You are on page 1of 44

1

BAB I
PENDAHULUAN
Pencernaan adalah proses perombakan bahan pakan baik secara mekanik
maupun kimiawi dari bentuk yang kompleks menjadi sederhana dalam saluran
pencernaan. Berdasarkan bahan pakan yang dimakan dapat diklasifikasikan
menjadi tiga golongan yaitu karnivora, herbivora dan omnivora. Berdasarkn tipe
perut yang dimiliki dapat diklarifikasikan menjadi tiga golongan yaitu ruminansi,
pseudo-ruminan dan monogastrik. Ruminansia adalah hewan yang memiliki
lambung dengan empat bagian. Pseudo-ruminan adalah hewan yang termasuk
dalam golongan monogastrik tetapi memiliki kemampuan mencerna pakan dengan
kandungan serat yang tinggi. Monogastrik adalah hewan yang memiliki struktur
lambung yang sederhana atau mempunyai lambung tunggal.
Tujuan praktikum ini yaitu dapat mempelajari dan mengenali saluran
pencernaan ternak ruminansia, pseudo-ruminan dan monogastrik. Manfaat
praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui bagian-bagian saluran
pencernaan dengan fungsinya masing-masing.




2

BAB II
MATERI DAN METODE
Praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Anatomi dan Fisiologi Saluran
Pencernaan Ruminansia, Pseudo-ruminan dan Monogastrik dilaksanakan pada hari
Rabu, tanggal 3 April 2014 pukul 09.00-11.00 WIB di Laboratorium Fisiologi dan
Biokimia, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

2.1. Materi
Praktikum fisiologi ternak dengan materi anatomi dan fisiologi saluran
pencernaan ruminansia, pseudo-ruminan dan monogastrik. Alat yang digunakan
dalam praktikum ini yaitu masker untuk menutup hidung dari bau-bau dan zat-zat
kimia yang berada di udara, sarung tangan lateks untuk menghindari kontak
langsung antara tangan dengan objek yang mengandung fomalin, trash bag untuk
meletakan objek, penggaris digunakan untuk mengukur panjang dan lebar objek,
box untuk menyimpan objek yang akan diamati, formalin untuk mengawetkan
objek serta alat tulis yang digunakan untuk mencatat hasil pengamatan. Bahan yang
digunakan sebagai objek pengamatan adalah saluran pencernaan ayam
(monogastrik), kelinci (pseudo-ruminan) dan domba (ruminansia).

2.2. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum anatomi dan fisiologi saluran
pencernaan adalah mengeluarkan preparat organ pencernaan hewan (objek
3

pengamatan) yang sudah diawetkan dari dalam box keatas trash bag, kemudian
menyusun organ tersebut mulai dari esofagus hingga anus, setelah itu mengukur
panjang dan lebar setiap organ tersebut degan penggaris dan kemudia mencatat
hasil dari pengamatan tersebut













4

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan Ruminansia
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap saluran pencernaan pada ternak
ruminansia maka dapat di gambarkan sebagai berikut :


Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2014
Ilustrasi 1. Saluran Pencernaan Ruminansia
Keterangan :
1. Esofagus 4. Omasum 7. Sekum
2. Rumen 5. Abomasum 8. Usus besar
3. Retikulum 6. Usus halus 9. Anus

5

Tabel 1. Hasil Pengukuran Organ Pencernaan Ruminansia
Kompartemen Panjang (cm) Lebar (cm)
Esophagus 18 5
Retikulum 11,5 8,3
Rumen 27 21
Omasum 2,5 4,5
Abomasum 28 4
Usus Kecil 852 1
Sekum 4 3
Usus Besar 290 2
Anus - -
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2014.

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, organ
pencernaan ruminansia terdiri dari esophagus, rumen, retikulum, omasum,
abomasum, usus kecil, sekum, usus besar dan anus. Hewan ruminansia biasanya
memiliki 4 lambung yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
Mulyono, (2004) menyatakan ruminansia memiliki lambung yang khas, yaitu
terdiri dari empat bagian, yairu rumen (lambung pertama dan terbesar), retikulum
(lambuung kedua atau perut jala), omasum (lambung ketiga atau perut buku) dan
abomasum (perut keempat atau perut sejati). Campbell, et al,. (2004) menyatakan
lambung ruminansia memiliki empat ruangan yaitu rumen dan retikulum, dimana
prokariota dan protista simbiotik (khususnya siliata) bekerja pada pakan yang kaya
akan selulosa, omasum dimana air dikeluarkan dan pakan yang banyak sekali
mikroorganisme dan akhirnya akan lewat ke abomasum untuk dicerna oleh enzim








6

3.1.1. Esofagus
Berdasarkan hasil praktikum Fisiologi Ternak dengan materi anatomi
dan fisiologi saluran pencernaan ruminansia dan pseudo-ruminan, ruminansia
memiliki organ esofagus yang terletak sebelum rumen dengan panjang 18 cm dan
lebar 5 cm, yang mempunyai fungsi sebagai saluran pakan dari mulut ke rumen.
Rianto et, al,. (2009) menyatakan setelah mengalami pengunyahan didalam mulut,
pakan ditelan melalui pharynx dan melalui esophagus menuju rumen. Dalam
menuju ke rumen pakan melalui gerakan meremas atau gerakan peristaltik. Pearce,
(2009) menyatakan pakan berjalan dalam esofagus karena adanya gerakan
peristaltik, sehingga dapat menghantarkan bolus pakan ke dalam lambung.

3.1.2. Rumen
Berdasarkan hasil pengamatan dalam praktikum Fisiologi Ternak, rumen
memiliki panjang 27 cm dan lebar 21 cm, di dalam rumen terjadi penyimpanan,
perendaman, pencampuran dan pemecahan secara fisik, fermentasi oleh mikroba.
Campbell, et al., (2004) menyatakan ruminansia memiliki lambung dengan empat
ruang, ketika mastikasi dan deglutisi rumput, bolus memasuki rumen dimana
prokariota dan protista simbiotik bekerja pada bahan pakan yang kaya selulosa itu
sebagai hasil sampingnya, mikroorganisme tersebut mensekresikan asam lemak.
Makfoeld, (2002) menyatakan didalam rumen pakan di fermentasi oleh mikroba
ruminan dan hasil fermentasinya berupa Volatile Fatil Acid (VFA).



7

3.1.3. Retikulum
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, setelah
rumen terdapat retikulum yang mempunyai bentuk seperti sarang lebah (segi enam),
retikulum memiliki panjang 11,5 cm dan lebar 8,3 cm. Purbowati, (2009)
menyatakan wujud retikulum yang menyerupai sarang lebah (honeycomb) memiliki
fungsi untuk mencegah benda-benda asing seperti kawat untuk tidak terus bergerak
ke saluran pancernaan selanjutnya, karena retikulum sering kali tertusuk oleh
benda benda tajam sehingga menyebabkan penyakit hardware. Fungsi lain dari
retikulum yaitu mengatur aliran digesta dari rumen ke omasum. Rianto et, al,.
(2009) menyatakan retikulum berfungsi mengatur aliran digesta dari rumen ke
omasum.

3.1.4. Omasum
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak,
omasum memiliki panjang 2,5 cm dan lebar 4,5 cm. Omasum terletak disebelah
kanan rumen dan retikulum, terdapat lipatan (lapisan) seperti buku (kitab) sehingga
disebut juga lambung kitab. Fungsi omasum mereduksi partikel pakan sebelum
masuk abomasum dan tempat absorbsi air. Akoso, (2002) menyatakan fungsi
bagian ini adalah untuk menyaring partikel pakan yang lebih kecil. Purbowati,
(2009) menyatakan omasum (berlapis-lapis) menerima campuran pakan dan air,
dan sebagian besar air itu diserap oleh luasnya daerah penyerapan yang terdiri dari
banyak lapis.

8

3.1.5. Abomasum
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, bagian
terakhir dari lambung yang berhubungan dengan usus kecil adalah abomasum yang
sering disebut juga lambung sejati atau lambung glanduler. Abomasum memiliki
panjang 28 cm dan lebar 4 cm. Fungsi dari abomasum sendiri adalah menghaluskan
pakan dan degradasi agar pakan lebih halus lagi. Riyanto et, al,. (2009) yang
menyatakan bahwa abomasum atau lambung sejati pada ternak ruminansia
berfungsi seperti perut pada ternak non ruminansia. Pada dinding abomasum
terdapat kelenjar-kelenjar pencernaan yang menghasilkan cairan lambung yang
mengandung pepsinogen, garam anorganik, mukosa, asam hidrokhlorat dan
faktor interinsik yang penting untuk absorbsi vitamin B12 secara efisien.
Purbowati, (2009) menyatakan abomasum disebut sebagai lambung sejati karena
unsur unsur penyusun berbagai nutrient dihasilkan di sini melalui proses kerja
cairan lambung terhadap bakteri dan protozoa.

3.1.6. Usus Halus
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, usus
halus memiliki panjang 852 cm dan lebar 1 cm. Usus halus ruminansia sangat
panjang berbentuk tabung sehingga penyerapan sari-sari makanan yang terjadi
didalamnya akan maksimal. Akoso, (2002) menyatakan usus ruminansia berbentuk
tabung, beberapa kali melebar dan menyempit sepanjang rangkaiannya sesuai
dengan fungsinya. Small instenstine (usus halus) yang sangat panjang itu berfungsi
agar penyerapan sari-sari pakan terjadi secara maksimal. Pada bagian small
9

instenstine terdapat jonjot usus atau mikrovili yang berfungsi untuk memperluas
area penyerapan zat nutrien pakan. Pakan yang masuk ke dalam small instenstine
yang berasal dari abomasum. Cambell et, al., (2004) menyatakan pakan yang telah
dicerna di abomasum akan diteruskan ke small instenstine.

3.1.7. Sekum

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, sekum
memiliki panjang 4 cm dan lebar 3 cm. Sekum terletak diantara usus halus dan usus
besar dan di dalamnya terdapat populasi bakteri yang dapat membatu proses digesti
atau pencernaan. Fried et.al,. (2006) menyatakan dalam sekum, terdapat populasi
padat bakteri pencerna selulosa yang memungkinkan tersediannya produk-produk
degradasi selulosa bagi inang. Rianto et.al,. (2009) menyatakan aktivitas mikrobial
terbesar didalam usus besar terjadi di sekum.

3.1.8. Usus Besar

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, sekum
memiliki panjang 290 cm dan lebar 2 cm. Bagian organ pencernaan setelah small
intestine adalah large intestine (usus besar). Pada usus besar terjadi penyerapan
digesta tetapi sangat sedikit. Rianto et, al,. (2009) menyatakan hanya sedikit sekali
digesta yang terserap lewat dinding usus besar. Usus besar juga berfungsi sebagai
tempat pembentukan feses. Purbowati, (2009) menyatakan bahan-bahan yang tidak
tercerna bergerak ke cecum dan usus besar, kemudian di keluarkan sebagai feses
melalui anus.
10

3.1.9. Anus
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, bagian
terakhir dari organ digesti ruminansia adalah anus. Anus merupakan lubang
pembuangan sisa-sisa hasil pencernaan. Rianto et, al,. (2009) menyatakan materi
yang tidak terserap lewat dinding usus besar kemudian dikeluarkan lewat anus
sebagai feses. Materi yang keluar sebagai feses meliputi air, sisa-sisa pakan yang
tidak tercerna, sekresi saluran pencernaan, sel-sel epitelium saluran pencernaan,
garam-garam anorganik, bakteri dan produk-produk dari proses dekomposisi oleh
mikrobia. Campbell, et al., (2004) menyatakan setelah mengalami penyerapan air,
sisa-sisa pakan berupa ampas (feses) dikeluarkan melalui anus.

























11

3.2. Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan Pseudo-ruminan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap saluran pencernaan pada ternak
pseudo-ruminan maka dapat di gambarkan sebagai berikut :


Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2014
Ilustrasi 2. Saluran Pencernaan Pseudo-ruminan
Keterangan :
1. Esofagus 4. Sekum
2. Lambung 5. Usus besar
3. Usus halus 6. Anus





12

Tabel 2. Hasil Pengukuran Organ Pencernaan Pseudo-ruminan
Kompartemen Panjang Lebar
Esophagus 6 cm 0,3 cm
Lambung 5,5 cm 3 cm
Usus halus 140 cm 0,5 cm
Sekum 34 cm 2 cm
Usus besar 24 cm 0,6 cm
Anus - cm - cm
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2014.
Berdasarkan Praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Anatomi dan
Fisiologi Organ Pencernaan Pseudo-ruminan, urutan saluran pencernaan ternak
pseudo-ruminan adalah eshopagus, lambung, usus halus, sekum, usus besar dan
anus. Sugiharto, (2010) menyatakan saluran pencernaan pada hewan pseudo-
ruminan terdiri atas mulut, oesopaghus, lambung, usus halus, usus besar dan anus.
Ternak pseudo-ruminan mempunyai sistem pencernaan hampir sama dengan ternak
ruminansia yakni menpunyai lambung tunggal. Blass dan Wiseman, (2010)
menyatakan kelinci merupakan hewan pseudo-ruminan, herbivora monogastrik
yang mempunyai lambung sederhana, intestinum dan usus belakang yang
membesar yaitu secum dan colon.

3.2.1. Esofagus
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, esofagus
memiliki panjang 6 cm dan lebar 0,3 cm. Pakan masuk ke dalam mulut kemudian
melewati esofagus dan dicerna di dalam lambung. Esofagus merupakan saluran
pencernaan yang berfungsi untuk menyalurkan pakan dari mulut ke lambung.
Widayati et al., (2008) menyatakan esofagus merupakan tempat lewatnya pakan
13

dari mulut ke stomach, yang merupakan saluran dari pharinx ke kardia. Esofagus
terdiri dari otot, sub mukosa dan mukosa. Sherwood L, (2001) menyatakan organ
ini dilapisi membran mukosa pada permukaannya.

3.2.2. Lambung
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak,
labung memiliki panjang 5,5 cm dan lebar 3 cm. Lambung merupakan tempat
untuk mencerna pakan. Sugiarto, (2010) menyatakan fungsi lambung adalah
tempat dimana pakan dicerna dan beberapa sari-sari pakan di serap. Lambung
juga berfungsi sebagai tempat menyimpan pakan sebelum ke usus halus.
Priyatna, (2011) menyatakan bahwa lambung juga berfungsi untuk menyimpan
pakan dan mensterilkan pakan sebelum ke usus halus.

3.2.3. Usus Halus
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, usus
halus memiliki panjang 140 cm dan lebar 0,5 cm. Usus halus berfungsi untuk
menyerap zat-zat pakan (nutrisi) yang berguna bagi tubuh. Usus halus terdiri dari
tiga bagian, yaitu duodenum, jejunum dan illeum. Rianto et,al,. (2009) menyatakan
intestin (usus halus) terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejenum dan illeum.
Sherwood L, (2001) menyatakan small intestinum adalah tempat berlangsungnya
sebagian besar pencernaan dan penyerapan. Setelah pakan meninggalkan usus halus
tidak lagi terjadi proses pencernaan. Usus ini berada dalam keadaan abdomen dan
terlentang dari lambung sampai usus besar.
14

3.2.4. Sekum
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, sekum
memiliki panjang 34 cm dan lebar 2 cm. Sekum terletak diantara usus halus dan
usus besar. Sekum memiliki fungsi sebagai tempat fermentasi serat kasar. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hickman et, al,. (2011) menyatakan sekum memiliki fungsi
seperti rumen pada ruminansia yaitu fermentasi pakan. Sugianto et, al,. (2010)
menyatakan sekum mempunyai peran yang sangat penting yaitu sebagai tempat
fermentasi bahan pakan yang kaya akan serat kasar.

3.2.5. Usus Besar
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, usus
besar memiliki panjang 24 cm dan lebar 0,6 cm. Usus besar terdiri dari sekum,
rektum dan kolon yang berfungsi sebagai tempat penampungan zat pakan yang
tidak dicerna. Rianto et, al,. (2009) menyatakan ada tiga organ pokok yang terdapat
dalam kelompok usus besar yaitu kolon, sekum dan rektum dimana pada saat digesti
masuk ke dalam kolon, sebagian digesta yang mengalami hidrolisis sudah terserap
sehingga materi yang masuk ke dalam kolon adalah materi yang tidak tercerna.
Sekum merupakan tempat fermentasi serat kasar, sehingga dapat mencerna serat
kasar. Usus besar juga berfungsi sebagai tempat penyerapan air. Mader, (2010)
menyatakan usus besar ini terjadi penyerapan air karena sebagian besar sari-sari
pakan sudah diserap diusus halus.


15

3.2.6. Anus
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak. Anus
berfungsi sebagai lubang pembuangan feses. Sugiarto et, al,. (2010) menyatakan
anus merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Feses merupakan sisa
pakan yang tidak dapat dicerna. Blass dan Wiseman, (2010) menyatakan bahwa
pakan yang sudah tidak dapat dicerna di usus besar akan di sekresikan dan
dikeluarkan berupa feses.











16

3.3. Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan Monogastrik
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap saluran pencernaan pada ternak
monogasrtik maka dapat di gambarkan sebagai berikut :


Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2014
Ilustrasi 3. Saluran Pencernaan Monogasrtik
Keterangan :
1. Esofagus 4. Gizzard 7. Usus besar
2. Tembolok 5. Usus halus 8. Kloaka
3. Proventikulus 6. Secca







17

Tabel 3. Hasil Pengukuran Organ Pencernaan Monogasrtik
Kompartemen Panjang Lebar
Esophagus 5 cm 4,5 cm
Tembolok 4 cm 4,5 cm
Proventikulus 4 cm 1,5 cm
Gizzard 3,5 cm 5 cm
Usus halus 162 cm 0,5 cm
secca 32 cm 0,3 cm
Usus besar 8 cm 0,5 cm
Kloaka 2,5 cm 5,5 cm
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak,2014.
Berdasarkan Praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Anatomi Organ
Pencernaan Monogasrtik, urutan saluran pencernaan ternak monogasrtik adalah
esofagus, tembolok, proventikulus, gizard, usus halus, secca, usus besar dan
berakhir di kloaka. Yaman, (2010) menyatakan alat pencernaan unggas terdiri atas
saluran yang memanjang mulai dari mulut melanjut ke usus dan berakhir di lubang
pelepasan atau kloaka. Yuwanta, (2004) menyatakan saluran pencernaan pada
ternak monogastrik terdiri atas mulut (paruh), esofagus, tembolok (crop),
proventikulus, gizard (empedal), usus halus, secca, usus besar dan berakhir di
kloaka.

3.3.1. Esofagus
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, esofagus
memiliki panjang 5 cm dan lebar 4,5 cm. Esophagus merupakan saluran
penghubung antara mulut dan proventikulus pada ayam. Suprijatana et, al,. (2008)
menyatakan esophagus atau kerongkongan berupa pipa tempat pakan melalui
saluran ini dari bagian belakang mulut ke proventrikulus. Yuwanta, (2004)
18

menyatakan esophagus memanjang dari faring hingga proventrikulus melewati
tembolok.

3.3.2. Tembolok
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, tembolok
memiliki panjang 4 cm dan lebar 4,5 cm. Tembolok adalah organ yang bebentuk
kantung dan merupakan daerah pelebaran dari esophagus. Proses pencernaan di
dalam tembolok sangat kecil terjadi. Fungsi dari tembolok adalah sebagai organ
penyimpan pakan. Yuwanta, (2008) menyatakan fungsi utama tembolok adalah
untuk menyimpan pakan sementara, terutama pada saat ayam makan dalam jumlah
banyak. Yaman, (2010) menyatakan crop sematamata berfungsi sebagai
penampung sementara bagi pakan.

3.3.4. Proventikulus
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak,
proventikulus memiliki panjang 4 cm dan lebar 1,5 cm. Proventrikulus disebut
juga lambung kelenjar atau glandular stomach. Proventikulus berfungsi sebagai
tempat mengsekresikannya pepsinogen. Yuwanta, (2004) menyatakan
proventikulus berfungsi mensekresikan pepsinogen dan HCl untuk mencerna
protein dan lemak. Sekresi pepsinogen dan HCl tergantung pada stimulasi saraf
vagus, sekresi glandula perut ini 520 ml/jam dan mampu mencapai 40 ml ketika
ada pakan. Suprijatna et al., (2005) menyatakan suatu enzim untuk membantu
pencernaan protein, dan hidrokloric acid disekresi oleh glandular cell.
19

3.3.4. Gizzard
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, gizzard
memiliki panjang 3,5 cm dan lebar 5 cm. Gizzard disebut juga empedal yang
merupakan kepanjangan dari proventikulus. Fungsi gizzard sama degan gigi yaitu
menghaluskan pakan yang keras. Hardjosworo, (2006) menyatakan fungsi utama
gizard adalah menggiling dan meremas pakan yang keras. Proses mencerna pakan
secara normal dapat dibantu oleh adanya kerikil yang biasa diambil dan ditelan
melalui mulut. Suprijatna et al., (2005) menyatakan gizzard memiliki dua pasang
otot yang sangat kuat sehingga ayam mampu menggunakan tenaga yang kuat.

3.3.5. Usus Halus
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, usus
halus memiliki panjang 162 cm dan lebar 0,5 cm. Usus halus juga dinamakan
intestinium tenue. Usus halus terbagi dalam 3 bagian bagian yaitu duodenum,
jejunum dan ileum. Yuwanta, (2004) menyatakan usus terdapat 3 bagian yaitu
duodenum yang merupakan bagian paling atas dari usus halus, jejunum dan ileum
yang merupakan kelanjutan dari duodenum. Usus halus juga mempunyai fungsi
untuk mencena pakan. Sudarmono, (2003) menyatakan pencernaan pakan utama
terjadi di usus halus.

3.3.6. Secca
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, secca
memiliki panjang 32 cm dan lebar 0,3 cm. Secca terdiri atas dua seka atau saluran
20

buntu. Suprijatna et, al., (2005) menyatakan diantara usus halus dan usus besar,
terdapat dua kantung yang disebut sebagai ceca. Sekum juga memiliki fungs untuk
mendekomposisi nurient. Yuwanta, (2004) menyatakan beberapa nutrient yang
tidak tercerna dalam usus halus mengalami dekomposisi oleh mikroba secca.

3.3.7. Usus Besar
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, usus
besar memiliki panjang 8 cm dan lebar 0,5 cm. Usus besar (rectum) dinamakan juga
intestinum crasum. Usus besar adalah penghubung anrara usus halus dan kloaka.
Suprijatna et al., (2005) menyatakan usus besar bentuknya melebar dan terdapat
pada bagian akhir usus halus ke kloaka. Usus besar berfungsi mengubah zat zat
yang tidak digunakan menjadi feses dengan bantuan mikroorganisme. Yuwanta,
(2004) menyatakan pada bagian usus besar terjadi perombakan partikel pakan yang
tidak tercerna oleh mikroorganisme menjadi feses.

3.3.8. Kloaka
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak, kloaka
berfungsi sebagai tempat keluarnya ekskreta. Yuwanta, (2004) menyatakan kloaka
merupakan tempat keluarnya ekskreta karena urodeum dan koprodeum terletak
berhimpitan. Kloaka juga berfungsi sebagai saluran saluran pencernaan, saluran
kencing dan reproduksi. Sudarmono, (2003) menyatakan kloaka merupakan suatu
tabung yang berhubungan dengan saluran pencernaan, saluran kencing dan
reproduksi yang membuka keluar menuju kloaka.
21

3.4. Perbedaan Saluran Pencernaan Ruminansia, Pseudo-ruminan dan
Monogastrik
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Fisiologi Ternak dengan
materi sistem pencernaan Ruminansia, Pseudo-ruminan dan Monogastrik di peroleh
beberapa perbedaan yaitu pada organ pencernaan ruminansia terdiri dari esophagus,
rumen, retikulum, omasum, abomasum, usus kecil, sekum, usus besar dan anus.
Ternak ruminansia memiliki 4 lambung yaitu rumen, retikulum, omasum dan
abomasum. Mulyono, (2004) menyatakan ruminansia memiliki lambung yang khas,
yaitu terdiri dari empat bagian, yaitu rumen (lambung pertama dan terbesar),
retikulum (lambung kedua atau perut jala), omasum (lambung ketiga atau perut
buku) dan abomasum (perut keempat atau perut sejati). Pada organ pencernaan
pseudo-ruminan, memiliki pencernaan oesopaghus, lambung, usus halus, usus
besar dan anus. Sugiharto, (2010) menyatakan saluran pencernaan pada hewan
pseudo-ruminan terdiri atas mulut, oesopaghus, lambung, usus halus, usus besar
dan anus. Pada organ pencernaan monogasrtik memiliki perbedaan yaitu memiliki
esofagus, tembolok, proventikulus, gizzard dan kloaka. Yuwanta, (2004)
menyatakan saluran pencernaan pada ternak monogastrik terdiri atas paruh,
esofagus, tembolok (crop), proventikulus, gizzard (empedal), usus halus, cecca,
usus besar dan berakhir di kloaka.




22

BAB IV
SIMPULAN
Pencernaan adalah proses perombakan bahan pakan baik secara mekanis,
kimiawi dari bentuk yang kompleks menjadi sederhana supaya mudah diserap.
Pencernaan merupakan tahap pertama dari proses metabolisme yang
mengghasilkan energi. Berdasarkan jenis pencernaannya yang dimiliki hewan dapat
dikelompokan menjadi 3 yaitu ruminansia, pseudo-ruminan dan monogastrik.
Saluran pencernaan dapat dicirikan dengan mempunyai 4 bagian lambung (rumen,
retikulum, omasum dan abomasum). Pada pseudo-ruminan dicirikan mempunyai
alat pencernaan yang lebih panjang yang berguna untuk mencerna pakan yang lebih
berserat. Pada monogastik dicirikan memiliki lambung kelenjar (proventikulus dan
ventrikulus) dan juga memiliki tembolok.







23

DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. 2002. Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
Campbell, N.A., Reece, J.B., dan Nitchel, L.G. 2004. Biologi: Edisi Kelima Jilid 3.
Erlangga, Jakarta .
De Blas, C. J. Wiseman 2010. Nutrition Of The Rabbit 2nd Edition. CAB
International, United Kingdom.
Fried ,G,. H. J. hademones 2006 Teori Dan Soal Soal Biologi: Edisi Kedua.
Erlangga, Jakarta.
Hardjosworo, Peni S. 2006. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Penebar
Swadya, Jakarta.
Hickman et, al,. 2011. Intergrated Principle of Zoology: Fifteenth Edition. Mc
Grow, New York.
Mader , Sylvia S. 2010. Biology: Tenty Edition. Mc Grow, New york.
Makfoeld D. 2002. Kamus dan Istilah Pakan dan Nutrisi. Kanisius, Yogyakarta.
Mulyono, S,. B. Sarwono 2004. Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Pearce Evelin C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. Gremedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Purbowati, Endang 2009. Usaha Penggemukan Domba. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rianto, E dan E. Purbowati. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Sugiharto et, al,. 2010. Buku Ajar Biologi . Universitas Diponegoro, Semarang.
Rizal, Yise 2006. Ilmu Nutrisi Unggas. Andalas Universitas Press, Padang.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Penerbit buku
kedokteran EGC, jakarta.
Sudarmono. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur.
Kanisius, Yogyakarta.
Suprijatna et, al,. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Widayati, et, al,. 2008. Handout Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
24

Yaman, M. Aman. 2010. Ayam Kampung Unggul 6 Minggu Panen. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Yulianto, et, al,. 2010. Pembesaran Sapi Secara Intensif. Penebar Swadaya, Jakarta.




25

BAB I
PENDAHULUAN
Jaringan darah adalah komponen kardiovaskuler yang berfungsi sebagai
alat transportasi berbagai zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Darah tersusun oleh
komponen berbentuk cairan yang disebut dengan plasma darah dan komponen
lainnya yang disebut sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), trombosit
dan plasma darah. Darah mempunyai beberapa fungsi yaitu menjaga keseimbangan
asam basa, menghancurkan orgamisme asing melalui sistem fagositosis, memjaga
kekebalan tubuh, menyebarkan panas tubuh, melindungi diri dari hilangnya darah
memalui mekanisme homeostatis dan menyebarkan sari-sari pakan ke seluruh
tubuh.
Tujuan praktikum ini yaitu supaya mahasiswa dapat mengukur kadar
hemoglobin, mengukur kadar hematrokit dan apus darah. Manfaat praktikum ini
adalah praktikan dapat mengetahui hemoglobin, hematrokit dalam percobaan sehat
atau tidak.







26

BAB II

MATERI DAN METODE


Praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Fisiologi Darah dilaksanakan
pada hari Kamis, tanggal 18 April 2014 pukul 09.0011.00 WIB di Laboratorium
Fisiologi dan Biokimia Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro,
Semarang.

2.1. Materi

Alat yang digunakan adalah kaca slide berfungsi untuk meletakkan darah
yang akan diamati, pipet tetes berfungsi untuk mengambil aquades, mikroskop
berfungsi untuk mengamati sel darah, tabung sahli berfungsi sebagai tempat
percampuran darah dengan HCl dan aquades, pipet hisap untuk menghisap darah,
tabung mikrokapiler untuk penempatan darah agar darah tidak mengalir, sentrifuge
berfungsi untuk memutar tabung reaksi dengan kecepatan tinggi, kapas sebagai
penutup pipa mikrokapiler, tabel junetsky berfungsi untuk mengukur selisih darah
dan plasma darah. Bahan yang digunakan adalah darah sebagai objek yang akan
diamati, pewarna giemsa berfungsi untuk membedakan inti sel dan morfologi
sitoplasma dari sel darah merah, darah putih, trombosit dan parasit yang ada di
dalam darah, larutan HCl 0,1% berfungsi untuk mencampur darah, aquades
berfungsi sebagai pelarut.




27

2.2. Metode

2.2.1. Apus Darah

Metode yang dilakukan yaitu dengan cara mengambil sepasang kaca slide,
ambil dan teteskan satu tetes darah ke kaca objek di bagian ujung tepi pertama,
pegang kaca slide kedua membetuk sudut 45
0
terhadap slide pertama dan tempelkan
ujungnya pada tetesan darah tersebut, lalu tariklah kaca slide kedua dengan lembut
namun cepat dan akan menimbulkan selapis darah tipis pada slide pertama lalu
biarkan mengering, setelah kering fiktasi menggunakan methanol, keringkan
dengan tissue dan lakukan pewarnaan menggunakan giemsa dan tunggu 2-5 menit,
bilas dengat air, lalu biarkan kering udara. Setelah itu mengamati di bawah
mikroskop dan catat hasilnya.

2.2.2. Pengukuran Kadar Hemoglobin Darah Ayam

Metode yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan, mengisi tabung
sahli dengan HCl sampai skala 2, memasukkan tabung sahli ke dalam block
komparator, mengambil darah (objek) dengan cara menghisap menggunakan pipet
hisap dan pindahkan ke tabung sahli. Mengaduk sampel menggunakan pengaduk,
mencampurkan aquades sedikit demi sedikit sampai warna sampel sama dengan
warna yang ada pada comparator block.




28

2.2.3. Penetapan Kadar Hematokrit Darah Ayam

Metode yang dilakukan pada pengukuran kadar hematokrit yaitu
mengambil darah menggunakan pipa mikrokapiler dan menutup salah satu ujung
dengan kapas. Letakan pipa mikrokapiler pada sentrifuge, kemudian nyalakan
sentrifuge selama 3 menit pada kecepatan 2000-4000 rpm. Amati dan catat kadar
hematokrit pada tabel Junetsky.

29

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Apus Darah

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada praktikum fisiologi
darah diperoleh hasil sebagai berikut :




Perbesaran 40 x Perbesaran 100 x
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2014.
Ilustrasi 4. Preparat Apus Darah
Keterangan : 1. Eritrosit
2. Plasma darah
3. Hemoglobin

Hasil praktikum pembuatan preparat apus darah ayam pada perbesaran 40
kali, bagian-bagian darahnya tidak terlihat secara jelas. Namun pada perbesaran 100
kali terlihat bagian-bagian dari darah yaitu leukosit, eritrosit dan trombosit. Hal ini
sesuai dengan pendapat Soewolo, (2005) menyatakan komponen seluler darah
30

terdiri dari leukosit, eritrosit dan trombosit. Pengamatan preparat apus darah ayam
dengan perbesaran 40 kali hanya tampak berupa titiktitik dan tidak ada perbedaan
yang jelas antara tiap komponen. Sedangkan pada pengamatan 100 kali dapat
terlihat jelas bentuk antara tiap komponen. Hal ini sesuai dengan pendapat Ethel,
(2004) menyatakan sel darah hanya dapat diamati dengan mikroskop, semakin
besar perbesaran objek semakin jelas yang diamati, eritrosit akan tampak seperti
dua bulan sabit berwarna merah pada intinya, leukosit berupa cairan berwarna putih
kekuningan, sedangkan trombosit merupakan keping-keping darah yang dapat
menghasilkan benang-benang fibrin.

3.2. Pengukuran Kadar Hemoglobin Darah Ayam
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada praktikum fisiologi
darah diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4. Mengukur Kadar Hemoglobin
Jenis Darah Kadar Hemoglobin (g/dl)
Ayam 1 6
Ayam 1 10
Rata-rata 8
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2014.

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh kadar
Hemoglobin pada darah ayam adalah 8 g/ml. Aziz, (2008) menyatakan kadar
hemoglobin dalam darah berkisar antara 12-16 gram/dl. Perbedaan itu disebabkan
oleh jumlah eritrosit yang sedikit. Organisme multiseluler mengembangkan sistem
transportasi dan sirkulasi untuk mengangkut oksigen dan nutrisi ke sel dan
membuang karbondioksida dan sisa metabolisme keluar sel. Sugiharto et, al,.
31

(2010) menyatakan bahwa sistem sirkulasi pada organisme multiseluller disokong
oleh banyak faktor dan salah satunya adalah darah dimana didalamnya terdapat
hemoglobin.

3.3. Penetapan Kadar Hematokrit Darah Ayam
Berikut adalah hasil pengukuran kadar hematokrit dalam darah ayam :
Tabel 5. Penetapan Nilai Hematokrit
Jenis Darah Kadar hematokrit (%)
Ayam 22,2%
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2014.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh nilai hematokrit
pada darah ayam adalah 22,2%. Hasil perhitungan ini sedikit terpaut jauh dari kadar
hematokrit normalnya. Subowo, (2009) menyatakan kadar hematokrit pada yang
normal itu sekitar 39% dari keseluruhan darah. Hematokrit merupakan presentase
volume sel darah merah terhadap keseluruhan darah. Hidayat, (2007) menyatakan
pemeriksaan hematokrit dilakukan untuk mengukur konsentrasi sel-sel darah merah
dalam darah. Aziz, (2008) menyatakan hematokrit dapat menggambarkan jumlah
sel darah merah.


32

BAB IV
SIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpilkan bahwa
hematokrit adalah presentase volume darah total yang mengandung eritrosit.
Hemoglobin berfungsi mengangkut atau alat transport bagi oksigen dan
karbondioksida. Sedangkan pembuatan preparat apus adalah suatu sarana yang
digunakan untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan
trombosit.
33

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, A. H. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Salemba medika, Jakarta.

Sugiharto et, al,. 2010. Buku Ajar Biologi . Universitas Diponegoro, Semarang.
Hidayat, A. A. 2007. Buku Saku Praktikum Keperawatan Anak. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Subowo. 2009. Histologi Umum. Sagung Setyo, Jakarta.
Ethel, S. 2004. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.











34

BAB I
PENDAHULUAN
Darah merupakan suatu medium untuk menjaga keseimbangan lingkungan
sel. Darah mempunyai beberapa fungsi yaitu menjaga keseimbangan asam basa,
menghancurkan orgamisme asing melalui sistem fagositosis, memjaga kekebalan
tubuh, menyebarkan panas tubuh dan melindungi diri dari hilangnya darah memalui
mekanisme homeostatis. Darah terdiri dari beberapa komponen selurer yaitu sel
darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit dan keping darah atau
trombosit.
Tujuan praktikum ini yaitu dapat mempelajari dan mengetaui jumlah
eritrosit dan leukosit pada darah ayam. Manfaat praktikum ini adalah dapat
menghitung jumlah eritosit dan leukosit pada darah ayam dan menyatakan bahwa
jumlah eritrosit dan leukositnya normal atau tidak.






35

BAB II
MATERI DAN METODE
Praktikum Fisiologi Ternak dengan materi perhitungan jumlah eritrosit
dan leukosit dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 10 Aril 2014 pukul 09.0011.00
WIB di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia, Fakultas Peternakan dan Pertanian,
Universitas Diponegoro, Semarang.

2.1. Materi
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah hemocytometer sebagai
wadah larutan darah yang akan dihitung melalui mikroskop, pipet hisap untuk
mengambil darah dan larutan pencampurnya, mikroskop untuk melihat atau
mengamati bagian sel dalam darah, bilik hitung Improve Neubeur sebagai tempat
meletakkan darah yang akan diamati dan hand counter sebagai alat untuk
menghitung jumlah leukosit. Bahan yang digunakan adalah darah yang digunakan
sebagai objek pengamatan.

2.2. Metode
2.2.1. Penghitungan Jumlah Eritrosit
Pada praktikum penghitungan eritrosit, metode yang digunakan adalah
dengan mencuci bilik hitung hingga bersih dan mengelapnya dengan tisu hingga
kering, kemudian menghisap darah menggunakan pipet hisap sampai skala 0,5.
Menahan dengan menggunakan lidah, setelah itu menempelkan ujung pipet hisap
36

pada larutan hayem. Mengisap larutan hayem hingga skala 101. Kemudian menutup
pipet hisap menggunakan ujung jari dan menggoyangkan membentuk angka
delapan selama 2-3 menit. Larutan tetesan pertama darah yang telah diencerkan
tersebut dibuang dan diambil tetesan kedua untuk ditempatkan pada
hemocytometer. Lalu menutupnya dengan menggunakan cover glass dan
menunggu sampai merata ke seluruh ruang hitung. Kemudian mengamati dengan
mikroskop dan menghitung jumlah eritrosit.

2.2.2. Penghitungan Leukosit
Pada praktikum penghitungan leukosit, metode yang digunakan adalah
dengan mencuci bilik hitung hingga bersih dan mengelapnya dengan tisu hingga
kering, kemudian menghisap darah menggunakan pipet hisap sampai skala 0,5.
Menahan dengan lidah, setelah itu menempelkan ujung pipet hisap pada larutan
turks. Larutan turks dihisap hingga skala 11. Kemudian pipet hisap ditutup
menggunakan ujung jari dan digoyangkan membentuk angka delapan selama 2 3
menit. Larutan tetesan pertama darah yang telah diencerkan tersebut dibuang dan
diambil tetesan kedua untuk ditempatkan pada hemocytometer. Lalu menutupnya
dengan menggunakan cover glass dan menunggu sampai merata ke seluruh ruang
hitung.Kemudian mengamati dengan mikroskop dan menghitung jumlah leukosit.




37

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Perhitungan Jumlah Eritrosit
Berikut ini adalah hasil perhitungan jumlah eritrosit dalam bilik hitung:


78


32



24



41


63
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2014.
Ilustrasi 1. Bilik Hitung Improve Neubauer Eritrosit
Jumlah eritrosit = 78 + 32 + 24 + 41 + 63 = 206
Jumlah eritrosit total = (50 x 200 x 206) / 5 = 412.000 butir / mm
3

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data jumlah eritrosit dalam
darah ayam sebanyak 412.000 butir/mm
3
yang menunjukkan bahwa darah
dalam kondisi tidak baik karena jumlah eritrosit tidak sesuai standar yaitu sekitar
3x10
6
/mm
3
. Bell, (2002) menyatakan darah ayam mengandung eritrosit sekitar
3x10
6
butir/mm
3
. Jumlah eritrosit dalam darah dapat dipengaruhi oleh jenis
kelamin, umur dan aktivitas fisik. Subowo, (2009) menyatakan kadar nilai eritrosit
dipengaruhi oleg gizi, jenis kelamin, umur dan aktifitas fisik.
38

2.2. Perhitungan Jumlah Leukosit
Berikut ini adalah hasil perhitungan jumlah leukosit dalam bilik hitung :


48


128



59


79
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2014

Ilustrasi 5. Bilik Hitung Improve Neubauer Leukosit
Jumlah leukosit = 48+128+59+79 = 306
Jumlah leukosit total = (4x10x20x306) / 16 = 3825 butir / mm
3

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data jumlah leukosit dalam darah
sebanyak 3825 butir / mm
3
eritrosit yang menunjukkan bahwa darah dalam kondisi
tidak baik karena jumlah leukosit tidak sesuai standar yaitu sekitar 5908,2-8229,2
sel/mm
3
. Utami, (2012) menyatakan jumlah leukosit pada ayam keadaan normal
berkisar 5908,2-8229,2 sel/mm
3
. Sel darah putih berfungsi untuk melindungi tubuh
dari penyakit yang masuk kedalam tubuh. Evelyn (2002) menyatakan fungsi sel
darah putih adalah melindungi tubuh dari penyakit



39

BAB IV
SIMPULAN
Jaringan darah adalah komponen kardiovaskuler yang berfungsi sebagai
alat transportasi berbagai zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Darah tersusun oleh
komponen berbentuk cairan yang disebut dengan plasma darah dan komponen
lainnya yang disebut sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan
trombosit. Jumlah leukosit dan jumlah eritrosit pada ayam berada dibawah standar
standar, perbedaan ini kemungkinan disebabkan faktor seperti berbeda umur,
kondisi ayam dan jenis ayam.













40

DAFTAR PUSTAKA
Bell D.D. 2002. Anatomy of The Chicken. Springer Science and Business Media,
Inc. USA.
Pearce, Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Garmedia. Jakarta.
Subowo. 2009. Histologi Umum. Sagung Seto. Jakarta.
Utami. 2012. Peternak Ayam Boiler. 10 Madya. Klaten.

















41

LAMPIRAN

Lampiran 1. Saluran Pencernaan Ruminansia

42

Lampiran 2. Saluran Pencernaan Pseudo-ruminan





43

Lampiran 3. Saluran Pencernaan Monogastrik





44

Lampiran 4. Mengukur Kadar Hemoglobin, Mengukur Kadar Hematokrit dan
Preparat Apus Darah

You might also like