You are on page 1of 18

TUGAS KELOMPOK

ANALISIS MAKANAN, MINUMAN, DAN KOSMETIK







OLEH :

ICHA BUDHA YANTI
DESIANI PALINDANGAN
DENNY
SALNIA
ALFIAN
RATNA

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
MAKASAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahan pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai
suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda
yang diwarnainya. Jenis lain penggunaan bahan pewarna adalah
sebagai bahan pewarna makanan. Pewarna makanan digolongkan
sebagai aditif makanan sehingga diproduksi dengan standar tinggi-
tidak seperti pewarna untuk industri. Pewarna makanan dapat
berupa pewarna jenis direct, mordant dan vat, dan penggunaannya
secara ketat dikontrol hukum. Pewarna makanan dapat juga berasal
dari alam. Di Indonesia saat ini banyak terjadi permasalahan
konsumen pada bidang pangan khususnya, diantaranya adalah yang
paling mengkhawatirkan masyarakat adalah kasus kasus tentang
masalah penyalahguaan bahan berbahaya pada produk pangan
ataupun bahan yang diperbolehkan tetapi melebihi batas yang telah
ditentukan. Contoh dari kasus tentang penyalahguaan bahan
berbahaya pada produk pangan yang telah terjadi di Indonesia dan
sampai kepengadilan yaitu terjadi pada kasus yang telah membawa
akibat meninggalnya seorang manusia sebagai konsumen
dikarenakan kelalaian dari produsen, adalah pada kasus biscuit
beracun di Tangerang, pada kasus tersebut menibatkan CV. Gabisco
sebagai Produsen. Di dalam kasus tersebut, yang melibatkan CV.
Gabisco sebagai produsen, jelas sekali dikarenakan kelalaian dari
produsen. Hal tersebut didasarkan bahwa konsumen yang tidak
mengetahui bahwa biscuit yang telah dikonsumsinya telah tercemar
dengan bahan berbahaya bagi jiwa dan kesehatannya. Karena dari
hasil pemeriksaan laboratorium dari biscuit tersebut mengandung
racun yang berbahaya yaitu Anion Nitrit (NO2).
B. Tujuan
1. Dapat menjelaskan tentang Pengertian pewarna dalam makanan,
minuman, dan kosmetik.
2. Dapat menjelaskan tentang jenis-jenis pewarna dalam makanan,
minuman, dan kosmetik.
3. Dapat menjelaskan tantang bahaya pewarna sintetis
4. Dapat mengetahui peraturan tentang zat warna
5. Dapat mengetahui cara analisis suatu zat pewarna









BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pewarna
Menurut Peraturan Mentri kesehatan No.
722/MENKES/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makannan,
Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memeperbaiki
atau memberi warna pada makanan.( Lembaran Negara,1992 ).
Penggunaan pewarna bertujuan untuk memperkuat warna asli dan
memberikan tampilan makanan lebih menarik .
FDA mendefinisikan pewarna tambahan sebagai pewarna, zat
warna atau bahan lain yang dibuat dengan cara sintetik atau kimiawi
atau bahan alami dari tanaman, hewan, atu sumber lain yang diekstrak,
ditamambahkan atau digunakan ke bahan makanan, obat, atau kosmetik,
bisa menjadi bagian dari warna bahan tersebut.
B. Jenis-jenis Pewarna
1. Pewarna Alami
Adapun menurut winarno (1997) yang tergolong kedalam
pewarna alami di antaranya adalah :
Klorofil adalah zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada
daun sehingga sering disebut zat warna hijau daun.
Miglobin dan haemoglobin ialah zat wara merah pada daging yang
tersususn oleh protein globin dan heme yang mempunyai inti zat
besi.
Karotenoid merupakan kelmpok pigmen yang berwarna kuning,
orange, merah orange yang terlarut dalam lipida ( minyak ), berasal
dari tanaman atau hewan.
Anthosianin dan anthoxanthin tergolong pigmen yang disebut
flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. warna pigmen
anthosianin merah, biru, violet, dan biasanya terdapat pada bunga,
buah buahan, dan sayur sayuran.
Antoxantin termasuk kelompok pigmen flavonoid yang bewarna
kuning dan larut dalam air. Antoxantin banyak terdapat dalam
lendir sel daun yang kebanyakan tidak digunakan sebagai makanan.
Yang termasuk kedalam Uncertified Color ini adalah zat
pewarna alami ( ekstrak pigmen dari tumbuh tumbuhan ) dan zat
warna mineral. Zat- zat pewarna yang termasuk Uncertified color
adalah :
Titanium oksida
Titanium oksida berwarna putih dan dapat
menyebabkan warna menjadi opaque. Dalam bentuk kasar atau
mutu rendah titanium oksida digunakan sebagai warna dasar
cat rumah. Ada dua macam kristal titanium oksida yaitu rutil
dan anastase, tetapi anastase yang boleh dipakai untuk
mewarnai makanan. Zat pewarna ini mewarnai bahan dengan
cara dispersi (seperti FD&C lake) dan dipergunakan dalam
larutan yang kental atau produk semi solid. Titanium oksida
digunakan bersama-sama dengan FD&C lake sehingga
menghasilkan warna berupa cat, dan penggunaan lake dapat
dikurangi. Secara tersendiri titanium oksida digunakan dalam
sirup yang dipakai untuk melapisi tablet obat. Penggunaan
titanium oksida diijinkan sejak tahun 1966 dengan batas 1%
BB.
2. Pewarna Buatan
Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam
makanan menurut Joint FAO/WHO Expert Committee on Food
Additives (JECFA) dapat digolongkan dalam beberapa kelas, yaitu :
azo, triarilmetana, quinolin, xanten dan indigoid (Tabel 2). Kelas azo
merupakan zat warna sintetis yang paling banyak jenisnya dan
mencakup warna kuning, oranye, merah, ungu, dan coklat, setelah itu
kelas triarilmetana yang mencakup warna biru dan hijau.
FD&C Red No. 2 (Amaranth) No. Index 16185
Amaranth termasuk dalam golongan monazo yang mempunyai
satu ikatan N=N. Amaranth berupa tepung berwarna merah
kecoklatan yang mudah larut dalam air menghasilkan larutan
berwarna merah lembayung atau merah kebiruan. Selain itu juga
mudah larut dalam propilenglikol, gliserol, dan larut sebagian
dalam alkohol 95%. Agak tahan terhadap cahaya, asam asetat
10%, HCl 10 30% dan NaOH 10%, sedangkan terhadap NaOH
30% kurang tahan dan menjadi agak keruh. Demikian juga adanya
FeSO
4
membuat larutan berwarna keruh, tetapi Fe dalam bentuk
tawas (FeSO
4
, Fe(SO
4
)
3
.24H
2
O) tidak begitu berpengaruh. Larutan
zat pewarna yang encer dan bersifat asam tersebut akan berubah
menjadi coklat keruh bila kontak dengan tembaga (Cu). Logam AL
juga dapat menjadikan larutan encer zat pewarna menjadi kuning,
tetapi perubahan warna tersebut dapat dikurangi oleh suasana
asam.
5 (Tartrazine)No. Index 19140
Tartrazine merupakan tepung berwarna kuning jingga yang
mudah larut dalam air, dengan larutannya berwarna kuning
keemasan. Kelarutannya dalam alkohol 95% hanya sedikit, dalam
gliserol dan glikol mudah larut. Tartrazine tahan terhadap cahaya,
asam asetat, HCl, dan NaOH 10%. NaOH 30% akan menjadi kan
warna berubah kemerah-merahan. Mudah luntur karena adanya
oksidator, FeSO
4
membuat larutan zat pewarna menjadi keruh,
tetapi Al tidak terpengaruh. Adanya tembaga (Cu) akan mengubah
warna kuning menjadi kemerah-merahan.






19140
FD&C Yellow No. 6 (Sunset
FD&C Red No. 4 (Panceau SX) No. Index 14700
Panceau SX berupa tepung merah, mudah larut dalam air,
dan memberikan larutan berwarna merah jingga. Larut dalam
gliserol dan glikol, mudah larut dalam alkohol 95%. Sifat
ketahanannya hampir sama dengan amaranth, sedikit luntur oleh
asam asetat 10%. NaOH 30% akan membuat larutan berwarna
kekuningan. Zat pewarna ini dapat diendapkan dengan tawas 5%,
sedangkan larutan encer zat pewarna yang encer dalam asam
tidak begitu terpengaruh oleh Al. Cu membuat warna larutan
menjadi kuning, gelap, dan keruh baik pada larutan netral maupun
asam.
FD&C Red No. 3 (Erythrosine) No. Index 45430
Zat pewarna ini tergolong fluorescein. Berupa tepung
coklat, larutannya dalam alkohol 95% menghasilkan warna merah
yang berfluorosensi, sedangkan larutannya dalam air berwarna
merah ceri tanpa fluorosensi. Larut dalam alkohol dan glikol
bersifat kurang tahan terhadap cahaya dan oksidator, tapi tahan
terhadap reduktor dan NaOH 10%. Mudah diendapkan oleh asam
karena itu tidak dapat dipergunakan dalam produk minuman
(beverages). Erythrosine juga dapat diendapkan oleh tawas dan
FeSO
4
. logam Cu hanya sedikit terhadap warna larutan.








C. Dampak pewarna buatan ( sintetik ) terhadap kesehatan manusia
Pewarna sintetik masuk kedalam tubuh melalui pernapasan
dengan jalan terhisap dan melalui adsorbsi kulit dengan jalan kontak atau
bersentuhan dan melalui saluran pencernaan (mulut).
Dengan jalan kontak melalui kulit dalam jumlah banyak akan
menimbulkan iritasi
Dengan jalan terhirup terhirup oleh saluran pernapasan dan akan
menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan
Dengan jalan termakan atau terminum dapat merusak sel-sel jaringan
organ tubuh seperti rusaknya hati, ginjal, saluran pencernaan,
lambung, usus dll.


D. Peraturan tentang zat warna
Peraturan mengenai pemakaian zat warna dalam makanan
ditetapkan oleh masing-masing negara, dengan tujuan antara lain untuk
menjaga kesehatan dan keselamatan rakyat dari hal-hal yang dapat
timbul karena pemakaian zat warna tertentu yang dapat membahayakan
kesehatan. Peraturan dari suatu negara berbeda dengan negara lainnya,
dimana suatu zat warna yang dilarang di satu negara belum tentu di
larang di negara lainnya. Misalnya amaranth yang dilarang di Amerika
Serikat karena ditakutkan dapat menyebabkan kanker, masih
diperbolehkan di negara-negara Eropa dan berbagai negara lainnya.
Peraturan mengenai pemakaian zat warna di Indonesia, Negara-negara
Masyrakat Ekonomi Eropah (EEC) dan Amerika Serikat dapat dilihat
pada Tabel 5 (zat warna alami) dan Tabel 6 (zat warna sintetis),
sedangkan zat warna sintetis yang dilarang di Indonesia berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan RI tanggal 19 Juni 1979, No.
235/Menkes/Per/VI/79, dapat dilihat pada tabel berikut.

















Bahan Pewarna Sintetis yang diizinkan di Indonesia
Pewarna Nomor Indeks
Warna (C.l.No.)
Batas Maksimum
Penggunaan
Amaran Amaranth: Cl
Food Red 9
16185 Secukupnya
Biru berlian Brilliant blue FCF:
Cl
42090 Secukupnya
Eritrosin Food red 2
Erithrosin : Cl
45430 Secukupnya
Hijau FCF Food red 14 Fast
green FCF : Cl
42053 Secukupnya
Hijau S Food green 3
Green S : Cl. food
44090 Secukupnya
Indigotin Green 4
Indigotin : Cl.
Food
73015 Secukupnya
Ponceau 4R Blue I
Ponceau 4R : Cl
16255 Secukupnya
Kuning Food red 7 74005 Secukupnya
Kuinelin Quineline yellow
Cl. Food yellow 13
15980 Secukupnya
Kuning FCF Sunset yellow FCF
Cl. Food yellow 3
- Secukupnya
Riboflavina Riboflavina 19140 Secukupnya
Tartrazine Tartrazine

Di Indonesia, karena UU penggunaan zat pewarna belum ada,
terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk
sembarang bahan pangan; misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit
dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi
kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut.
Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan oleh
ketidaktahuan rakyat mengenai zat pewarna makanan, atau disebabkan
karena tidak adanya penjelasan pada label yang melarang penggunaan
senyawa tersebut untuk bahan pangan. Disamping itu, harga zat pewarna
untuk industri relatif jauh lebih murah dibandingkan zat pewarna untuk
makanan. Hal ini disebabkan bea masuk zat pewarna untuk bahan makanan
jauh lebih tinggi daripada zat pewarna untuk bahan makanan.
Hingga saat ini aturan penggunaan zat pewarna di Indonesia diatur
dalam SK Mentri Kesehatan RI tanggal 22 Oktober 1973 No. 11332/A/SK/73
seperti terlihat pada tabel 23. Tetapi dalam peraturan itu belum dicantumkan
tentang dosis penggunaannya dan tidak adanya sangsi bagi pelanggaran
terhadap ketentuan tersebut.











Di negara-negara yang telah maju, suatu zat pewarna sintetik
harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan
sebagai zat pewarna makanan. Zat pewarna yang diizinkan
penggunaannya dalam makanan dikenal sebagai permitted color atau
certified color. Untuk penggunaannya zat pewarna tersebut harus
menjalani tes dan prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi.
Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia,
toksikologi, dan analisis media terhadap zat pewarna tersebut. Proses
pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian
asam sulfat atau asam nitrat yang sering terkontaminasi oleh arsen atau
logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna
organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa
antara dahulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal
dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya.
Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan
arsen tidak boleh dari 0.00014% dari timbal tidak boleh lebih dari
0.001%, sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada. Karena informasi
data-data mengenai zat pewarna di Indonesia masih terbatas, maka dalam
pembahasan zat pewarna berikut ini banyak diambil contoh dari negara
maju, yaitu Amerika Serikat.
E. Cara Analisa
Karena zat pewarna alami yang diperoleh dari alam pilihan
warnanya sangat sedikit, maka dicari alternatif lain untuk memproduksi
zat-zat pewarna tersebut dilaboratorium maupun dalam skala insdustri
yang dikenal sebagai pewarna sintetik. Penggunaan pewarna sintetik
mempunyai kadar maksimum yang dianjurkan, jika digunakan melebihi
kadar maksimum yang dianjurkan dapat menggangu kesehatan. Namun
dalam penggunaanya masyarakat lebih memilih pewarna sintetik.
Kromatografi ada bermacam-macam diantaranya kromatografi kertas,
kromatografi lapis tipis, penukar ion, penyaringan gel dan elektroforesis.
Kromatografi Kertas merupakan kromatografi cairan-cairan dimana
sebagai fasa diam adalah lapisan tipis air yang diserap dari lembab udara
oleh kertas jenis fasa cair lainnya dapat digunakan. kromatografi kolom
bertujuan untuk purifikasi dan isolasi komponen dari suatu
campurannya. Analisis uji kualitatif dengan menggunakan Metode
kromotografi kertas menggunakan benang wol.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menganalisa senyawa
pewarna Rhodamin B :
1. Disiapkan benang wol dengan cara benang wol diukur sepanjang
3 cm kemudian dimasukkan dalam gelas kimia dan
ditambahkan eter. Setelah itu didiamkan beberapa menit lalu
diangkat, dibiarkan eternya menguap hingga diperoleh benang
wol kering.
2. Dibuat larutan pembanding dengan cara zat warna Rhodamin B
dipipet sebanyak 1 ml lalu diencerkan dengan akuadest hingga 50
ml
3. Dibuat eluen dengan cara larutan NH3 Pekat sebanyak 5 ml
diencerkan dengan akuadest hingga 100 ml, lalu ditambahkan
natrium sitrat sebanyak 2 g dan diaduk hingga larut.
4. Dijenuhkan chamber dengan cara eluen dimasukkan dalam
chamber 1 cm dari dasar chamber kemudian dimasukkan
kertas saring yang telah digunting lalu ditutup. Setelah eluennya
meresap membasahi seluruh kertas saring dan sampai pada batas
yang ditentukan maka chamber tersebut sudah jenuh.
5. Diisolasi zat warna dengan benang wol dengan cara sampel
diambil sebanyak 1 g dan dimasukkan dalam cawan porselen dan
dilebur hingga meleleh. Setelah itu ditambahkan dengan asam
asetat sebanyak 5 ml, kemudian dimasukkan benang wol bebas
lemak dan dipanaskan sambil diaduk di atas hot plate sampai
terlihat zat warna ditarik oleh benang wol.
6. Diangkat benang dan dicuci dengan akuadest sampai bersih.
Benang wol dengan zat warna kemudian dimasukkan ke dalam
cawan porselen lalu ditambahkan ammonia encer secukupnya,
kemudian dipanaskan sampai zat warna pada benang wol luntur.
7. Diangkat benang wol kemuadian larutan pewarna yang tertinggal
pada cawan porselen dipekatkan di atas hot plate. Setelah pekat,
dilakukan penotolan pada lempeng KLT yang telah diaktifkan
dengan pemanasan dengan oven pada suhu 105
o
C selama 15
menit dan diberi tanda batas atas 0,5 cm dan batas bawah 1,5 cm
dari tepi lempeng.
8. Setelah larutan pekat ditotolkan, maka ditotolkan pula zat warna
pembanding dengan jarak 1 cm dari totolan sampel lalu
dikeringkan (dianginkan).
9. Setelah totolan kering, lalu lempeng KLT dimasukkan ke dalam
chamber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan terlebih dahulu
dengan kertas saring.
10. Diarkan eluen mengelusi lempeng KLT tersebut sampai batas
atas.
11. Setelah eluen bergerak sampai garis batas atas, maka lempeng
KLT dikeluarkan dari chamber lalu didiamkan beberapa saat.
Dilihat dibawah lampu UV 254 nm.
12. Warna noda yang timbul dibandingkan dengan warna noda zat
pembanding dan masing-masing dihitung Rf-nya. Apabila warna
noda dan nilai Rf sampel ada kesamaan, maka sampel tersebut
mengandung Rhodamin B.














BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penambahan zat pewarna pada makanan dilakukan untuk
memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna
makanan, menstabilkan warna dan menutupi perubahan warna
selama penyimpanan. Zat-zat pewarna yang dilarang seperti
Rhodamin B, Methanyl yellow dan Amaranth, padahal zat zat
pewarna tersebut dapak menimbulkan efek yang kurang baik
terhadap kesehatan manusia karena pewarna buatan tersebut bersifat
karsinogenik. Sebenarnya masih banyak zat pewarna alami yang bisa
digunakan, mudah didapat, dan harganya pun relatif murah.
B. Saran
-











DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, Kumpulan perundang-undangan bidang obat, Direktorat
Jendral POM : Jakarta, 1996.

2. MS balsam, E sarganin, Cosmetic science and technology, volume 1 John
Wiley and Sons:Ney York; 1972

3. Cahyo saparinto dan Diana hidayati. Bahan tambahan pangan, Penerbit
Kanisius : Yogyakarta; 2006.

4. FG Winarno. Kimia pangan dan gizi. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta;
1991.

5. Anonim, Rhodamin B dalam Makanan, [on line], available from:
http://mbrio-food.com/article5.htm, accesed 6 Desember 2010.

6. Roy gritter, James bobbitt, Arthur schwartinh, Pengantar kromatografi
edisi edua, Penerbit ITB : bandung; 1985.

You might also like