You are on page 1of 2

FISIOLOGI MUAL DAN

MUNTAH
Dalam ilmu kebidanan, emesis ditemukan pada kehamilan dini, persalinan dan periode
pascabedah. Keadaan ini bukan saja menimbulkan distres tetapi juga dapat membawa
konsekuensi fisiologis yang serius. Istilah hiperemesis gravidarum berlaku bila muntah
menyebabkan kekurangan cairan, elektrolit atau gizi (Friedman & Isselbacher, 1991).

Fisiologi Mual dan Muntah
Muntah biasanya disertai dengan mual kendati tidak selalu demikian. Mual merupakan
perasaan yang diakui secara sadar tentang terjadinya eksitasi yang tidak disadari pada pusat
muntah di dalam medula oblongata atau di daerah yang dekat dengan pusat muntah tersebut
(Dayton, 1996). Muntah merupakan serangkaian gerakan yang kompleks untuk
mengeluarkan isi usus dari dalam saluran usus ketika salah satu bagiannya mengalami iritasi
atau distensi. Komponen sensorik dan motorik refleks muntah diatur oleh sistem saraf
otonom. Pengaturan ini menimbulkan perasaan seperti mau muntah.
Penyebab muntah
Banyak stimulus bekerja langsung pada pusat muntah atau zona pemicu kemoreseptor
(CTZ; chemoreceptor trigger zone). Zona tersebut terletak di sebelah luar sawar darah/otak
dalam medula yang berbeda dengan pusat muntah tetapi letaknya berdekatan dengan pusat
muntah tersebut. Pusat muntah menerima asupan impuls dari: pusat otak yang lebih tinggi,
zona pemicu kemoreseptor, organ vestibularis pada telinga dalam dan seluruh tubuh lewat
sistem saraf otonom.
Mual dan muntah bergantung pada interaksi banyak faktor yang meliputi jenis-jenis obat
yang diberikan, kondisi emosional, rasa nyeri, kerusakan jaringan, gerakan atbu perubahan
homeostasis. Untuk mencegah muntah, bidan harus memahami semua faktor yang
mempengaruhi pusat muntah (lihat Kotak 5.1). Dalam persalinan, stasis lambung, rasa nyeri
dan tekanan pada lambung akan bergabung menjadi satu untuk menimbulkan gejala emesis.
Uraian tentang muntah
Biasanya muntah disertai dengan sekresi saliva, perspirasi, pucat, penurunan tekanan darah,
takikardia dan respirasi yang tidak teratur di samping berbagai perasaan subjektif. Stasis
lambung biasanya mendahului muntah. Untuk mengeluarkan isi lambung, esofagus bagian
bawah dan lambung bagian alas harus mengadakan relaksasi sementara duodenum dan
lambung bagian bawah berkontraksi. Lambung akan mengalami kompresi antara diafragma
dan dinding abdomen. Pasien menarik napas dalam, dan glotis serta bagian posterior nostril
tertutup. Akan tetapi, waktu untuk inspirasi yang dalam tersebut mungkin tidak ada jika
dorongan muntah sangat dominan.
Penyebab muntah (dengan beberapa contoh)
PUSAT MUNTAH dipengaruhi oleh:
Zona pemicu kemoreseptor (CTZ; chemoreceptor trigger zone) yang mendeteksi:
ZAT-ZAT KIMIA YANG BEREDAR DALAM DARAH seperti estrogen, alkohol, nikotin,
opioid, zat besi, obat-obat anestesi, hormon tiroid;
GANGGUAN KESEIMBANGAN ELEKTROLIT (kadar natrium yang rendah, termasuk
penyakit Addison);
PENGHENTIAN PEMAKAIAN ALKOHOL YANG TERATUR; PRODUK KERUSAKAN
JARINGAN yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darah pada saat terjadi cedera.
NUKLEUS VESTIBULARS. yang mendeteksi:
gerakan yang meliputi ambulasi dan gerakan mendadak, misalnya setelah persalinan atau
pembedahan..
PUSAT-PUSAT YANG LEBIH TINGGI yang mendeteksi:
citarasa, bau, penglihatan, emosi, nyeri, rasa takut, ansietas, antisipasi, faktor-faktor
individual.
SISTEM SARAF OTONOM yang mendeteksi:
IRITASI PADA USUS, TENGGOROK atau PERITONEUM, seperti stasis lambung atau
distensi lambung (misalnya migrain, nyeri, persalinan), penyakit hati, beberapa makanan,
alkohol, NSAID,
obstruksi traktus gastrointestinal, konstipasi;
GANGGUAN FISIOILOGIS seperti perubahan pada TD, pH, gas
darah, kadar glukosa darah, nyeri, syok, ketoasidosis, uremia, kerusakan organ, infeksi, ISK,
penyakit yang terjadi pada saat yang sama (mis. asma, batu empedu).
KENAIKAN TEKANAN INTRAKRANIAL (mis. pre-eklampsia/ eklampsia)
Masukan ini dapat langsung ke pusat muntah (Mitchelson, 1992a, Friedman 8 Isselbacher,
1991).
Konsekuensi muntah
Keadaan emesis harus ditangani secara efektif karena berpotensi untuk menimbulkan
konsekuensi berikut ini:
dehidrasi dan sebagai konsekuensi selanjutnya, peningkatan risiko trombosis;
gangguan keseimbangan elektrolit (kehilangan natrium serta kalium) dan sebagai
konsekuensi selanjutnya, kelemahan tubuh;
gangguan keseimbangan pH;
pembentukan keton;
gangguan pada pemberian obat per oral;
risiko aspirasi muntahan dan Sindrom Gawat Napas Dewasa;
risiko hipotensi, penurunan aliran darah plasenta, sinkop, syok (renjatan) serta kolaps
sirkulasi;
distres psikologis;
hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan defisiensi vitamin atau kadang-kadang
kegagalan hati;
risiko trauma pada traktus gastrointestinal (ruptura Mallory-Weiss);
konsekuensi jangka-panjang: malnutrisi, karies dentis.
Ada bahaya bahwa gejala penyakit yang akut tertutupi oleh kerja obat-obat antiemetik
sehingga terjadi kelambatan dalam penegakan diagnosis keadaan pa tologis yang serius,
seperti kenaikan tekanan intrakranial pada preeklampsia yang berat (Brunton, 1996).

You might also like