea terlalu melengkung. Lensa kristalin terlalu cembung karena terlalu banyak cairan mata yang masuk ke lensa kristalin sehingga lensa keruh seperti katarak immatura, sehingga sinar yang masuk dibiaskan terlalu kuat. Peningkatan index bias cairan bolamata (pada penderita Diabetus Melitus). Menurut ilmu kedokteran bahwa miopia dapat disebabkan karena kurang gizi, kegemukan, gangguan endokrin, alergi, kekurangan zat kimia (seperti kalsium dan vitamin), over koreksi pada kacamata, dan memakai kacamata yang tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan/koreksi anomaly refraksi.12 Klasifikasi miopia berdasarkan besarnya derajat refraksi anomali, yaitu :

Miopia ringan : Spheris -0.25 Dioptri Spheris -3.00 Dioptri Miopia sedang: Spheris -3.25 Dioptri Spheris -6.00 Dioptri Miopia tinggi/berat : > Spheris -6.00 Dioptri

Selain itu juga dikenal astigmat dengan miopia yang berdasarkan letak titik vertikal dan horizontal pada retina dapat dibagi sebagai berikut :
11

1. Astigmatisme Miopia Simpleks Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.

Gambar 4. Astigmatisme Miopia Simpleks 2. Astigmatisme Miopia Kompositus Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.
13

12

2.9 Gejala klinis Menurut Albert E. Sloane dalam buku Manual of Refraction, bahwa gejala miopia adalah sebagai berikut : a) Gejala tunggal paling penting miopia adalah penglihatan jauh yang buram. b) Sakit kepala jarang dialami meskipun ditunjukkan bahwa koreksi kesalahan miopia yang rendah membantu mengurangi sakit kepala akibat asthenopia (mata cepat lelah). c) Ada kecenderungan pasien untuk memicingkan mata jika ia ingin melihat jauh, efek pinhole dari celah palpebra membuat ia melihat lebih jelas. d) Penderita rabun jauh biasanya suka membaca karena mudah bagi mereka sebagai spekulasi yang menarik. Menurut Prof. Dr. Sidharta Ilyas dalam bukunya Kelainan Refraksi dan Kacamata, bahwa gejala miopia adalah: : a) Bahwa penderita miopia yang dikatakan sebagai rabun jauh akan mengatakan penglihatannya kabur jika melihat jauh dan hanya akan jelas jika pada jarak dekat.12 Gejala miopia secara umum : Pada saat membaca selalu mendekatkan benda yang dilihatnya dan saat melihat jauh selalu menyipitkan matanya. Saat dilakukan test dengan uji bikromatik unit pasien akan melihat obyek dengan warna dasar merah lebih terang. Bola mata agak menonjol Biasanya penderita akan melihat titik-titik hitam atau benang-benang hitam (disebut floter) di lapang pandangnya . Mata cepat lelah, berair, pusing, cepat mengantuk, atau biasanya disebut dengan asthenopia (mata cepat lelah).
13

COA ( Camera oculi anterior ) dalam, karena jarang dipakainya otototot akomodasi. Pupil relatif lebih lebar akibat kurangnya akomodasi ( midriasis ). Corpus vitreum cenderung keruh. Kekeruhan di polus posterior lensa. Menjulingkan mata. Stafiloma posterior fundus tigroid di polus posterior retina Pendarahan pada corpus vitreum. Predisposisi untuk ablasi retina. Atropi berupa kresen miopia. Ekspresi melotot.12

Gejala-gejala miopia juga terdiri dari gejala subjektif dan objektif. 3,10 Gejala subjektif : Kabur bila melihat jauh Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat Mata cepat lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi) Astenovergens

Gejala objektif : 1. Miopia simpleks Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar. Biasanya ditemukan bola mata yang agak menonjol. Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal, atau dapat diserta kresen miopia (miopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik. 2. Miopia patologik Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks Gambaran yang ditemukan pada semen posterior berupa kelainan-kelainan pada :
14

Badan kaca, dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasio badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, cresent miopia, papil terlihat labih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Cresent miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur. Makula berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula. Retina bagian perifer berupa degenerasi kista retina bagian perifer.

2.10 Diagnosa Untuk mendiagnosis miopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan pada mata, pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut: Refraksi Subyektif

Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Refraksi Subyektif, metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif, bila dengan lensa sferis negatif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita miopia, apabila dengan pemberian lensa sferis negatif menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis positif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita hipermetropia.14

15

Refraksi Obyektif

Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja +2.00D pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi.14

Autorefraktometer (komputer)

Yaitu menentukan miopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan komputer.14

2.11 Komplikasi 1. Abalasio retina Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D (- 4,75) D sekitar 1/6662. Sedangkan pada (- 5)D (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan factor resiko pada miopia rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali. 2. Vitreal Liquefaction dan Detachment Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan denga hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata. 3. Miopic makulopaty Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapanagn pandang berkurang. Dapat juga
16

terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan pandang. Miop vaskular koroid/degenerasi makular miopic juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina.

4. Glaukoma Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stress akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula. 5. Katarak Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa pada orang dengan miopia onset katarak muncul lebih cepat.10,15

2.12 Penatalaksanaan 1. Pemberian lensa spheris concave ( - ) Penderita miopia dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa spheris concave ( - ) yang terkecil/terlemah agar dapat menghasilkan tajam penglihatan terbaik. Karena dengan koreksi lensa spheris concave (-) terkecil orang miopia akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat diretina tanpa akomodasi.12 Koreksi miopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada miopia, kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata.9

17

Gambar 6. Koreksi miopi dengan lensa konkaf Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata miopia ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan tajam penglihatan yang terbaik. 9 Pasien miopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi.3

2. Pemakaian lensa kontak Pada pemakaian lensa kontak harus melalui standar medis dan pemeriksaan secara medis. Karena resiko pemakaian lensa kontak cukup tinggi.12 Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan miopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Tergantung dari respon individu dalam orthokeratology yang sesekali beruba-ubah, penurunan miopia sampai dengan 3.00 dioptri pada beberapa pasien, dan rata-rata penurunan yang dilaporkan dalam penelitian adalah 0.75-1.00
18

dioptri. Beberapa dari penurunan ini

terjadi antara 4-6 bulan pertama dari program

orthokeratology, kornea dengan kelengkungan terbesar memiliki beberapa pemikiran dalam keberhasilan dalam membuat pemerataan kornea secara menyeluruh. Dengan followup yang cermat, orthokeratology akan aman dengan prosedur yang efektif. Meskipun miopia tidak selalu kembali pada level dasar, pemakaian lensa tambahan pada beberapa orang dalam beberapa jam sehari adalah umum, untuk keseimbangan dalam memperbaiki refraksi.2 3. Pembedahan/operatif a) Radial Keratotomy Merupakan upaya untuk mengurangi kelengkungan kornea dengan cara membuat sayatan pada kornea. b) Photorefractive Keratectomy Yaitu upaya untuk mengurangi kelengkungan kornea dengan cara memotong permukaan depan kornea. Hal ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Excimer Laser. c) LASIK Singkatan dari Laser Assistet In-situ Keratomeuleosis, pada Lasik ini sebenarnya sama tujuannya dengan operasi yang lainnya yaitu mengurangi kelengkungan daripada kornea hanya saja berbeda dalam tehnis, yaitu lebih sempurna dengan menggunakan tehnis laser secara mutlak.12

19

DAFTAR PUSTAKA

1. 2.

Vaoughan et all, Optalmology Umum.edisi 14.Widya Medika.2000. American Optometric Association, Optometric Clinical Practice Guidline Care of the Patient with Miopia, 1997

3. 4. 5.

Ilyas, S., 2007. Ilmu penyakit Mata. Edisi Ke-3. Jakarta, FK UI Curtin. B., J., 2002. The Miopia. Philadelphia Harper & Row. 348-381 Mansjoer, A., 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta, FK UI

6.

Goss DA, Grosvenor TP, Keller JT, Tootle WM, Norton TT, Zadnik K. Care of the Patient with Myiopia. American Optometric Association. 2006; 1-70. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3rd Edition. London: Thieme, 2003; 344-346.

7.

8. 9.

http://puspasca.ugm.ac.id/files/Abst_ (3769-H-2007).pdf. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Edisi 9. 1997.

10. Sativa O. Tekanan Intaokular Pada Penderita Miopia Ringan dan Sedang. Bagian Ilmu Penyakit Mata Universitas Sumatera Utara.2003. Diakses dari e-medicine. 11. Anonim, 2006, http://www.entnet.org/index2.cfm. 12. www.refraksioptisi.br.ma 13. www.optiknisna.info 14. Tanjung H. Perbedaan Rata-Rata Regiditas Okuler pada Miopia dan Hipermetropia di RSUP H Adam Malik. Bagian Ilmu penyakit Mata Fakultas Kedokteran USU. Available form : http://library.usu.ac.id/download/fk/pnymata-halima.pdf. 15. Ilyas HS. Dasar-dasar Pemeriksaan Mata dan Penyakit Mata. Cetakan I. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.2003.

20

You might also like