You are on page 1of 23

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan terhadap kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
member rahmat dan hidayahnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini
tanpa adanya rintangan yang berarti.
Makalah ini penulis susun dengan tujuan:
1. Untuk melengkapi tugas mata kuliah Sistem Persepsi Sensori I.
2. Dapat mengetahui lebih lanjut tentang kelainan Sinusitis.
Sesuai dengan tujuan penulis tersebut maka penulis akan menyelesaikan dengan
sebaik-baiknya meskipun masih banyak kekurangannya. Dan tidak lupa pula penulis
mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyak kepada:
1. Dosen pembimbing akademik STIKES ICME JOMBANG.
2. Darsini, S. Kep., Ns. M. Kes., selaku dosen mata kuliah Sistem Persepsi Sensori I.
3. Semua pihak yang ikut serta berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Atas rahmat Tuhan yang Maha Kuasa, penulis berharap Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca. Serta saran dan kritik penulis harapkan, karena penulis menyadari bahwa makalah
ini banyak kekurangannya dan masih belum sempurna.













Jombang, Oktober 2013



Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter
sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan tersering di
seluruh dunia (Soetjipto, 2010). Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus
paranasal. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi
virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri (Soetjipto, 2010).
Di Amerika Serikat, 1 dari 7 orang dewasa terkena sinusitis dengan lebih dari
30 juta penderita didiagnosa setiap tahunnya. Di sana, sinusitis sering terjadi pada
awal musim gugur hingga awal musim semi. Berdasarkan data National Ambulatory
Medical Care Survey (NAMCS), kira-kira 14 persen orang dewasa dilaporkan
memiliki episode rinosinusitis setiap tahunnya dan didiagnosis ke-5 terbanyak
berdasarkan peresepan antibiotik, serta 0,4% didiagnosa rawat jalan (Brook, 2012).
European Position Paper on Rinosinusitis on Nasal Polyps atau EP30S (2007)
memaparkan pada studi perbandingan di Skotlandia Utara dan di Kepulauan Karibia
bahwa jumlah populasi rinosinusitis kronis kurang lebih sama, dengan persentase
9,6% dan 9,3% (Dalimunthe, 2012). Di Indonesia, prevalensi rinosinusitis termasuk
tinggi. Hal ini dapat diketahui berdasarkan data DEPKES RI tahun 2003 yang
menyebutkan bahwa penyakit tersebut berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit
peringkat utama (Soetjipto, 2006). Di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FK
Universitas Hasanuddin Makassar, jumlah kasus rinologi periode tahun 2003 sampai
dengan tahun 2007 yaitu penderita rawat jalan sebanyak 12.557 kasus dan penderita
rawat inap sebanyak 1.092 kasus dengan perbandingan antara pria dan wanita hampir
sama (46% : 54%). Kasus rawat inap yang terbanyak yaitu rinosinusitis (41,5%) dan
kasus pada kelompok umur 30 39 tahun sebanyak 23,3% (Sujuthi dan Punagi, 2008).
Pada penelitian di poliklinik THT-KL RS Hasan Sadikin Bandung periode Januari
2007 sampai dengan Desember 2007 didapatkan 168 pasien rinosinusitis (64,29%)
dari seluruh pasien rinologi (Lasminingrum, 2008). Dibagian THT-KL Fakultas
Kedokteran UGM/RS Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2006 2007 didapatkan 118
penderita rinosinusitis kronis (42%) dari seluruh pasien rinologi (Dewanti, 2008).
Penyakit rinosinusitis pada tahun 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan ada sebanyak
1073 kunjungan pasien. Menurut Soejipto (2006) dalam tulisan Multazar (2008), data
dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM JanuariAgustus 2005 menyebutkan


jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya (300
pasien) adalah rinosinusitis kronis.
Rinosinusitis akut yang tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi
rinosinusitis kronik. Rinosinusitis kronis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup
akibat gejala lokal seperti sakit kepala, hidung tersumbat, gangguan penciuman, gangguan
tidur dan gejala pilek yang persisten sehingga dapat menurunkan produktifitas dan
menyebabkan kehilangan hari kerja.8 Rinosinusitis kronik dapat menjadi berbahaya karena
menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial.
Sinusitis khususnya sinusitis maksilaris adalah penyakit yang sering sekali
terjadi di masyarakat, sehingga perlu sekali bagi mahasiswa kedokteran untuk
mempelajari penyakit ini sehingga dapat menjadi bekal dalam melakukan praktek
sebagai general practitioner.

1.2. Tujuan Pembahasan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menganalisis tentang penyakit Sinusitis dan asuhan
keperawatan pada klien dengan keluhan Sinusitis
b. Tujuan Khusus
1) Untuk memahami tentang arti Sinusitis
2) Untuk memahami etiologi pada penyakit Sinusitis
3) Untuk mengetahui klasifikasi penyakit Sinusitis
4) Untuk memahami tanda dan gejala Sinusitis
5) Untuk memahami patologis penyakit Sinusitis
6) Untuk mengetahui komplikasi dari Sinusitis
7) Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pada penyakit Sinusitis
8) Untuk memahami bentuk dan strukstur konsep askep pada klient penderita
Sinusitis












BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Anatomi/Fisiologi
Manusia mempunyai beberapa rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga
hidung. Rongga rongga ini diberi nama sinus yang kemudian diberi nama sesuai dengan
letaknya, yaitu meliputi:
a. Sinus maxillaris
Merupaka sinus paranasalis yang terbesar, berada pada dinding lateral hidung korpus
maksilaris bermuara di hiatus maksilaris ke rongga hidung hiatus semilunaris media.
Sinus ini sudah ada sejak lahir dan mencapai ukuran maksimum ( + 15 ml ) pada saat
dewasa. Dari segi klinis yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maxilla adalah :
1. Dasar sinus maxillaris berhubungan dengan gigi P1, P2, M1, dan M2
2. Ostium sinus maxillaris lebih tinggi dari dasarnya
b. Sinus Frontalis
Sinus ini berada di dalam infundibulum meatus nasi media dan mulai berkembang dari
sinus ethmoidalis anterior pada usia 8 tahun dan mncapai ukuran maksimal pada usia 20
tahun.
c. Sinus Ethmoidalis
Sinus yang berada di pars labirintus oss etmoidalis ini, merupakan kelompok dari sel
ethmoidalis anterior dan posterior yang saling berhubungan dan kemudian bermuara
dalam ronga hidung. Sinus ini sudah ada sejak anak lahir. Sinus ini dianggap paling
penting karena dapat menjadi fokus infeksi bagi sinus paranasalis yang lainnya.
d. Sinus Sphenoidalis
Berada di belakang kranial hidung dalam korpus spenoidalis bermuara ke rongga hidung
bagian belakang. Pneumatisasi sinus sphenoidalis dimulai pada usia 8-10 tahun.
Sinus paranasalis ini mepunyai fungsi
1. Pengatur kondisi udara
2. Thermal insulators
3. Membantu keseimbangan kepala
4. Membantu resonansi suara
5. Peredam perubahan tekanan udara
6. Membantu produksi mukus






2.2. Definisi
Sinusitis adalah merupakan radang penyakit infeksi sinus yang disebabkan
oleh kuman atau virus.
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal sesuai anatomi sinus yang
terkena,dapat dibagi menjadi sinusitis maksila,sinusitis etmoid,sinusitis frontal,dan
sinusitis sfenoid(Soepardi 2001).
Sinusitis adalah radang pada rongga hidung(A.K Muda Ahmad.2003).
Sinusitis adalah radang sinus yang ada disekitar hidung,dapat berupa sinusitis
maksilaris atau frontalis sinusitis dapat berlangsung akut maupun kronik.dapat
mengenai anak yang sudah besar.pada sinusitis paranasal sudah berkembang pada
anak umur 6-11tahun (Ngstiya 1997)
Sinusitis merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman,virus
dan mikroorganisme lainnya.
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/2010/01/asuhan-keperawatan-sinusitis.html?m=1
diakses pada 30-09-2013






















2.3. Klasifikasi
Berdasarkan durasi lamanya pajanan serangan, sinusitis dibedakan menjadi:
a. Sinusitis Akut
Serangan terjadi dalam kurun waktu kurang dari 3 minggu dan biasanya dikarenakan
rinitis akut, faringitis, tonsilitis akut dan lain-lain. Untuuk menegakkan diagnosa sinusitis
akut, harus mengetahui penyakit banding seperti commond cold, neuralgia trigeminal,
rhinovirus, polip dan ISNA.
b. Sinusitis Sub Akut
Terjadi selama dalam kurun waktu kurang lebih 1-3 bulan
c. Sinusitis Kronis
Serangan sinusitis ini terjadi lebih dari 3 bulan tanpa ada periode sembuh (ada sumber lain
yang menyebutkan lebih dari 60 hari), timbul akhibat dari gangguan drainase nasal,
perubahan mukosa, dan pengobatan yang tidak tepat
Sedangkan berdasarkan tempat terjadinya, sinusitis dibedakan menjadi:
a. Sinusitis Maksillaris, terasa sakit di pipi
Penyebab tersering dari Sinusitis maksilaris adalah infeksi saluran nafas atas karena virus,
seperti rinitis akut, campak, dan batuk rejan dan FCR (fatality Case Rate) sekitar 75% dari
semua kasus sinusitis. Hanya 10% diakibatkan oleh radang pada gigi molar atau premolar.
Penyebab lain yang jarang adalah karena menyelam dan fraktur tulang maksila dan tulang
frontal. Sinusitis yang terjadi karena menyelam disebabkan menyelam dengan kaki yang
masuk air terlebih dahulu tanpa menjepit hidung.
b. Sinusitis Ethmoidalis, terasa sakit di kedua mata
Sinusitis ethmoidalis dapat terjadi apabila terdapat gangguan pengaliran udara dari dan ke
rongga sinus serta adanya gangguan pengeluaran cairan mukus. FCR pada semua kasus
sinusitis yang masuk dalam kategori ini sebesar 15%.
c. Sinusitis Sphenoidalis, terasa sakit di belakang dahi
Memiliki gejalanya tidak khas karena memiliki gejala yang sama dengan kasus sinusitis
lainnya, namun nyeri terasa hebat di vertex kranium atau di retroorbital dan parietoorbital.
FCR kasus ini <10%, dan sisanya mengalami jenis sinusitis frontalis pada sebagian kecil
kasus.
d. Sinusitis Frontalis, terasa sakit di bagian dahi


Hampir selalu bersamaan dengan infeksi sinus ethmoidalis anterior. Penyakit ini terutama
ditemukan pada orang dewasa. Terjadi infeksi dan nyeri yang terasa di area alis mata dan
biasanya memburuk pada pagi hari menjelang tengah hari kemudian perlahan mereda
ketika menjelang malam.
2.4. Etiologi
a. Rinogen
Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :
- Rinitis Akut (influenza)
- Polip, septum deviasi
b. Dentogen
Penjalaran infeksidari gigi geraham atas
c. Bakteri dan virus
- Streptococcus pneumoniae
Merupakan bakteri gram positif, catalase negatif, anaerobic cocci dimana 20-43% dari
sinusitis akut yang menyerang orang dewasa
- Hamophilus influenza
Merupakan bakteri gram negatif, anaerobic bacili dan menjadi predisposisi utama
terjadinya meningitis dengan awitan sinusitis.
- Staphylococcus aureus
- Steptococcus viridans
- Branchamella catarhatis
- Streptococcus group A
- Neisseria
- Klebsiella
- Basil gram Negatif
- Pseudomonas.
d. Jamur
- Aspergillus
- Mucormycosis
e. Faktor predisposisi
1. Obstruksi mekanis
Seperti kasus deviasi septum, corpus alienum, polip, tumor, hipertrofi konka
2. Infeksi


Rhinitis kronis dan rhinitis alergi yang menyebabkan obstruksi ostium sinus serta
menghasilkan banyak lendir yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
kuman
3. Lingkungan berpolusi, udara dingan dan kering yang dapat merubah mukosa dan
merusak silia

2.5. Manifestasi klinis (Gejala dan Tanda)
Berdasarkan durasinya pajanan penyakit, tanda gejala yang timbul antara lain:
a. Sinusitis Akut
Pada pasien sinusitis biasanya mengalami
a. Febris, pilek dengan sekret yang keluar kental, berbau, bisa bercampur darah
b. Nyeri :
Pipi : biasanya unilateral
Kepala : biasanya homolateral, terutama pada sorehari
Gigi (geraham atas) homolateral.
c. Hidung untu homolateral dan suara bindeng.
b. Sinusitis Kronis
Postnasal drip
Rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok
Pendengaran terganggu karena oklusi tuba eustachii
Nyeri atau sakit kepala
Infeksi pada mata yang menjalar dari duktus nasolakrimalis
Gastroenteritis ringan pada anak akibat mukopus yang tertelan
Sedangkan berdasarkan tempat yang keluhkan meliputi:
a. Sinusitis maksillaris
Demam, malaise
Nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian aspirin. Sakit dirasa
mulai dari pipi ( di bawah kelopak mata ) dan menjalar ke dahi atau gigi. Sakit
bertambah saat menunduk.
Wajah terasa bengkak dan penuh
Nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi dan perkusi.
Kadang ada batuk iritatif non-produktif
Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau busuk
Adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal dari metus media,
dan nasofaring.


b. Sinusitis ethmoidalis
Sering bersama dengan sinusitis maksillaris dan sinusitis frontalis
Nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan hidung menjalar ke
arah temporal.
Nyeri sering dirasakan di belakang bola mata dan bertambah apabila mata digerakkan
Sumbatan pada hidung
Pada anak sering bermanifestasi sebagai selulitis orbita karena lamina papiracea anak
seringkali merekah
Mukosa hidung hiperemis dan udem
Adanya pus dalam rongga hidung yang berasal dari meatus media
c. Sinusitis Sphenoidalis
Nyeri kepala dan retro orbita yang menjalar ke verteks atau oksipital
d. Sinusitis Frontalis
Hampir selalu bersamaan dengan sinusitis ethmoidalis anterior
Nyeri kepala yang khas di atas alis mata. Nyeri biasanya pada pagi hari, memburuk
pada tengah hari dan berangsur angsur hilang pada malam hari.
Pembengkakan derah supraorbita
Nyeri hebat pada palpasi atau perkusi daerah sinus yang terinfeksi

2.6. Patofisiologi
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada dinding hidung dan sinus
sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan pada ostium sinus, dan berpengaruh pada
mekanisme drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga memproduksi enzim dan
neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan
mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus
menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri
patogen.
Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan
terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus.
Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus
dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob.
Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktiviitas leukosit.
Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat ,
obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri patogen.









WOC




























Infeksi Kuman Iritasi eksudat Purulen pilek bau
Kuman menyebar ke
saluran pernafasan
Batuk batuk Nyeri

Tekanan pada sinus meningkat








2.7. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuku menegakkan diagnosa sinusitits
antara lain:
a. Transiluminasi
Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya. Transiluminasi
menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh dengan cairan)
b. Rontgen sinus paranasalis
Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa
1. Penebalan mukosa,
2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi)
3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada
foto waters.
c. Sinoscopy
Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan informasi akurat tentang
perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang ada di dalam sinus, dan letak dan
keadaan dari ostium sinus. Yang menjadi masalah adalah pemeriksaan sinoscopy
memberikan suatu keadaan yang tidak menyenangkan buat pasien. Bagaimanapun
juga, harus diingat bahwa foto SPN 3 posisi ini memiliki kekurangan dimana kadang
kadang bayangan bibir dapat dikacaukan dengan penebalan mukosa sinus.
d. CT Scan
CT Scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang paling baik akan
adanya kelainan pada mukosa dan variasi antominya yang relevan untuk mendiagnosis
sinusitis kronis maupun akut. Walaupun demikian, harus diingat bahwa CT Scan
menggunakan dosis radiasi yang sangat besar yang berbahaya bagi mata.
e. Pemeriksaan mikrobiologi
Biakan yang berasal fari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya lebih akurat
dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian anterior. Namun
demikian, pengambilan biakan hidung posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri
spesifik pada sinusitis dilakukan dengan menagspirasi pus dari inus yang terkena.


Seringkali diberikan suatu antibiotik yang sesuai untuk membasmi mikroorganisme
yang lebih umum untuk penyakit ini.




2.8. Penatalaksanaan Medis
A. Medikamentosa
a. Analgetik
Rasa sakit yang disebabkan oleh sinusitis dapat hilang dengan pemberian aspirin
atau preparat codein. Kompres hangat pada wajah juga dapat menbantu untuk
mengjilangkan rasa sakit tersebut
b. Drainage
Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) %(anak)
Dekongestan oral :Psedo efedrin 3 X 60 mg
c. Antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untk akut) yaitu :
Ampisilin 4 X 500 mg
Amoksilin 3 x 500 mg
Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1 tablet
Diksisiklin 100 mg/hari.
d. Simtomatik
Parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
e. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila pengobatan dengan medikamentosa sudah gagal.
Pembedahan radikal dilakukan dengan mengankat mukosa yang patologik dan
membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi
Caldwell Luc, sedangkan untuk sinus ethmoid dilakukan etmoidektomi.
Pembedahan tidak radikal yang akhir akhir ini sedang dikembangkan adalah
menggunakan endoskopi yang disebut Bedah Sinus Endoskopi
Fungsional.Prisnsipnya adalah membuka daerah osteomeatal kompleks yang menjadi
sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat lancar
kembali melaui ostium alami.











B. Penatalakasanaan Keperawatan
Prinsip utama penanganan sinusitis adalah
1. Mengenali faktor penyebab dan mengatasinya
2. Mengembalikan integritas dari mukosa yang udem
Pengembalian ventilasi sinus dan koreksi mukosa akan mengembalikan fungsi lapisan
mukosilia. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain:
a. Mukolitik
Sinusitis kronis biasanya menghasilkan sekret yang kental. Terapi dengan mukolitik
ini biasanya diberikan pada penderita rinosinusitis. Sekret yang encer akan lebih
mudah dikeluarkan dibandingkan dengan sekret yang kental.
b. Nasal toilet
Pembersihan hidung dan sinus dari sekret yang kental dapat dilakukan dengan saline
sprays atau irigasi.
Cara yang efektif dan murah adalah dengan menggunakan canula dan Higgisons
syringe

2.9. Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun nyata sejak diberikannya antibiotik. Komplikasi yang
mungkin terjadi adalah:
1. Kelainan pada orbita
Terutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena letaknya yang berdekatan
dengan mata .
Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum
Edema palpebra
Selulitis orbita
2. Kelainan intrakranial
Abses extradural, subdural, dan intracerebral
Meningitis
Encephalitis


Trombosis sinus cavernosus atau sagital
3. Kelainan pada paru
Bronkitis kronik
Bronkhiektasis
4. Otitis media
5. Toxic shock syndrome
6. Mucocele , pyococele
2.10. Konsep Askep
A. Pengkajian
a. Biodata Klien
Nama,umur,jenis kelamin,suku bangsa,pendidikan,pekerjaan,alamat, tanggal masuk
RS dan nomor registrasi.
b. Biodata Penanggungjawab
Nama,umur,jenis kelamin,suku bangsa,pendidikan,pekerjaan,alamat, dan hubungan
dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh nyeri pada kepala sinus dan tenggorokan
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan pada klien 5 unsur PQRST
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Klarifikasi klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung, trauma di
hidung, riwayat penyakit THT atau menderita sakit gigi geraham.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada
hubungan dengan penyakit klien sekarang?atau penyakit lain seperti hipertensi,
Diabetes Millitus.
d. Pola aktivitas Sehari-hari
Nama Aktivitas Sebelum MRS Saat MRS
Berladang
Naik tangga
Bersepeda
Merawat diri

e. Pola Nutrisi


Nama Aktivitas Sebelum MRS Saat MRS
Makan
Minum
Jenis makanan
Pola makanan


f. Pola Eleminasi
Nama Aktivitas Sebelum MRS Saat MRS
BAB
BAK
Frekuensi BAB
Frekuensi BAK

g. Personal higyne
Nama Aktivitas Sebelum MRS Saat MRS
Mandi
Keramas
Gosok gigi

h. Pola Psikososial
Nama Aktivitas Sebelum MRS Saat MRS
Diskusi di masyarakat
Menghadiri hajatan
Kerja bakti lingkungan

i. Pola Spiritual
Nama Aktivitas Sebelum MRS Saat MRS
Ibadah (sholat) rutin
Pergi ke tempat ibadah
Acara keagamaan
Membaca kitab suci (Alquran)

j. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum


Hasil pemeriksaan keadaan umum dengan GCS pada klien sinusitis biasanya 456,
dengan kriteria jumlah nilai GCS:
15 s/d 12 = composmentis
11 s/d 8 = somnolen
7 s/d 4 = apatis
3 = coma

b) Tanda-Tand Vital
TD : mmHg
N : kali /menit
RR : kali/menit
T :
0
C
c) Pemeriksaan Kepalal dan Leher
Periksa kesimetrisan kepala, terutama di area hidung, perubahan warna muka
akhibat infeksi sinus, kaji nyeri yang dirasakan.
d) Sistem Kardiovaskular
Biasanya bunyi jantung normal, pola nadi normal, tidak ada suara tambahan.
e) Sistem Respirasi
Inspeksi : Amati, jika ada pembengkakan di daerah sekitar mata-
mata
Palpasi :
a. Pada sinusitis frontal rasa nyeri terlokalisasi di dahi atau dirasakan
nyeri di seluruh kepala.
b. Rasa nyeri pada sinusitis sfenoid di verteks,oksipital, di belakang
bola mata dan di daerah mastoid.
Adanya gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena
tersumbatnya tuba Eustachius
Adanya nyeri/ sakit kepala pada pagi hari dan akan berkurang di siang hari
Gejala saluran napas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat komplikasi di
paru berupa asma bronkial sehingga terjadi penyakit sinobronkitis kadang-
kadang gejala sangat ringan hanya terdapat sekret di nasofaring yang
menganggu.
f) Sistem Muskulokeletal
Pergerakan sendi dan tulang dapat digerakkan secara normal.
Inspeksi (pada bagian luar)
- Perhatikan bentuk tulang hidung
- Amati jika ada perubahan warna dan bengkak


Palpasi
- Terdapat nyeri dan nyeri tekan saat pemeriksaan atau tidak
- Terdapat krepitasi pada tulang hidung os lakrimal atau tidak
g) Sistem Gastrointestinal
Adanya gejala pada saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan dapat
menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak


h) Sistem Perkemihan
Tidak adanya perubahan pada warna urine,tidak terdapat Albumin dalam kemih
(protein yang terdapat pada jaringan tubuh).
i) Sistem Neurosensory
Gerakan reflek tubuh normal dengan GCS 456
Sedangkan pada sistem syaraf (nervus) dipengaruhi oleh saraf penghidu nervus
I, offaktorius jika terjadi kelainan pada sistem penghidu
j) Sistem Reproduksi
Tidak adanya penyakit kelamin, scrotum normal (laki-laki).

k) Pemeriksaan Penunjang
1. Transiluminasi
Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya. Transiluminasi
menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh dengan
cairan)
2. Rontgen sinus paranasalis
Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa
a) Penebalan mukosa,
b) Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi)
c) Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat
dilihat pada foto waters.
3. CT Scan
CT Scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang paling
baik akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi antominya yang relevan
untuk mendiagnosis sinusitis kronis maupun akut. Walaupun demikian, harus
diingat bahwa CT Scan menggunakan dosis radiasi yang sangat besar yang
berbahaya bagi mata.


4. Pemeriksaan mikrobiologi
Biakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya
lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian
anterior. Namun demikian, pengambilan biakan hidung posterior juga lebih
sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis dilakukan dengan mengaspirasi
pus dari inus yang terkena.


B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
3. Hyperthermy b/d agen biologi
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, kurang pemajanan, atau kesalahan interprestasi informasi

C. Intervensi
1. Diagnosa:
Bersihan jalan napas tak efektif b/d sekresi mukus yang kental, hemoptisis,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan:
a. Pertukaran gas O
2
dan CO
2
alveolar untuk mempertahankan konsentrasi gas darah
arteri
b. Pergerakan udara keluar dan masuk paru
c. Tindakan seseorang unutk meminimalkan perubahan sampingan yang didapat pada
fungsi fisik dan emosi
Kriteria Hasil:
a. Pasien akan mempunyai jalan nafas yang paten
b. Pasien akan mengeluarkan sekret secara efektif
c. Pasien mempunyai irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
Intervensi:
1. Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan
penggunaan otot asesori)
2. Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume sputum dan adanya
hemoptisis.


3. Berikan posisi semi/fowler tinggi dan bantu pasien latihan napas dalam dan batuk
yang efektif.
4. Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan.
5. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan penghisapan (suction)
6. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti agen mukolitik, bronkodilator
dan kortikosteroid.


2. Diagnosa
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
Tujuan:
f. Comfort Level
g. Pain level
h. Pain Control
i. Pain Management
Kriteria Hasil:
a. Mampu mengontrol Nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan pain management
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
e. Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi:
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10)
2. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta
penghilang nyeri.
3. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan
tekanan darah dan denyut nadi)
4. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah.
5. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen
tegang)
6. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi
7. Lakukan perawatan aseptik terapeutik
8. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.












3. Diagnosa
Hyperthermy b/d agen biologi
Tujuan
a. Pasien akan menunjukkan termogulasi : penigkatan suhu kulit, hipertermia,
dehidrasi mengantuk
b. Menjelaskan tindakan untuk mencegah dan meminimalkan peningkatan suhu
tubuh
c. Melaporkan tanda dan gejala dini hiprtermia
Kriteria Hasil
a. Termogulasi : keseimbangan antara produksi panas peningkatan panas dan
kehilangan panas
b. TTV dalam rentan normal
Intervensi
1. Pantau aktivitas kejang
2. Pantau hidrasi
3. Pantau minimal setiap dua jam, pantau warna kulit dan suhu
4. Ajarkan keluarga cara mengukur suhu untuk mengenali secara dini hypertermia
5. Berikan obat antipeuretik jika perlu

4. Diagnosa
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat.
Tujuan:
a. Tingkat gizi yang tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
b. Keadekuatan zat gizi yang dikonsumsi tubuh
Kriteria Hasil:
a. Pasien akan mempertahankan berat badan
b. Nilai hasil pemeriksaan laboratorium akan dalam rentang normal


Intervensi:
1. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, dan derajat penurunan berat
badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah dan
diare.
2. Pantau asupan dan haluaran, timbang berat badan secara periodik (sekali
seminggu).
3. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum
dan sesudah intervensi/pemeriksaan peroral.
4. Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalam porsi kecil tapi sering.
5. Kolaborasi dengan ahli diet untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.
6. Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium BUN, protein serum dan albumin.
5. Diagnosa
Gangguan Istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder dari
proses peradangan
Tujuan:
a. klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria hasil :
a. Klien tidur 6-8 jam sehari
Interrvensi
1. Kaji kebutuhan tidur klien
2. Ciptakan suasana yang nyaman
3. Anjurkan klien bernafas lewat mulut
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat

6. Diagnosa
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, kurang pemajanan, atau kesalahan interprestasi informasi
Tujuan
a. Knowledge : disease process
b. Knowledge : health behavior
Kriteria Hasil
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis
dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar


c. Pasien dan keluarga mampu meenjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat
atau tim kesehatan lainnya
Intervensi
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik
2. Jelaskan patofiologi dari penyakit da bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang
benar
4. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat


BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sinusitis merupakan penyakit berupa infeksi yang menyerang pada rongga paranasal.
Sinusitis paling banyak menyerang pada bagian sinus maksilaris. Walaupun tingkat
keampuhan kasus kasus (FCR) yang ada tidak begitu menakutkan, namun kasus
penyakit ini tetap harus ditangani secara tepat agar tidak menimbulkan penyakit
infeksi lain yang lebih parah dan mengancam jiwa.
3.2. Saran
Sebagai tenaga medis, perawat seharusnya mampu mencegah terjadinya penyakit
sinusitis dan menjadi role model di kalanagan masyarakat luas. Hal ini bertujuan
sebagai langkah awal mengurangi epidemiologi kasus yang tinggi terutamma di negara
berkembang dengan kondisi lingkungan kumuh.
























DAFTAR PUSTAKA
Cody, D. Thane R. (1991). Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. EGC: Jakarta.
Mansjoer, Arief. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. FKUI : Jakarta.
Soepardi, Efiaty Arsyad. (2001). Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, Leher. FKUI:
Jakarta.
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/2010/01/asuhan-keperawatan-sinusitis.html?m=1
diakses pada 30-09-2013

You might also like