Professional Documents
Culture Documents
C.
Suhu ini biasanya dinamakan Currie point.
Diagram Fasa Fe-C
Baja adalah logam paduan Fe-C dengan kadar C<2% sedangkan untuk paduan
dengan C>2% dinamakan besi tuang (cast iron). Sifat-sifat baja sangat dipengaruhi
oleh kadar C.
Gambar 1.2. Diagram fasa Fe-C
Diagram fasa mempunyai 3 titik invarian yaitu titik peritectic (pada suhu 1493
C), titik
eutectic (pada suhu 1147
C dan
C=0,8%). Titik-titik invarian ini terdiri dari 3 fasa yang berada dalam kesetimbangan :
1. Reaksi peritectic : L + =
2. Reaksi eutectic : L = + Fe
3
C
3. Reaksi eutectoid : y = + Fe
3
C
Jadi fasa-fasa pada diagram Fe-C adalah fasa cair L, ferit-, austenit (), ferit-a dan
cementite (Fe
3
C).
Berdasarkan kadar C, baja dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu : baja eutectic,
hypoeutectoid dan baja hypereutectoid.
Baja Eutectoid
Jika baja eutectoid dengan kadar C=0,8 % didinginkan dari suhu misal 800
C sampai
suhu kamar, maka akan terjadi serangkaian perubahan fasa (transformasi fasa)
seperti pada gambar 1.3 di bawah.
Gambar 1.3. Baja eutectoid
Saat suhu mencapai 723
C, baja dalam bentuk austenit. Jika suhunya turun sampai titik b, ferit
mulai tumbuh pada butir austenit. Ferit ini dinamakan proeutectoid ferrite. Pendinginan
selanjutnya pada suhu c menyebabkan bertambahnya jumlah proeutectoid ferrite sampai
semua batas butir austenit dipenuhi proeutectoid ferrite. Pada suhu di bawah 723
C (titik
d), sisa austenit berubah menjadi perlit menurut reaksi :
= + Fe
3
C (perlit)
Jadi struktur akhir berupa ferit pada batas butir (proeutectoid ferrite) dan perlit.
Gambar 1.4. Baja hypoeutectoid
Baja Hypereutectoid
Baja hypereutectoid adalah Baja dengan kadar C antara 0,8-2,14 %. Perubahan fasa
yang terjadi selama pendinginan dapat dijelaskan sbb. :
Gambar 1.5. Baja hypereutectoid
Pada titik a, baja hypereutectoid berada dalam bentuk austenit. Jika suhu turun
sampai titik b, cementite (Fe
3
C) mulai terbentuk sepanjang batas butir austenit. Pada
titik b, jumlah cementite bertambah sampai batas butir austenit tertutupi oleh
cementite. Di bawah suhu eutectoid, sisa austenit akan berubah menjadi perlit. Hasil
akhir berupa cementite yang terbentuk sebelum reaksi eutectoid (dinamakan
proeutectoid cementite) dan perlit.
TRANSFORMASI ISOTHERMAL BAJA EUTECTOID
Jika baja karbon eutectoid ( C = 0,8 %) dipanaskan sampai mencapai fasa austenit
kemudian didinginkan secara cepat dalam garam cair (salt bath) pada suhu sedikit di
bawah suhu eutectoid dan dipertahankan suhunya tetap (isothermal) dengan waktu
penahanan yang berbeda-beda kemudian dicelup (quench) ke dalam air atau brine
maka akan didapatkan serangkaian transformasi fasa dari austenit menjadi perlit
seperti pada gambar 1.6 di bawah.
Gambar 1.6 Eksperimen untuk menentukan perubahan struktur mikro
selama proses transformasi isothermal
Jika eksperimen di atas diulang dengan suhu yang berbeda-beda maka akan
didapatkan diagram T-T-T (time temperature transformation) atau disebut juga
diagram IT (isothermal transformation) seperti pada gambar 1.7 di bawah.
Gambar 1.7. Diagram transformasi isothermal untuk baja karbon eutectoid
Jika baja eutectoid dicelup dari fasa austenit ke interval suhu berikut maka struktur
mikroyang terbentuk adalah :
550-723
C : austenit perlit
250-550
C : austenit bainit
Suhu kamar : austenit martensit
Transformasi perlit (+Fe
3
C)
Jika baja eutectoid dicelup dari fasa austenit dicelup dari fasa austenit ke suhu
antara 723 550
C : austenit perlit
250-550
C : austenit bainit
Suhu kamar : austenit martensit
Transformasi perlit (+Fe
3
C)
Jika baja eutectoid dicelup dari fasa austenit dicelup dari fasa austenit ke suhu
antara 723 550
C : austenit perlit
250-550
C : austenit bainit
Suhu kamar : austenit martensit
Transformasi perlit (+Fe
3
C)
Jika baja eutectoid dicelup dari fasa austenit dicelup dari fasa austenit ke suhu
antara 723 550
y
(MPa) =139 +46,4S
-1
TRANSFORMASI AUSTENIT MARTENSIT
Sifat-sifat Transformasi Austenit -+ Martensit
Jika baja eutectoid (Fe-0,8 %C) didinginkan secara cepat dari fasa austenit hingga
laju pendinginan tidak memotong bagian hidung(nose) dari kurva T-T-T maka akan
terbentuk struktur martensit pada suhu di bawah 220
C akan
terbentuk bainit atas (upper bainit) sedangkan pada 250-350
C akan
terbentuk bainit atas (upper bainit) sedangkan pada 250-350
C akan
terbentuk bainit atas (upper bainit) sedangkan pada 250-350
dengan sumbu panjang ferit. Bainit bawah tidak menunjukkan adanya kembaran
(twinning) dan mekanisme terbentuknya bainit bawah identik dengan struktur mikro
yang dihasilkan oleh martensit yang mengalami proses temper, yaitu ferit lewat jenuh
terbentuk melalui mekanisme geser (shear) dan diikuti dengan endapan karbida di
dalam ferit.
Bainit Atas
Bainit atas terbentuk pada suhu antara 350-550
C di atas A
c3
atau A
cm
pada waktu tertentu kemudian didinginkan di udara. Tujuan normalizing
1. Memperhalus butir atau membuat austenit menjadi homogen saat baja
dipanaskan untuk keperluan pengerasan (hardening) atau full anneling.
2. Mengurangi pemisahan (segregation) pada logam cor atau penempaan
(forging) sehingga menghasilkan struktur yang homogen.
3. Memperkeras baja.
Pengerasan Celup (Quench Hardening) dan Tempering
Quench
Kekerasan maksimum pada baja karbon dapat dicapai dengan pemanasan sampai
fasa austenit kemudian dicelup (quench) pada laju pendinginan di atas nilai kritisnya
sehingga terbentuk martensit yang keras, akan tetapi proses quenching dapat
menyebabkan terjadinya tegangan sisa karena beda suhu antara bagian luar
(permukaan) dan dalam dari benda kerja. Media celup yang dipakai dapat berupa air
atau minyak.
Tempering
Proses tempering dilakukan dengan cara memanaskan baja yang telah dicelup
(struktur martensit) di bawah suhu eutectoid sehingga menjadi lunak dan ulet. Proses
quenching-tempering seperti pada gambar 1.19. di bawah.
Gambar 1.19. Proses quenching-tempering untuk baja karbon
Suhu temper sangat mempengaruhi struktur mikro dan kekerasan baja karbon. Selama
proses tempering terjadi reaksi-reaksi berikut :
1. Pemisahan (segregation) atom C
2. Pengendapan karbida
3. Penguraian austenit sisa
4. Recovery dan rekristalisasi
Segregasi Karbon
Proses tempering pada suhu 25-100
C menghasilkan
Hagg carbide (Fe
5
C
2
, monoclin). Pada interval suhu 250-700
C akan terbentuk
cementite (Fe
3
C, orthorhombic). Cementite ini tumbuh pada batas bilah-bilah martensit
dan pada batas butir ferit. Pada suhu antara 400-600
C selama 1 jam
Pengaruh Ukuran Butir
Ukuran butir biasanya dinyatakan menurut ASTM grain size number atau indeks ASTM
dan diyatakan dengan persamaan :
n = 2
N-1
dengan n jumlah butir tiap ini pada perbesaran 100X. Pada baja karbon rendah
dengan struktur mikro ferit, ukuran butir sangat berpengaruh terhadap tegangan luluh
dimana semakin kecil ukuran butir kekuatan tarik akan meningkat. Hal ini disebabkan
karena butir keel berarti mempunyai batas butir yang banyak dan batas butir ini
menghambat gerakan dislokasi. Hubungan antara tegangan luluh dan ukuran butir
dinyatakan oleh persamaan HallPetch, yaitu :
dengan adalah tegangan luluh, tegangan friksi, k konstanta dan d diameter butir.
Gambar 1.20. Diagram kekerasan martensit (0,026-0,39 %C) yang
ditemper pada suhu 100-700
C selama 1 jam
Pengaruh Ukuran Butir
Ukuran butir biasanya dinyatakan menurut ASTM grain size number atau indeks ASTM
dan diyatakan dengan persamaan :
n = 2
N-1
dengan n jumlah butir tiap ini pada perbesaran 100X. Pada baja karbon rendah
dengan struktur mikro ferit, ukuran butir sangat berpengaruh terhadap tegangan luluh
dimana semakin kecil ukuran butir kekuatan tarik akan meningkat. Hal ini disebabkan
karena butir keel berarti mempunyai batas butir yang banyak dan batas butir ini
menghambat gerakan dislokasi. Hubungan antara tegangan luluh dan ukuran butir
dinyatakan oleh persamaan HallPetch, yaitu :
dengan adalah tegangan luluh, tegangan friksi, k konstanta dan d diameter butir.
Gambar 1.20. Diagram kekerasan martensit (0,026-0,39 %C) yang
ditemper pada suhu 100-700
C selama 1 jam
Pengaruh Ukuran Butir
Ukuran butir biasanya dinyatakan menurut ASTM grain size number atau indeks ASTM
dan diyatakan dengan persamaan :
n = 2
N-1
dengan n jumlah butir tiap ini pada perbesaran 100X. Pada baja karbon rendah
dengan struktur mikro ferit, ukuran butir sangat berpengaruh terhadap tegangan luluh
dimana semakin kecil ukuran butir kekuatan tarik akan meningkat. Hal ini disebabkan
karena butir keel berarti mempunyai batas butir yang banyak dan batas butir ini
menghambat gerakan dislokasi. Hubungan antara tegangan luluh dan ukuran butir
dinyatakan oleh persamaan HallPetch, yaitu :
dengan adalah tegangan luluh, tegangan friksi, k konstanta dan d diameter butir.
Pengaruh Ukuran Butir Austenit
Jika baja hypoeutectoid dengan ukuran butir kecil didinginkan secara lambat
(pendinginan udara) dari fasa austenit maka akan terbentuk proeutectoid ferrite pada
batas butir austenit dan terjadi pembuangan C ke pusat butir melalui difusi dan sisa
austenit berubah menjadi perlit sampai suhu kamar.
Gambar 1.21. (a) Proeutectoid ferrite tumbuh pada butir austenit kecil dan (b) Ferit
Widmanstatten dihasilkan dari butir austenit besar
Jika butir austenit cukup besar dibanding ukuran proeutectoid ferrite maka pada
proeutectoid ferrite akan tumbuh ferit Widmanstatten menuju ke dalam butir sebagai
akibat dari kondisi butir austenit yang jenuh dengan C.
AUSTEMPERING DAN MARTEMPERING
Austempering
Austempering adalah proses perlakuan panas isothermal yang menghasilkan struktur
mikro berupa bainit. Austempering dilakukan dengan cara memanaskan baja sampai
terbentuk austenit kemudian dicelup ke dalam garam cair (salth bath) pada suhu di
atas suhu terbentuknya martensit (M
s
), ditahan beberapa lama kemudian didinginkan
di udara.
Gambar 1.22. Proses austemper pada baja karbon eutectoid
Pengaruh Ukuran Butir Austenit
Jika baja hypoeutectoid dengan ukuran butir kecil didinginkan secara lambat
(pendinginan udara) dari fasa austenit maka akan terbentuk proeutectoid ferrite pada
batas butir austenit dan terjadi pembuangan C ke pusat butir melalui difusi dan sisa
austenit berubah menjadi perlit sampai suhu kamar.
Gambar 1.21. (a) Proeutectoid ferrite tumbuh pada butir austenit kecil dan (b) Ferit
Widmanstatten dihasilkan dari butir austenit besar
Jika butir austenit cukup besar dibanding ukuran proeutectoid ferrite maka pada
proeutectoid ferrite akan tumbuh ferit Widmanstatten menuju ke dalam butir sebagai
akibat dari kondisi butir austenit yang jenuh dengan C.
AUSTEMPERING DAN MARTEMPERING
Austempering
Austempering adalah proses perlakuan panas isothermal yang menghasilkan struktur
mikro berupa bainit. Austempering dilakukan dengan cara memanaskan baja sampai
terbentuk austenit kemudian dicelup ke dalam garam cair (salth bath) pada suhu di
atas suhu terbentuknya martensit (M
s
), ditahan beberapa lama kemudian didinginkan
di udara.
Gambar 1.22. Proses austemper pada baja karbon eutectoid
Pengaruh Ukuran Butir Austenit
Jika baja hypoeutectoid dengan ukuran butir kecil didinginkan secara lambat
(pendinginan udara) dari fasa austenit maka akan terbentuk proeutectoid ferrite pada
batas butir austenit dan terjadi pembuangan C ke pusat butir melalui difusi dan sisa
austenit berubah menjadi perlit sampai suhu kamar.
Gambar 1.21. (a) Proeutectoid ferrite tumbuh pada butir austenit kecil dan (b) Ferit
Widmanstatten dihasilkan dari butir austenit besar
Jika butir austenit cukup besar dibanding ukuran proeutectoid ferrite maka pada
proeutectoid ferrite akan tumbuh ferit Widmanstatten menuju ke dalam butir sebagai
akibat dari kondisi butir austenit yang jenuh dengan C.
AUSTEMPERING DAN MARTEMPERING
Austempering
Austempering adalah proses perlakuan panas isothermal yang menghasilkan struktur
mikro berupa bainit. Austempering dilakukan dengan cara memanaskan baja sampai
terbentuk austenit kemudian dicelup ke dalam garam cair (salth bath) pada suhu di
atas suhu terbentuknya martensit (M
s
), ditahan beberapa lama kemudian didinginkan
di udara.
Gambar 1.22. Proses austemper pada baja karbon eutectoid
Austempering biasanya digunakan sebagai pengganti perlakuan quenching-tempering
untuk :
1. meningkatkan keuletan dan ketangguhan
2. menghindari terjadinya retak dan distorsi karena quenching
Martempering (Marquenching)
Martempering merupakan modifikasi dari perlakuan quenching dan bertujuan untuk
mengurangi terjadinya distorsi.
Gambar 1.23. (a) Proses martempering dan (b) modifikasinya
Perlakuan martempering terdiri dari : (1) pemanasan sampai fasa austenit diikuti
dengan (2) pencelupan ke dalam minyak panas atau garam cair sedikit di atas atau di
bawah suhu M
S
dan (3) ditahan pada suhu konstan beberapa lama tetapi belum
sampai terjadi reaksi bainit dan akhirnya (4) pendinginan udara pada laju yang sedang
untuk mengurangi beda suhu di bagian permukaan dan tengah benda uji.
HARDENABILITY
Hardenability didefinisikan sebagai (1) kemampuan baja untuk membentuk martensit
pada proses pencelupan atau (2) sifat baja yang menentukan kedalaman dan
distribusi kekerasan pada proses quenching. Hardenability dipengaruhi oleh faktor
berikut :
1. komposisi kimia baja
2. ukuran butir austenit
3. struktur baja sebelum quenching
Hardenability dapat diukur dengan metode Grossmann atau Jominy End Quench
Test.
Metode Grossmann
Pada metode ini, hardenability diukur dengan mencelupkan spesimen berbentuk
silinder dengan diameter yang bervariasi ke dalam media quenching setelah
pemanasan sampai fasa austenit. Batang silinder dengan 50 % martensit di bagian
tengah digunakan acuan sebagai diameter kritis, D
o
yang disebut juga diameter
aktual. Diameter kritis aktual ini tergantung pada laju pendinginan saat pencelupan
atau jenis media quenching, misal air atau minyak sehingga D
o
tidak mempunyai nilai
mutlak untuk menyatakan hardenability. Untuk menghilangkan variabel ini maka
semua pengukuran hardenability didasarkan pada pencelupan ideal dan diameter
yang diperoleh dinamakan diameter kritis ideal (D
i
).
Gambar 1.24. Kekerasan pada penampang lintang batang Baja yang dicelup
dengan pada diameter yang berbeda
Pada kenyataannya tak ada media quenching ideal sehingga perbandingan antara
media quenching ideal dan aktual dinyatakan dengan koefisien H.
Pada metode ini, hardenability diukur dengan mencelupkan spesimen berbentuk
silinder dengan diameter yang bervariasi ke dalam media quenching setelah
pemanasan sampai fasa austenit. Batang silinder dengan 50 % martensit di bagian
tengah digunakan acuan sebagai diameter kritis, D
o
yang disebut juga diameter
aktual. Diameter kritis aktual ini tergantung pada laju pendinginan saat pencelupan
atau jenis media quenching, misal air atau minyak sehingga D
o
tidak mempunyai nilai
mutlak untuk menyatakan hardenability. Untuk menghilangkan variabel ini maka
semua pengukuran hardenability didasarkan pada pencelupan ideal dan diameter
yang diperoleh dinamakan diameter kritis ideal (D
i
).
Gambar 1.24. Kekerasan pada penampang lintang batang Baja yang dicelup
dengan pada diameter yang berbeda
Pada kenyataannya tak ada media quenching ideal sehingga perbandingan antara
media quenching ideal dan aktual dinyatakan dengan koefisien H.
Pada metode ini, hardenability diukur dengan mencelupkan spesimen berbentuk
silinder dengan diameter yang bervariasi ke dalam media quenching setelah
pemanasan sampai fasa austenit. Batang silinder dengan 50 % martensit di bagian
tengah digunakan acuan sebagai diameter kritis, D
o
yang disebut juga diameter
aktual. Diameter kritis aktual ini tergantung pada laju pendinginan saat pencelupan
atau jenis media quenching, misal air atau minyak sehingga D
o
tidak mempunyai nilai
mutlak untuk menyatakan hardenability. Untuk menghilangkan variabel ini maka
semua pengukuran hardenability didasarkan pada pencelupan ideal dan diameter
yang diperoleh dinamakan diameter kritis ideal (D
i
).
Gambar 1.24. Kekerasan pada penampang lintang batang Baja yang dicelup
dengan pada diameter yang berbeda
Pada kenyataannya tak ada media quenching ideal sehingga perbandingan antara
media quenching ideal dan aktual dinyatakan dengan koefisien H.
Gambar 1.25.Hubungan antara diameter kritis ideal D, , diameter kritis
aktual D dan faktor H
Tabel 1.1. Faktor H untuk berbagai media celup
Metode Jominy End Quench Test
Pengukuran hardenability dengan metode Grossmann sangat rumit dan
membutuhkan banyak biaya sehingga dipakai cara lain yaitu Jominy End Quench
Test seperti pada gambar 1.26 di bawah.
Gambar 1.25.Hubungan antara diameter kritis ideal D, , diameter kritis
aktual D dan faktor H
Tabel 1.1. Faktor H untuk berbagai media celup
Metode Jominy End Quench Test
Pengukuran hardenability dengan metode Grossmann sangat rumit dan
membutuhkan banyak biaya sehingga dipakai cara lain yaitu Jominy End Quench
Test seperti pada gambar 1.26 di bawah.
Gambar 1.25.Hubungan antara diameter kritis ideal D, , diameter kritis
aktual D dan faktor H
Tabel 1.1. Faktor H untuk berbagai media celup
Metode Jominy End Quench Test
Pengukuran hardenability dengan metode Grossmann sangat rumit dan
membutuhkan banyak biaya sehingga dipakai cara lain yaitu Jominy End Quench
Test seperti pada gambar 1.26 di bawah.
Gambar 1.26. Pengujian hardenability menurut metoda Jominy
Pada pengujian ini digunakan spesimen dalam bentuk silinder dengan diameter 1
in dan panjang 4 ini. Setelah proses austenitisasi, sampel dengan cepat
ditempatkan pada posisi menggantung diikuti dengan semprotan air pada salah
satu ujungnya. Setelah pendinginan selesai, permukaan silinder dibuat datar untuk
pengujian kekerasan sebagai fungsi dari jarakyang diukur dari ujung yang di-
quench. Pengujian hardenability pada berbagai jenis baja seperti terlihat pada
gambar 1.27. di bawah
Gambar 1.27. Kurva hardenability untuk baja paduan dengan 0,40 %C
Gambar 1.26. Pengujian hardenability menurut metoda Jominy
Pada pengujian ini digunakan spesimen dalam bentuk silinder dengan diameter 1
in dan panjang 4 ini. Setelah proses austenitisasi, sampel dengan cepat
ditempatkan pada posisi menggantung diikuti dengan semprotan air pada salah
satu ujungnya. Setelah pendinginan selesai, permukaan silinder dibuat datar untuk
pengujian kekerasan sebagai fungsi dari jarakyang diukur dari ujung yang di-
quench. Pengujian hardenability pada berbagai jenis baja seperti terlihat pada
gambar 1.27. di bawah
Gambar 1.27. Kurva hardenability untuk baja paduan dengan 0,40 %C
Gambar 1.26. Pengujian hardenability menurut metoda Jominy
Pada pengujian ini digunakan spesimen dalam bentuk silinder dengan diameter 1
in dan panjang 4 ini. Setelah proses austenitisasi, sampel dengan cepat
ditempatkan pada posisi menggantung diikuti dengan semprotan air pada salah
satu ujungnya. Setelah pendinginan selesai, permukaan silinder dibuat datar untuk
pengujian kekerasan sebagai fungsi dari jarakyang diukur dari ujung yang di-
quench. Pengujian hardenability pada berbagai jenis baja seperti terlihat pada
gambar 1.27. di bawah
Gambar 1.27. Kurva hardenability untuk baja paduan dengan 0,40 %C
Baja 4340 mempunyai hardenability yang baik karena dapat mempertahankan
kekerasan pada jarak 2 in sedangkan pada baja 1040 nilai kekerasan turun drastis
pada jarak
3
/4 in sehingga hardenability-nya tidak baik. Perubahan nilai kekerasan
sepanjang jarak dari ujung yang di-quench dapat dinyatakan dengan diagram CCT.
Baja 4340 mempunyai hardenability yang baik karena dapat mempertahankan
kekerasan pada jarak 2 in sedangkan pada baja 1040 nilai kekerasan turun drastis
pada jarak
3
/4 in sehingga hardenability-nya tidak baik. Perubahan nilai kekerasan
sepanjang jarak dari ujung yang di-quench dapat dinyatakan dengan diagram CCT.
Baja 4340 mempunyai hardenability yang baik karena dapat mempertahankan
kekerasan pada jarak 2 in sedangkan pada baja 1040 nilai kekerasan turun drastis
pada jarak
3
/4 in sehingga hardenability-nya tidak baik. Perubahan nilai kekerasan
sepanjang jarak dari ujung yang di-quench dapat dinyatakan dengan diagram CCT.
Hardenability dan Perlakuan Panas
Hardenability dipengaruhi oleh unsur paduan. Karbon dapat meningkatkan
hardenability akan tetapi jika persentasenya tinggi dapat menurunkan ketangguhan
sehingga baja sukar dimesin dan kemungkinan terjadinya retak dan distorsi saat
perlakuan panas dan pengelasan menjadi tinggi. Peningkatan hardenability yang
paling ekonomis yaitu dengan memberikan mangaan (Mn) sebesar 0,6% sampai
1,4 %. Chromium (Cr) dan molybdenum (Mo) juga efektif dalam meningkatkan
hardenability. Boron mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
hardenability dimana penambahan B sebesar 0,001 % dapat meningkatkan
hardenability baja. Hardenability tinggi tidak selalu diinginkan terutama untuk alat
iris atau komponen mesin lainnya yang membutuhkan permukaan yang keras dan
tahan aus serta ketangguhan yang baik di bagian dalam (inti).
Selain itu pengerasan yang dangkal saat quenching menyebabkan tegangan sisa
tarik di bagian inti dan tegangan tekan pada permukaanya sehingga ketahanan
lelah menjadi tinggi karena adanya tegangan sisa tekan.
Proses pencelupan dari austenit ke suhu kamar kadang-kadang menyebabkan
distorsi dan retak (quench cracking). Cacat ini disebabkan oleh terjadinya tegangan
sisa saat quenching yang terdiri dari :
1. Tegangan thermal yang timbul karena perbedaan laju pendinginan pada
bagian permukaan dan inti
2. Tegangan transformasi sebagai akibat dari perubahan volume saat
transformasi dari austenit ke fasa lain. Pengaruh tegangan thermal seperti
terlihat pada gambar 1.29.
Gambar 1.29. Timbulnya tegangan thermal selama proses quenching
Dari gambar terliat bahwa beda suhu maksimum terjadi saat t
1
seperti ditunjukkan
oleh kurva A akan tetapi karena adanya deformasi plastis, kurva tegangan-waktu
sesungguhnya pada permukaan seperti yang ditunjukkan oleh kurva B yang
diimbangi oleh tegangan tekan pada inti dan pada suhu kamar akan menghasilkan
tegangan sisa.
BAJA KARBON
Baja merupakan paduan Fe-C dengan kandungan C kurang dari 2%. Berdasarkan
persentase C, baja dibedakan menjadi :
1. Baja karbon rendah (low carbon steels)
2. Baja karbon sedang (medium carbon steels)
3. Baja karbon tinggi (high carbon steels)
Baja juga digolongkan berdasarkan unsur paduan yaitu :
1. Plain carbon steels : hanya mengandung unsur C, Mn dan unsur
unsur pengotor (impurities)
2. Baja paduan (alloy steels) : mengandung unsur-unsur paduan yang sengaja
ditambahkan dalam konsentrasi tertentu
Gambar 1.29. Timbulnya tegangan thermal selama proses quenching
Dari gambar terliat bahwa beda suhu maksimum terjadi saat t
1
seperti ditunjukkan
oleh kurva A akan tetapi karena adanya deformasi plastis, kurva tegangan-waktu
sesungguhnya pada permukaan seperti yang ditunjukkan oleh kurva B yang
diimbangi oleh tegangan tekan pada inti dan pada suhu kamar akan menghasilkan
tegangan sisa.
BAJA KARBON
Baja merupakan paduan Fe-C dengan kandungan C kurang dari 2%. Berdasarkan
persentase C, baja dibedakan menjadi :
1. Baja karbon rendah (low carbon steels)
2. Baja karbon sedang (medium carbon steels)
3. Baja karbon tinggi (high carbon steels)
Baja juga digolongkan berdasarkan unsur paduan yaitu :
1. Plain carbon steels : hanya mengandung unsur C, Mn dan unsur
unsur pengotor (impurities)
2. Baja paduan (alloy steels) : mengandung unsur-unsur paduan yang sengaja
ditambahkan dalam konsentrasi tertentu
Gambar 1.29. Timbulnya tegangan thermal selama proses quenching
Dari gambar terliat bahwa beda suhu maksimum terjadi saat t
1
seperti ditunjukkan
oleh kurva A akan tetapi karena adanya deformasi plastis, kurva tegangan-waktu
sesungguhnya pada permukaan seperti yang ditunjukkan oleh kurva B yang
diimbangi oleh tegangan tekan pada inti dan pada suhu kamar akan menghasilkan
tegangan sisa.
BAJA KARBON
Baja merupakan paduan Fe-C dengan kandungan C kurang dari 2%. Berdasarkan
persentase C, baja dibedakan menjadi :
1. Baja karbon rendah (low carbon steels)
2. Baja karbon sedang (medium carbon steels)
3. Baja karbon tinggi (high carbon steels)
Baja juga digolongkan berdasarkan unsur paduan yaitu :
1. Plain carbon steels : hanya mengandung unsur C, Mn dan unsur
unsur pengotor (impurities)
2. Baja paduan (alloy steels) : mengandung unsur-unsur paduan yang sengaja
ditambahkan dalam konsentrasi tertentu
Baja Karbon Rendah
Baja ini mempunyai kandungan C antara 0,10 sampai 0,25 % dan kurang sensitif
terhadap perlakuan panas sehingga untuk meningkatkan kekuatannya dilakukan
pengerjaan dingin (cold work). Struktur mikro baja ini berupa ferit dan perlit
sehingga mempunyai keuletan dan ketangguhan yang baik. Selain itu, baja ini
mempunyai sifat mampu mesin (machinability) dan sifat mampu las (weldability)
yang baik. Berdasarkan kandungan C, baja paduan rendah kekuatan tinggi atau
high strength low alloy steel (HSLA) dapat dikelompokkan ke dalam baja karbon
rendah. Baja HSLA mengandung tembaga (Cu), vanadium (V), nikel (Ni) dan
molybdenum (Mo) dengan konsentrasi tidak lebih dari 10 %.
Baja Karbon Sedang
Kandungan C pada baja ini sekitar 0,25-0,60 %. Kekuatan baja ini dapat
ditingkatkan dengan cara memberi perlakuan panas dengan cara pemanasan
sampai fasa austenit, quenching dan tempering.
Baja Karbon Tinggi
Kandungan C pada baja ini sekitar 0,60-1,4 % sehingga bersifat keras, kekuatan
tank tinggi tetapi kurang ulet. Sebelum dipakai, baja ini biasanya diperkeras dan di-
temper sehingga menghasilkan baja tahan aus. Baja ini banyak digunakan untuk
alat iris. Karena persentase C yang tinggi maka pada baja ini biasanya terbentuk
karbida seperti Cr
23
C
6
, V
4
C
3
dan WC.
BAJA PADUAN
Meskipun baja karbon dapat dibuat dengan kekuatan tarik yang bervariasi, tergantung
pada kebutuhan, dengan biaya murah akan tetapi sifat-sifat mekanisnya tidak selalu
memenuhi persyaratan untuk aplikasi teknik sehingga dikembangkan baja paduan.
Unsur-unsur paduan pada baja dapat dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan
pengaruhnya terhadap diagram kesetimbangan yaitu :
1. Unsur-unsur yang memperluas bidang austenit () pada diagram Fe-C. Unsur-
unsur ini dinamakan penstabil austenit (-stabilizer)
2. Unsur-unsur yang mempersempit daerah austenit. Unsur-unsur ini dinamakan
penstabil ferit (-stabilizer). Pengaruh unsur paduan pada diagram Fe-C seperti
terlihat pada gambar 1.30. di bawah.
Gambar 1.30. Berbagai jenis diagram fasa baja paduan
Kelompok 1: Daerah y terbuka (open y-field)
Unsur-unsur pada kelompok ini diantaranya adalah Ni, Mn, Co dan
logam mulia (inert) seperti ruthenium (Re), rhodium (Rh), palladium (Pd),
osmium (Os), iridium (Ir) dan platina (Pt). Jika konsentrasi unsur-unsur
ini tinggi maka akan terbentuk austenit meskipun pada suhu kamar.
Kelompok 2: Daerah y melebar (expanded y-field)
Unsur-unsur pada kelompok ini terutama adalah C dan N yang
menyebabkan perluasan daerah y akan tetapi dibatasi oleh
pembentukan senyawa.
Gambar 1.30. Berbagai jenis diagram fasa baja paduan
Kelompok 1: Daerah y terbuka (open y-field)
Unsur-unsur pada kelompok ini diantaranya adalah Ni, Mn, Co dan
logam mulia (inert) seperti ruthenium (Re), rhodium (Rh), palladium (Pd),
osmium (Os), iridium (Ir) dan platina (Pt). Jika konsentrasi unsur-unsur
ini tinggi maka akan terbentuk austenit meskipun pada suhu kamar.
Kelompok 2: Daerah y melebar (expanded y-field)
Unsur-unsur pada kelompok ini terutama adalah C dan N yang
menyebabkan perluasan daerah y akan tetapi dibatasi oleh
pembentukan senyawa.
Gambar 1.30. Berbagai jenis diagram fasa baja paduan
Kelompok 1: Daerah y terbuka (open y-field)
Unsur-unsur pada kelompok ini diantaranya adalah Ni, Mn, Co dan
logam mulia (inert) seperti ruthenium (Re), rhodium (Rh), palladium (Pd),
osmium (Os), iridium (Ir) dan platina (Pt). Jika konsentrasi unsur-unsur
ini tinggi maka akan terbentuk austenit meskipun pada suhu kamar.
Kelompok 2: Daerah y melebar (expanded y-field)
Unsur-unsur pada kelompok ini terutama adalah C dan N yang
menyebabkan perluasan daerah y akan tetapi dibatasi oleh
pembentukan senyawa.
Kelompok 3: Daerah y tertutup ( close y-field)
Beberapa unsur paduan menghambat terbentuknya austenit sehingga
menyebabkan terjadinya penyusutan bidang y pada diagram Fe-C.
Termasuk pada kelompok ini adalah silikon (Si), aluminium (Al) dan
fosfor (P). Kelompok 4 : Daerah y kontraksi (contracted y-field)
Boron merupakan unsur utama pada kelompok ini bersama-sama
dengan unsur-unsur pembentuk karbid seperti tantalum (Ta), niobium
(Nb) dan zirconium (Zr)
Distribusi Unsur-unsur Paduan dalam Baja
Distribusi unsur-unsur paduan pada baja tergantung pada komposisi. Unsur-unsur
paduan ini akan berinteraksi satu dengan lainnya. Distribusi unsur-unsur paduan pada
baja terlihat pada tabel di bawah.
Tabel 1.2. Distribusi unsur-unsur paduan pada baja
Kelompok 3: Daerah y tertutup ( close y-field)
Beberapa unsur paduan menghambat terbentuknya austenit sehingga
menyebabkan terjadinya penyusutan bidang y pada diagram Fe-C.
Termasuk pada kelompok ini adalah silikon (Si), aluminium (Al) dan
fosfor (P). Kelompok 4 : Daerah y kontraksi (contracted y-field)
Boron merupakan unsur utama pada kelompok ini bersama-sama
dengan unsur-unsur pembentuk karbid seperti tantalum (Ta), niobium
(Nb) dan zirconium (Zr)
Distribusi Unsur-unsur Paduan dalam Baja
Distribusi unsur-unsur paduan pada baja tergantung pada komposisi. Unsur-unsur
paduan ini akan berinteraksi satu dengan lainnya. Distribusi unsur-unsur paduan pada
baja terlihat pada tabel di bawah.
Tabel 1.2. Distribusi unsur-unsur paduan pada baja
Kelompok 3: Daerah y tertutup ( close y-field)
Beberapa unsur paduan menghambat terbentuknya austenit sehingga
menyebabkan terjadinya penyusutan bidang y pada diagram Fe-C.
Termasuk pada kelompok ini adalah silikon (Si), aluminium (Al) dan
fosfor (P). Kelompok 4 : Daerah y kontraksi (contracted y-field)
Boron merupakan unsur utama pada kelompok ini bersama-sama
dengan unsur-unsur pembentuk karbid seperti tantalum (Ta), niobium
(Nb) dan zirconium (Zr)
Distribusi Unsur-unsur Paduan dalam Baja
Distribusi unsur-unsur paduan pada baja tergantung pada komposisi. Unsur-unsur
paduan ini akan berinteraksi satu dengan lainnya. Distribusi unsur-unsur paduan pada
baja terlihat pada tabel di bawah.
Tabel 1.2. Distribusi unsur-unsur paduan pada baja
Pengaruh Unsur Paduan pada Baja
Unsur paduan ditambahkan pada baja untuk berbagai tujuan, diantaranya adalah
untuk :
1. meningkatkan sifat mekanis baja dengan cara meningkatkan sifat hardenability
2. meningkatkan suhu temper dengan tetap mempertahankan kekuatan dan keuletan
3. meningkatkan sifat mekanis pada suhu rendah dan tinggi
4. meningkatkan ketahanan korosi dan oksidasi pada suhu tinggi
5. meningkatkan sifat-sifat khusus seperti ketahanan aus dan kelelahan
Unsur-unsur paduan berpengaruh pada persentase C dan suhu eutectoid. Unsur-
unsur seperti Ni, Cr, Si, Mn, W, Mo dan Ti cenderung mengurangi C pada baja
eutectoid. Suhu transformasi eutectoid dipengaruhi oleh unsur paduan, tergantung
pada sifatnya sebagai penstabil austenit atau ferit. Unsur penstabil austenit seperti Mn
dan Ni memperluas daerah austenit dan menurunkan suhu eutectoid sedangkan
unsur penstabil ferit menaikkan suhu eutectoid seperti W, Mo, Si dan Ti. Unsur-unsur
ini reaktif terhadap C sehingga dinamakan unsur pembentuk karbid.
Menurut AISI-SAE, baja paduan dapat dikelompokkan dengan menggunakan 4 digit
dengan 2 digit pertama menunjukkan unsur paduan utama sedangkan 2 digit terakhir
menunjukkan kandungan karbon seperti terlihat pada tabel di bawah.
Tabel 1.3. Baja paduan menurut standard AISI-SAE
Pengaruh Unsur Paduan pada Baja
Unsur paduan ditambahkan pada baja untuk berbagai tujuan, diantaranya adalah
untuk :
1. meningkatkan sifat mekanis baja dengan cara meningkatkan sifat hardenability
2. meningkatkan suhu temper dengan tetap mempertahankan kekuatan dan keuletan
3. meningkatkan sifat mekanis pada suhu rendah dan tinggi
4. meningkatkan ketahanan korosi dan oksidasi pada suhu tinggi
5. meningkatkan sifat-sifat khusus seperti ketahanan aus dan kelelahan
Unsur-unsur paduan berpengaruh pada persentase C dan suhu eutectoid. Unsur-
unsur seperti Ni, Cr, Si, Mn, W, Mo dan Ti cenderung mengurangi C pada baja
eutectoid. Suhu transformasi eutectoid dipengaruhi oleh unsur paduan, tergantung
pada sifatnya sebagai penstabil austenit atau ferit. Unsur penstabil austenit seperti Mn
dan Ni memperluas daerah austenit dan menurunkan suhu eutectoid sedangkan
unsur penstabil ferit menaikkan suhu eutectoid seperti W, Mo, Si dan Ti. Unsur-unsur
ini reaktif terhadap C sehingga dinamakan unsur pembentuk karbid.
Menurut AISI-SAE, baja paduan dapat dikelompokkan dengan menggunakan 4 digit
dengan 2 digit pertama menunjukkan unsur paduan utama sedangkan 2 digit terakhir
menunjukkan kandungan karbon seperti terlihat pada tabel di bawah.
Tabel 1.3. Baja paduan menurut standard AISI-SAE
Pengaruh Unsur Paduan pada Baja
Unsur paduan ditambahkan pada baja untuk berbagai tujuan, diantaranya adalah
untuk :
1. meningkatkan sifat mekanis baja dengan cara meningkatkan sifat hardenability
2. meningkatkan suhu temper dengan tetap mempertahankan kekuatan dan keuletan
3. meningkatkan sifat mekanis pada suhu rendah dan tinggi
4. meningkatkan ketahanan korosi dan oksidasi pada suhu tinggi
5. meningkatkan sifat-sifat khusus seperti ketahanan aus dan kelelahan
Unsur-unsur paduan berpengaruh pada persentase C dan suhu eutectoid. Unsur-
unsur seperti Ni, Cr, Si, Mn, W, Mo dan Ti cenderung mengurangi C pada baja
eutectoid. Suhu transformasi eutectoid dipengaruhi oleh unsur paduan, tergantung
pada sifatnya sebagai penstabil austenit atau ferit. Unsur penstabil austenit seperti Mn
dan Ni memperluas daerah austenit dan menurunkan suhu eutectoid sedangkan
unsur penstabil ferit menaikkan suhu eutectoid seperti W, Mo, Si dan Ti. Unsur-unsur
ini reaktif terhadap C sehingga dinamakan unsur pembentuk karbid.
Menurut AISI-SAE, baja paduan dapat dikelompokkan dengan menggunakan 4 digit
dengan 2 digit pertama menunjukkan unsur paduan utama sedangkan 2 digit terakhir
menunjukkan kandungan karbon seperti terlihat pada tabel di bawah.
Tabel 1.3. Baja paduan menurut standard AISI-SAE
Baja Mangan
Penambahan unsur mangan (Mn) biasanya bertujuan untuk mengurangi kadar oksigen dalam
baja cair dan mengikat belerang S dalam bentuk MnS saat proses steel making. Penambahan
Mn dapat meningkatkan kekuatan tarik baja dimana penambahan sebesar 1,6-1,9 % dapat
menghasilkan baja dengan kekuatan tarik tinggi dan sifat mampu las (weldability) yang baik.
Penambahan Mn mengurangi laju difusi sehingga transformasi dari austenit ke ferit-perlit
berjalan lambat sehingga diagram T-T-T pada baja mangan bergeser ke kanan seperti terlihat
pada gambar 1.31. di bawah. Sebagai akibatnya, hardenability baja mangan lebih tinggi
daripada baja karbon.
Gambar 1.31. Diagram T-T-T untuk baja AISI 1340
Mangan dapat memperhalus perlit sehingga kekuatan tarik baja Mn meningkat seperti pada
gambar 1.32. di bawah.
Gambar 1.32. Struktur mikro baja AISI 1340 (0,40 %C dan 1,74 %Mn)
Baja Mangan
Penambahan unsur mangan (Mn) biasanya bertujuan untuk mengurangi kadar oksigen dalam
baja cair dan mengikat belerang S dalam bentuk MnS saat proses steel making. Penambahan
Mn dapat meningkatkan kekuatan tarik baja dimana penambahan sebesar 1,6-1,9 % dapat
menghasilkan baja dengan kekuatan tarik tinggi dan sifat mampu las (weldability) yang baik.
Penambahan Mn mengurangi laju difusi sehingga transformasi dari austenit ke ferit-perlit
berjalan lambat sehingga diagram T-T-T pada baja mangan bergeser ke kanan seperti terlihat
pada gambar 1.31. di bawah. Sebagai akibatnya, hardenability baja mangan lebih tinggi
daripada baja karbon.
Gambar 1.31. Diagram T-T-T untuk baja AISI 1340
Mangan dapat memperhalus perlit sehingga kekuatan tarik baja Mn meningkat seperti pada
gambar 1.32. di bawah.
Gambar 1.32. Struktur mikro baja AISI 1340 (0,40 %C dan 1,74 %Mn)
Baja Mangan
Penambahan unsur mangan (Mn) biasanya bertujuan untuk mengurangi kadar oksigen dalam
baja cair dan mengikat belerang S dalam bentuk MnS saat proses steel making. Penambahan
Mn dapat meningkatkan kekuatan tarik baja dimana penambahan sebesar 1,6-1,9 % dapat
menghasilkan baja dengan kekuatan tarik tinggi dan sifat mampu las (weldability) yang baik.
Penambahan Mn mengurangi laju difusi sehingga transformasi dari austenit ke ferit-perlit
berjalan lambat sehingga diagram T-T-T pada baja mangan bergeser ke kanan seperti terlihat
pada gambar 1.31. di bawah. Sebagai akibatnya, hardenability baja mangan lebih tinggi
daripada baja karbon.
Gambar 1.31. Diagram T-T-T untuk baja AISI 1340
Mangan dapat memperhalus perlit sehingga kekuatan tarik baja Mn meningkat seperti pada
gambar 1.32. di bawah.
Gambar 1.32. Struktur mikro baja AISI 1340 (0,40 %C dan 1,74 %Mn)
Pengaruh Mn terhadap kekuatan baja dapat dikelompokkan menjadi 3 cara yaitu :
1. pengerasan larutan padat (hardening solid solution)
2. penghalusan butir (grain size refinement)
3. peningkatan jumlah perlit
Baja Krom
Penambahan chromium (Cr) dapat meningkatkan hardenability, kekuatan tarik dan ketahanan
aus. Unsur Cr merupakan penstabil ferit karena struktur kristalnya berupa bcc. Unsur Cr
merupakan pembentuk karbid dan karena persentase Cr pada baja paduan kurang dar 2 %
maka atom-atom Cr akan mengganti atom Fe dalam Fe
3
C menjadi karbid dalam bentuk
senyawa kompleks (Fe,Cr)3C. Karbid ini menyebabkan baja horn menjadi keras dan
keausannya tinggi jika berbentuk partikel halus dan tersebar merata pada matriks ferit.
Baja Nikel-Krom-Molybdenum
Baja paduan ini mengandung 1,8 %Ni, 0,5-0,8 %Cr dan 0,20 %Mo yang merupakan paduan
seri 43xx. Kombinasi Ni dan Cr akan menghasilkan baja dengan batas elastis tinggi,
hardenability yang tinggi disertai dengan ketangguhan dan ketahanan lelah yang baik.
Selanjutnya penambahan 0,2 %Mo meningkatkan hardenability dan mengurangi resikco
penggetasan saat tempering. Diagram CCT untuk baja paduan ini misal paduan 4340 seperti
terlihat pada gambar 1.33. di bawah.
Gambar 1.33. Diagram CCT untuk baja 4340
Pengaruh Mn terhadap kekuatan baja dapat dikelompokkan menjadi 3 cara yaitu :
1. pengerasan larutan padat (hardening solid solution)
2. penghalusan butir (grain size refinement)
3. peningkatan jumlah perlit
Baja Krom
Penambahan chromium (Cr) dapat meningkatkan hardenability, kekuatan tarik dan ketahanan
aus. Unsur Cr merupakan penstabil ferit karena struktur kristalnya berupa bcc. Unsur Cr
merupakan pembentuk karbid dan karena persentase Cr pada baja paduan kurang dar 2 %
maka atom-atom Cr akan mengganti atom Fe dalam Fe
3
C menjadi karbid dalam bentuk
senyawa kompleks (Fe,Cr)3C. Karbid ini menyebabkan baja horn menjadi keras dan
keausannya tinggi jika berbentuk partikel halus dan tersebar merata pada matriks ferit.
Baja Nikel-Krom-Molybdenum
Baja paduan ini mengandung 1,8 %Ni, 0,5-0,8 %Cr dan 0,20 %Mo yang merupakan paduan
seri 43xx. Kombinasi Ni dan Cr akan menghasilkan baja dengan batas elastis tinggi,
hardenability yang tinggi disertai dengan ketangguhan dan ketahanan lelah yang baik.
Selanjutnya penambahan 0,2 %Mo meningkatkan hardenability dan mengurangi resikco
penggetasan saat tempering. Diagram CCT untuk baja paduan ini misal paduan 4340 seperti
terlihat pada gambar 1.33. di bawah.
Gambar 1.33. Diagram CCT untuk baja 4340
Pengaruh Mn terhadap kekuatan baja dapat dikelompokkan menjadi 3 cara yaitu :
1. pengerasan larutan padat (hardening solid solution)
2. penghalusan butir (grain size refinement)
3. peningkatan jumlah perlit
Baja Krom
Penambahan chromium (Cr) dapat meningkatkan hardenability, kekuatan tarik dan ketahanan
aus. Unsur Cr merupakan penstabil ferit karena struktur kristalnya berupa bcc. Unsur Cr
merupakan pembentuk karbid dan karena persentase Cr pada baja paduan kurang dar 2 %
maka atom-atom Cr akan mengganti atom Fe dalam Fe
3
C menjadi karbid dalam bentuk
senyawa kompleks (Fe,Cr)3C. Karbid ini menyebabkan baja horn menjadi keras dan
keausannya tinggi jika berbentuk partikel halus dan tersebar merata pada matriks ferit.
Baja Nikel-Krom-Molybdenum
Baja paduan ini mengandung 1,8 %Ni, 0,5-0,8 %Cr dan 0,20 %Mo yang merupakan paduan
seri 43xx. Kombinasi Ni dan Cr akan menghasilkan baja dengan batas elastis tinggi,
hardenability yang tinggi disertai dengan ketangguhan dan ketahanan lelah yang baik.
Selanjutnya penambahan 0,2 %Mo meningkatkan hardenability dan mengurangi resikco
penggetasan saat tempering. Diagram CCT untuk baja paduan ini misal paduan 4340 seperti
terlihat pada gambar 1.33. di bawah.
Gambar 1.33. Diagram CCT untuk baja 4340
Kombinasi Ni-Cr-Mo menghambat transformasi dari austenit ke perlit sehingga transformasi
terjadi dalam waktu yang lama. Struktur mikro yang terbentuk pada pendinginan udara dari
suhu austenit akan menghasilkan struktur mikro berupa bainit karena adanya keterlambatan
transformasi.
Perlakuan Thermomekanik pada Baja Paduan
Perlakuan thermomekanik merupakan gabungan antara proses perlakuan panas
dengan dformasi untuk mendapatkan struktur mikro yang halus, misal pengerolan
panas (hot rolling) seperti pada gambar 1.34. di bawah.
Gambar 1.34. Proses thermomekanik
Proses thermomekanik dilakukan dengan cara memanaskan baja pada suhu antara
1200 1300
C sehingga
besi cor mudah dituang. Senyawa Fe
3
C pada besi cor bersifat metastable sehingga
akan mengalami penguraian sbb. :
Fe3C -ferit + C (grafit)
Reaksi grafitisasi (graphitization) di atas tergantung pada komposisi dan laju
pendinginan. Pembentukan grafit dilakukan dengan cara memberikan silikon (Si) lebih
dari 1 % dan laju pendinginan saat solidifikasi dibuat lambat. Besi cor dibedakan
menjadi :
1. Besi Cor kelabu (Gray Cat Iron)
Komposisi kimia besi cor kelabu adalah kadar C : 2,5-4,0 % dan Si : 1,0-3,0 %.
Bentuk grafit memanjang seperti corn flake dikelilingi matriks berupa ferit atau perlit.
Retak lebih mudah terjadi pada grafit dibanding matriksnya karena grafit bersifat
keras dan getas. Besi cor kelabu dapat meredam getaran sehingga banyak
digunakan pada mesin atau struktur yang mengalami getaran.
2. Besi Cor Nodular
Besi cor ini mempunyai grafit bulat yang dikelilingi ferit atau perlit. Grafit bentuk bulat
ini disebabkan adanya penambahan magnesium (Mg) atau cerium (Ce). Besi cor
nodular leb ulet dan kuat dibanding besi cor kelabu sehingga banyak digunakan
untuk katup (valve), rumah pompa (casing), roda gigi (gear), poros engkol (crank
shaft).
3. Besi Cor Putih (White Cast Iron) dan Maleabel (Malleable)
Kadar Si dalam besi cor putih kurang dari 1 % dan karena proses pendinginan
selama solidifikasi relatif cepat maka C berada dalam bentuk cementite (Fe
3
C)
sehingga tampak
berwarna putih. Besi cor putih biasanya hanya merupakan produk antara karena terlalu
keras dan tidak bisa dimesin. Pemanasan besi cor putih pada suhu 800-900
C pada
waktu yang lama menyebabkan terurainya Fe
3
C menjadi grafit yang berbentuk rosette
dengan matriks ferit atau perlit. Besi cor dengan struktur mikro ini dinamakan besi cor
maleabel dan bersifat ulet dengan kekuatan tinggi.
Gambar 1.43. Struktur mikro : (a) besi cor kelabu, (b) besi cor nodular
(c) besi cor putih dan (d) besi cor maleabel