You are on page 1of 24

1

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang terdiri dari 2 lobus lateral,
terdapat di atas permukaan anterior kartilago tiroid trakea (bawah laring).
Kelenjar ini menghasilkan 2 hormon utama yaitu Iodotironin (T4 = tiroksin
dan T3 = 3,5,3triiodotironin) dan Kalsitonin (dihasilkan oleh sel parafolikel).
Iodotironin berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan normal, serta
mempertahankan homeostatis metabolisme energi yang memperngaruhi
semua sistem organ. Sedangkan kalsitonin adalah untuk menurunkan kadar
kalsium dengan menghambat resorbsi tulang dan menghambat pelepasan
kalsium dari tulang. Produksi dan sekresi hormon tiroid diatur oleh suatu
mekanisme pengaturan kompleks. Fungsi kelenjar tiroid diatur melalui aksi
stimulasi oleh hormon TRH (Tiroid Releasing Hormon) dari hipotalamus
pada kelenjar pituitary anterior dan modulasi pelepasan TSH (Tiroid
Stimulating Hormon) oleh pengaruh hormon T4 dan T3 bebas yang ada di
perifer melalui umpan balik negatif.
kelenjar tiroid mensekresikan Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3).
Hormon ini mempengaruhi hamper semua jaringan dan organ dengan
mengendalikan aktivitas laju / tingkat metabolisme menyebabkan
peningkatan curah jantung, pemakaian oksigen, ambilan glukosa dan asam
amino, aktivitas mitokondria, efek simpatis, dsb.
2
I.2 Tujuan Makalah
1. Mengetahui pengertian, Anatomi & fisiologi kelenjar Tiroid.
2. Mengetahui mekanisme hasil sintesa dan cara sintesa hormon Tiroid.
3. Mengetahui gangguan-gangguan yang terjadi pada Kelenjar Tiroid dan
pemilihan obat dan atau jenis pengobatan.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang terdiri dari 2 lobus lateral,
terdapat di atas permukaan anterior kartilago tiroid trakea (bawah laring).
Kelenjar ini menghasilkan 2 hormon utama yaitu Iodotironin (T4 = tiroksin
dan T3 = 3,5,3triiodotironin) dan Kalsitonin (dihasilkan oleh sel parafolikel).
Iodotironin berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan normal, serta
mempertahankan homeostatis metabolisme energi yang memperngaruhi
semua sistem organ. Sedangkan kalsitonin adalah untuk menurunkan kadar
kalsium dengan menghambat resorbsi tulang dan menghambat pelepasan
kalsium dari tulang. Produksi dan sekresi hormon tiroid diatur oleh suatu
mekanisme pengaturan kompleks. Fungsi kelenjar tiroid diatur melalui aksi
stimulasi oleh hormon TRH (Tiroid Releasing Hormon) dari hipotalamus
pada kelenjar pituitary anterior dan modulasi pelepasan TSH (Tiroid
Stimulating Hormon) oleh pengaruh hormon T4 dan T3 bebas yang ada di
perifer melalui umpan balik negatif. (Gilman, 2012).
Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit
dikendalikan empat mekanisme : yaitu sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid
klasik, di mana hormon pelepas-tirotropin hipotalamus (TRH) merangsang
sintesis dan pelepasan dari hormon perangsang-tiroid hipofisis anterior
(TSH), yang kemudian pada gilirannya merangsang sekresi hormon dan
4
pertumbuhan oleh kelenjar tiroid; kemudian deiodininase hipofisis dan
perifer, yang memodifikasi efek dari T4 dan T3; autoregulasi dari sintesis
hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam hubungannya dengan suplai
iodinnya; dan stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi
reseptor TSH. Pengelolaan kelainan kelenjar tiroid dilakukan dengan
melakukan uji kadar hormon TSH dan tiroksin bebas, didasari atas
patofisiologi yang terjadi, sehingga akan didapatkan pengelolaan
menyeluruh. Diagnosis dari penyakit tiroid telah banyak disederhanakan
dengan dikembangkannya assay yang peka untuk TSH dan tiroksin bebas.
Suatu peningkatan TSH dan tiroksin bebas yang rendah menetapkan
diagnosis dari hipotiroidisme, dan TSH yang tersupresi dan FT4 yang
meningkat menetapkan diagnosis dari hipertiroidisme. (Barret E.J, 2003)
II.2 Anatomi & Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid dibungkus mengitari bagian depan dari trachea bagian
atas, kelenjar ini terdiri dari 2 lobus dihubungkan oleh itsmus. Kelenjar ini
diperdarahi dari arteri tiroid superior dan inferior. Tiroid terbentuk atas
masa kosong yang berbentuk folikel. Setiap folikel mempunyai dinding satu
sel tebal dan mengandung koloid seperti jeli.
Lapisan sel-sel folikel mempunyai kemampuan yang sangat besar
dalam mengekstrasi iodin dari dalam darah dan menggabungkannya dengan
tirosin asam amino, untuk membentuk suatu hormon tri-iodotironin (T3)
aktif. Sebagian tiroksin yang kurang aktif juga dibentuk. Tiroksin (T4)
diiubah menjadi tri-iodotironin (T3) di dalama tubuh. Senyawa ini dan
5
intermediat tertentu disimpan dalam koloid dari folikel. Penyimpanan ini
penting, karena iodin mungkin tidak terdapat didalam diet. Dimana dalam
keadaan ini kelenjar tiroid akan membesar yang disebut Goiter






Gambar 1. Anatomi & Fisiologi Kelenjar Tiroid
(Scribd.com Gangguan Tiroid, 2014)

6
II.3 Mekanisme Sintesis dan Hormon yang dihasilkan









Gambar 2. Sintesis Hormon Tiroid (Gillman, 2012)
Sintesis hormon tiroid:
1. Pengambilan iodida : iodine yang dikonsumsi dalam makanan mencapai
sirkulasi dalam bentuk ion iodida. Tiroid secara aktif dan efisien
mengangkut ion tersebut melalui suatu protein spesifik terikat membran,
Simporter Natrium Iodida (NIS). Dengan demikian, konsentrasi iodida
dalam plasma meningkat. Sistem transport ini distimulasi oleh tirotropin
(TSH : Thyroid Stimmulating Hormone) dari kelenjar hipofisis.
2. Oksidasi dan ionisasi : terjadi oksidasi iodida menjadi bentuk aktifnya
oleh tiroid peroksidase. Reaksi tersebut menghasilkan residu-residu
monoiodotirosil dan diiodotirosil di dalam tiroglobulin.
7
3. Pembentukan tiroksi dan triiodotironin dari iodotironin :
penggandengan 2 residu dengan reaksi oksidasi dan dikatalisis oleh
peroksidase;
Diiodotirosi untuk membentuk tiroksin
Monoiodotirosil dan diiodotirosil untuk membentuk triiodotironin.
4. Sekresi hormon tiroid : setelah disintesis, tiroksin dan triiodotironin
disimpan di tiroglobulin. Kemudian terjadi proteolisis sebagai bagian
dari proses sekresinya.
5. Pengubahan tiroksin : di jaringan perifer (hati), 41% tiroksin diubah
menjadi triiodotironin sebagai jalur metabolisme pengaktivasi dan
sumber utama hormon intrasel untuk otak dan hipofisis (Gilman, 2012).


8

Gambar 3&4. Sintesis Hormon dan Struktur Kimia T3 & T4
(Murray RK:Harper's Biochemistry, 22nd ed, Appleton &
Lange, 1990.)

II.4 Jenis Gangguan Tiroid
Gangguan tiroid dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
a. Perubahan Sekresi Hormon Kelenjar
HIPERTIROIDISME (Thyrotoxicosis)
Hipertiroidisme adalah respon jaringan tubuh terhadap pengaruh
metabolik hormon tiroid akibat hiperfungsi kelenjar yang berlebihan,
9
sehingga menyebabkan meningkatnya konsentrasi hormon tiroid (T3
dan T4) bebas dalam sirkulasi darah.
Penyebab hipertiroid pada umumnya dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Berasal dari kelainan tiroid intrinsik (disfungsi kelenjar tiroid)
Pada kondisi ini akan didapat kadar T3 dan T4 tinggi, disertai
penurunan TSH. Peningkatann hormon tiroid akibat disfungsi
kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRH karena umpan
balik hormon tiroid terhadap pelepasan keduanya.
2. Ditimbulkan oleh proses diluar tiroid, misalnya disfungsi kelenjar
hipofisis (adanya tumor) atau hipotalamus.
Hipertiroid akibat disfungsi kelenjar hipofisis. Pada kondisi ini
akan didapati kadar T3 dan T4 tinggi, disertai TSH yang
berlebihan. TRH akan rendah karena umpan balik negatif dari
hormon tiroid dan TSH.
Hipertiroid akibat disfungsi hipotalamus akan memperlihatkan
hormon tiroid yang tinggi disertai TSH dan TRH yang
berlebihan.
Berikut penyakit yang dapat menyebabkan hipertiroid :
a. Penyakit Grave
Penyakit Graves adalah sindrom autoimun yang biasanya
mencakup hipertiroidisme, pembesaran tiroid, dan exophthalmos,
pretibial myxedema dan thyroid acropachy. Hipertiroidisme karena
penyakit graves merupakan akibat dari aksi TSAbs, yang ditujukan
10
menyerang reseptor tirotrofin pada permukaan sel tiroid. Ketika
imunoglobulin ini berikatan dengan reseptor, mereka mengaktifkan
G-protein signaling dan adenilat siklase dengan cara yang sama
seperti TSH. Autoantibodi yang bereaksi dengan otot dan jaringan
fibroblast pada kulit bertanggung jawab atas manifestasi
ekstratiroidal dari penyakit Graves, dan autoantibodi ini dikodekan
oleh gen germline yang sama yang mengkode autoantibodi lain
untuk otot lurik dan tiroid peroksidase.
b. Toxic multinodular goitre
c. Solitary toxic adenoma
Gejala klinis : berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat
berlebihan, ukuran kelenjar tiroid membesar, sesak napas, takikardi,
tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare,
rambut rontok, dan atrofi otot
Mekanisme Patofisiologis : adanya kelainan autoimun atau kelainan
tiroid noduler yang kemudian menyebabkan hipersekresi hormon tiroid,
yang ditandai dengan penurunan kadar enzim TSH dalam tubuh dan
peningkatan T3 dan T4. Dengan demikian, metabolisme tubuh meningkat
dan hiperaktivitas sistem saraf sentral. Peningkatan metabolisme tubuh
dapat menyebabkan meningkatnya produksi keringat, tremor,
peningkatan aktivitas gastrointestinal (diare), dan nafsu makan berlebih.
Sedangkan peningkatan aktivitas system saraf sentral dapat
11
menyebabkan gangguan emosi, pembengkakan otot, takikardi dan
sesak napas.
Tabel 1. Gejala dan Tanda Pasien Hipertiroid



Tabel 2. Perbedaan kondisi Tiroid nilai normal dan gejalanya (Barbara g. Wells,
Handbook Pharmacotherapy 7
th
edition)




12
HIPOTIROIDISME
Hipotiroidisme adalah kelainan structural atau fungsional kelenjar
tiroid atau kegagalan dari kelenjar tiroid untuk mempertahankan kadar
plasma yang cukup dari hormone, sehingga sintesis dari hormone tiroid
menjadi berkurang.
Penyebab : Penyakit hipotiroid dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu
primer, sekunder dan kelainan kongenital.
Primer sebagai akibat proses patologis yang merusak kelenjar tiroid.
Kerusakan ini terjadi karena adanya kerusakan autoimun kelenjar
tiroid yang ditandai dengan kadar antibodi dalam sirkulasi yang
tinggi. Kadar yang tinggi ini ditujukan untuk melawan tiroid
peroksidase dan terkadang melawan tiroglobulin. Selain itu antibodi
yang ditujukan untuk memblok reseptor TSH mungkin muncul
sehingga memperparah hipotiroidisme. Pada hipotiroid ini
didapatkan kadar TSH meningkat dan T4 menurun. Produksi
hormon tiroid yang tidak adekuat, maka kelenjar tiroid akan
berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebagai respon
terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan sekresi hormon
kelenjar tiroid ini akan menurunkaan laju metabolisme basal yang
akan mempengaruhi semua sistem tubuh.
Sekunder diakibatkan karena defisiensi sekresi TSH hipofisis
utama hipotiroidisme. Hal ini dapat disebabkan akibat adanya
penyinaran (radiasi senyawa radioaktif, misalnya lithium) atau
13
operasi kelenjar tiroid yang sebelumnya ditujukan sebagai
pengobatan hipertiroid.
Kelainan kongenital yaitu bayi yang lahir tanpa kelenjar tiroid atau
kelenjar tiroidnya tidak berfungsi normal.
Berikut beberapa penyakit yang dapat menyebabkan
hipotiroidisme:
Hashimotos thyroiditis, merupakan penyakit genetik adanya
gangguan autoimun dimana sistem imun secara tidak memadai
menyerang jaringan tiroid.
Lhympoid thyroiditis
Penyakit pada pituitary atau hypothalamus
Kekurangan yodium berat
Gejala klinis: penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin,
dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lambat, konstipasi, kulit kasar,
rambut rontok, menstruasi berlebihan, pendengaran terganggu, dan
penurunan kemampuan bicara.
Mekanisme patofisiologi :
Hipotiroid primer : jaringan kelenjar tiroid yang hilang akibat
kelainan autoimun (adanya antibodi antitiroid) menyebabkan
berkurangnya produksi hormon tiroid, akibatnya TSH meningkat
dan menyebabkan pembengkakan pada kelenjar tiroid. Pada
pemeriksaan klinis uji fungsi tiroid, ditemukan kadar T4 rendah dan
TSH tinggi.
14
Hipotiroid sekunder : TSH berkurang karena nekrosis atau tumor
hipofisa, akibatnya hipofisa gagal memproduksi TSH. Pada
pemeriksaan klinis uji fungsi tiroid, ditemukan kadar T4 rendah dan
TSH rendah. Penurunan metabolisme energi inilah yang kemudian
mengakibatkan penderita hipotiroidisme mengalami gejala
klinisseperti mempunyai gerakan lambat, cepat lelah, konstipasi, dan
lain sebagainya.
b. Perubahan Ukuran atau Bentuk Kelenjar
GOITER ATAU GONDOK
Goiter (struma non toksik) adalah pembesaran difus kelenjar tiroid,
yang disebabkan oleh stimulasi TSH yang berkepanjangan. Pembesaran
ini berdampak lokal, yaitu berpengaruh pada trakea dan esophagus.
Penyebab: goiter merupakan salah satu mekanisme kompensasi tubuh
terhadap kekurangan yodium. Pembesaran kelenjar tiroid terjadi karena
kelainan glandula tiroid berupa gangguan fungsi atau perubahan
susunan kelenjar dan morfologinya.
Gejala Klinis : pembengkakan dibagian depan leher, perasaan sesak di
daerah tenggorokan, kesulitan bernapas, batuk, mengi, kesulitan
menelan, suara serak, asimetris leher, takikardia, diare, mual, muntah
Mekanisme Patofisiologis
Pada goiter akibat gangguan sintesis hormon tiroid terjadi penurunan
progresif T4 serum dan peningkatan progresif TSH serum. Seiring
dengan peningkatan TSH, pergantian iodine oleh kelenjar menjadi lebih
15
cepat dan rasio sekresi T3 relatif terhadap T4 meningkat, akibatnya T3
serum mungkin normal atau meningkat.

Gambar 5. Contoh Hiperfungsi tiroid (Gondok, goiter)
II.5 Pengobatan dan Pemilihan Obat
a. Sasaran : Hormon Tiroid
Pada hipertiroidisme : menekan produksi hormone tiroid atau
merusak jaringan kelenjar (dengan yodium radioaktif atau
pengangkatan kelenjar).
Pada hipotiroidisme : menghilangkan gejala dan menurunkan nilai
TSH pada level yang tepat.
b. Tujuan
Menormalkan kembali fungsi tiroid dengan monitoring kadar T3, T4,
TSH.
c. Terapi Farmakologi :
1. Obat dengan indikasi sebagai hiperiroidisme yaitu:
Karbimazole
propiltiourasil atau metimazol
16
Kalium Iodida
2. Obat dengan indikasi sebagai hipoiroidisme yaitu:
Garam tiroksin
Levotiroksin
3. Penghambat adrenergic
Penghambat adrenergik digunakan secara luas untuk
memperbaiki symptom tirotoksik seperti palpitasi,
ansietas,tremor, dan panas yang tidak bisa ditoleransi.
Propanolol dan nadolol secara sebagian menghambat
perubahan T4 dan T3 tetapi kontribusi terapi secara
keseluruhan kecil.
Penghambat adrenergik biasanya digunakan sebagai terapi
tambahan dengan obat-obatan anti tiroid, RAI (Radioaktif
Iodine/iodida). Penghambat adalah terapi utama untuk
tiroiditis dan iodin penginduksi hipertiroidisme.
4. Iodine Radioaktif
Natrium iodida 131 (
131
I) adalah larutan oral yang terkonsentrasi di
tiroid dan mengganggu sintesis hormon dengan penggabungan
hormon tiroid dan tiroglobulin. Jika iodida diberikan, sebaiknya
diberikan 3-7 hari setelah RAI (Radioaktif Iodine/iodida) untuk
mencegah pengambilan RAI pada kelenjar tiroid.


17
d. Pilihan Obat
Pada pengobatan hipertiroid digunakan radioaktif iodine sebagai
first line terapi tetapi pembedahan adalah jalan alternatif yang juga
dapat digunakan. Obat yang sering digunakan adalah carbimazole dan
propylthiouracil, yang dapat menghambat sintesis hormon tiroid
1. Karbimazole
Karbimazole adalah obat pilihan untuk hipertiroidisme,
meskipun ada beberapa saran yang menyatakan untuk
menggunakan propyltiourasil. Dosis yang digunakan adalah 15
hingga 40 mg sehari, diberikan selama 4 8 minggu hingga
keadaan euthyroid tercapai. Dosis kemudian diturunkan hingga
level maintenance dari 5 15 mg. Treatment biasanya dilakukan
selama 12 hingga 18 minggu.
Pengobatan hipertiroid biasanya menggunakan kombinasi
carbimazole dan levotiroksin. Pemberian karbimazole digunakan
untuk menghambat fungsi tiroid secara sempurna dan
levotiroksin untuk menggantikan hormone tiroid. Pemberian obat
ini umumnya diberikan hingga 18 bulan, dengan karbimazole 40
60 mg dan 50 150 mg levotiroksin sehari
2. Tioamida (Tiomida metimazol dan Propiltiourasil)
Keduanya merupakan obat utama untuk pengobatan
tirotoksikosis yaitu hipertiroidisme. Metimazol lebih poten
dibandingkan propiltiourasil. Gugus tiokarbamida esensial pada
18
struktur kimia senyawa tersebut merupakan gugus yang memilki
aktivitas antitiroid.
Farmakokinetik :
Propiltiourasil diabsorpsi dengan cepat, memiliki
bioavaibilitas sebesar 50-80%, sebagian besar diekskresi oleh
ginjal dengan produk berupa glukoronida yang tidak aktif, serta
waktu paruhnya 1,5 jam. Cara pemberian dengan dosis tunggal
sebesar 100 mg setiap 6-8 jam selama 7 hari.
Metimazol diabsorpsi sempurna dengan kecepatan yang
bervariasi, mudah terakumulasi oleh kelenjar tiroid, diekskresi
lebih lambat disbandingkan propiltiourasil, serta waktu paruhnya
6 jam. Cara pemberian dengan dosis tunggal sebesar 30 mg.
Kedua obat tersebut memiliki kemampuan melintasi sawar
plasenta, terakumalasi di kelenjar tiroid janin dan dalam
konsentrasi kecil diekskresikan ke dalam air susu sehingga dapat
menimbulkan resiko hipotiroidisme janin maka diklasifikasikan
sebagai kategori D kehamilan. Namun, propiltiourasil memilki
ikatan protein yang lebih kuat dibanding metimazol sehingga tidak
mudah melintasi plasenta. Selain itu, ekskresi kedua obat tersebut
sebagian besar melalui ginjal sehingga dosisnya harus dikurangi
pada penderita gangguan ginjal.


19
Farmakodinamik :
Mekanisme utamanya adalah mencegah sintesis hormon
dengan menghambat reaksi yang dikatalisis-peroksidase tiroid dan
dengan menghambat organifikasi iodin, obat ini menghambat
penggabungan iodotirosin, menghambat diodinasi T dan T
diperifer (untuk propiltiourasil dan metimazol pada tingkatan
rendah), tetapi tidak menghambat ambilan iodida oleh kelenjar
tiroid.
Toksisitas
Efek samping yang timbul yaitu mual dan distress saluran cerna
(awal), ruam makulopapular dengan rasa gatal dan terkadang
disertai demam. Efek samping yang jarang muncul yaitu ruam
urtikaria, vaskulitis, poliserositis, hepatitis (pada penggunaan
propiltiourasil) dan ikterus kolestatik (penggunaan metimazol).
3. Inhibitor Anion
Anion monovalen seperti Perklorat (ClO4
-
), Perteknat (TcO4
-
),
dan Tiosianat (SCN
-
) dapat mengambat ambilan iodida oleh
kelenjar tiroid melalui inhibisi kompetitif mekanisme transport
iodida. Efektivitas dari anion sulit diperkirakan karena efek
tersebut dapat diatasi oleh iodide dalam dosis besar.
4. Iodida
Umumnya iodida menghambat organifikasi dan pelepasan
hormon serta mengurangi ukuran dan vaskularitas kelenjar tiroid
20
yang hiperplastik. Pada dosis farmakologis (> 6 mg/hari) iodida
memiliki kemampuan menghambat pelepasan hormon melalui
penghambatan proteolisis tiroglobulin. Iodida dapat menginduksi
hipertiroidisme atau hipotiroidisme pada individu yang rentan.
Penggunaan Klinis Iodida :
Terapi iodida harus dihindari apabila menggunakan iodida
yang dapat meningkatkan simpanan iodine dalam kelenjar sehingga
mencegah keefektivan terapi; tidak boleh diberikan tersendiri
karena kelenjar akan lepas dari efek penghambatan iodida;
apabila terapi dihentikan dapat menimbulkan eksaserbasi
tirotoksikosis serta pemakaian iodida dalam jangka panjang pada
wanita hamil harus dihindari karena dapat melewati sawar
plasenta sehingga menyebabkan goiter pada bayi.
Toksisitas :
Efek samping terapi iodida yaitu akneiformis, pembengkakan
kelenjar saliva, ulserasi membran mukosa, konjungtivitis, rinorea,
demam akibat obat, rasa logam pada lidah, kelainan perdarahan,
reaksi anafilaktoid, dan sebagian besar kasus efek samping itu
jarang terjadi serta dapat pulih kembali.
5. Media Kontras Teriodinasi
Diatrizoat (peroral) dan ioheksol (peroral/intravena),
bermanfaat dalam pengobatan hipertiroidisme. Obat ini
21
menghambat konversi T4 menjadi T3 dihati, ginjal, kelenjar hipofisis,
otak.
6. Iodine Radioaktif
Iodine adalah satu-satunya isotop yang digunakan untuk
pengobatan tirotoksikosis. Bila diberikan peroral dalam bentuk
larutan sebagai natrium iodine, obat ini akan cepat di absorpsi,
dikonsentrasikan oleh kelenjar tiroid dan dimasukkan ke dalam
kompartemen folikel. Efek terapeutiknya bergantung pada emisi
sinar beta dengan waktu paruh efektif selama 5 hari dengan kisaran
penetrasi sebesar 400-2000 m. Setelah beberapa minggu
pemberian terjadi penghancuran parenkim tiroid yang dibuktikan
dengan pembengkakan dan nekrosis epitel, pecahnya folikel,
edema, infiltrasi leukosit. Tidak boleh untuk wanita hamil/ibu
menyusui karena melewati plasenta dan menghancurkan kelenjar
tiroid janin serta diekskresikan kedalam air susu ibu.
7. Obat-Obat Penyekat Adrenoseptor
Penyekat beta yang tidak memiliki aktivitas simpatomimetik
intrinsik (misalnya: metoprolol, propanolol, atenolol) merupakan
agen terapeutik tambahan yang efektif pada penanganan
tirotoksikosis karena sebagian besar gejala penyakit tersebut
menyerupai gejala yang timbul akibat stimulasi simpatis.
Propanololadalah penyekat beta yang paling sering diteliti dan
digunakan dalam terapi tirotoksikosis. Penyekat beta menimbulkan
22
perbaikan klinis gejala hipertiroid tetapi tidak mengubah kadar
hormon tiroid.
8. Levotiroksin
Pengobatan pada hipotiroid digunakan levotiroksin yang berguna
untuk meningkatkan kadar T4. Dosis dimulai dari 50 hingga 100
mg sehari dan ditingkatkan setiap 3 4 minggu sampai
metabolisme berjalan normal, dosis yang diperlukan antara 100
sampai 200 mg sehari. Pemberian levotiroksin dengan dosis
rendah diberikan pada pasien yang tua dan pada pasien dengan
penyakit hepar, karena levotiroksin dapat meningkatkan kecepatan
metabolisme, yang mana dapat memperburuk keadaan angina, atau
dapat menimbulkan kematian seketika atau infark miokard pada
sebagian orang (Garber, 2012).

23
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang telah dijelaskan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Kelenjar tiroid merupakan kelenjar terdapat di atas permukaan
anterior kartilago tiroid trakea (bawah laring). Kelenjar ini
menghasilkan 2 hormon utama yaitu Iodotironin (T4 = tiroksin dan
T3 = 3,5,3triiodotironin) dan Kalsitonin (dihasilkan oleh sel
parafolikel).
2. Mekanisme pembentukan hasil sintesis hormone tiroid adalah dari
pengambilan Iodida, Oksidasi dan Ionisasi, pembentukan tiroksi,
sekresi hormone tiroid dan pengubahan tiroksin.
3. Jenis-jenis gangguan pada kelenjar Tiroid adalah Hepertiroidisme,
Hipotiroidisme dan gondok atau Goiter.
4. Pemilihan Obat yang digunakan pada gangguan kelenjar tiroid
adalah dengan Karbimazole, tiamida, Iodida, dan Iodine radioaktif.
III.2 Saran
-

24
DAFTAR PUSTAKA
Goodman dan Gilman, 2003, Dasar Farmakologi Terapi, Volume 4, EGC,
Jakarta, pp. 1534-1556.

Katzung, B.G., 2011, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10, EGC, Jakarta, pp.
644-647.

Mc Phee, S., William, Ganong, 2007, Patofisiologi Penyakit : Pengantar Menuju
Kedokteran Klinis, Edisi 5, EGC, Jakarta, pp. 617.

Sukandar, E. Y., 2009, Iso Farmakoterapi, PT. Ikrar Mandiri Abadi, Jakarta, pp.
37-39.

Barrett, E.J. The thyroid gland. In Boron WF, Boulpaep EL. Medical
physiology.A cellular and molecular approach. Ist Edition. Saunders.
Philadelphia. 2003 : 1035- 1048.

Barbara G. Wells Et.al. Pharmacotherapy Handbook 7
th
Edition.

Garber, J., 2012, Clinical Practice Guidelines for Hypothyroidism in Adults: Co
sponsored by the American.

You might also like