You are on page 1of 87

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn.

Y DENGAN ILEUS OBSTRUKTIF


DI RUANG NUSA INDAH RSUD MAJALENGKA
TAHUN 2013











Disusun Oleh :
1. Andy Kurniawan
2. Aan Nurhasanah
3. Ade Sudarsono
4. Deasy Andiyanti
5. Dewi Nurmaya
6. Eni Rohayati
7. Engkus Kusliah
8. Iis Indra Yuniasih
9. Jaja Sutarja
10. Jajang Suteja
11. Rini Abriyani
12. Sri Hastuti
13. Sujana





PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON
2013
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon
Program Studi Ilmu Keperawatan
Tahun 2013



ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. Y DENGAN ILEUS OBSTRUKTIF
DI RUANG NUSA INDAH RSUD MAJALENGKA

vii+53 halaman, 3 tabel, 4 gambar, 1 lampiran

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus. Obstruksi
intestinal merupakan salah satu bentuk kelainan pada traktus digestivus dan menjadi
kegawatan dalam bedah abdominalis. Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala
usia didiagnosa ileus. Dampak ileus obstruktif terhadap kebutuhan dasar manusia
diantaranya kebutuhan oxigenasi, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan nutrisi, kebutuhan eliminasi dan kebutuhan istirahat dan tidur. Sedangkan
komplikasi yang dapat terjadi akibat ileus obstruksi, yaitu syok hipovolemik, perporasi,
peritonitis, sepsis dan kematian. Angka kematian ileus obstruktif berkisar antara 15
30%. Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mendapatkan gambaran nyata
mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan ileus obstrutif di Ruang Nusa Indah
RSUD Majalengka.
Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode deskriftif, yaitu suatu
metode yang bersifat mengumpulkan data, menganalisa dan menarik kesimpulan dari
kasus yang diamati dengan apa adanya. Data diperoleh dengan menggunakan teknik
pengumpulan data yang meliputi : Studi kepustakaan dan studi kasus secara langsung
pada pasien serta berpartisipasi aktif dalam memberikan asuhan keperawatan.
Studi kasus dilakukan pada Nn. Y di ruang Nusa Indah RSUD Majalengka dengan
ileus obstruktif partial. Hasil evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan, dari
4 masalah keperawatan yang diintervensi hanya 1 masalah keperawatan yang teratasi
yaitu gangguan pola eliminasi : konstipasi.
Sehubungan dengan hasil tersebut, karena keterbatasan waktu maka intervensi
yang telah disusun dikonfirmasikan kembali dengan perawat di ruangan.


Kata kunci : Asuhan Keperawatan Ileus Obstruktif, Teori dan Praktek
Daftar bacaan : 11 (2000 - 2012)









KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
dengan judul Asuhan Keperawatan pada Nn. Y dengan Ileus Obstruktif di Ruang
Nusa Indah RSUD Majalengka .
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menempuh pendidikan Ilmu Keperawatan STIKes Cirebon.
Penulis telah berupaya seoptimal mungkin untuk dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis menyadari banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak.
Penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan
dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih pada yang terhormat :
1. Drs. H. E. Djumhana Cholil, MM, selaku Ketua Yayasan RISE Cirebon.
2. dr. H. Asep Suandi, M.Epid, selaku direktur RSUD Majalengka
3. Mohammad Sadli, SKM, M.MKes, selaku Ketua STIKes Cirebon.
4. Awaludin Jahid Abdilah, S.Kp, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKes Cirebon.
5. Arif Wibawa Rukmana, S.Kep, Ners, MPH, selaku pembimbing akademik.
6. Yuyun Fitri Rayandini, S.Kep, Ners, selaku pembimbing klinik.
7. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Mudah-mudahan bantuan, bimbingan dan budi baik yang telah diberikan pada
penulis mendapat balasan dengan limpahan berkat dan anugrah dari Allah SWT.
Amin...


Majalengka, Januari 2013

Penulis






DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan
Lembar Pengesahan
Abstrak........................................................................................................................i
Kata Pengantar........................................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................................... iii
Daftar Tabel............................................................................................................... v
Daftar Gambar........................................................................................................... vi
Daftar Lampiran......................................................................................................... vii
1. PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1. Latar Belakang...................................................................................... 1
2. Ruang Lingkup..................................................................................... 2
3. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
4. Metoda Penulisan................................................................................. 3
5. TINJAUAN TEORITIS............................................................................... 4
1. Konsep Dasar Ileus Obstruktif............................................................. 4
1. Pengertian...................................................................................... 4
2. Etiologi.......................................................................................... 8
3. Tanda dan Gejala........................................................................... 8
4. Patofisiologi................................................................................... 10
5. Pemeriksaan Penunjang................................................................. 11
6. Komplikasi.................................................................................... 12
7. Penatalaksanaan............................................................................. 12
2. Dampak Penyakit Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia...................... 13
3. Asuhan Keperawatan Ileus Obstruktif.................................................. 14
1. Pengkajian..................................................................................... 14


2. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul.......................... 15
3. Intervensi Keperawatan................................................................. 16
4. TINJAUAN KASUS................................................................................. 20
1. Pengkajian.......................................................................................... 20
2. Diagnosa Keperawatan....................................................................... 32
3. Rencana Tindakan Keperawatan........................................................ 33
4. Implementasi Keperawatan dan Catatan Perkembangan Perawatan.. 35
5. Evaluasi.............................................................................................. 44
6. PEMBAHASAN....................................................................................... 46
7. SIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 51
1. Simpulan............................................................................................. 51
2. Saran................................................................................................... 51
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 52
Lampiran.................................................................................................................... 53
























DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

3.1

3.2

3.3






Pola Nutrisi dan Metabolisme

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Terapi yang diberikan di Ruang Nusa Indah RSUD Majalengka



26

29

30





























DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman


2.1

3.1

3.2

3.3


Anatomi Sistem Pencernaan

Genogram

Distensi Abdomen pada Ileus Obstruktif

Foto Polos Abdomen



6

21

23

29


























DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran Halaman

Lampiran 1


SAP Managemen Nyeri


69



























BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pada dasarnya, semua makhluk hidup harus memenuhi kebutuhan energinya
dengan cara mengkonsumsi makanan. Makanan tersebut kemudian diuraikan dalam


sistem pencernaan menjadi sumber energi, sebagai komponen penyusun sel dan
jaringan tubuh, dan nutrisi yang membantu fungsi fisiologis tubuh. Pencernaan
makanan merupakan proses mengubah makanan dari ukuran besar menjadi ukuran
yang lebih kecil dan halus, serta memecah molekul makanan yang kompleks
menjadi molekul yang sederhana dengan menggunakan enzim dan organ-organ
pencernaan. Enzim ini dihasilkan oleh organ-organ pencernaan dan jenisnya
tergantung dari bahan makanan yang akan dicerna oleh tubuh. Luasnya daerah
permukaan saluran cerna dan fungsi digestifnya menunjukan betapa pentingnya
makna pertukaran antara organisme manusia dengan lingkungannya. Kelainan
inflamasi dan malabsorpsi akan mengganggu keutuhan fungsi traktus
gastrointestinal. ( Dona L.Wong, 2008 )
Obstruksi intestinal merupakan salah satu bentuk kelainan pada traktus
digestivus dan menjadi kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai,
merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis
akuta. Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus
(Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 orang
menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Sedangkan di Indonesia
berdasarkan data Depkes RI tahun 2004 tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan
obstruktif yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus (Sabara, 2007). Obstruksi pada usus dapat disebabkan oleh faktor mekanik dan
fungsional. Faktor mekanik diantaranya intususepsi, tumor dan neoplasma, stenosis,
striktur, perlekatan (adhesi), hernia dan abses. Sedangkan faktor fungsional
disebabkan oleh muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus
(Brunner and Suddarth, 2002). Terdapat 4 gejala utama (cardinal sign) pada ileus
obstruktif, yaitu nyeri abdomen, muntah, distensi dan kegagalan buang air besar
atau gas (konstipasi). Dampak ileus obstruktif terhadap kebutuhan dasar manusia
diantaranya kebutuhan oxigenasi, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan rasa
aman, kebutuhan nutrisi, kebutuhan eliminasi dan kebutuhan istirahat dan tidur.
Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi akibat ileus obstruksi, yaitu syok
hipovolemik, perporasi, peritonitis, sepsis dan kematian. (Brunner and Suddarth,
2002)
Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai
angka kematian 5%. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah
lanjut usia. Sedangkan obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi


mempunyai angka kematian sekitar 8%, jika operasi dilakukan dalam jangka waktu
36 jam sesudah timbulnya gejala, dan 25% jika operasi diundurkan lebih dari 36
jam. Pada obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 1530%.
Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat
dihindarkan. (Brunner and Suddarth, 2002)
Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis tertarik untuk menggambarkan
asuhan keperawatan pada Nn.Y dengan ileus obstrukstif yang dirawat di Ruang
Nusa Indah RSUD Majalengka.

2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan karya tulis ilmiah ini adalah asuhan keperawatan
pada Nn.Y dengan ileus obstruktif yang dirawat di Ruang Nusa Indah RSUD
Majalengka, yang meliputi Pengkajian, analiasa data, diagnosa keperawatan,
perencanaan tindakan keperawatan, implementasi, evaluasi dan catatan
perkembangan.

3. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran nyata mengenai asuhan keperawatan pada
pasien dengan ileus obstrutif di Ruang Nusa Indah RSUD Majalengka.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus penulisan karya tulis ini adalah untuk
mendapatkan gambaran nyata tentang :
1. Pengkajian data yang menunjang masalah keperawatan pada Nn.Y dengan
ileus obstruktif di Ruang Nusa Indah RSUD Majalengka.
2. Penyusunan diagnosa keperawatan pada Nn.Y dengan ileus obstruktif di
Ruang Nusa Indah RSUD Majalengka.
3. Penyusunan rencana tindakan keperawatan pada Nn.Y dengan ileus
obstruktif di Ruang Nusa Indah RSUD Majalengka.
4. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada Nn.Y dengan ileus obstruktif di
Ruang Nusa Indah RSUD Majalengka.
5. Pelaksanaan evaluasi keperawatan pada Nn.Y dengan ileus obstruktif di
Ruang Nusa Indah RSUD Majalengka.



3. Metode Penulisan
Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode deskriftif, yaitu suatu
metode yang bersifat mengumpulkan data, menganalisa dan menarik kesimpulan
dari kasus yang diamati dengan apa adanya. Data-data yang diperlukan diperoleh
dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang meliputi :
1. Studi kepustakaan yaitu usaha memperoleh data secara teori yang berhubungan
dengan konsep penyakit dan asuhan keperawatan ileus obstruktif.
2. Studi kasus secara langsung pada pasien serta berpartisipasi aktif dalam
memberikan asuhan keperawatan.
3. Wawancara dengan klien dan keluarga, petugas kesehatan yang mengetahui
tentang keadaan pasien dan memvalidasi melalui stasus.
4. Pemeriksaan fisik langsung pada pasien.
























BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan,
flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional. (Tucker, 1998)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah
sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran
pencernaan.

2. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi sistem pencernaan
1. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2
bagian :
1. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir
dan pipi.
2. Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya
oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang
bersambung dengan faring.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
c. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak
dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang
punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam
abdomen ke lambung.
d. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang
paling banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung, yaitu :


1. Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri
osteum kardium biasanya berisi gas.
2. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian
bawah notura minor.
3. Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk
spinkter pilorus.
4. Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum
kordi samapi pilorus.
5. Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri
osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke
pilorus anterior.
e. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya 6cm,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi
hasil pencernaan makanan.
Usus halus terdiri dari :
1. Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu
kuda melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada
bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut
papila vateri.
1. Yeyunum
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di
antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa panjangnya 2-3 meter.
2. Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia panjangnya sekitar 4-5 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
f. Usus besar/interdinum mayor
Panjangnya 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari
makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 8
bagian:



1. Sekum.
2. Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai
kehati, panjangnya 13 cm.
3. Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang 6 cm.
4. Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang
28 cm.
5. Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah
dengan panjangnya 25 cm.
6. Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S"
ujung bawah berhubungan dengan rektum.
7. Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus.
8. Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar.

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan



9. Fisiologi sistem pencernaan
Usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu : pencernaan dan
absorpsi bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan
masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-


enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi
zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas
membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-
enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan
mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan lebih luas bagi kerja
lipase pankreas (Price & Wilson, 1994).
Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan,
yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan
hormon (Sjamsuhidajat Jong, 2005). Pergerakan segmental usus halus
mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan
sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung
ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai
kontinu isi lambung (Price & Wilson, 1994).
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino)
melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-
sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi
berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang
sebagian kurang dimengerti (Price & Wilson, 1994).
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah
mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon
bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung
massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung (Preice &
Wilson, 1994). Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak
rantai pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut
membantu menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah terjadinya
dehidrasi. (Schwartz, 2000)
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon
kanan dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang
paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksai ini menurun
oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa
merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen
panjang 0,5-1,0 cm/detik, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali
sehari, terjadi dengan defekasi. (Schwartz, 2000)



Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak
tercerna. Normalnya 600 ml/hari. (Schwartz, 2000)

10. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut
jenis obstruksi usus, yaitu:
1. Mekanis
Yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan
pada usus, diantaranya :
1. Intususepsi
2. Tumor dan neoplasma
3. Stenosis
4. Striktur
5. Perlekatan (adhesi)
6. Hernia
7. Abses
8. Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus. (Brunner and Suddarth, 2002)

9. Tanda dan Gejala
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002) :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002) :
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok
hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap
setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus
diperiksa. (Winslet, 2002)


Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi
bersifat kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus
melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang
muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15
sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus
halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen,
sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri
intaumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun,
sehingga gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada
saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan
abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan
tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai. (Sabiston, 1995)
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang
memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti
oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Harrisons, 2001).
Muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus,
maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau
atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat
distensi.
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut
(dimana feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa
keluar) (Winslet, 2002). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum
juga suatu gambaran khas ileus obstruktif.
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunakan sebagai petanda
(Winslet, 2002) :
1. Mulainya terjadi iskemia
2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen
yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi.
Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi. (Winslet, 2002)








10. Fatofisiologi

Perlengketan, intususepsi, volvulus, hernia dan tumor


Refluks inhibisi spingter Akumulasi gas dan cairan dalam lumen Klien rawat inap
Terganggu bagian proksimal letak obstruksi

Spingter ani eksterna Distensi abdomen Reaksi hospitalisasi
Tidak relaksasi

Refluks lama dalam Tekanan intra lumen meningkat CEMAS
Kolon dan rektum

Konstipasi Iskemia dinding usus

Metabolisme anaerob glukosa
Kontraksi anuler
pylorus Merangsang pengeluaran mediator kimia
(histamin. Bradikinin dan prostaglandin)
Ekspalasi isi lambung Merangsang reseptor nyeri Proliferasi bakteri yang
ke usofagus Berlangsung cepat
NYERI Pelepasan bakteri dan
Gerakan isi lambung Toksin dari usus yang
inpark
Ke mulut Merangsang syaraf otonom
Aktifasi norepineprin
Bakteri melespaskan
Mual/muntah Syaraf simpatis terangsang mengaktifkan endotoksin dan merangsang
RAS mengaktifkan kerja organ tubuh tubuh melepaskan zat
Pyrogen oleh leukosit
REM menurun
Intake kurang
Klien terjaga Impuls disampaikan ke
hipotalamus
bagian termogulator melalui
ductus toracicus
NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN
GANGGUAN POLA TIDUR HIPERTERMI

Kontraksi otot-otot abdomen ke diafragma
Kehilangan H2O dan elektrolit
Relaksasi otot-otot diafragma terganggu


Volume ECF menurun Ekspansi paru menurun

RESIKO KURANG VOLUME CAIRAN POLA NAPAS TIDAK EFEKTIF



20

11. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
1. Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memperlihatkan
dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau
gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga.
2. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus.
Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak
rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-anak
dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidak hanya sebagai diagnostik
tetapi juga mungkin sebagai terapi.
3. CTScan.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CTScan akan mempertunjukkan secara lebih teliti
adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CTScan
harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah. Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
4. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
5. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras yang
ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk
mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
6. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis
adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.
7. Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa
mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan
asidosis atau alkalosis metabolic. ( Brunner and Suddarth, 2002 )



8. Komplikasi


1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ intra
abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001)

5. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan
cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi
dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena
seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda -
tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena,
diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.
2. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
3. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi : Jika
obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah
yang dilakukan pada obstruksi ileus :
1. Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.


2. Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru yang
melewati bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal,
Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma
colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus,
kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Sabara, 2007)


4. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
1. Kebutuhan oxygenasi
Obstruksi usus mengakibatkan terjadinya distensi abdomen akibat adanya
akumulasi cairan dan gas dalam lumen usus. Hal ini mengakibatkan terjadinya
kontraksi otot-otot diafragma dan relaksasi otot-otot diafragma terganggu
menyebabkan ekspansi paru menurun sehingga respirasi tidak efektif.
5. Kebutuhan cairan dan elektrolit
Obstruksi usus mengakibatkan terjadinya penimbunan cairan intra lumen akibat
peningkatan ekskresi cairan kedalam lumen usus. Hal ini merupakan penyebab
kehilangan cairan dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya penurunan ekstra
celluler fluid (ECF) sehingga terjadi hipovolemik.
6. Kebutuhan rasa nyaman
Nyeri abdomen terjadi akibat adanya distensi abdomen dan akibat kontraksi
peristaltik kuat dinding usus melawan obstruksi. Jika obstruksi berlanjut dan terjadi
iskemia/inflamasi/perporasi dapat terjadi pireksia.
7. Kebutuhan nutrisi
Obstruksi usus mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap proses digesti,
ingesti dan absorbsi nutrient.
8. Kebutuhan eliminasi
Obstuksi usus mengakibatkan motilitas usus menurun, menyebabkan refluk
inhibisi spingter tergangga mengakibatkan terjadinya kegagalan buang air besar
(BAB).




9. Kebutuhan istirahat dan tidur
Karena pada penderita ileus obstruktif akibat dari distensi abdomen dan adanya
nyeri yang intermiten maka istirahat klien kurang atau terganggu.
10. Kebutuhan Rasa Aman
Rasa aman akan terganggu karena keterbatasan kognitif mengenai penyakit dan
berhubungan dengan prosedur tindakan sehingga timbul cemas.

11. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Identitas
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku dan gaya hidup.
2. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya
terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen tegang dan kaku.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan,
dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus-
menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d 10.
T: Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan
keluhan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan
klien.
3. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
2. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
3. Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan


4. Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika syok
hipovolemik
5. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak ada,
ketidakmampuan defekasi dan flatus.
6. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
7. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
8. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
9. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi

1. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus
obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
4. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
5. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

1. Intervensi keperawatan
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus
Tujuan :
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan cairan
dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria hasil :
1. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD : 110/70 -120/80
mmHg)
2. Intake dan output cairan seimbang
3. Turgor kulit elastic
4. Mukosa lembab


5. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl:
94-111 mmol/L).
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien
2. Observasi tanda-tanda vital


3. Observasi tingkat kesadaran dan tanda-
tanda syok

4. Observasi bising usus pasien tiap 1-2
jam
5. Monitor intake dan output secara ketat
6. Pantau hasil laboratorium serum
elektrolit, hematokrit

7. Beri penjelasan kepada pasien dan
keluarga tentang tindakan yang
dilakukan: pemasangan NGT dan puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk
pemberian terapi intravena
1. Mengetahui kebutuhan cairan pasien.
2. Perubahan yang drastis pada tanda-
tanda vital merupakan indikasi
kekurangan cairan.
3. kekurangan cairan dan elektrolit dapat
mempengaruhi tingkat kesadaran dan
mengakibatkan syok.
4. Menilai fungsi usus

5. Menilai keseimbangan cairan

6. Menilai keseimbangan cairan dan
elektrolit
7. Meningkatkan pengetahuan pasien dan
keluarga serta kerjasama antara
perawat-pasien-keluarga.

8. Memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit pasien.

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan :
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi
teratasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor individual yang
mempengaruhi kemampuan untuk
mencerna makanan, mis : status puasa,
mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.
1. Mempengaruhi pilihan intervensi.




2. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen;
catat pasase flatus.
3. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet
dari pasien. Anjurkan pilihan makanan
tinggi protein dan vitamin C.




4. Observasi terhadap terjadinya diare;
makanan bau busuk dan berminyak.



5. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan
sesuai indikasi: Antimetik, mis:
proklorperazin (Compazine). Antasida dan
inhibitor histamin, mis: simetidin
(tagamet).


2. Menentukan kembalinya peristaltik
( biasanya dalam 2-4 hari ).
3. Meningkatkan kerjasama pasien
dengan aturan diet. Protein/vitamin C
adalah kontributor utuma untuk
pemeliharaan jaringan dan perbaikan.
Malnutrisi adalah fator dalam
menurunkan pertahanan terhadap
infeksi.
4. Sindrom malabsorbsi dapat terjadi
setelah pembedahan usus halus,
memerlukan evaluasi lanjut dan
perubahan diet, mis: diet rendah serat.
5. Mencegah muntah. Menetralkan atau
menurunkan pembentukan asam
untuk mencegah erosi mukosa dan
kemungkinan ulserasi.

1. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
Tujuan :
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola nafas menjadi
efektif
Kriteria hasil :
3. Pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi: 18-20x/menit
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: P, TD, N,S



2. Kaji status pernafasan: pola, frekuensi,
kedalaman

3. Kaji bising usus pasien
1. Perubahan pada pola nafas akibat
adanya distensi abdomen dapat
mempengaruhi peningkatan hasil
TTV.
2. Adanya distensi pada abdomen dapat
menyebabkan perubahan pola nafas.
3. Berkurangnya/hilangnya bising usus
menyebabkan terjadi distensi
abdomen sehingga mempengaruhi
pola nafas.
4. Mengurangi penekanan pada paru





4. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60
derajat
5. Observasi adanya tanda-tanda hipoksia
jaringan perifer: cianosis



6. Monitor hasil AGD

7. Berikan penjelasan kepada keluarga
pasien tentang penyebab terjadinya
distensi abdomen yang dialami oleh
pasien
8. Laksanakan program medic pemberian
terapi oksigen
akibat distensi abdomen.
5. Perubahan pola nafas akibat adanya
distensi abdomen dapat menyebabkan
oksigenasi perifer terganggu yang
dimanifestasikan dengan adanya
cianosis.
6. Mendeteksi adanya asidosis
respiratorik.
7. Meningkatkan pengetahuan dan
kerjasama dengan keluarga pasien.


8. Memenuhi kebutuhan oksigenasi
pasien


1. Gangguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
Tujuan :
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola eliminasi
kembali normal.
Kriteria hasil :
3. Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU normal :
5-35 x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan
konsistensi feces

2. Auskultasi bising usus

3. Kaji adanya flatus

1. Mengetahui ada atau tidaknya
kelainan yang terjadi pada eliminasi
fekal.
2. Mengetahui normal atau tidaknya
pergerakan usus.
3. Adanya flatus menunjukan perbaikan
fungsi usus.
4. Gangguan motilitas usus dapat
menyebabkan akumulasi gas di dalam


4. Kaji adanya distensi abdomen



5. Berikan penjelasan kepada pasien dan
keluarga penyebab terjadinya gangguan
dalam BAB

6. Kolaborasi dalam pemberian terapi
pencahar (Laxatif)
lumen usus sehingga terjadi distensi
abdomen.
5. Meningkatkan pengetahuan pasien
dan keluarga serta untuk
meningkatkan kerjasana antara
perawat-pasien dan keluarga.
6. Membantu dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi


1. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
Tujuan :
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam rasa nyeri teratasi
atau terkontrol
Kriteria hasil :
3. Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada
tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan rileks.

Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: N, TD, HR, P tiap shif



2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala
nyeri yang dirasakan pesien sehubungan
dengan adanya distensi abdomen
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi semi
fowler

4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi
tarik nafas dalam saat merasa nyeri
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan
tehnik pengalihan saat merasa nyeri hebat.
6. Kolaborasi dengan medic untuk terapi
1. Nyeri hebat yang dirasakan pasien
akibat adanya distensi abdomen dapat
menyebabkan peningkatan hasil
TTV.
2. Mengetahui kekuatan nyeri yang
dirasakan pasien dan menentukan
tindakan selanjutnya guna mengatasi
nyeri.
3. Posisi yang nyaman dapat
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pasien
4. Relaksasi dapat mengurangi rasa
nyeri
5. Mengurangi nyeri yang dirasakan
pasien.

6. Analgetik dapat mengurangi rasa


analgetik nyeri


1. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan :
2. Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil :
3. Pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan
mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi adanya peningkatan kecemasan:
wajah tegang, gelisah

2. Kaji adanya rasa cemas yang dirasakan
pasien
3. Berikan penjelasan kepada pasien dan
keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan sehubungan dengan keadaan
penyakit pasien
4. Berikan kesempatan pada pasien untuk
mengungkapkan rasa takut atau
kecemasan yang dirasakan
5. Pertahankan lingkungan yang tenang dan
tanpa stres.


6. Dorong dukungan keluarga dan orang
terdekat untuk memberikan support
kepada pasien
1. Rasa cemas yang dirasakan pasien
dapat terlihat dalam ekspresi wajah
dan tingkah laku.
2. Mengetahui tingkat kecemasan
pasien.
3. Dengan mengetahui tindakan yang
akan dilakukan akan mengurangi
tingkat kecemasan pasien dan
meningkatkan kerjasama
4. Dengan mengungkapkan kecemasan
akan mengurangi rasa takut/cemas
pasien
5. Lingkungan yang tenang dan nyaman
dapat mengurangi stress pasien
berhadapan dengan penyakitnya
6. Support system dapat mengurani rasa
cemas dan menguatkan pasien dalam
memerima keadaan sakitnya.



















BAB III
TINJAUAN KASUS

1. PENGKAJIAN
Waktu : 28/12/2012
Tempat : Ruang Nusa Indah

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Y
Umur : 15 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMP
Alamat : Desa Silihwangi Kab. Majalengka
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 26/12/2012
Cara Masuk Rumah Sakit : Masuk melalui UGD
Diagnosa Medis : Illeus Obstruktif Partial
Alasan dirawat : Perut nyeri, kembung, muntah , tidak
bisa buang air besar dan flatus
Keluhan Utama : Nyeri perut
Upaya yang telah dilakukan : Langsung di bawa ke UGD Rumah
Sakit Umum Daerah Majalengka
Terapi/Operasi yang pernah dilakukan : IVFD RL 15 tetes/menit
Cefatoxim 2 x 1 gr, per IV
Ranitidin 2 x 1 ampul, per IV


Metronidazol 3 x 500 mg, per IV
Ketorolac 2 x 1 ampul, per IV
Dulcolak supp 0-0-1, per rectal

2. RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Nn. Y dirawat di RSUD Majalengka sejak 2 hari yang lalu, klien langsung
dibawa ke UGD RSUD Majalengka dengan keluhan mendadak nyeri perut, tidak
bisa buang air besar dan flatus. Pada saat dikaji klien masih mengalami nyeri
perut, nyeri berat dengan skala 7 (1-10), nyeri melilit dari perut sekitar pusar
(supra umbilikus) menyebar ke bagian atas, disertai dengan muntah 2 kali, tidak
bisa buang air besar (BAB) dan flatus, nyeri timbul setiap 3-5 menit, nyeri
bertambah jika tidur terlentang atau dalam posisi miring, dan nyeri berkurang
dalam posisi setengah duduk (semi fowler).
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat operasi dan sakit pada saluran pencernaan sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Kakek dari ibu menderita penyakit hipertensi, tidak ada anggota yang
menderita penyakit keturunan (herediter) lainya, dan tidak ada anggota keluarga
yang mempunyai penyakit/kelainan bawaan lahir (congenital).

Gambar 3.1 Genogram











Keterangan :


: Laki-laki : Perempuan
: Klien : Meninggal


4. Keadaan Kesehatan Lingkungan
Menurut klien, merasa nyaman dengan lingkungan fisik maupun sosialnya.
Klien tinggal di pedesaan. Rumah klien bersifat permanen dengan lantai
keramik. Luas rumah kurang lebih 90 m
2
yang terdiri dari 3 kamar tidur, ruang
tamu, ruang keluarga, dapur dan kamar mandi. Ventilasi dan pencahayaan
rumah melalui jendela kaca yang bisa dibuka tutup. Sumber air minum dari
sumur pompa, sarana pembuangan air limbah menggunakan septik tank.
5. Riwayat Kesehatan Lainya
Tidak ada riwayat penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif.

6. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Penampilan : Klien tampak meringis kesakitan
Kesadaran : Composmentis, GCS 15 (E4V5M6)
2. Tanda-tanda Vital :
Suhu : 36,7
o
C
Nadi : 84 x/menit
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Respirasi : 24 x/menit
3. Pengkajian
1. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Pengindaran
1. Penglihatan
Konjungtiva kedua mata ananemis, sklera kedua mata anikterik,
reflex cahaya (+), reflex kornea (+), ptosis (-), distribusi kedua alis
merata, tajam penglihatan normal (klien dapat membaca huruf pada
koran pada jarak baca sekitar 30 cm) , strabismus (-), lapang pandang
pada kedua mata masih dalam batas normal, tidak ada massa, tidak ada
nyeri tekan pada kedua mata.
2. Penciuman
Fungsi penciuman baik ditandai dengan klien dapat membedakan
bau kopi dan kayu putih.
3. Pendengaran
: Tinggal satu rumah


Tidak ada lesi pada kedua telinga, tidak ada serumen, fungsi
pendengaran pada kedua telinga baik ditandai dengan klien dapat
menjawab seluruh pertanyaan tanpa harus diulang, tidak ada nyri
tragus, tidak ada nyeri tekan pada kedua tulang mastoid, tidak ada
massa pada kedua telinga.
4. Pengecapan/Perasa
Fungsi pengecapan baik, klien dapat membedakan rasa manis,
asam, asin dan pahit.
5. Peraba
Klien dapat merasakan sentuhan ketika tangannya dipegang, klien
dapat merasakan sensasi nyeri ketika dicubit.
6. Sistem Pernafasan
Mukosa hidung merah muda, lubang hidung simetris, tidak ada lesi
pada hidung, polip (-), keadaan hidung bersih, sianosis (-), tidak ada nyeri
tekan pada area sinus, tidak ada lesi pada daerah leher dan dada, tidak ada
massa pada daerah leher, bentuk dada simetris, tidak ada nyeri tekan pada
daerah leher dan dada, pergerakan dada simetris, tidak tampak pernapasan
cuping hidung dan retraksi interkosta, tidak ada kesulitan saat bernafas
atau berbicara. Pola nafas reguler dengan bunyi nafas vesikuler.
7. Sistem Pencernaan
Keadaan bibir simetris, mukosa bibir lembab, stomatitis (-), tidak
ada gigi yang tanggal maupun berlubang, lidah berwarna merah muda,
terpasang NGT, cairan NGT hijau 400 cc, tidak ada pembesaran hepar,
tidak ada parut, nyeri tekan (+) pada area supra umbilikus, bising usus
3 x / menit, perut kembung (distensi), tidak bisa BAB dan flatus, muntah 2
kali.

Gambar 3.2 Distensi Abdomen pada Illeus Obstruktif



8. Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada peningkatan vena jugularis, Capillary Refill Time (CRT)
kembali kurang dari 2 detik, bunyi perkusi dullness pada daerah ICS 2


lineasternal dekstra dan sinistra, terdengar jelas bunyi jantung S1 pada ICS
4 lineasternal sinistra dan bunyi jantung S2 pada ICS 6 midklavikula
sinistra tanpa ada bunyi tambahan, irama jantung reguler.
9. Sistem Urinaria
Tidak ada keluhan nyeri atau sulit BAK, tidak terdapat distensi pada
kandung kemih, tidak ada nyeri tekan pada daerah supra pubis, terpasang
cateter.
10. Sistem Endokrin
Pada saat dilakukan palpasi tidak ada pembesaran kelenjar thyroid,
tremor (-), tidak ada kretinisme, tidak ada gigantisme.

11. Sistem Muskuloskeletal
1. Ekstremitas Atas
Kedua tangan dapat digerakkan, reflek bisep dan trisep positif
pada kedua tangan. ROM (range of motion) pada kedua tangan
maksimal, tidak ada atrofi otot kedua tangan, terpasang infuse pada
tangan kiri.
2. Ekstremitas Bawah
Kedua kaki dapat digerakkan, tidak ada lesi, reflek patella positif,
reflek babinski negative, tidak ada varises, tidak ada edema.
Kekuatan otot :
5 5
5 5
Keterangan :
Skala 0 : Paralisis berat
Skala 1 : Tidak ada gerakkan, teraba / terlihat adanya kontraksi
otot sedikit
Skala 2 : Gerakan otot penuh menentang gravitasi
Skala 3 : Rentang gerak lengkap / normal menentang gravitasi
Skala 4 : (jari pergelangan tangan dan kaki, siku dan lutut, bahu
dan panggul) gerakan otot penuh sedikit tekanan
Skala 5 : (jari, pergelangan tangan dan kaki, siku dan lutut, bahu
dan panggul) gerakan otot penuh menentang gravitasi
dengan penahanan penuh
3. Sistem Reproduksi


Pertumbuhan payudara (+), tidak ada lesi, tidak ada benjolan pada
payudara. Klien mengalami haid pertama pada usia 12 tahun (kelas 6
SD), siklus haid 28 hari, kadang-kadang nyeri haid (dismenorhoe).
4. Sistem Integumen
Warna kulit sawo matang, keadaan kulit kepala bersih, rambut ikal
tumbuh merata, turgor kulit baik, tidak ada lesi, kuku pendek dan bersih.
5. Sistem Persyarafan
Orientasi klien terhadap orang, tempat dan waktu baik.
1. Nervus I (Olfaktorius)
Fungsi penciuman hidung baik, terbukti klien dapat
membedakan bau kopi dan kayu putih.


2. Nerfus II (Optikus)
Fungsi penglihatan baik, klien dapat membaca koran pada jarak
sekitar 30 cm.
3. Nerfus III (Oculomotorius)
Reflek pupil mengecil sama besar pada saat terkena cahaya,
klien dapat menggerakkan bola matanya ke atas.
4. Nerfus IV (Tochlearis)
Klien dapat menggerakkan bola matanya kesegala arah.
5. Nerfus V (Trigeminus)
Klien dapat merasakan sensasi nyeri dan sentuhan, gerakan
mengunyah baik.
6. Nerfus VI (Abdusen)
Klien dapat menggerakkan matanya ke kanan dan ke kiri.
7. Nerfus VII (Facialis)
Klien dapat menutup kedua mata, menggerakkan alis dan dahi,
klien dapat tersenyum, ada rangsangan nyeri saat dicubit.
8. Nerfus VIII (Aksutikus)
Fungsi pendengaran baik, klien dapat menjawab pertanyaan
perawat tanpa diulang.
9. Nerfus IX (Glosofaringeal)
Fungsi pengecapan baik, klien dapat membedakan rasa manis,
asin dan pahit.
10. Nerfus X (Vagus)
Reflek menelan baik.


11. Nerfus XI (Asesorius)
Leher dapat digerakkan kesegala arah, klien dapat
menggerakkan bahunya.
12. Nerfus XII (Hipoglosus)
Klien dapat menggerakkan dan menjulurkan lidahnya.
13. Pola Aktifitas Sehari-hari
1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Klien berpandangan bahwa sehat itu sangat berharga karena saat
sakit ia tidak dapat melakukan aktivitas dengan bebas. Klien berusaha
untuk selalu berperilaku hidup sehat seperti cuci tangan sebelum makan
dan gosok gigi sebelum tidur dan sesudah makan, mengkonsumsi
makanan bergizi serta tidak menyalahgunakan obat-obatan.

2. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Tabel 3.1 Pola Nutrisi dan Metabolisme

NO KEBUTUHAN SEBELUM SAKIT SETELAH SAKIT
1








NUTRISI
1. BB/TB
2. Diet
3. Frekuensi
4. Porsi makan
5. Makanan yang
menimbulkan alergi
6. Makanan yang disukai

43 kg/158 cm
Nasi, lauk pauk, sayur
3 kali/hari
1 piring
tidak ada
Mie instan & baso

43 kg/158cm
Puasa
-
-
-

-
2











CAIRAN
1. Intake
1. Oral
Jenis
Jumlah
2. Intra vena
Jenis
jumlah
3. Out put
1. Urine
2. Keringat, dll
3. Cairan NGT



Air putih
1500-2000cc/hari

-
-

1200 cc/hari
800 cc/hari
-



Puasa
-

Asering
2000 cc/hari

900 cc/hari
-
400cc/hari



4. Pola Eliminasi
Sudah 3 hari di RS Klien tidak bisa BAB dan flatus, BAK melalui
catheter, warna urin kekuningan, jumlah 900 cc/24 jam. Di rumah sakit
klien menggunakan obat untuk merangsang BAB/pencahar (dulcolax
supp, per rectal).
5. Pola Aktifitas dan Latihan
Di RS sehari-hari hanya berbaring di tempat tidur, klien
mengatakan badanya terasa lemas, klien tampak lemah. Di rumah klien
sekolah dari jam 6.00 sampai dengan jam 14.00 dan langsung pulang ke
rumah. Penggunaan alat bantu (-), kesulitan gerak (-).
Di rumah klien tidur jam 22.00 sampai dengan jam 04.30 dan
jarang tidur siang. Di RS klien tidur jam 22.00 sampai dengan jam 05.00.
Gangguan tidur (-).
Di rumah klien berolah raga setiap hari minggu dengan lari pagi
bersama teman-temannya. Apabila mempunyai waktu luang, klien sering
bepergian dengan teman-temannya. Klien merasa lebih santai ketika
menggunakan waktu luangnya.
6. Pola Kognitif dan Perseptual
Klien dapat melihat dengan baik, klien mampu melihat dengan jelas
tulisan dari jarak kurang lebih 30 cm. Indra perasa klien juga berfungsi
baik, klien dapat mengecap rasa manis, asam, asin, dan pahit.
Klien mengetahui penyakitnya dengan bertanya kepada dokter dan
perawat, klien dapat mengatakan bahwa penyakit yang dideritanya adalah
akibat adanya sumbatan pada ususnya, klien berharap proses
penyembuhan penyakitnya jangan sampai melalui tindakan pembedahan.
7. Persepsi dan Konsep Diri
Klien merasakan sakitnya sebagai sebuah stressor dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang harus dijalani. Secara lengkap
konsep diri klien dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Body image / gambaran diri
Klien mengatakan menerima dengan keadaan tubuhnya
meskipun belum bisa buang air besar.
2. Ideal diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang ke rumah,
berkumpul dengan keluarganya dan kembali sekolah.
3. Harga diri


Sejak klien dirawat di Rumah Sakit, semua kebutuhan klien
banyak dibantu oleh keluarganya serta perawat sehingga klien
merasa sangat diperhatikan.
4. Identitas diri
Klien mampu menyebutkan nama, umur, alamat dan lain-lain
pada saat dilakukan pengkajian.
5. Peran diri
Klien adalah seorang siswa SMP dan merasa dengan kondisi
sakitnya klien tidak dapat menjalankan perannya
6. Pola Hubungan dan Peran
Klien adalah anak pertama dari dua bersaudara. Orang tuanya telah
berpisah, klien tinggal bersama ibunya. Klien merasa lebih dekat dengan
neneknya. Selama dirawat klien merasa bosan karena tidak dapat bertemu
dengan teman-temannya.
Klien lebih sering ditemani neneknya dan menurut neneknya klien
tampak senang sekali ketika teman-teman sekolahnya datang menjenguk. Klien
juga kooperatif terhadap dokter dan perawat.
7. Pola Reproduksi Seksual
Klien merasa sebagai seorang perempuan dan telah mengalami haid
pertama pada usia 12 tahun dengan siklus haid 28 hari, klien merasa
tertarik pada lawan jenis dan sudah mempunyai teman dekat seorang
lelaki teman sekolahnya.
8. Pola Penanggulangan Stress
Klien selalu menganggap masalah sebagai suatu cobaan hidup yang
harus dijalaninya, klien berpandangan bahwa setiap masalah pasti ada
jalan keluarnya. Walaupun kadang menangis ketika menghadapi beban stress
yang berat. Klien juga sering meminta bantuan dari teman dekatnya atau orang
tuanya terutama neneknya.
9. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Di lingkungan tempat tinggalnya terdapat kepercayaan masyarakat
yang berpandangan bahwa ketika sakit tidak boleh keramas, memotong
rambut dan kuku (pamali), dan apabila ada luka tidak boleh
mengkonsumsi makanan yang anyir-anyir.
10. Personal Higiene
Di Rumah Sakit klien mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari,
keramas belum pernah tetapi rambut klien tampak bersih, gunting kuku
juga belum pernah karena kukunya masih pendek. Semua aktivitas
personal hygiene dilakukan dengan bantuan keluarga.


11. Ketergantungan
Klien tidak mempunyai riwayat ketergantungan terhadap obat-obat
tertentu, termasuk alkohol, dan zat adiktif lainya.
12. Aspek Psikologis
Klien selalu menanyakan tentang kondisi penyakitnya, berapa lama
penyakitnya akan sembuh sehingga klien bisa beraktivitas seperti biasanya,
klien juga selalu menanyakan tindakan yang dilakukan. Ekspresi wajah klien
tampak lesu.
13. Aspek Sosial/Interaksi
Hubungan klien dengan anggota keluarga, saudara dan dengan
lingkungan tempat tinggal klien baik. Klien juga kooperatif terhadap dokter
dan perawat.


14. Aspek Spiritual
Klien beragama islam dan meyakini bahwa sakitnya merupakan cobaan
dari Allah SWT, sehingga klien merasa yakin bahwa dirinya akan sembuh.
Dalam kesehariannya di rumah, klien selalu melakukan shalat 5 waktu,
namun selama klien dirawat di rumah sakit, klien merasa ada hambatan untuk
menunaikan kewajiban sholatnya, namun klien selalu berdoa agar cepat
diberi kesembuhan.

1. DIAGNOSTIC TEST
1. Laboratorium

Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal
JENIS
PEMERIKSAAN
HASIL NILAI NORMAL ANALISA
27/12/2012 HB 12,4 12-18 Normal
Leukosit 7800 4000-10.000 Normal
LED 40 0-20 Tinggi
SGOT 20 s/d 29 Normal
SGPT 18 s/d 29 Normal
Natrium 137 135-145 Normal
Kalium 4,2 3,5-5,5 Normal



2. Radiologi :

Gambar 3.3 Foto Polos Abdomen Tanggal 27/12/2012



Kesan : Terdapat distribusi gas pada lambung, usus halus, colon sigmoid dan
rectum.







3. TERAPI :

Tabel 3.3 Terapi yang diberikan di Ruang Nusa Indah

No. Nama Obat Dosis Jam Cara Pemberiaan Sediaan
1 IVFD : Asering 30 tts/menit Intravena Flabot
2 Cefotaksim 2 x 1 gr 12 - 24 Intravena Flakon
3 Ranitidin 2 x 1 12 - 24 Intravena Ampul
4 Ketorolac 2 x 1 12 - 24 Intravena Ampul
5 Alinamin F 2 x 1 12 - 24 Intravena Ampul
6 Metronidazol 3 x 500 mg 12-20-04 Intravena Botol
7 Dulcolac supp 2 x 1 12 - 24 Per rectal Tablet supp


1. ANALISA DAN SINTESA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


1. Data subjektif
1. Klien mengeluh nyeri
pada bagian abdomen
1. Data objektif
1. Klien tampak
kesakitan
2. Ekspresi wajah
meringis
3. Skala nyeri 7 (1-10)
4. Distensi abdomen
5. Peristaltik usus 3
kali/menit

Obstruksi usus

Peristaltik usus menurun


Akumulasi cairan dan gas


Distensi abdomen


Rangsangan nyeri ditangkap
oleh reseptor nyeri


Rangsangan nyeri sampai ke
serabut syaraf nyeri


Sampai ke dorsal horn
prostaglandin


Melalui traktus spinotalamikus
antero lateralis


Thalamus


Cortex cerebri


Nyeri abdomen


Nyeri abdomen dipersepsikan


DATA ETIOLOGI MASALAH
6. Data subjektif
1. Klien mengatakan
sudah 3 hari tidak
bisa BAB dan flatus
2. Data objektif
3. Distensi abdomen
4. Peristaltik usus 3
kali/menit
Obstruksi usus

Peristaltik usus menurun

Refluk inhibisi spingter
terganggu

Spingter ani ekterna tidak
relaksasi

Refluk lama dalam colon
dan rektum

Konstipasi
Gangguan pola eliminasi
Konstipasi





5. Data subjektif
1. Klien mengeluh
badan lemas dan
muntah 2 kali
2. Data objektif
3. Klien tampak lemah
4. Distensi abdomen
5. Cairan NGT hijau
jumlah 400 cc
Obstruksi usus

Peristaltik usus menurun

Peningkatan ekskresi cairan
kedalam lumen usus

Penimbunan cairan intra
lumen


Kehilangan H2O dan
elektrolit


Volume ECF menurun


Resiko hipovolemik



Resiko kekurangan volume
cairan dan elektrolit














DATA ETIOLOGI MASALAH
6. Data subjektif
7. Klien mengeluh badan
lemes, kilen puasa
8. Data objektif
9. Klien tampak lemah
10. Bising usus 3x/menit
11. Distensi abdomen
Obstruksi usus

Peristaltik usus menurun


Akumulasi cairan dan gas


Distensi abdomen


Gangguan absorbsi nutrisi


Resiko perubahan nutisi
kurang dari kebutuhan
Resiko perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh


12. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan distensi abdomen
2. Ganguan pola eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus
3. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan akumulasi
cairan dalam lumen usus dan ketidakefektifan penyerapan usus halus
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absobsi nutrisi.






5. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN HASIL YANG
DIHARAPKAN
RENCANA TINDAKAN RASIONAL PARAF
28/12/2012










Nyeri abdomen berhubungan dengan
distensi abdomen, yang ditandai
dengan :
6. Data subjektif
1. Klien mengeluh nyeri pada
abdomen area supra umbilikus
2. Data objektif
3. Klien tampak kesakitan
4. Ekspresi wajah meringis
5. Skala nyeri 7 (1-10)
6. Distensi abdomen
7. Peristaltik usus 3 kali/menit
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 X 24
jam pasien tidak mengalami
nyeri, dengan kriteria hasil :
1. Klien mengungkapkan
secara verbal rasa nyeri
hilang.
2. Skala nyeri 0 (1-10)
3. Klien dapat rileks.
4. Klien mampu
mendemonstrasikan
keterampilan relaksasi
5. TTV dalam batas normal
1. Observasi TTV tiap shif



2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik
dan skala nyeri yang dirasakan
pesien sehubungan dengan adanya
distensi abdomen

3. Berikan posisi yang nyaman:
posisi semi fowler

4. Ajarkan dan anjurkan tehnik
relaksasi tarik nafas dalam saat
merasa nyeri
5. Kolaborasi dengan medic untuk
terapi analgetik
1. Nyeri hebat yang dirasakan pasien
akibat adanya distensi abdomen
dapat menyebabkan peningkatan
hasil TTV.
2. Mengetahui kekuatan nyeri yang
dirasakan pasien dan menentukan
tindakan selanjutnya guna
mengatasi nyeri.
3. Posisi yang nyaman dapat
mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4. Relaksasi dapat mengurangi rasa
nyeri

5. Analgetik dapat mengurangi rasa
nyeri
sujana
28/12/2012 Ganguan pola eliminasi : Konstipasi
berhubungan dengan disfungsi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
1. Kaji dan catat frekuensi, warna 1. Mengetahui ada atau tidaknya
kelainan yang terjadi pada
Andy K

















motilitas usus, yang ditandai dengan :
6. Data subjektif
1. Klien mengatakan sudah 3 hari
tidak bisa BAB dan flatus
2. Data objektif
3. Distensi abdomen (+)
4. Peristaltik usus 3 kali/menit

konstipasi klien teratasi,
dengan kriteria hasil :
5. Pola BAB dalam batas
normal
6. konsistensi lembek
7. BU normal : 6-12 x/menit
8. tidak ada distensi abdomen.

dan konsistensi feces

2. Auskultasi bising usus

3. Kaji adanya flatus

4. Kaji adanya distensi abdomen



5. Berikan penjelasan kepada pasien
dan keluarga penyebab terjadinya
gangguan dalam BAB
6. Kolaborasi dalam pemberian
terapi pencahar (Laxatif)
eliminasi fekal.
2. Mengetahui normal atau tidaknya
pergerakan usus.
3. Adanya flatus menunjukan
perbaikan fungsi usus.
4. Gangguan motilitas usus dapat
menyebabkan akumulasi gas di
dalam lumen usus sehingga terjadi
distensi abdomen.
5. Meningkatkan pengetahuan pasien
dan keluarga serta untuk
meningkatkan kerjasana antara
perawat-pasien dan keluarga.
6. Membantu dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi


28/12/2012
















Resiko kekurangan volume cairan
dan elektrolit berhubungan dengan
akumulasi cairan dalam lumen usus
dan ketidakefektifan penyerapan usus
halus, yang ditandai dengan :
7. Data subjektif
1. Klien mengeluh badan lemas
dan muntah
2. Data objektif
3. Klien tampak lemah
4. Distensi abdomen (+)
5. Cairan NGT Hijau, jumlah
400 cc
Setelah dilakukan tindakan
perawatan luka selama 2 x 24
jam klien tidak mengalami
kekurangan volume cairan dan
elektrolit, dengan kriteria hasil
:
1. TTV dalam batas normal
2. Intake dan output cairan
seimbang
3. Turgor kulit elastic
4. Mukosa lembab
5. Elektrolit dalam batas
normal (Na: 135-147
mmol/L, K: 3,5-5,5
mmol/L, Cl: 94-111
mmol/L).
6. Kaji kebutuhan cairan pasien

7. Observasi tanda-tanda vital


8. Observasi tingkat kesadaran dan
tanda-tanda syok


9. Observasi bising usus pasien tiap
1-2 jam
10. Monitor intake dan output secara
ketat
11. Pantau hasil laboratorium serum
elektrolit, hematokrit
12. Beri penjelasan kepada pasien dan
keluarga tentang tindakan yang
dilakukan: pemasangan NGT dan
puasa.
1. Kolaborasi dengan medik untuk
pemberian terapi intravena.
2. Mengetahui kebutuhan cairan
pasien.
3. Perubahan yang drastis pada
tanda-tanda vital merupakan
indikasi kekurangan cairan.
4. kekurangan cairan dan elektrolit
dapat mempengaruhi tingkat
kesadaran dan mengakibatkan
syok.
5. Menilai fungsi usus

6. Menilai keseimbangan cairan

7. Menilai keseimbangan cairan dan
elektrolit
8. Meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga serta
kerjasama antara perawat-pasien-
keluarga.
1. Memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit pasien.
Aan N





28/12/2012 Resiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan absorbsi nutrisi
yang ditandai dengan :
2. Data subjektif
3. Klien mengeluh badan lemes,
klien puasa
4. Data objektif
Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama 2 x 24 jam
klien tidak mengalami
perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, dengan
kriteria :
1. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
2. Berat badan stabil
1. Lakukan pengkajian nutrisi
dengan seksama
2. Auskultasi bising usus.


3. Mulai dengan nutrisi cairan
perlahan, bila masukan oral
dimulai
1. Mengidentifikasi kebutuhan

2. Kembalinya fungsi usus
menunjukan kesiapan untuk
mencerna kembali.
3. Menurunkan insiden kram
abdomen dan mual.

Rini


5. Klien tampak lemah
6. Bising usus 3x/menit
7. Distensi abdomen
3. Bising usus 6-12 kali/menit 4. Berikan makanan enteral atau
parenteral jika diindikasikan.
4. Untuk mengantisipasi kebutuhan
tubuh dalam metabolisme
5. IMPLEMENTASI TINDAKAN KEPERAWATAN
TGL JAM
NO. DX
KEPERAWATAN
TINDAKAN KEPERAWATAN RESPON PARAF
28/12/2012







14.00 WIB







20.00 WIB
DX 1 1. Mengobservasi TTV tiap shif


2. Mengkaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala
nyeri yang dirasakan pesien sehubungan dengan
adanya distensi abdomen
3. Memberikan posisi yang nyaman: posisi semi
fowler
4. Mengajarkan dan menganjurkan tehnik relaksasi
tarik nafas dalam saat merasa nyeri
5. Kolaborasi dengan medik untuk terapi analgetik
1. TD : 100/70 mmHg, Suhu 36,7
o
c, Nadi
84 kali/menit, Respirasi 24 kali/menit.
2. Nyeri pada area supra umbilikus, nyeri
melilit, skala nyeri 7 (1-10), klien
tampak meringis.
3. Klien merasa lebih nyaman dalam posisi
semi fowler
4. Klien merasa lebih rilek setelah
dilakukan teknik relaksasi.
5. Memberikan obat analgetik injeksi,
ketorolak 1 ampul iv


Ade S







Jajang




28/12/2012








15.00 WIB








DX 2 1. Mengkaji dan mencatat frekuensi, warna dan
konsistensi feces
2. Melakukan pemeriksaan auskultasi bising usus
3. Mengkaji adanya flatus
4. Mengkaji adanya distensi abdomen
5. Memberikan penjelasan kepada pasien dan
keluarga penyebab terjadinya gangguan dalam
BAB
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar
(Laxatif)
1. Klien belum BAB

2. Bising usus 3 x/menit

3. Klien belum flatus
4. Distensi abdomen berkurang
5. Klien dan keluarga dapat memahami
penyebab terjadinya gangguan BAB,
keluarga dan klien kooperatip.
6. Memberikan dulcolax supp 1 tablet per
rektal.


Iis Indra Y




TGL JAM
NO. DX
KEPERAWATAN
TINDAKAN KEPERAWATAN RESPON PARAF


28/12/2012











16.00 WIB DX 3 1. Mengkaji kebutuhan cairan pasien


2. Mengobservasi tanda-tanda vital

3. Mengobservasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda
syok
4. Mengobservasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
5. Memonitor intake dan output secara ketat

6. memantau hasil laboratorium serum elektrolit,
hematokrit
7. Memberikan penjelasan kepada pasien dan
keluarga tentang tindakan yang dilakukan:
pemasangan NGT dan puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian terapi
intravena.
1. Klien dipuasakan, muntah 2 kali, terpasang
NGT cairan warna hijau, jumlah 400 cc
2. TD : 100/70 mmHg, Suhu 36,7
o
C, Nadi 84
x/menit, Respirasi 24 x/menit
3. Kesadaran komposmentis, GCS 15, Turgor
kulit baik.
4. Peristaltik 3 kali/menit
5. Terasang infus asering 30 tetes/menit,
output urine 300 cc pada urine bag
6. Hasil laboratorium : Na 137, K 4,2

7. Klien dan keluarga mengerti tentang
tindakan yang dilakukan, klien dan keluarga
kooperatif.
8. Terpasang infus asering 30 tetes/menit
Deasy A
28/12/2012 16.30 WIB DX 4 1. Melakukan pengkajian nutrisi dengan seksama
2. Melakukan pemeriksaan auskultasi bising usus.
1. Klien puasa, berat badan 43 kg
2. Bising usus 3 kali/menit
Dewi N












3. CATATAN PERKEMBANGAN
TGL JAM
NO. DX
KEPERAWATAN
CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
28/12/2012





14.00





DX 1





Subyektif :
1. Klien masih mengeluh nyeri perut melilit dari supra umbilikus menyebar keatas.
Obyektif :
2. Klien tampak meringis, Skala nyeri 7 (1-10), TD 100/70 mmHg, Nadi 84 x/menit, R : 24 x/menit
Suhu 36,7
o
C
Analisa :
Eni R


























































3. Masalah belum teratasi
Planning :
1. Observasi TTV tiap shif
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pesien sehubungan dengan adanya
distensi abdomen
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi semi fowler
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam saat merasa nyeri
5. Kolaborasi dengan medic untuk terapi analgetik
Implementasi :
1. Mengobservasi TTV tiap shif
2. Mengkaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pesien sehubungan dengan
adanya distensi abdomen
3. Memberikan posisi yang nyaman: posisi semi fowler
Respon : Klien merasa lebih nyaman dalam posisi tidur semifowler
4. Mengajarkan dan menganjurkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam saat merasa nyeri
5. Kolaborasi dengan medik untuk terapi analgetik
Respon : Memberikan injeksi ketorolac 1 ampul iv
Evaluasi :




























15.00
















DX 2











1. Klien masih mengeluh nyeri
2. Lanjutkan intervensi


Subyektif :
1. Klien mengatakan belum BAB, flatus (-)

Obyektif :
2. Distensi abdomen berkurang, peristaltik 3 x/menit
Analisa :
3. Masalah belum teratasi
Planning :
1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces
2. Auskultasi bising usus
3. Kaji adanya flatus
4. Kaji adanya distensi abdomen
5. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga penyebab terjadinya gangguan dalam BAB





Jaja S















































6. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
Implementasi :
1. Mengkaji dan mencatat frekuensi, warna dan konsistensi feces
Respon : Belum BAB
2. Melakukan pemeriksaan auskultasi bising usus
Respon : Bising usus 3x/menit
3. Mengkaji adanya flatus
Respon : Flatus (-)
4. Mengkaji adanya distensi abdomen
Respon : Distensi abdomen berkurang
5. Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga penyebab terjadinya gangguan dalam BAB
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
Respon : Memberikan dulkolac supp 1 tablet supp, per rectal
Evaluasi :
1. Klien belum BAB
2. Lanjutkan intervensi !





















16.00
















DX 3















Subyektif :
1. Klien mengatakan badan masih lemes, tidak muntah
Obyektif :
1. Turgor baik, TD 100/70 mmHg, N 88 x/menit, R 24 x/menit, Suhu 36,7
o
C, cairan NGT 400 cc
Analisa :
2. Masalah belum teratasi
Planning :
1. Kaji kebutuhan cairan pasien
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Observasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda syok
4. Observasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
5. Monitor intake dan output secara ketat
6. Pantau hasil laboratorium serum elektrolit, hematokrit
7. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang dilakukan: pemasangan NGT dan
puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian terapi intravena
Implementasi :
1. Mengkaji kebutuhan cairan pasien

Sri H

































16.30
















DX 4
2. Mengobservasi tanda-tanda vital
3. Mengobservasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda syok
4. Mengobservasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
Respon : Peristaltik usus 3 x/menit
5. Memonitor intake dan output secara ketat
6. Memantau hasil laboratorium serum elektrolit, hematokrit
7. Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang dilakukan: pemasangan
NGT dan puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian terapi intravena
Respon : Terpasang infus asering drif alinamin F 1 ampul 30 tetes/menit
Evaluasi :
1. Klien tampak lemes, klien puasa
2. Lanjutkan intervensi

Subyektif :
1. Klien mengatakan badan lemes, puasa.
Obyektif :
2. Klien tampak lemah, bising usus 3 x/menit, distensi abdomen (+), BB 43 kg
















Engkus K


Analisa
3. Masalah belum teratasi
Planing
1. Lakukan pengkajian nutrisi dengan seksama
2. Auskultasi bising usus.
3. Mulai dengan nutrisi cairan perlahan, bila masukan oral dimulai
4. Berikan makanan enteral atau parenteral jika diindikasikan.
Implementasi :
1. Melakukan pengkajian nutrisi dengan seksama
2. Melakukan pemeriksaan auskultasi bising usus.
Evaluasi
3. Klien tampak lemah, klien puasa
4. Lanjutkan intervensi
29/12/2012



14.00



DX 1



Subyektif :
5. Klien mengatakan nyeri perut berkurang
Obyektif :
6. Skala nyeri 4 (1-10), TD 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit, R : 20 x/menit
Andy K
























































Analisa :
7. Masalah belum teratasi
Planning :
1. Observasi TTV tiap shif
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pesien sehubungan dengan adanya
distensi abdomen
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi semi fowler
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam saat merasa nyeri
5. Kolaborasi dengan medic untuk terapi analgetik
Implementasi :
6. Mengobservasi TTV tiap shif
7. Mengkaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pesien sehubungan dengan
adanya distensi abdomen
8. Memberikan posisi yang nyaman: posisi semi fowler
Respon : Klien merasa nyaman dalam posisi tidur semifowler
9. Mengajarkan dan menganjurkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam saat merasa nyeri
10. Kolaborasi dengan medik untuk terapi analgetik
Respon : Memberikan injeksi ketorolac 1 ampul iv









































15.00
















DX 2











Evaluasi :
11. Klien masih mengeluh nyeri
12. Lanjutkan intervensi !

Subyektif :
13. Klien mengatakan belum BAB, flatus (+)
Obyektif :
14. Distensi abdomen (-), peristaltik 6 x/menit
Analisa :
15. Masalah belum teratasi
Planning :
1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces
2. Auskultasi bising usus
3. Kaji adanya flatus
4. Kaji adanya distensi abdomen
5. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga penyebab terjadinya gangguan dalam BAB
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)






Aan N































































Implementasi :
1. Mengkaji dan mencatat frekuensi, warna dan konsistensi feces
2. Respon : Belum BAB
3. Melakukan pemeriksaan auskultasi bising usus
4. Respon : Bising usus 6x/menit
5. Mengkaji adanya flatus
6. Respon : Flatus (+)
7. Mengkaji adanya distensi abdomen
8. Respon : Distensi abdomen (-)
9. Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga penyebab terjadinya gangguan dalam BAB
10. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
11. Respon : Memberikan dulkolac supp 1 tablet supp, per rectal
Evaluasi :
12. Klien belum BAB
13. Lanjutkan intervensi !







































16.00
















DX 3















Subyektif :
14. Klien mengatakan badan masih lemes, puasa, tidak muntah
Obyektif :
15. Terpasang NGT, cairan jernih jumlah 100 cc, turgor baik, TD 120/80 mmHg, N 80 x/menit, R 20
x/menit, Suhu 36,7
o
C
Analisa :
16. Masalah belum teratasi
Planning :
1. Kaji kebutuhan cairan pasien
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Observasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda syok
4. Observasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
5. Monitor intake dan output secara ketat
6. Pantau hasil laboratorium serum elektrolit, hematokrit
7. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang dilakukan: pemasangan NGT dan
puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian terapi intravena
Implementasi :

Sujana




































































1. Mengkaji kebutuhan cairan pasien
2. Mengobservasi tanda-tanda vital
3. Mengobservasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda syok
4. Mengobservasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
Respon : Peristaltik usus 6 x/menit
5. Memonitor intake dan output secara ketat
Respon : Klien dicoba minum, Urin jernih jumlah 300 cc
6. Memantau hasil laboratorium serum elektrolit, hematokrit
7. Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang dilakukan: pemasangan
NGT dan puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian terapi intravena
Respon : Terpasang infus asering drif alinamin F 1 ampul 30 tetes/menit
Evaluasi :
9. Klien masih tampak lemah, puasa, NGT terpasang
10. Lanjutkan intervensi.

Subyektif :
11. Klien mengatakan badan lemes, sudah dicoba minum


























16.30



DX 4
Obyektif :
12. Klien masih tampak lemah, bising usus 6 x/menit, distensi abdomen (-), BB 43 kg
Analisa
13. Masalah belum teratasi
Planing
1. Lakukan pengkajian nutrisi dengan seksama
2. Auskultasi bising usus.
3. Mulai dengan nutrisi cairan perlahan, bila masukan oral dimulai
4. Berikan makanan enteral atau parenteral jika diindikasikan.
Implementasi :
1. Melakukan pengkajian nutrisi dengan seksama
2. Melakukan pemeriksaan auskultasi bising usus
3. Memulai dengan nutrisi cairan perlahan peroral
Respon : klien tidak muntah
Evaluasi
4. Klien masih tampak lemah
5. Lanjutkan intervensi

Rini A






















6. EVALUASI
TGL JAM
NO. DX
KEPERAWATAN
EVALUASI PARAF


30/12/2012 14.00 DX 1 Subyektif :
7. Klien mengatakan nyeri sangat berkurang
Obyektif :
8. Klien tampak rileks, Skala nyeri 2 (1-10), TD 110/70 mmHg, Nadi : 80
x/menit, R : 20 x/menit
Analisa :
9. Masalah belum teratasi
Planning :
10. Lanjutkan intervensi :
1. Observasi TTV tiap shif
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pesien
sehubungan dengan adanya distensi abdomen
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi semi fowler
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam saat merasa nyeri
5. Kolaborasi dengan medic untuk terapi analgetik
Jaja S


15.00 DX 2 Subyektif :
6. Klien mengatakan sudah BAB jam 6.00 WIB, konsistensi lembek, warna
kekuningan.
Obyektif :
7. Distensi abdomen (-), peristaltik usus 9 x/menit
Analisa :
8. Masalah teratasi
Planning :
9. Intervensi hentikan

Jajang
TGL JAM
NO. DX
KEPERAWATAN
EVALUASI PARAF
30/12/2012 16.00





DX 3





Subyektif :
10. Klien mengatakan badan masih lemes, sudah di coba minum air putih dan susu.
Obyektif :
11. Turgor baik, TD 110/70 mmHg, N 80 x/menit, R 20 x/menit, Suhu 36,7
o
C, masih
terpasang NGT di klem.
Analisa :
Sri H




















16.30














DX 4
12. Masalah belum teratasi
Planning :
13. Lanjutkan intervensi :
1. Kaji kebutuhan cairan pasien
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Observasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda syok
4. Observasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
5. Monitor intake dan output secara ketat
6. Pantau hasil laboratorium serum elektrolit, hematokrit
7. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang dilakukan:
pemasangan NGT dan puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian terapi intravena

Subyektif :
9. Klien mengatakan badan masih lemes
Obyektif :
10. Klien masih tampak lemah, bising usus 9 x/menit, BB 43 kg
Analisa















Iis Indra Y


11. Masalah belum teratasi
Planing
12. Lanjutkan intervensi
1. Lakukan pengkajian nutrisi dengan seksama
2. Auskultasi bising usus.
3. Mulai dengan nutrisi cairan perlahan, bila masukan oral dimulai
4. Berikan makanan enteral atau parenteral jika diindikasikan



BAB IV
PEMBAHASAN


Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Nn.y dengan gangguan
sistem Pencernaan : Ileus Obstruktif Partial di Ruang Nusa Indah Rumah Sakit Umum
Daerah Majalengka pada tanggal 28 30 Desember 2012, penulis memahami bahwa
proses keperawatan yang dilaksanakan tidak jauh berbeda dengan teori yang telah
didapat. Proses keperawatan tersebut meliputi pengkajian, penentuan diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi, walaupun demikian terdapat
beberapa kesenjangan yang ditemukan antara teori dengan praktek, yaitu :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang dilaksanakan
secara sistematis untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien baik dari
klien, keluarga maupun catatan keperawatan berupa data obyektif dan data subyektif
untuk menentukan prioritas masalah dalam asuhan keperawatan.
Tahap pengkajian ini, penulis tidak menemukan kesulitan, klien dan keluarga
cukup kooperatif sehingga membantu penulis dalam mengumpulkan data. Dalam
kasus ini penulis tidak menemukan beberapa perbedaan yang mencolok antara yang
tertulis pada teori dengan kasus di rumah sakit.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan masalah keperawatan yang disusun
berdasarkan data-data yang didapatkan selama pengkajian untuk selanjutnya dianalisa
menjadi suatu diagnosa keperawatan.
1. Diagnosa keperawatan pada teori
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya
mual, muntah, demam dan diaforesis.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
4. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
5. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
1. Diagnosa keperawatan pada kasus
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan distensi abdomen, yang ditandai dengan klien
mengeluh nyeri pada abdomen area supra umbilicus, klien tampak kesakitan, ekspresi
wajah meringis, skala nyeri 7 (1-10), distensi abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.


2. Ganguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus,
yang ditandai dengan klien mengatakan sudah 3 hari tidak bisa BAB dan flatus,
distensi abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
3. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan akumulasi
cairan dalam lumen usus dan ketidakefektifan penyerapan usus halus, yang ditandai
dengan klien mengeluh badan lemas dan muntah, klien tampak lemah, distensi
abdomen, cairan NGT hijau, jumlah 400 cc.
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi nutrisi yang ditandai dengan klien mengeluh badan lemes, klien puasa, klien
tampak lemah, bising usus 3x/menit, distensi abdomen.
1. Diagnosa keperawatan yang ditemukan sama pada teori dan kasus
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan distensi abdomen, yang ditandai dengan klien
mengeluh nyeri pada abdomen area supra umbilicus, klien tampak kesakitan, ekspresi
wajah meringis, skala nyeri 7 (1-10), distensi abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
2. Ganguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus,
yang ditandai dengan klien mengatakan sudah 3 hari tidak bisa BAB dan flatus,
distensi abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
1. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus tetapi pada teori tidak ada
1. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan akumulasi
cairan dalam lumen usus dan ketidakefektifan penyerapan usus halus, yang ditandai
dengan klien mengeluh badan lemas dan muntah, klien tampak lemah, distensi
abdomen, cairan NGT hijau, jumlah 400 cc.
2. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi nutrisi yang ditandai dengan klien mengeluh badan lemes, klien puasa, klien
tampak lemah, bising usus 3x/menit, distensi abdomen.
1. Diagnosa keperawatan pada teori ada tetapi pada kasus tidak ada
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya
mual, muntah, demam dan diaforesis.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Berdasarkan data dari hasil pengkajian, terdapat beberapa diagnosa keperawatan yang
tidak muncul pada kasus walaupun pada teori ada, hal dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit
Data yang diperlukan untuk mengangkat diagnosa keperawatan ini menjadi
masalah yang aktual adalah adanya rasa haus, penurunan turgor kulit, membran
mukosa/kulit kering, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan
volume/tekanan nadi, pengisian vena menurun, perubahan status mental,
konsentrasi urine meningkat, temperatur tubuh meningkat, kehilangan berat badan


secara tiba-tiba, penurunan urine output, hematokrit meningkat, kelemahan. (Nanda
Nic Noc, 2005)
Data yang ditemukan hasil pengkajian pada kasus ini adalah klien mengeluh badan
lemes, klien tampak lemah, turgor baik, TD 100/70, nadi 84 x/menit, suhu 36,7
o
c, respirasi
24 x/menit, hasil laboratorium : Na 137, K 4,2 (normal), klien puasa, muntah 2 kali,
Terpasang NGT untuk dekompresi.
Berdasarkan data yang ditemukan hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan
kekurangan volume cairan dan elektrolit pada kasus ini baru merupakan masalah yang
mengancam atau resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Data yang diperlukan untuk mengangkat diagnosa keperawatan ini menjadi masalah
yang aktual adalah penurunan berat badan 20 % atau lebih, membran mukosa dan
konjungtiva pucat, kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah, luka,
inflamasi pada rongga mulut, adanya perubahan sensasi rasa, kehilangan berat badan
dengan makanan cukup, nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi, kurang berminat
terhadap makanan, suara usus hiperaktif. (Nanda Nic Noc, 2005)
Data yang ditemukan hasil pengkajian pada kasus ini adalah klien puasa, tidak
terjadi penurunan berat badan.
Berdasarkan data yang ditemukan hasil pengkajian, maka diagnosa perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh pada kasus ini baru merupakan masalah yang mengancam
atau resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
Data yang diperlukan untuk mengangkat diagnosa keperawatan ini menjadi
masalah yang aktual adalah dyspnea, nafas pendek, penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi, penurunan pertukaran udara per menit, menggunakan otot
pernafasan tambahan, orthopnea, pernafasan pursed-lip, tahap ekspirasi
berlangsung sangat lama, penurunan kapasitas vital, respirasi: < 11 24 x /menit.
(Nanda Nic Noc, 2005)
Data yang ditemukan hasil pengkajian pada kasus ini adalah frekuensi napas 24
x/menit, pernapasan cuping hidung (-), retraksi intercosta (-),tidak ada kesulitan saat
bernafas atau berbicara, pola nafas reguler dengan bunyi nafas vesikuler.
Berdasarkan data yang ditemukan hasil pengkajian pada kasus ini, maka diagnosa
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen tidak dapat diangkat
menjadi masalah keperawatan.
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Data yang diperlukan untuk mengangkat diagnosa keperawatan ini menjadi
masalah yang aktual adalah Insomnia, kontak mata kurang, kurang istirahat,
berfokus pada diri sendiri, iritabilitas, takut, nyeri perut, penurunan TD dan denyut
nadi, diare, mual, kelelahan, gangguan tidur, gemetar, anoreksia, mulut kering,
peningkatan TD, denyut nadi, RR, kesulitan bernafas, bingung, bloking dalam
pembicaraan, sulit berkonsentrasi. (Nanda Nic Noc, 2005)
Data yang ditemukan hasil pengkajian pada kasus ini adalah klien dan
keluarga kooperatif, tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada gangguan
tidur, kebutuhan tidur terpenuhi, klien dapat menerima keadaan dirinya.
Berdasarkan data yang ditemukan hasil pengkajian pada kasus ini, maka diagnosa
kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan tidak dapat diangkat menjadi
masalah keperawatan.

5. Intervensi
Penulis menyusun intervensi sesuai dengan prioritas masalalah keperawatan yang telah
disusun dari aktual kepotensial, yaitu :
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan distensi abdomen, yang ditandai dengan klien
mengeluh nyeri pada abdomen area supra umbilicus, klien tampak kesakitan, ekspresi
wajah meringis, skala nyeri 7 (1-10), distensi abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
2. Ganguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus, yang
ditandai dengan klien mengatakan sudah 3 hari tidak bisa BAB dan flatus, distensi
abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
3. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan akumulasi cairan
dalam lumen usus dan ketidakefektifan penyerapan usus halus, yang ditandai dengan
klien mengeluh badan lemas dan muntah, klien tampak lemah, distensi abdomen, cairan
NGT hijau, jumlah 400 cc.
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi nutrisi yang ditandai dengan klien mengeluh badan lemes, klien puasa, klien
tampak lemah, bising usus 3x/menit, distensi abdomen.

5. Implementasi
Penulis tidak mendapat hambatan dalam melakukan implementasi, hal ini disebabkan klien dan
keluarga cukup kooperatif, implementasi yang penulis lakukan sesuai dengan intervensi yang sudah
penulis susun.

6. Evaluasi


Dari hasil intervensi terhadap ke 4 diagnosa keperawatan yang muncul pada
kasus ini, yaitu :
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan distensi abdomen, yang ditandai dengan klien
mengeluh nyeri pada abdomen area supra umbilicus, klien tampak kesakitan, ekspresi
wajah meringis, skala nyeri 7 (1-10), distensi abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
2. Ganguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus, yang
ditandai dengan klien mengatakan sudah 3 hari tidak bisa BAB dan flatus, distensi
abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
3. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan akumulasi cairan
dalam lumen usus dan ketidakefektifan penyerapan usus halus, yang ditandai dengan
klien mengeluh badan lemas dan muntah, klien tampak lemah, distensi abdomen, cairan
NGT hijau, jumlah 400 cc.
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi nutrisi yang ditandai dengan klien mengeluh badan lemes, klien puasa, klien
tampak lemah, bising usus 3x/menit, distensi abdomen.
Setelah dilakukan evaluasi hanya masalah ganguan pola eliminasi konstipasi
yang dapat teratasi, dimana klien sudah dapat buang air besar (BAB), peristaltik usus 9
x/menit. Sedangkan ketiga masalah lainya tidak teratasi, hal ini dikarenakan
keterbatasan waktu sehingga planning yang sudah disusun dikonfirmasikan kembali
pada perawat di ruangan.


























BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Nn.y dengan gangguan
sistem Pencernaan : Ileus Obstruktif Partial di Ruang Nusa Indah Rumah Sakit Umum
Daerah Majalengka pada tanggal 28 30 Desember 2012, penulis mengambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pada pengkajian tidak menemukan perbedaan yang mencolok antara yang tertulis pada
teori dengan kasus di rumah sakit
2. Diagnosa keperawatan disusun berdasarkan hasil analisa terhadap data senjang hasil
pengkajian pada pasien. Prioritas diagnosa keperawatan disusun dari masalah aktual
kemasalah potensial. Tidak semua diagnosa keperawatan yang ada pada teori dapat
ditemukan pada kasus di rumah sakit.
3. Intervensi disusun berdasarkan pada prioritas masalalah keperawatan yang telah disusun dan
sesuai dengan intervensi yang ada pada konsep teorinya.
4. Implementasi yang dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah disusun
5. Pada evaluasi hanya masalah ganguan pola eliminasi konstipasi yang dapat teratasi,
Sedangkan masalah lainya yang belum teratasi, dikonfirmasikan kembali pada perawat
di ruangan.

6. Saran
Bagi RSUD Majalengka diharapkan karya tulis ini dapat dijadikan sebagai bahan
masukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien dengan ileus obstruksi
khususnya untuk ruang Nusa Indah RSUD Majalengka.












DAFTAR PUSTAKA

1. Anonym. Mechanical Intestinal Obstruction; (diunduh tanggal 26 Desember 2012).
Tersedia dari: http://www.Merck.com.

2. Author. Ileus Obstruksi; (diunduh tanggal 26 Desember 2012). Tersedia dari:
http://www.Files-of-DrsMed.tk.

3. Alief. M, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI; 2000.

4. Black & Hawk. Medical Surgical Nursing Clinical Managemen for Positive
Outcomes. Fifth Edition, Vol 1. St. Louis Missouri: Mosby; 2005.

5. Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih bahasa Agung
Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta: EGC; 2002.

6. Donna Ignatavician. Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis Missouri: Elsevier
Sounders; 2006.

7. Lewis Heitkemper Diksen. Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis Missouri:
Mosby Elsevier; 2007.

8. Price &Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6,
Volume1. Jakarta: EGC; 2007.

9. Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam Jilid III Edisi
IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007.



10. Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Diagnosa
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC; 2005.

11. Doengoes, Marylin E & Moorhouse. Rencana Askep : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.










SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Topik : Manajemen nyeri : Relaksasi
Sub Topik : Pengertian nyeri dan relaksasi, tujuan relaksasi, manfaat relaksasi dan
prosedur relaksasi.
Sasaran : Klien Nn. Y dengan ileus obstruktif partial
Tempat : Ruang Nusa Indah RSUD Majalengka
Hari / Tanggal : Jumat / 28 Desember 2012
Waktu : Pukul 14.00 14.30 WIB (1 x 30 menit)
Pemberi Materi : Kelompok II

1. Latar Belakang Masalah
Nyeri abdomen pada ileus obstruktif timbul karena kontraksi peristaltik kuat pada
dinding usus melawan obstruktif atau disebabkan karena distensi abdomen yang menekan
persyarafan pada usus. Di butuhkan suatu bentuk asuhan keperawatan untuk mengelola
masalah nyeri tersebut. Manajemen nyeri merupakan suatu proses atau tindakan
keperawatan yang dilakukan baik secara mandiri ataupun secara kolaboratif pada pasien
guna mengontrol atau mengurangi nyeri serta mengendalikan rasa nyeri yang di rasakan
oleh pasien.
Nyeri adalah suatu mekanisme protektif dari tubuh yang timbul bilamana jaringan
dirusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri


tersebut. Manajemen nyeri mempunyai beberapa tindakan atau prosedur baik secara
farmakologi maupun non farmakologi.
Teknik relaksasi merupakan bagian dari manajemen nyeri nonfarmakologi.
Relaksasi ini bisa mengurangi pelepasan bahan kimia yang menyebabkan respon
inflamasi pada jaringan lokal sehingga timbul penurunan sirkulasi lokal, dengan relaksasi
akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang dapat meningkatkan sirkulasi, sehingga
akan terjadi metabolisme aerob yang tidak menghasilkan asam laktat sebagai penyebab
nyeri. (Mander, 2004)

2. Tujuan
1. Tujuan instruksional Umum
Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan diharapkan Nn Y dapat mengetahui
dan memahami tentang teknik relaksasi untuk mengontrol rasa nyeri.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit, Nn. Y mampu :
1. Mengetahui tentang pengertian nyeri dan relaksasi.
2. Mengetahui tujuan dan manfaat relaksasi.
3. Mengetahui dan mampu mendemonstrasikan prosedur relaksasi

4. Metode
1. Ceramah dan tanya jawab
Metode ini digunakan untuk penyampaian materi melalui penjelasan kepada Nn. Y
dengan cara tatap muka dan mempertahankan kontak mata.
2. Demonstrasi
Metode ini digunakan untuk mempraktekan bagaimana prosedur teknik relaksasi
dilakukan.
3. Diskusi
Metode ini digunakan untuk saling tukar pendapat, dan dimaksudkan untuk
mengetahui sejauhmana klien Nn. Y mampu menyerap tentang materi yang telah
disampaikan.

4. Media
Leaflet yang berisi tentang pengertian dan tujuan rilaksasi, prosedur relaksasi dan
manfaat relaksasi.
5. Materi Pembelajaran
1. Pengertian nyeri dan relaksasi


2. tujuan relaksasi
3. Manfaat relaksasi
4. Prosedur relaksasi

5. Strategi Pembelajaran

Hari/Tgl/Jam Tahap Kegiatan Kegiatan Waktu
Jumat
28/12/2012
Jam 14.00 s/d
14.30 WIB
1. Persiapan Mempersiapkan materi, media,
sasaran dan tempat
5 menit
2. Pembukaan

Mengucapkan salam , perkenalan dan
penyampaian maksud dan tujuan
5 menit
3. Inti Menjelaskan tentang materi meliputi
pengertian nyeri dan relaksasi, tujuan
relaksasi, manfaat relaksasi, prosedur
relaksasi, dan demonstrasi
15 menit
4. Penutup Diskusi, mengevaluasi tujuan
penyuluhan kesehatan, mengucapkan
terima kasih atas perhatian yang
diberikan dan memberi salam
penutup.
5 menit


5. Evaluasi
1. Evaluasi Proses
Klien Nn. Y dapat kooperatif, respon mendengarkan dan memperhatikan penyampaian
materi.
2. Evaluasi Akhir
Setelah diberikan pendidikan kesehatan klien Nn. Y dapat menjelaskan dan
mendemonstrasikan kembali teknik relaksasi yang disampaikan.

3. Sumber Materi
1. Alimul, A., A,. A. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia 1. Jakarta: Salemba
Medika.
2. Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa :
Agung waluyo. Jakarta. EGC.
3. Priharjo, R. (2003). Perawatan nyeri. Jakarta. EGC

























MATERI PEMBELAJARAN

1. Pengertian


Nyeri adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan
fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik,
fisiologis, dan emosional. (Alimul, 2006)
Teknik relaksasi merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini
perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara
perlahan. (Smeltzer & Bare, 2002)
1. Tujuan
Tujuan teknik relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli,
memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk,
mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri
dan menurunkan kecemasan. (Smeltzer & Bare, 2002)
2. Manfaat teknik relaksasi
Teknik relaksasi napas dalam dapat menurunkan intensitas nyeri melalui
mekanisme yaitu :
1. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh
peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan
meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemic.
2. Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk melepaskan
opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin (Smeltzer & Bare, 2002)
3. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat
3. Relaksasi melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain
sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu.


4. Prosedur teknik relaksasi napas dalam
Bentuk pernapasan yang digunakan pada prosedur ini adalah pernapasan diafragma
yang mengacu pada pendataran kubah diagfragma selama inspirasi yang mengakibatkan
pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi.
Menurut Priharjo (2003), langkah-langkah teknik relaksasi napas dalam adalah
sebagai berikut :
1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Usahakan tetap rileks dan tenang
3. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui
hitungan 1,2,3
4. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas atas
dan bawah rileks


5. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
6. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara
perlahan-lahan
7. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
8. Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
9. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
10. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
11. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
12. Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan cepat.







































PENGERTIAN
Nyeri adalah suatu keadaan yang tidak
menyenangkan akibat terjadinya
rangsangan fisik maupun dari serabut saraf
dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi
fisik, fisiologis, dan emosional.
(Alimul, 2006)

Teknik relaksasi merupakan suatu bentuk
asuhan keperawatan, yang dalam hal ini
perawat mengajarkan kepada klien bagaimana
cara melakukan napas dalam, napas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) dan
bagaimana menghembuskan napas secara
perlahan. (Smeltzer & Bare, 2002)

TUJUAN

Tujuan teknik relaksasi napas dalam
adalah untuk meningkatkan ventilasi
alveoli, memelihara pertukaran gas,
mencegah atelektasi paru, meningkatkan
efesiensi batuk, mengurangi stress baik
stress fisik maupun emosional yaitu
menurunkan intensitas nyeri dan
menurunkan kecemasan.
(Smeltzer & Bare, 2002)





MANFAAT TEKNIK RELAKSASI

1. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet
yang mengalami spasme yang disebabkan
oleh peningkatan prostaglandin sehingga
terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan
akan meningkatkan aliran darah ke
daerah yang mengalami spasme dan
iskemic.
2. Teknik relaksasi napas dalam dipercayai
mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opioid endogen yaitu
endorphin dan enkefalin (Smeltzer & Bare,
2002)
3. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan
alat
4. Relaksasi melibatkan sistem otot dan
respirasi dan tidak membutuhkan alat lain
sehingga mudah dilakukan kapan saja
atau sewaktu-waktu.
PROSEDUR TEHNIK RELAKSASI NAPAS DALAM

1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Usahakan tetap rileks dan tenang
3. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan
udara melalui hitungan 1,2,3
4. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil
merasakan ekstrimitas atas dan bawah rileks
5. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
6. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui
mulut secara perlahan-lahan
7. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
8. Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
9. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
10. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa
berkurang
11. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5
kali.
12. Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara
dangkal dan cepat.












.

You might also like