You are on page 1of 6

TUGAS ETIKA PROFESI - I

NAMA : SAIPUDIN
NIM : P3.73.34.0.06.032
NO. ABSEN : 41

SUMBER : http://blog.simetri.co.id/?p=4
TGL. SUMBER : 10/18/2009

Kode Etik IT Profesional

Idealnya, setiap bidang profesi memiliki rambu-rambu yang mengatur bagaimana


seorang profesional berfikir dan bertindak. Dalam beberapa bidang profesi, seperti
kedokteran, jurnalistik, dan hukum, rambu-rambu ini telah disepakati bersama
para profesionalnya dan dituangkan ke dalam Kode Etik. Seseorang yang
melanggar Kode Etik dinyatakan melakukan malpraktek dan bisa mendapatkan
sangsi tergantung kepada kekuatan Kode Etik itu di mata hukum. Sangsi yang
dikenakan adalah mulai dari yang paling ringan, yaitu sekedar mendapat sebutan
“tidak profesional” sampai pada pencabutan ijin praktek, bahkan hukuman pidana.

Sebagai salah satu bidang profesi, Information Technology (IT) bukan


pengecualian, diperlukan rambu-rambu tersebut yang mengatur bagaimana para
IT profesional ini melakukan kegiatannya. Sejauh yang saya ketahui, belum ada
Kode Etik khusus yang ditujukan kepada IT Profesional di Indonesia. Memang
sudah ada beberapa kegiatan yang mengarah ke terbentuknya Kode Etik ini,
namun usahanya belum sampai menghasilkan suatu kesepakatan. Dalam tulisan
ini, saya ingin memusatkan perhatian kepada Kode Etik yang dibuat oleh IEEE
Computer Society dan ACM yang ditujukan khusus kepada Software Engineer
sebagai salah satu bidang yang perannya makin meningkat di IT.

1
Kode Etik Software Engineering yang dikeluarkan oleh joint team IEEE Computer
Society dan ACM terdiri dari dua bentuk, versi singkat dan versi panjang. Versi
singkatnya dapat dilihat pada http://www.rustamaji.net/biblog/PREAMBLE%2080
0.jpg, sedangkan versi panjangnya dapat di-download disini.

Kode Etik ini menekankan agar software engineer (IT profesional) memiliki
komitmen yang tinggi untuk menjaga agar profesinya adalah profesi yang
bermanfaat bagi masyarakat dan merupakan profesi yang terhormat. Komitmen ini
tercermin pada saat seorang software engineer melakukan kegiatannya dalam
membangun software, mulai dari melakukan analisa, membuat spesifikasi,
membuat design, melakukan coding, testing maupun pemeliharaan software.

Pada setiap kegiatan tersebut, peran software engineer sangat penting, karena ia
turut menentukan hasil akhir dari suatu pengembangan system. Dengan kata lain,
dia berada dalam posisi untuk berbuat kebaikan atau berbuat yang merugikan
orang lain. Untuk itulah pentingnya Kode Etik ini diterapkan oleh setiap individu
software engineer.

Kalau kita melihat Kode Etik seperti yang disebutkan di atas, ada lima faktor yang
perlu diperhatikan:

1. Publik
2. Client
3. Perusahaan
4. Rekan Kerja
5. Diri Sendiri

2
Kepentingan publik (public interest) mendapat perhatian cukup besar dalam kode
etik ini dan di berbagai tempat dalam Kode Etik, kepentingan publik itu disebut-
sebut. Dalam melakukan kegiatannya, seorang software engineer dituntut untuk
konsisten dengan kepentingan publik. Bahkan dalam rangka memenuhi kewajiban
kepada client dan perusahaan pun kita dituntut untuk juga memikirkan
kepentingan publik.

Untuk software yang menyangkut hajat hidup orang banyak, misalnya software
flight control untuk pesawat terbang, kepentingan publik sangat kentara, yaitu
salah satunya adalah safety. Definisi konsisten dengan kepentingan publik dalam
kasus ini adalah agar kita membangun suatu software flight control yang reliable
dan sesuai dengan fungsinya.

Lantas, bagaimana dengan software - software sederhana yang tidak


mempengaruhi kehidupan publik? Misalnya sistem kepegawaian dalam suatu
instansi pemerintah? Walaupun dalam derajat yang mungkin lebih rendah
dibandingkan nyawa manusia, masih banyak kepentingan publik yang perlu
diperhatikan, misalnya kemudahan masyarakat, transparansi, akuntabilitas,
masalah uang publik, dll. Kode Etik tersebut meminta agar dalam setiap
tindakannya, seorang software engineer memperhatikan kepentingan publik
tersebut.

3
Terhadap client dan perusahaan tempatnya bekerja, software engineer dituntut
agar dalam menimbang dan melakukan kegiatannya selalu berorientasi yang
terbaik bagi client dan perusahaan. Yang terbaik bagi client adalah apabila kita
menghasilkan suatu software yang berkualitas dengan delivery waktu yang sesuai.
Bagi perusahaan, yang terbaik adalah apabila pengembangan software tersebut
dilakukan dengan se-efisien mungkin sehingga biaya produksi dapat ditekan
serendah mungkin. Dalam hal ini, kepentingan kedua aktor tersebut dapat
dipenuhi sekaligus dengan melakukan pekerjaan yang efektif dan efisien.

Dalam prakteknya, seorang profesional IT bisa dihadapkan pada suatu kondisi


yang bertolak belakang antara kepentingan satu aktor dengan kepentingan aktor
lainnya. Misalnya, situasi di mana antara kepentingan Perusahaan dengan
kepentingan Client bertolak belakang. Perusahaan ingin memotong biaya dengan
mengurangi fitur-fitur, sedangkan Client ingin terus menambah fitur-fitur.
Bagaimana kita harus bersikap? Siapa yang akan kita menangkan dalam hal ini?

Atau ada kasus sebagai berikut, sebuah instansi pemerintah dalam rangka
”menghabiskan” sisa anggarannya meminta anda untuk membuat suatu system
yang anda tahu tidak akan digunakan dan hanya akan membuang uang saja.
Sementara Client (dalam hal ini instansi pemerintah) dan Perusahaan anda telah
setuju dengan proyek tersebut. Client anda tidak mempermasalahkan apakah
software yang dihasilkan akan digunakan atau tidak, begitu pula Perusahaan
tempat anda bekerja, tetapi anda tahu bahwa software yang anda buat tidak akan
digunakan semestinya dan hal tersebut berarti hanya membuang-buang uang
saja. Bagaimana anda bersikap?

4
Kode Etik tidak berdiri sendiri, perangkat hukum lainnya seperti kontrak kerja
harus sama-sama dipenuhi. Dalam kasus pertama dimana terjadi konflik antara
Client dan Perusahaan, kita mesti lihat kontraknya. Dokumen kontrak memiliki
konsekuensi hukum yang jelas. Tentunya kita ingin memenuhi kontrak tersebut
agar tidak kena sangsi hukum.

Kembali ke kasus ”menghabiskan” sisa anggaran tadi, bagaimana kita sebagai IT


profesional bertindak apabila kita tahun bahwa proyek yang kita sedang kerjakan
adalah sebetulnya proyek main-main untuk menghabiskan anggaran saja? Dari
ketiga kemungkinan di bawah ini, mana yang anda pilih?

1. Minta transfer ke proyek lain yang lebih ”benar”. Atau, kalau tidak
memungkinkan untuk minta transfer ke proyek lain, cari saja kerja di
perusahaan yang lain.
2. Kerja secara profesional, menghasilkan software yang terbaik, tidak usah
ambil pusing dengan urusan publik.
3. Kerja setengah hati sambil ngedumel ke rekan kerja bahwa yang
dikerjakannya akan hanya buang-buang uang saja.

Dari ketiga pilihan ini pilihan ketiga yang paling tidak konsisten dengan kode etik.

Kode Etik juga mengatur hubungan kita dengan rekan kerja. Bahwa kita harus
selalu fair dengan rekan kerja kita. Tidak bolehlah kita sengaja menjerumuskan
rekan kerja kita dengan memberi data atau informasi yang keliru. Persaingan yang
tidak sehat ini akan merusak profesi secara umum apabila dibiarkan berkembang.

5
Karyawan IT di client mestinya juga mengadopsi Kode Etik tersebut, sehingga bisa
terjalin hubungan profesional antara konsultan dengan client. Bertindak fair
terhadap kolega juga berlaku bagi karyawan IT di organisasi client dalam
memperlakukan vendornya. Apabila dua perusahaan telah sepakat untuk bekerja
sama membangun suatu software, maka para profesional IT di kedua perusahaan
tersebut harus dapat bekerja sama dengan fair sebagai sesama profesional IT .

Beberapa perlakuan yang tidak fair terhadap kolega, antara lain:

1. Menganggap kita lebih baik dari rekan kita karena tools yang digunakan.
Misalnya, kita yang menggunakan bahasa JAVA lebih baik daripada orang
lain yang pakai Visual BASIC.
2. Kita merasa lebih senior dari orang lain, oleh karena itu kita boleh
menganggap yang dikerjakan orang lain lebih jelek dari kita, bahkan tanpa
melihat hasil kerjanya terlebih dahulu.
3. Seorang profesional IT di client merasa lebih tinggi derajatnya daripada
profesional IT si vendor sehingga apapun yang disampaikan olehnya lebih
benar daripada pendapat profesional IT vendor.

Persaingan yang tidak sehat akan menghasilkan zero-sum game, yaitu kondisi
dimana seorang dapat maju dengan cara membuat orang lain mundur. Dengan
bertindak fair, dapat dimungkinan dua pihak yang berkompetisi dapat sama-sama
maju.

Walaupun Kode Etik di atas belum secara resmi diadopsi oleh asosiasi profesi di
Indonesia, namun tidak ada salahnya apabila kita para profesional di bidang
Software Engineering mengadopsinya secara pribadi. Selain hal tersebut
merupakan bentuk pertanggung-jawaban moral sebagai profesional di bidangnya,
mengadopsi kode etik akan mengangkat citra kita ke tingkat yang lebih tinggi.
Selain itu, dengan mulai mengikutinya sejak awal, maka, ketika suatu saat kode
etik tersebut menjadi resmi diadopsi, kita telah siap.

You might also like