You are on page 1of 21

BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Ada beberapa pengertian yang menjelaskan tentang mola hidatidosa. Mola
hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidrofili
(Sarwono, 1997).
Mola hidatidosa adalah kehamilan dengan ciri-ciri stroma villi korealis
langka vaskularisasi dan edematus (Sarwono, 1997).
Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologi dari korion yang ditandai
dengan :
a. Degenerasi kistis dari villi disertai pembengkakan hidropik.
b. Avaskularitas atau tidak adanya perubahan darah janin.
c. Proliferasi jaringan trofoblastic (Ben-Zion, 1994).
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil
konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari villi
korealis disertai dengan degenerasi hidrofik (Saifuddin, 2000).

B. KLASIFIKASI MOLA HIDATIDOSA
Menurut Cuningham, 1995. Mola hidatidosa terbagi menjadi dua yaitu :
1. Mola hidatidosa komplek (klasik), jika tidak ditemukan janin. Villi
korealis diubah menjadi masa gelembung-gelembung bening yang
1

besarnya berbeda-beda. Masa tersebut dapat tumbuh membesar sampai
mengisi uterus yang besarnya sama dengan kehamilan normal lanjut.
Struktur histologinya mempunyai sifat :
a. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma villi.
b. Tidak terdapat pembuluh darah di dalam villi yang bengkak.
c. Proliferasi sel epitel trofoblas dengan derajat yang beragam.
d. Tidak terdapat janin dan amnion.
2. Mola Hidatidosa Partialis
Bila perubahan mola hanya lokal dan tidak berlanjut dan terdapat janin
atau setidaknya kantung amnion, keadaan tersebut digolongkan mola
hidatidosa partialis. Terdapat pembengkakan villi yang kemajuannya
lambat, sedangkan villi yang mengandung pembuluh darah yang lain yang
berperan dalam sirkulasi fito placenta, jarang Hiperflasi trofoblas hanya
lokal tidak menyeluruh (J acobs, 1982).









2

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI








Gambar : Alat Reproduksi Wanita Bagian Dalam (Sumber : Ester, 1998).
Alat kelamin dalam terdiri dari :
1. Liang senggama (Vagina)
2. Rahim (uterus)
3. Saluran telur (Tuba Falopi)
4. Indung telur (Ovarium)

1. Liang Senggama (Vagina)
Suatu saluran yang menghubungkan rahim dengan aurat. Terletak
antara kandung seni dan poros usus (rectum). Dinding depan liang
senggama (9 cm) lebih pendek dari dinding belakang (11 cm). Pada
puncak liang senggama menonjol leher rahim (serviks uteri) yang disebut
porsio uteri.

3

Faal dari liang senggama yaitu :
a. Sebagai alat persetubuhan
b. Sebagai saluran keluar dari rahim, merupakan jalan keluar dari darah
haid dan getah dari rahim
c. Sebagai jalan lahir pada waktu persalinan
2. Rahim (Uterus)
Merupakan alat yang berongga dan berbentuk seperti bola lampu yang
pipih. Pada wanita dewasa belum pernah melahirkan ukurannya seperti
berikut :
a. Panjang : +7,5 cm
b. Lebar : +5 cm
c. Tebal : +2,5 cm
d. Berat : +50 gr
Terletak diantara kandung seni dan poros usus.
Terdiri dari : badan rahim (korpus uteri) dan leher rahim (serviks uteri)
Bagian-bagian dari rahim :
a. Dasar rahim
Bagian dari badan rahim yang terletak antara kedua pangkal saluran
telur.
b. Rongga rahim (kavum uteri)
Berbentuk segitiga, lebar di daerah dasar rahim dan sempit ke arah
leher rahim. Diliputi oleh selaput lendir yang dinamakan endometrium.
c. Saluran leher rahim (kanalis servikalis)
4

Hubungan antara rongga rahim dan saluran leher rahim disebut rahim
dalam (Ostium Uteri Infernum).
Muara saluran leher rahim ke dalam vagina disebut mulut rahim luar
(Ostium Uteri Eksternum).
d. Dinding rahim
Terutama terdiri dari otot polos yang disusun sebegitu rupa hingga
dapat mendorong isinya keluar pada waktu persalinan.
3. Saluran Telur (Tuba Falopi)
Ada 2 saluran telur kiri dan kanan. Berjalan dari tanduk rahim kanan
kiri (kornu uteri) ke arah sisi (lateral). Panjangnya 12 cm. Ujung dari
saluran telur berumbai disebut Umbai (Fimbria). Faal utama saluran telur
adalah untuk membawa telur yang dilepaskan oleh indung telur ke jurusan
rongga rahim. Umbai berperan dalam menangkap telur yang dikeluarkan
oleh indung telur.
4. Indung Telur (Ovarium)
Ada 2 indung telur, kanan dan kiri. Berbentuk seperti kemiri yang
pipih. Indung telur mengandung sel-sel telur muda, folikel primordial,
folikel degraaf, badan kuning (korpus luteum), badan putih (korpus
albikans). Indung telur membentuk zat-zat hormon : estrogen dan
progesteron, yang berperan dalam peristiwa haid.



5

D. ETIOLOGI
Menurut Moechtar, 1990. Penyebab mola hidatidosa belum diketahui
secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab adalah :
1. Faktor ovum
Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua
serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau
gangguan dalam pembuahan.
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi meningkat. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan
janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi
zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
3. Parietas tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa
karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetic yang
dapat diidentifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen
atau menotropiris (pergonal).
4. Kekurangan protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah
dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat
6

apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan bayi akan lahir
lebih kecil dari normal.
5. Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.
Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan
menimbulkan penyakit (desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah
mikroba (kuman atau virus) yang masuk virulensinya serta daya tahan
tubuh.

E. PATOFISIOLOGI
Menurut Sarwono, 1994, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa
yaitu karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel
telur patologik yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur
kehamilan 3 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi
maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi.
Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang
dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal,
namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua
sering terlihat perubahan sebagai berikut :
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai
dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai
sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten
7

selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan
tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi
merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang
sebenarnya. Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat pada
wanita multipara, khusus karena konsistensi tumor yang lunak di bawah
abdomen yang kenyal. Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi
yang lebih lunak.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara
khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan
alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang
kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu
plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat
normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola
inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang
hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus
dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. J umlah
tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta
tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang
8

terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang
menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk
menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase
yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari
trofoblas saja (corio carsinom metastasik) atau trofoblas dengan stroma
villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut
bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat
terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan
kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan
yang efektif.
5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum
mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat
tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan
sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu.

F. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Wiknjosastro, 2002. Manifestasi klinik dari kehamilan Mola
hidatidosa adalah:
1. Hampir sebagian besar kehamilan mola akan disertai dengan peningkatan
pada HCG.
9

2. Gejala klinik mirip dengan kehamilan muda dan abortus iminen tetapi
gejala mual muntah lebih hebat, sering disertai gejala seperti pre eklamsi.
3. Pemeriksaan USG, akan menunjukkan gambaran seperti sarang tawon
tanpa disertai adanya janin.
4. Diagnosa pasti, adalah dengan melihat jaringan mola, baik melalui
ekspulsi spontan ataupun biopsy spontan pasca perasat hanifa dan acosta
sisson.

G. KOMPLIKASI
Menurut Wiknjosastro, 1999. Komplikasi dari kehamilan Mola hidatidosa
yaitu: PTG (Penyakit Trofoblast Ganas)

H. PENATALAKSANAAN
Berhubungan dengan kemungkinan bahwa mola hidatidosa itu menjadi
ganas maka terapi bagi wanita yang masih mengiginkan anak maka setelah
diagnosa mola dipastikan dilakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan
disertai dengan pemberian infus oksitosin intra vena. Sesudah itu dilakukan
kerokan dengan karet tumpul untuk mengeluarkan sisa konsepsi sebelum mola
dikeluarkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan rontgen paru-paru untuk
menentukan ada tidaknya metastase di tempat tersebut. Setelah mola
dilahirkan dapat ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista
tuba uteri. Kista ini tumbuh karena pengaruh hormonal dan mengecil sendiri
(Moechtar, 1990).
10

Mola hidatidosa diobati dengan 4 tahap sebagai berikut :
1. Perbaikan umum
Pengeluaran gelembung mola yang disertai perdarahan memerlukan
transfusi sehingga penderita tidak jatuh syok. Disamping itu setiap
evakuasi jaringan mola dapat diikuti perdarahan. Hingga persiapan darah
menjadi program vital pada waktu mengeluarkan mola dengan curetage
dipasang infus dan uretoronika dulu sehingga pengecilan rahim dapat
mengurangi perdarahan.
2. Pengeluaran jaringan mola hidatidosa
a. Evakuasi jaringan mola hidatidosa
Dilakukan dengan vakum curetage yaitu alat penghisap listrik yang
kuat hingga dapat menghisap jaringan mola yang cepat. Penggunaan
alat listrik mempunyai keuntungan cepat menghisap dan mengurangi
perdarahan. Evakuasi jaringan mola hidatidosa dilakukan dua kali
dengan interval satu minggu.
b. Histerektomi
Dengan pertimbangan umur (diatas 35 tahun) parietas diatas 3 maka
penderita mola hidatidosa dilakukan tindakan radikal histerektomi.
3. Pengobatan profilaksis dengan sitostatika
Mola hidatidosa merupakan penyulut trofoblas yang berkelanjutan menjadi
koriokarsinoma. Untuk menghindari terjadinya degenerasi ganas diberikan
profilaksis dengan sitostatika metotraksan atau aktinomicyn D.
Pengobatan profilaksis sitostatika memerlukan perawatan rumah sakit.
11

4. Pengawasan lanjut
Pengawasan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya
dikosongkan sangat penting karena mungkin timbul tumor ganas.
Penentuan kadar kuantitatif HCG subyektif unit beta dilakukan tiap
minggu.

I. PENGKAJIAN FOKUS
Menurut Doenges, 1999. Pengkajian fokus yang mungkin terjadi pada
pasien Mola hidatidosa yaitu sebagai berikut :
1. Sirkulasi
Perdarahan yang berlebihan dapat mengakibatkan kekurangan volume
cairan dalam tubuh. Sehingga sirkulasi darah dalam tubuh terganggu, serta
dapat mengakibatkan Syok hipovolemik.
2. Integritas ego
Dapat mengekspresikan perasaan tidak adekuat.
3. Makanan / Cairan
Penambahan berat badan mungkin tidak sesuai dengan masa gestasi
(penambahan yang lebih kecil dapat berakibat negatif bagi janin). Diabetes
dependen-insulin pada ibu. Adanya gangguan pola makan (misal:
anoreksia nervosa, bulimia, atau obesitas).
4. Keamanan
Infeksi (misal: penyakit hubungan kelamin [PHS], penyakit inflamasi
pelvis). Adanya gangguan kejang, derajat / metode kontrol. Pemajanan
12

bermakna pada radiasi, kimia toksin, atau infeksi teratogen (misal: rubella,
toksoplasmosis, sitomegalovirus, human immunodeficiency virus / AIDS
dan PHS lain), infeksi pascanatal (misal: meningitis, ensefalitis),
kekurangan stimulasi / nutrisi pascanatal. Presentasi bokong (khususnya
pada anensefali).
5. Seksualitas
Riwayat pernah melakukan aborsi dua kali atau lebih pada trimester
pertama, kematian janin, atau anak dengan abnormalitas kromosom.
Trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetic yang dapat
diidentifikasi. Penggunaan stimulan ovulasi seperti klomifen atau
menotropins (pergonal).
6. Interaksi Sosial
Pernikahan antar-keluarga (konsanguinitas). Rasa bersalah / menyalahkan
diri sendiri atau pasangan yang membawa gen defektif.
7. Penyuluh / Pembelajaran
Riwayat keluarga yang positif diketahui ada penyimpangan genetic atau
penyimpangan keturunan (misal: sel sabit, fibrosis, kistik, hemofilia,
phenilketonuria, cacat kraniospinal, malformasi ginjal, talasemia, korea
Huntington), penyimpangan pada keluarga (kanker, penyakit jantung,
diabetes, alergi), abnormalitas congenital (sindrom down, retardasi mental,
kerusakan tuba neural), atau penyimpangan metabolic bawaan dari lahir
(misal: penyakit urin sirup maple, penyakit Tay-Sachs).
13

Latar belakang etnik pada risiko penyimpangan khusus (misal: Black
African, Mediteranian, Ashkenazi J ewish). Penggunaan obat (alcohol, obat
bebas, diresepkan atau obat jalanan, obat antikonvulsan).




















14

J. PATHWAYS KEPERAWATAN
MOLA HIDATIDOSA
Ovum yang sudah atropi, sosial ekonomi yang rendah (kekurangan gizi), infeksi
virus, parietas yang tinggi, imunoselektif dari trofoblast

Hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur 3 5 minggu

Pembuluh darah villi tidak berfungsi

Penimbunan cairan di dalam jaringan chorialis

Perdarahan yang terus menerus






Pre Curetage Curetage
Kehilangan
cairan darah
yang banyak
Psikologis
Fisik

Perdarahan
Nyeri
Resti Infeksi
Perlukaan jalan lahir <pengetahuan



Kekurangan volume
darah atau cairan
Cemas


Resti Syok Hipovolemik
Perubahan volume
cairan
Lemah
Kehilangan darah




Kurang perawatan diri
di i
Resti Syok
Hypovolemik
Sumber : Cuningham, 1995 dan Moechtar, 1990
15

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Mola hidatidosa
adalah sebagai berikut :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler berlebihan.
2. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri.
3. Resti infeksi berhubungan dengan pengeluaran darah pervaginam yang abnormal,
dan perlukaan jalan lahir.
4. Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot atau dilatasi serviks.
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keadaan umum yang lemah.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan dan tidak mengenal
sumber-sumber informasi.

L. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler berlebihan
ditandai dengan hipotensi, peningkatan frekuensi nadi, penurunan urine.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan kestabilan / perbaikan keseimbangan cairan.
Intervensi :
a. Evaluasi, laporkan, dan catat jumlah serta sifat kehilangan darah
Rasional : Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosa.
b. Lakukan tirah baring, instruksikan klien untuk menghindari valsava manuver
koitus.
16

Rasional : Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas peningkatan
tekanan atau abdomen atau orgasme (yang meningkatkan
aktivitas uterus) dapat merangsang perdarahan.
c. Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, terlentang.
Rasional : Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak
d. Catat tanda-tanda vital (TD, Nadi, RR, Suhu)
Rasional : Membantu menentukan beratnya kehilangan darah
e. Pantau aktivitas uterus dan adanya nyeri tekan abdomen
Rasional : Membantu menentukan sifat hemoragi dan kemungkinan hasil
dari peristiwa hemoragi.
2. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri ditandai dengan
pengungkapan masalah khusus, peningkatan ketegangan stimulasi simpatis.
Kriteria : Melaporkan / menunjukkan berkurangnya ketakutan atau hasil
perilaku yang menunjukkan ketakutan.
Intervensi :
a. Diskusikan situasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien atau
pasangan.
Rasional : Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang
terjadi.
b. Pantau respon verbal dan non verbal klien / pasangan
Rasional : Menandakan tingkat rasa takut yang sedang dialami klien /
pasangan.
c. Dengarlah masalah klien dan dengarkan secara aktif.
17

Rasional : Meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan memberikan
kesempatan pada klien untuk mengembangkan solusi sendiri.
d. Libatkan klien dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan
sebanyak mungkin.
Rasional : Menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu
mengontrol situasi dapat menurunkan rasa takut.
e. J elaskan prosedur dan arti gejala-gejala
Rasional : Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan
meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pengeluaran darah pervagina yang
abnormal.
Kriteria hasil : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Intervensi :
a. Catat suhu, catat jumlah bau, warna darah pervagina
Rasional : Kehilangan darah berlebihan dengan penurunan Hb,
meningkatkan resiko klien untuk terkena infeksi.
b. Catat masukan / keluaran urin, catat berat jenis urine.
Rasional : Penurunan perfusi ginjal mengakibatkan penurunan keluaran
urine.
c. Pantau respon merugikan pada pemberian produk darah.
Rasional : Pengenalan dan intervensi dini dapat mencegah situasi yang
mengancam hidup.

18

d. Berikan informasi tentang resiko penerimaan produk darah
Rasional : Komplikasi seperti hepatitis dan (HIV/AIDS) dapat tidak
bermanifestasi selama perawatan di rumah sakit.
e. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian penggantian cairan.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi untuk mengatasi kehilangan
cairan atau syok.
f. Kolaborasi pemberian antibiotik secara parental
Rasional : Mungkin diindikasikan untuk mencegah atau meminimalkan
infeksi.

4. Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot atau dilatasi servik ditandai dengan
melaporkan nyeri dan perilaku disfraksi.
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri / ketidaknyamanan hilang / terkontrol.
Intervensi :
a. Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri
Rasional : Membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan.
b. Kaji stress psikologis klien / pasangan dan respon emosional terhadap
kejadian.
Rasional : Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat
memperberat derajat ketidaknyamanan.
c. Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas untuk mengalihkan rasa nyeri.
Rasional : Dapat membantu dalam menurunkan tingkat ansietas dan
karenanya mereduksi ketidaknyamanan.
19

d. Kolaborasi untuk tindakan curetage bila diindikasikan.
Rasional : Untuk menghilangkan nyeri.

5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keadaan umum yang lemah ditandai
dengan keadaan umum pasien lemah.
Kriteria hasil : - Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aktivitas
perawatan diri.
- Pasien dapat mewujudkan kebersihan optimal sesudah
perawatan dengan dibantu.
Intervensi :
a. Kaji penyebab atau penunjang.
Rasional : Mengetahui penyebab masalah yang muncul pada pasien.
b. Tingkatkan partisipasi optimal.
Rasional : Melatih kemampuan atau partisipasi dan toleransi pasien
terhadap aktivitas.
c. Tingkatkan harga diri dan inisiatif diri.
Rasional : Memberikan motivasi pada pasien tentang pentingnya Personal
hygiene.
d. Evaluasi keterbatasan untuk berpartisipasi dalam perawatan diri (makan,
berpakaian, mandi, dan toileting).
Rasional : Mengevaluasi pasien tentang keterbatasan untuk berpartisipasi
dalam pemenuhan Personal hygiene.

20

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan dan tidak mengenal
sumber-sumber informasi.
Kriteria hasil : Mengungkapkan dalam istilah sederhana, patofisiologi dan
implikasi situasi klinis
Intervensi :
a. J elaskan tindakan dan rasional yang ditentukan untuk kondisi hemoragic.
Rasional : Memberikan informasi, memperjelas kesalahan konsep dan dapat
membantu menurunkan stress yang berhubungan.
b. Berikan kesempatan bagi klien untuk mengajukan pertanyaan dan
mengungkapkan kesalahan konsep.
Rasional : Memberikan klasifikasi dari konsep yang salah, identifikasi
masalah-masalah dan kesempatan untuk mulai mengembangkan
ketrampilan koping.
c. Diskusikan kemungkinan implikasi jangka pendek dan jangka panjang dari
keadaan perdarahan.
Rasional : Memberikan informasi tentang kemungkinan komplikasi.
d. Tinjau ulang implikasi jangka panjang terhadap situasi yang memerlukan
evaluasi dan tindakan tambahan
Rasional : Kadar HCG harus dipantau selama 1 tahun setelah pengeluaran
mola hidatidosa.

21

You might also like