You are on page 1of 13

Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil

dengan Asma Bronkial



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampai sekarang belum ada kesepakatan tentang definisi asma yang dapat diterima
semua ahli. Definisi yang banyak dianut saat ini adalah yang dikemukakan oleh The American
Thoracic Society yaitu asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakhea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
Asma adalah penyakit paru yang heterogen dengan obstruksi saluran pernapasan yang sembuh
sebagian atau total, spontan atau dengan terapi. Serangan umumnya singkat, walaupun jarang,
asma dapat berakibat fatal. Secara tradisional asma dapat diklasifikasikan dua kelompok yaitu
alergi ( ekstrinsik ) dan idiosinkrasi (intrinsik). Asma ekstrinsik merupakan asma yang dipicu
oleh alergen atau mediator IgE. Umumnya terdapat pada orang dan atau riwayat keluarga dengan
penyakit alergi. Sedangkan asma intrinsik jika tidak ditemukan alergen spesifik sebagai
pemicunya, dan terdapat pada pasien tanpa riwayat alergi dalam keluarganya
Prevalensi asma terjadi pada 4-8% populasi umum. Pada kehamilan prevalensinya 1-
4%. Di Indonesia prevalensi asma berkisar 5-7 %. Kepustakaan lain menyatakan asma
berpengaruh pada 1-9% wanita atau pada 200.000 - 376.000 kehamilan di Amerika setiap
tahunnya. Rata - rata morbiditas dan mortalitas pada wanita hamil sebanding dengan populasi
umum. Rata - rata mobilitas asma di Amerika adalah 2,1 per 100.000.
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit saluran napas yang sering dijumpai
kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma selalu sama
terhadap setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangan tidak sama pada
kehamilan pertama dan berikutnya. Penyakit ini menimbulkan yang serius pada wanita hamil.
Asma yang tidak terkontrol dengan baik, dapat berpengaruh terhadap ibu dan janin.
Terdapat risiko yang jelas baik pada ibu maupun janin, bila gejala asma memburuk.
Pada penelitian menyatakan asma dihubungkan dengan meningkatnya kematian perinatal dua
kali lipat. Selain itu juga meningkatkan risiko komplikasi berupa hiperemesis, preeklampsia, dan
perdarahan pada pasien yang mengidap asma, begitupula halnya terjadi peningkatan angka
kematian neonatal dan persalinan prematur. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya penanganan
aktif pasien hamil untuk menghindari eksaserbasi akut asma bronkhial.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Laporan Pendahuluan Asma Bronkial pada Ibu hamil ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Asma Bronkial pada Ibu hamil ?


C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Laporan Pendahuluan Asma Bronkial pada Ibu hamil ?
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan Asma Bronkial pada Ibu hamil ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
1. Asma bronchial merupakan penyakit pernapasan akut,yang disebabkan oleh allergen, oleh
perubahan mencolok pada suhu lingkungan atau oleh ketegangan emosi. Pada banyak kasus,
penyebab actual mungkin diketahui. Suatu riwayat alergi dalam keluarga dimiliki oleh sekitar 50
% individu dengan asma. Sebagai respons reaktivitas terhadap stimulus, jalan napas menyempit,
sehingga mempersulit pernafasan. Manifestasi klinisnya adalah mengi pada ekspirasi, batuk,
sputum yang kental dan dispneu.
2. Penyakit asma pada kehamilan kadang-kadang berat atau malah berkurang. Dalam batas wajar
penyakit asma yang berat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim melalui gangguan pertukaran gas oksigen dan carbondioksida. Pengawasan hamil dan
pertolongan persalinan dapat dilakukan dengan operasi.
3. Asma bronkial merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan yang sering dijumpai pada
kehamilan, mempengaruhi 1-4% wanita hamil. Pengaruh keamilan terhadap timbulnya asma
tidak selalu sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma serangannya tidak
selalu sama pada kehamilan pertama dan berikutnya. Kurag dari 1/3 penderita asma kurang
membaik dalam kehamilan lebih dari 1/3 akan menetap, kurang 1/3 lagi akan bertambah buruk
pada serangan bertambah berat. Biasanya serangan akan timbul pada usia 24-26 minggu dan
pada akhir kehamilan jarang terjadi.
4. Asma Bronchial adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri bronkospasme
periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma merupakan penyakit kompleks yang
diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi. (Irman Somantri,
2008 : 43)


B. Etiologi
Sampai saat ini patogenesis maupun etiologi asma belum diketahui dengan pasti.
Berbagai teori tentang patogenesis telah diajukan, tetapi yang paling disepakati oleh para ahli
adalah yang berdasarkan gangguan saraf autonom dan sistem imun.
Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran napas. Adanya inflamasi
hiperaktivitas saluran napas dijumpai pada asma baik pada asma alergi maupun non-alergi. Oleh
karena itu dikenal dua jalur untuk mencapai keadaan tersebut. Jalur imunologi utama didominasi
oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur IgE , masuknya allergen kedalam tubuh akan diolah
oleh APC (Antigen Presenting Cells), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan
dikomunikasikan kepada sel T helper (T penolong). Sel ini akan memberikan instruksi melalui
interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk serta sel- sel radang lain seperti mastosit,
makrofag, sel epitel, eosinifil, neotrofil, trombosit, serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-
mediator inflamasi seperti histamin prostaglandin (PG), leukotrin (LT), platelet activating factor
(PAF), bradikinin, tromboksin (TX) dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskuler, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel
radang, sekresi mukus, dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hiperreaktivitas saluran
napas (HSN). Jalur non- alergi selain merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem saraf
otonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas. Hiperreaktivitas
saluran napas diduga sebagian didapat sejak lahir. Berbagai keadaan dapat meningkatkan
hiperreaktivitas saluran napas yaitu : inflamasi saluran napas, kerusakan epitel, mekanisme
neurologis, gangguan intrinsik, dan obstruksi saluran napas.
Penyebab asma pada kehamilan antara lain :
1. Zat-zat alergi contohnya tepung, debu, bulu, dll.
2. Infeksi saluran pernapasan.
3. Pengaruh udara misalnya terlalu dingin, terlalu panas.
4. Factor psikis misalnya kelelahan, stress.

C. Patofisiologi
Pemeriksaan yang dilakukan oleh tim ahli asma kalifornia tahun 1983 pada 120 kasus
asma pada ibu hamil yang terkontrol baik, tedapat 90% dari penderita yag tidak pernah mendapat
serangan dalam persalinan, 2,2% menderita seragan ringan dan hanya 0,2% yang menderita asma
berat yang dapat diatasi dengan obat-obatan intravena. Pengaruh asma pada ibu hamil dan janin
sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan
oksigen dan hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada
janin yang sering terjadi keguguran, persalinan premature dan berat janin tidak sesuai dengan
usia kehamilan atau gangguan perumbuhan janin.
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama
ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya
terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas
pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini
bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk
mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot bantu napas.
Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan
VEP
1
(Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedang
penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru.
Penyempitan saluran napas dapat terjadi, baik pada saluran napas besar, sedang maupun kecil.
Gejala mengi (wheezing) menandakan adanya penyempitan disaluran napas besar, sedangkan
penyempitan pada saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.
Perubahan fungsi paru pada kehamilan meliputi 20% karena peningkatan kebutuhan
oksigen dan metabolisme ibu, 40% peningkatan ventilasi semenit dan peningkatan tidal volume.

Terdapat sejumlah perubahan fisiologik dan struktural terhadap fungsi paru selama kehamilan.
Hiperemia, hipersekresi dan edema mukosa dan saluran pernapasan merupakan akibat dari
meningkatnya kadar estrogen. Pada uterus gravid terjadi peningkatan

ukuran lingkar perut,
diafragma meninggi, dan semakin dalamnya sudut antar kosta. Wanita hamil mengalami
peningkatan tidal volume, volume residu, serta kapasitas residu fungsional, penurunan volume
balik ekspirasi, sementara kapasitas vital tidak berubah. Hiperventilasi alveolar terjadi bila PCO
2

menurun dari 34-40 mmHg menjadi 27-34 mmHg, yang biasanya terlihat pada umur kehamilan
12 minggu. Seperti yang diperkirakan, frekuensi terjadinya serangan eksaserbasi asma
puncaknya pada umur kehamilan sekitar enam bulan, gejala yang berat biasanya terjadi antara
umur kehamilan 24 minggu - 36 minggu.
Jelasnya patofisiologi asma adalah sebagai berikut:
1. Kontraksi otot pada saluran napas meningkatkan resistensi jalan napas
2. Peningkatan sekresi mukosa dan obstruksi saluran napas
3. Hiperinflasi paru dengan peningkatan volume residu
4. Hiperaktivitas bronkial, yang diakibatkan oleh histamin, prostaglandin dan leukotrin.
Degranulasi sel mast menyebabkan terjadinya asma dengan cara pelepasan mediator
kimia, yang memicu peningkatan resistensi jalan napas dan spasme bronkus. Pada kasus
kehamilan alkalosis respiratori tidak bisa dipertahankan diawal berkurangnya ventilasi, dan
terjadilah asidosis. Akibat perubahan nilai gas darah arteri pada kehamilan (penurunan PCO
2
dan
peningkatan pH). Pasien dengan perubahan nilai gas darah arteri secara signifikan merupakan
faktor risiko terjadinya hipoksemia maternal, hipoksia janin yang berkelanjutan. dan gagal napas.

D. Manifestasi Klinis
1. Tanda dan gejala utama asma adalah bunyi wheezing, dispnea, dan batuk.
2. Penggunaan otot bantu napas saat serangan.
3. Sputum dengan sedikit mucus.
4. Takikardi.
5. Berkeringat dingin.
6. Serangan berlangsung sekitar 70 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.
7. Ronchi basah.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X dada
Hiperinflasi paru, mendatarnya diagfragma, peningakatan area udara retsosoternal, hasil normal
selama periode remisi.
2. Tes fungsi paru
3. Kapasitas inspirasi
4. GDA
PaO
2
turun, PaCo
2


meningkat.
5. Sputum
6. EKG dan tes stress.

F. Penatalaksanaan Medis
Panatalaksanaan pada penderita asma antara lain :
1. Mencegah adanya strees.
2. Menghindari factor pencetus yang sudah diketahui secara intensif.
3. Mencegah penggunaan aspirin karena dapat menimbulkan serangan.
4. Pada serangan ringan dapat digunakan obat inhalan.
5. Pada keadaan yang lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan seperti
efinefrin/sc, oksigen, isoproerenol/Inhalasi, aminoplin/infuse, glukosa,Hidrokortison/ infuse
dektrose 10%.
Terapi asma bronchial memiliki dua tujuan : 1. Meredakan serangan yang akut dan 2.
Mencegah atau membatasi serangan yang dating. Pada semua individu yang menderita asma,
allergen yang diketahui harus dieliminasi dan suhu harus dipertahankan nyaman didalam rumah.
Infeksi pernafasan harus diobati dan inhalasi uap atau kabut diterapkan untuk
mengencerkan.lendir. terapi asma bronchial diberikan. Episode akut membutuhkan steroid,
aminofilin, oksigen, dan koreksi ketidakseimbangan cairan-elektrolit. Tindakan pencegahan
khusus untuk obstetric meliputi hal-hal berikut :
Jangan gunakan morfin dalam persalinan karena obat ini dapat menyebabkan bronkospasme.
Meperidin (Demerol) biasanya akan meredakan bronkospasme.
Hindari atau batasi penggunaan efedrin dan kortikosteroid (obat-obatan penekan) pada klien
dengan preeklamsi dan eklamsia.
Pilih kelahiran per vaginam serta penggunaan anestesi local atau anestesi regional setiap kali
ada kesempatan

G. Efek kehamilan pada asma
Efek kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi. Perubahan fisiologis, yang diinduksi oleh
kehamilan, tidak membuat wanita hamil lebih rentan terhadap serangan asma. Asma
meningkatkan insiden aborsi dan persalinan premature, tetapi kanin sendiri tidak terpengaruh.
Pada kasus-kasus yang berat, asma dapat mengancam kehidupan wanita hamil. Pada kebanyakan
kasus prognosis baik pada ibu dan janin.


H. Komplikasi
1. Hipoksia janin dan ibu.
2. Abortus.
3. Persalinan premature.
4. BBLR.




ASUHAN KEPERAWATAN
PADA IBU HAMIL DENGAN ASMA BRONKIAL

A. Pengkajian
1. Identitas klien.
a. Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit status
asthmatikus.
b. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui
kemungkinan faktor pencetus serangan asma.
c. gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus
serangan asma
d. pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergen.
e. Hal lain yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pasien akan mengeluh sesak yang bertambah berat pada usia kehamilan 24-36 minggu.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan dengan keluhan, terutama sesak napas
yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing,
Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan
tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.
4. Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran napas atas, sakit
tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asma frekuensi, waktu, alergen-
alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk
meringankan gejala asma (Tjen Daniel, 1991)
5. Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau
penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit asma
ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan, (Hood Alsagaf, 1993)
6. Riwayat psikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma baik
ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang
yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asma. yatim piatu,
ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan
peranan seperti semula, (Antony Croket, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).


B. Pola-pola fungsi kesehatan
1. Aktivitas
Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari,
ketidakmampuan untuk tidur, perlu posisi kepala lebih tinggi waktu tidur, dipsneu pada saat
istirahat, gelisah, insomnia,
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah, distensi vena leher, pucat
dapat menunjukkan anemia, warna kulit normal / sianosis
3. Integritas ego
Peningkatan factor resiko, perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan peka rangsang
4. Makanan dan cairan
Edema dependen, berkeringat
5. Hygiene
Penurunan kemampuan perawatan diri, kebersihan buruk, bau badan
6. Pernafasan
Pernafasan pendek khususnya saat aktivitas, sulit nafas, dada tertekan, penggunaan oksigen,
riwayat pneumonia keluarga, menggunakan otot bantu pernafasan.
Dada : saat inspeksi dapat dilihat hiperinflasi dengan peninggian diameter ap, gerakan diafragma
minimal, bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi, ronchi, mengi, saat perkusi ditemukan
hipersonor pada area paru, bunyi pekak pada area paru, kesulitan bicara kalimat.
7. Keamanan
Riwayat reaksi alergi
Berkeringat atau kemerahan
8. Seksualitas
Penurunan libido
9. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, kegagalan dukungan, penyakit lama,
keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan orang lain
10. Penyuluhan dan pembelajaran
Penggunaan dan penyalahgunaan obat pernafasan, kesulitan menghentikan rokok, konsumsi
alcohol
C. Pemeriksaan fisik pada pasien Asma Bronchiale
a. Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah
nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan
sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien (Laura A. T.; 1995, Karnen B
;19983).
b. Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria
atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam. (Karnen B ;1994,
Laura A. Talbot; 1995).

c. Kepala
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya keluhan sakit
kepala atau pusing, vertigo kejang ataupun hilang kesadaran. (Laura A.Talbot;1995).
d. Mata
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang dirasakan klien. Serta
riwayat penyakit mata lainya (Laura A. Talbot ; 1995)).
e. Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis alergi dan fungsi olfaktori (Karnen
B.;1994, Laura A. Talbot;1995).
f. Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit pada
tenggorok serta sesak atau perubahan suara. (Karnen B.:1994)).
g. Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesaran tiroid serta penggunaan otot-otot
pernafasan (Karnen B.;1994).
h. Thorak
Inspeksi
Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah disebabkan oleh udara
dalam paru-paru susah untuk dikeluarkan karena penyempitan jalan nafas. Frekuensi pernafasan
meningkat dan tampak penggunaan otot-otot tambahan
Palpasi.
Pada palpasi dikaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus. Pada asma, paru-paru
penderita normal karena yang menjadi masalah adalah jalan nafasnya yang menyempit (Laura
A.T.;1995).
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar
dan rendah disebabkan karena kontraksi otot polos yang mengakibatkan penyempitan jalan nafas
sehingga udara susah dikeluarkan dari paru-paru (Laura A.T.;1995).
Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih
dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan wheezing karena sekresi mucus yang kental dalam
lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran
napas menjadi sangat meningkat (Karnen B .;1994).
i. Kardiovaskuler.
Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi suara jantung
melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus, (Robert
P.;1994, Laura A. T.;1995).
j. Abdomen.
Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat merangsang
serangan asma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi (Hudak dan
Gallo;1997, Laura A.T.;1995).
k. Ekstrimitas.
Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas karena dapat
merangsang serangan asma,(Laura A.T.;1995).

D. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan broncospasme, peningkatan sekresi
pulmoner
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman jiwa sekunder terhadap sesak nafas dan takut
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kelelahan, sekunder
4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan prognosis penyakit saat hamil
5. Resiko hipoksia janin berhubungan dengan suplai oksigen inadekuat








Intervensi Keperawatan


Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
berhubungan dengan
broncospasme,
peningkatan sekresi
pulmoner
Tujuan : menunjukkan
pembersihan jalan nafas
yang efektif, yang
dibuktikan oleh
pencegahan aspirasi status
pernafasan, kepatenan jalan
nafas, dan status
pernafasan : ventilasi tidak
terganggu.
Kriteria hasil :
1. Pencegahan aspirasi :
tindakan personal untuk
mencegah masuknya cairan
dan partikel padat kedalam
paru.
2. .
3.
1. Posisikan pasien
senyaman
mungkin.

2. Observasi tanda-
tanda vital pasien.


3. Ajarkan pasien
batuk efektif.







4. Kolaborasi
dengan tim medis
1. Posisi yang nyaman
dapat mengurangi
keluhan pasien.


2. untuk mengetahui
perubahan tanda-
tanda vital pasien.


3. Batuk efektif dapat
membantu
mengeluarkan
secret.



4. Kolaborasi dengan
tim medis dapat
mempercepat
proses
penyembuhan.

Ansietas
berhubungan dengan
ancaman jiwa
sekunder terhadap
sesak nafas dan takut

Tujuan : Ansietas
berkurang dibuktikan
dengan bukti tingkat
ansietas hanya ringan
sampai sedang dan selalu
menunjukkan pengendalian
diri terhadap ansietas,
konsentrasi dan Koping.
Kriteria Hasil :
1. Menunjukkan
pengendalian diri terhadap
ansietas yang dibuktikan
oleh indikator sebagai
berikut :
1. Batasi aktivitas
spasien.

2. Anjurkan tehnik
relaksasi pada
pasien.

3. Anjurkan pasien
memilih posisi
yang nyaman.

4. Berikan
penjelasan
tentang
1. Mengurangi
keluhan

2. Memberikan tehnik
untuk mengurangi
ansietas

3. Posisi yang nyaman
dapat mengurangi
keluhan

4. Menurunkan
ansietas pasien

a. Merencanakan strategi
koping untuk situasi penuh
tekanan
b2. Menggunakan teknik
relaksasi untuk meredakan
ansietas
penyakitnya.

5. Beri support
mental dari
keluarganya.


5. Memberikan
motivasi pada
pasien
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
kelemahan,
kelelahan, sekunder

Tujuan : menoleransi
aktivitas yang biasa
dilakukan
Kriteria hasil :
1. Toleransi aktivitas
2. Ketahanan
3. Penghematan energy
4. Kebugaran fisik
5. Perawatan diri
1. Baringkan pasien
semi flower.

2. Secara bertahap
tingkatkan
aktifitas pasien.

3. Anjurkan tehnik
relaksasi yang
tepat.

4. Anjurkan latihan
ringan sesuai
toleransi.
1. Memaksimalkan
ekspansi dada

2. Dapat
mempertahankan
aktivitas

3. Dengan tehnik
dapat membantu
mempertahankana
aktivitas

4. Menghindarkan
dari aktivitas yang
berlebihan
Kurangnya
pengetahuan
berhubungan dengan
prognosis penyakit
saat hamil

Tujuan : pasien mengerti
tentang prognosis penyakit
Kriteria hasil :Pasien dan
keluarga akan :
1. Mengidentifikasi
kebutuhan terhadap
informasi tambahan
mengenai perilaku promosi
kesehatan atau program
terapi
Memperlihatkan kempuan
untuk mengetahui dan
memahami tentan penyakit
yang diderita
1. Ajarkan pasien
menghindari
alergi yang
diketahui.

2. Observasi tingkat
pengetahuan
mengenai proses
penyakit

3. Jelaskan latihan
pernapasan

4. Jelaskan obat-
obatan yang
mengakibatkan
penyakit kambuh.

5. Jadwalkan
1. Mencegah
terjadinya keluhan



2. Mengetahui
pengetahuan pasien



3. Agar pernafasan
tetap adekuat

4. Menghindari
penyalahgunaan
obat


5. Agar pasien tahu
pemberian obat
yang tepat.

6. Hindari terhadap
pemajanan iritan.
jadwal minum obat


6. Menghindari factor
penyebab asma
Resiko hipoksia
janin berhubungan
dengan suplai
oksigen inadekuat

Tujuan : mencegah
terjadinya hipoksia janin
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi gejala-gejala
asma
2. Menghindarkan factor
pencetus terjadinya asma
1. Observasi kondisi
ibu dan janin.

2. Ringankan gejala-
gejala yang
timbul.

3. Perbaiki kondisi
ibu.

4. Cegah adanya
serangan asma.

5. Hindari factor
pencetus
serangan.
1. Mengetahui tingkat
kesehatan ibu dan janin

2. Mengurangi gejala agar
tidak jatuh pada kondisi
yang lebih buruk

3. Mempertahankan
kesehatan ibu

4. Menghindarkan dari
terjadinya asma

5. Menjauhkan factor
pencetus serangan


Evaluasi

1. Pasien dapat bernafas dengan baik
2. Pasien tidak cemas
3. Pasien dapat menoleransi peningkatan aktivitas progresif
4. Pasien memahami penyakit dan tindakan
5. Hipoksia janin tidak terjadi




DAFTAR PUSTAKA

Bobak, dkk.2004.Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi : 4.Jakarta : EGC
Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar I lmu Penyakit Dalam J ilid Kesatu. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Purwaningsih, Wahyu dan Siti fatmawati.2010.Asuhan Keperawatan
Maternitas.Yogyakarta : Nuha Media
Wilkinson, Judith M dan Nancy R. Ahern.2011.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi
9. Jakarta : EGC.

You might also like