You are on page 1of 38

PADA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN LANSIA DENGAN MASALAH SISTEM

PERNAFASAN

KEPERAWATAN GERONTIK
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN LANSIA
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN










Kelompok 3:
1. Binur Tuasikal
2. Citra Arthana
3. Rindi Ajeng Putrie
4. Ulya Nuraini

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES JAYAKARTA
PKP DKI JAKARTA



2011
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Gerontik ini dengan
judul Asuhan Keperawatan Klien Lansia Dengan Gangguan Pernafasan.
Makalah ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat penilaian Mata Ajar
Keperawatan Gerontik di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jayakarta di Jakarta, penulis berharap
semoga Makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ibu Teti Rahmawati, S.Kp selaku koordinator Mata Ajar Keperawatan Gerontik.
2. Ibu Eddy Rosfiati, Skp selaku pembimbing dalam penulisan Makalah ini.
3. Rekan-rekan satu tim, yang telah bekerja sama guna terwujud dan terselesaikannya
penulisan Makalah ini.
4. Kedua orang tua, yang tak henti-hentinya memberikan semangat, doa dan bantuan baik
moril dan materil.
5. Seluruh teman-teman yang ikut memberikan saran dan kritikan sehingga dapat menjadi
pertimbangan dan pembahasan.
6. Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
pembuatan Makalah ini.
Penulis masih menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun
bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
menyempurnakan Makalah ini dimasa yang akan datang.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat membawa manfaat bagi penulis
sendiri dan para pembaca sekalian.

Jakarta, 29 Oktober 2011


Penulis
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................
B. Tujuan Penulisan................................................................................................
1. Tujuan Umum ................................................................................................
2. Tujuan Khusus ...............................................................................................
C. Ruang Lingkup Penulisan ..................................................................................
D. Metode Penulisan ..............................................................................................
E. Sistematika Penulisan ........................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Proses Penuaan Pada Sistem Pernafasan
1. Pengertian Proses Penuaan ..............................................................................
2. Fungsi Normal Sistem Pernafasan ....................................................................
3. Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi Pada Lansia
..................................................................................................................
4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan Fungsi
dan Struktur Tubuh ..............................................................
B. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian ..........................................................................................................
2. Etiologi ...............................................................................................................
3. Tanda Dan Gejala ..............................................................................................
4. Manifestasi Klinis ...............................................................................................
5. Komplikasi ..........................................................................................................
6. Penatalaksanaan Medis .....................................................................................

BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian .........................................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan.......................................................................................
C. Perencanaan ......................................................................................................
D. Implementasi Keperawatan ................................................................................
E. Evaluasi Keperawatan .......................................................................................

BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................................
B. Saran ..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat memberikan dampak yang sangat luas bagi
masyarakat. Dampak yang timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit-penyakit
infeksi menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler) meningkat.
Dampak lainnya ialah usaha harapan hidup menjadi lebih meninggi dan jumlah anggota
masyarakat yang berusia lanjut lebih banya(Mangunegoro,1992 www.sampoerna.blogspot.com).
Salah satu organ tubuh yang mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat bertambahnya
usia seseorang adalah sistem pernafasan.
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua(menjadi tua) adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memeperbaiki
diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes,
1994www.sampoerna.blogspot.com).
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul pula penyakit-
penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-penyakit yang diderita kelompok usia
lanjut merupakan kelanjutan penyakit yang diderita sejak umur muda, akibat dari gejala sisa
penyakit yang pernah diderita sebelumnya, penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu di masa
lalu (misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya danpenyakit-penyakit yang
mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-penyakit paru yang diderita kelompok usia lanjut juga
mengikuti pola penyebab atau kejadian
tersebut (Mangunegoro, 1992 www.sampoerna.blogspot.com).
Menurut data yang ada, infeksi saluran napas bagian bawah akut dan tuberkulosis paru masih
menduduki lima penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat (Boedhi-Darmojo, 1992;
DepKes RI/SKRT tahun 1980, 1986, 1992).



B. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa memahami asuhan
keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pernafasan

2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini antara lain, yaitu untuk memahami:
a. Pengertian lansia.
b. Pengertian proses penuaan (proces ageing).
c. Fungsi normal dari sistem pernafasan pada manusia.
d. Perubahan struktur dan fungsi sistem pernafasan yang terjadi pada lansia.
e. Perubahan psikososial dan spiritual yang dialami lansia akibat adanya perubahan struktur
dan fungsi sistem pernafasan.
f. Konsep dasar dari penyakit TBC yang mencakup mengenai pengertian, penyebab, tanda
dan gejala, komplikasi dan penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan.
g. Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada lansia dengan masalah perubahan sistem
pernafasan khususnya dengan penyakit TBC.

H. Ruang Lingkup Penulisan
Penyusunan makalah ini hanya membahas tentang perubahan struktur dan fungsi sistem
pernafasan pada lansia, konsep dasar dari penyakit pada sistem pernafasan yang terjadi pada
lansia (penyakit TBC) dan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan.

I. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan dan
menjelaskan perubahan struktur dan fungsi pada sistem pernafasan, konsep dasar dari penyakit
sistem pernafasan (penyakit TBC) dan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada lansia
dengan gangguan sistem pernafasan. Penulisan makalah ini bersifat kepustakaan untuk
mendapatkan informasi dan data yang diperlukan dalam menyusun makalah ini. Adapun teknik
yang penulis gunakan adalah studi pustaka dan pencariaan informasi dari internet. Hasilnya
digunakan untuk membantu penulisan makalah ini serta untuk mendapatkan data-data sebagai
sumber resensi penulis dan juga hasil dari diskusi kelompok yang dapat disajikan dalam bentuk
makalah.

J. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam penulisan ini terdiri dari empat bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Ruang Lingkup Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Proses Penuaan Pada Sistem Pernafasan
1. Pengertian Proses Penuaan
2. Fungsi Normal Sistem Pernafasan
3. Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi Pada Lansia
4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan Fungsi
dan Struktur Tubuh
B. Konsep Dasar Penyakit
7. Pengertian
8. Etiologi
9. Tanda Dan Gejala
10. Manifestasi Klinis
11. Komplikasi
12. Penatalaksanaan Medis

BAB III TINJAUAN KASUS
F. Pengkajian
G. Diagnosa Keperawatan
H. Perencanaan
I. Implementasi Keperawatan
J. Evaluasi Keperawatan

BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA










BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Proses Penuaan Pada Sistem Pernafasan
Lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Menurut Bernice Neugarten
(1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas
dengan keberhasilannya. Sedangkan menurut (Prayitno dalam Aryo (2002) dalam
bukuKeperawatan Gerontik edisi 2) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan
lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak
berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok kehidupannya sehari-hari.
Pada Lansia, menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki dari atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di
derita (Nugroho, 2000 dalam buku Keperawatan Gerontik edisi 2)
Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah disebabkan oleh proses
menua dan bukan disebabkan oleh penyakit yang menyertai proses menua, ada 4 kriteria yang
harusdipenuhi (Widjayakusumah, 1992. R Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999):
1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya umum
terjadi pada setiap orang.
2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi sel dan
jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh faktor luar.
3. Proses menua terjadi secara progresif, berkelanjutan, berangsur lambat dan tidak dapat
berbalik lagi.
4. Proses menua bersifat proses kemunduran atau kerusakan (injury).
B. Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi Pada Lansia
Adapun bagian yang mengalami perubahan adalah:
1. Dinding dada: tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-tulang rawan mengalami
osifikasi.
2. Otot-otot pernafasan: mengalami kelemahan akibat atrofi.
3. Saluran nafas: akibat kelemahan otot berkurangnya jaringan elastis bronkus dan alveoli
menyebabkan lumen bronkus mengecil, cincin-cincin tulang rawan bronkus mengalami
pengapuran.
4. Struktur jaringan parenkim paru: bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus membesar
secara progeseif terjadi emfisema senilis.
C. Perubahan-perubahan fisilogik sistem pernafasan
1. Gerak pernafasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun rongga dada akan
merubah mekanika pernafasan,amplitudo pernafasan menjadi dangkal sehingga akan timbul
keluhan sesak bernafas.
2. Distribusi gas: perubahan struktur anatomik saluran gas akan menimbulkan penumpukan
udara dalam alveolus (air traping) ataupun gangguan pendistribusian oksigen.
3. Volume dan kapasitas paru menurun.
4. Gangguan transport gas: pada usia lanjut terjadi penurunan PaO
2
secara bertahap, yang
penyebabnya terutama disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Selain itu
diketahui bahwa pengambilan O
2
dalam darah dari alveoli (difusi) dan transport O
2
ke jaringan-
jaringan berkurang, terutama saat melakukan olahraga.
5. Gangguan perubahan ventilasi paru: akibat adanya penurunan kepekaan kemoreseptor
perifer, kemoreseptor sentral ataupun pusat-pusat pernafasan pada medulla oblongata dan pons.
Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir seluruh susunan
anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ.
D. Perubahan Anatomik Sistem Pernafasan
Menurut Stanley, 2006 dalam buku Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, mengatakan
bahwa perubahan anatomi yang terjadi pada sistem respiratory akibat penuaan sebagai berikut:
a) Paru-paru kecil dan kendur.
b) Hilangnya recoil elastic.
c) Pembesaran alveoli.
d) Penurunan kapasitas vital: penurunan PaO
2
dan residu.
e) Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
f) Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan.
g) Hilangnya tonus otot thoraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
h) Kelenjar mucus kurang produktif.
i) Penurunan sensitivitas sfingter esophagus.
j) Penurunan sensitivitas kemoreseptor.

B. Perubahan Fisiologis Sistem Pernafasan
Proses penuaan menyebabkan beberapa perubahan struktural dan fungsional pada thoraks dan
paru-paru. Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara lingkungan eksternal dan darah. Pada lansia ditemukan alveoli menjadi
kurang elastis dan lebih berserabut serta berisi kapiler-kapiler yang kurang berfungsi, sehingga
kapasitas penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru-paru untuk oksigen tidak dapat
memenuhi permintaan tubuh. Daya pegas paru-paru berkurang, sehingga secara normal menahan
thoraks sedikit pada posisi terkontraksi disertai dengan penurunan kekuatan otot rangka pada
toraks dan diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku dan otot pernapasan menjadi lemah,
maka menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk efektif menurun. Dekalsifikasi iga dan
peningkatan kalsifikasi dari kartilago kostal juga terjadi. Membran mukosa lebih kering,
sehingga menghalangi pembuangan sekret dan menciptakan resiko tinggi terhadap infeksi
pernapasan. (Maryam, 2008 www.JrPatrickGaskinsBlogger.com).
Sedangkan menurut Stokslager, 2003 dalam buku Fisiologi Manusia dan Mekanisme
Penyakit perubahan fisiologis pada sistem pernapasan sebagai berikut:
a. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus.
b. Atrofi umum tonsil.
c. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua.
d. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan metabolisme kalsium
dan kartilago iga.
e. Kekakuan paru: penurunan jumlah dan ukuran alveolus.
f. Kiposis.
g. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan.
h. Penurunan kapasitas difusi.
i. Penurunan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi: penurunan kapasitas vital.
j. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan kemampuan recoil elastis paru dan
peningkatan kapasitas residual.
k. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas) yang mengakibatkan
penurunan area permukaan untuk pertukaran gas dan pertukaran tekanan oksigen.
l. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5%.
m. Penurunan cairan respiratorik sekitar 30%, peninggian resiko infeksi paru dan sumbat
mukus.
n. Toleransi rendah terhadap oksigen.

C. Perubahan Fisik Sistem Pernafasan Pada Lansia
a) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi berkurang,
sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
b) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial terjadi
penumpukan sekret.
c) Penurunan aktivitas paru (mengembang dan mengempisnya) sehingga jumlah udara
pernafasan yang masuk ke paru mengalami penurunan, jika pada pernafasan yang tenang kira-
kira 500 ml.
d) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan normal 50 m),
menyebabkan terganggunya proses difusi.
e) Penurunan oksigen (O
2
) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu proses oksigenasi dari
hemoglobin, sehingga O
2
tidak terangkut semua ke jaringan.
f) CO
2
pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O
2
dalam arteri juga menurun yang lama-
kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
g) Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret dan corpus alium dari saluran
nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.

4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan Fungsi
dan Struktur Tubuh
4.1 Perubahan-perubahan Psikososial

B. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang
dan nodus limfe (Brunner & Suddarth, 2002 hal.584).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang di sebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberkulosis), sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya (www.infeksi.com).
Tuberkulosis paru adalah Penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis, yakni
kuman aerob yang dapat menyerang semua sistem tubuh, yang mengenai paru (Dr. Med. Ahmad
Ramali, Dkk, 1992 :306 www.erfansyah.blogspot.com).
TB Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium tuberkulosa tipe
humanus (jarang oleh tipe M. Bovinus).TB paru merupakan penyakit infeksi penting saluran
napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa tersebut masuk kedalam jaringan paru
melalui saluran napas (droplet infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer. Selanjutnya
menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer
kompleks atau ranke (Muhammad Amin, Ilmu penyakit paru). TB paru adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.

2. Etiologi
Penyebabnya adalah kuman mycobacterium tuberculosa. Sejenis kuman yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam
lemak (lipid). Lipid ini adalah yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan
dalam lemari es).
2.1 Yang tergolong yang tergolong dalam kuman mycobacterium tuberculosae complex adalah:
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. Bovis
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.

2.2 Kelompok kuman Mycobacterium tuberculosae dan Mycobacteria Other Than TB (MOTT)
atypical adalah:
1. M. Kansaii
2. M. Avium
3. M. intra cellulare
4. M. Scrofulaceum
5. M. Malmacerse
6. M. Xenopi

3. Tanda Dan Gejala
Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit TB Paru, antara lain:
a) Batuk disertai dahak lebih dari 3 minggu.
b) Sesak napas dan nyeri dada.
c) Badan lemah, kurang enak badan.
d) Berkeringat pada malam hari walau tanpa kegiatan berat badan menurun.
(Penyakit infeksi TB paru dan ekstra paru, Misnadiarly).

3.1 Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah:
1. Keadaan postur tubuh klien yang tampak terangkat kedua bahunya.
2. BB klien biasanya menurun: agak kurus.
3. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41 C.
4. Batuk lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
5. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
6. Sesak nafas.
7. Nyeri dada.
8. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada malam
hari).
4. Manifestasi Klinik
Sebagian besar tuberkulosis paru didiagnosa berdasarkan adanya keluhan penderita yang
merasakan kurang enak badan. Biasaya keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat
bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali.
Adapun keluhan yang tersering terjadi adalah :
a. Demam (panas)
Demam ini mungkin hanya sedikit peningkatan suhu tubuh pada malam hari. Biasanya subfebris
menyerupai demam influenza, tapi kadang-kadang panas dapat mencapai 40-41
0
C. Serangan
demam ini sifatnya hilang timbul yang berlangsung terus-menerus sehingga penderita tidak
pernah merasa terbebas dari demam ini. Hal ini juga tergantung dari daya tahan tubuh penderita
dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis.
b. Batuk dan sputum
Gejala batuk ini banyak ditemukan. Hal ini terjadi karena adanya iritasi pada bronchus yang
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Batuk ini timbul setelah penyakit
telah berkembang dalam jaringan paru setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermual. Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah
timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum) keadaan yang lebih lanjut dapat
terjadi batuk darah (hemaptoe) karena terdapatnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas
Sesak nafas yang terjadi pada tuberkulosis berkaitan dengan penyakit yang sudah terjadi infiltrasi
yang luas di dalam paru atau telah terjadi komplikasi beripa efusi pleura. Sesak nafas akan akan
ditemukan pada penyakit tuberkulosis yang sudah lanjut.
d. Nyeri dada
Nyeri dada merupakan keluhan yang jarang dijumpai pada penderita tuberkulosis. Bila dijumpai
kadang bersifat nyeri tumpul dan rasa nyeri kadang dirasakan berat pada waktu mengambil nafas
(inspirasi), rasa nyeri ini juga berkaitan dengan tegangnya otot pada saat penderita batuk nyeri
ini juga timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun, Gejala malaise sering ditemukan berupa:
anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot,
keringat malam. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul.

Beberapa gambaran klinis yang telah disebutkan diatas merupakan gejala-gejala yang mengarah
ke diagnosis tuberkulosis. Akan tetapi gejala itu tidak jelas. Satu-satunya cara untuk
memastikannya yaitu dengan pengujian sputum untuk mencari kuman tuberkulosis pada individu
yang menderita batuk (DR. Dr. Soeparman, 1994:715, www.ebookyuflihulkhair.blogspot.com).
Tuberkulosis juga dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tidak biasa
dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan penurunan berat badan. (Brunner &
Suddarth-2002 hal. 585).

5. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru jika tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi di bagi atas 2 yaitu:
5.1 Komplikasi dini
1. Pleurtis
2. Efusi pleura
3. Empiema
4. Laringitis
5. Menjalar ke organ lain yaitu usus

5.2 Komplikasi lanjut
1. Obstruksi jalan nafas-SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
2. Kerusakan parenkim berat-fibrosis paru, kor pulmonal
3. Amioloidosis
4. Karsinoma paru
5. Syndrom gagal nafas dewasa (ARDS)
(Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jili II, 2003 hal.829)

6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu:
1. Fase Intensif (2-3 bulan).
2. Fase Lanjutan (4-7 bulan).

Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin
dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kulnolon, Makvolide, dan
Amoksilin ditambah dengan asam klavulanat, derivat rifampisin atau INH.
Tuberculosis paru diobati karena agens kemotherapi (agen anti tuberkulosis) selama periode 6
sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampicin (RIF),
streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirazinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin,
etionamid, natirum para-aminosalisilat, amikasin dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua.
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu berkembang di
seluruh dunia. Meski TB yang resisten terhadap obat telah teridentifikasi sejak tahun 1950,
insiden dari resisten banyak obat telah menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat
harus dipertimbangkan ketika merencanakan terapi efektif:
a. Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens tuberculosis garis depan pada
individu yang sebelumnya belum mendapatkan pengobatan.
b. Resiten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens anti
tuberculosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.
c. Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja, INH dan RIF
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberculosis yang baru didiagnosa adalah
regimen pengobatan beragam termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan, dengan INH dan RIF
dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).
Sekarang ini, setiap agens di buat dalam pil terpisah. Pil anti tuberculosis baru three in-one yang
terdiri atas INH, RIF dan PZA telah dikembangkan, yang akan memberikan dampak besar dalam
meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Pada awalnya etambutol dan
streptomycin disertakan dalam terapi awal sampai sampai pemeriksaan resisten obat didapatkan.
Regimen pengobatan, bagaimanapun tetap dilanjutkan selama 12 bulan.
Individu akan dipertimbangkan non infeksius setelah menjalani 2 sampai 3 minggu terapi obat
kontinu. Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan preventif bagi mereka yang
diketahui beresiko terhadap penyakit signifikan, sebagai contoh, anggota keluarga dari pasien
yang berpenyakit aktif.
Regimen pengobatan profilaktik ini mencakup penggunaan dosis harian INH selama 6 sampai 12
bulan. Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan piridoksin (vitamin B6).
Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin di pantau setiap bulan (Brunner &
Suddarth, 2002 hal. 586-587).
Panduan OAT di Indonesia WHO dan IULTD (Intrenational Union Against Tubercolosis and
Lung Diase) merekomendasikan panduan OAT standar, yaitu:
1. Kategori-1
Tahap intensif terdiri dari Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E).
Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan
dengan tahap lanjutan yag terdiri dari Inosiasid (H) dan Rifampicin (R), diberikan dalam tiga kali
dalam seminggu selama empat bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
Penderita baru TBC Paru BTA Positif
Penderita TBC Paru BTA negative, Rontgen Positif yang sakit berat
Penderita TBC Ekstra Paru berat
2. Kategori-2
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Inosiasid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di UPK.
Dilanjutkan 1 bulan dengan Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E)
setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga
kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita
selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk:
Penderita kambuh (relaps)
Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
3. Kategori-3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan
tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini
diberikan untuk:
Penderita paru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan.
Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa
unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
OAT sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan.

6.1 Efek samping dari obat-obatan TBC:
Nama obat dan Efek samping
1. Rifampisin
Sindrom flu: demam, muntah, mual, diare, kulit gatal dan merah SGOT/SGPT meningkat
(gangguan hati).
2. INH
1. Nyeri syaraf
2. Hepatitis (radang hati)
3. Alergi, demam, ruam kulit
4. Pyrazinamid: muntah, mual, diare
5. Kulit merah dan gatal
6. Kadar asam urat meningkat
7. Gangguan fungsi hati
3. Streptomisin
Alergi, demam, ruam kulit, kerusakan vestibuler, vertigo (pusing) dan kerusakan pendengaran.
4. Ethambutol
Gangguan syaraf mata.

6.2 Pembedahan pada TB paru
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang. Indikasi pembedahan
dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relative.
6.2.1 Indikasi mutlak pembedahan adalah:
1. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif.
2. Pasien batuk darah pasien tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
3. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi dengan secara
konservatif.

6.2.2 Indikasi relative pembedahan, yaitu:
1. Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang.
2. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.
3. Sisa kavitas yang menetap.
(Kapita selekta kedokteran jilid II, 2001 hal. 474)

6.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur sputum: positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Neelsen: (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif
untuk basil asam cepat.
3. Test kulit: (PPD, Mantoux, potongan vollmer), reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48
72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti
body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax: dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi
sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area
fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster: urine dan cairan serebrospinal,
biopsi kulit) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru: positif untuk granula TB, adanya sel raksasa menunjukan
nekrosis.
8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi, ex: Hyponaremia,
karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung
lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim atau fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB
paru kronis luas).
6.4 Penatalaksanaan
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:
1. Jangka Pendek
Dengan tata cara pengobatan: setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan.
o Streptomisin inj 750 mg.
o Pas 10 mg.
o Ethambutol 1000 mg.
o Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2x
seminggu, selama 13-18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis:
o INH.
o Rifampicin.
o Ethambutol.
Dengan fase selama 2x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan
sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat:
o Rifampicin.
o Isoniazid (INH).
o Ethambutol.
o Pyridoxin (B6).













BAB III
TINJAUAN KASUS

Kasus
Tn. A (62 th), datang ke rumah sakit dengan mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3 minggu
mengalami batuk disertai dahak dan darah, sesak napas dan nyeri dada. Klien juga mengatakan
bahwa setiap malam klien selalu berkeringat walaupun klien tidak melakukan kegiatan yang
berat dan mengalami demam. Klien mengatakan tidak nafsu makan sehingga klien mengalami
penurunan berat badan dari 57 kg menjadi 47 kg. Klien terlihat lemah, lemas dan keadaan postur
tubuh klien yang tampak terangkat kedua bahunya. Klien terlihat agak kurus. Saat dilakukan
pengkajian didapatkan TD: 110/60 mmHg, Suhu 39 C, RR : 27 x/menit, N : 107 x/menit. Saat
di auskultasi terdengar suara Ronchi (+), BB : 46 kg, TB : 157 cm, konjungtiva klien terlihat
pucat, mukosa bibir telihat pucat, Leukosit : 11.000 mg/dL. Klien bertanya kepada perawat
mengapa keluhan-keluhan yang ia rasakan tidak kunjung menghilang dan apa yang
menyebabkan klien seperti itu.

A. Pengkajian
Proses keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah
klien secara bertanggung jawab dan berkesinambungan dengan didasari atas prinsip-prinsip
ilmiah yang memandang klien secara menusia yang utuh (holistik) yaitu Bio, Psiko, Sosial, dan
Spritual. Penerapan proses keperawatan terhadap klien ini terdiri dari empat langkah yaitu:
pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Pada klien dengan TB paru data yang dapat dikumpulkan meliputi:
1. Riwayat kesehatan keperawatan
2. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien sebelumnya pernah menderita sakit seperti ini atau pernah kontak dengan
penderita tuberkulosis, tidak dapat imunisasi BCG dan mempunyai riwayat status gizi yang
kurang baik.



3. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengalami batuk disertai dengan demam, sesak nafas, sakit didaerah sekitar
dada, lelah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan serta sering berkeringat pada malam hari.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Karena penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang dapat ditularkan melalui
inhalasi, kemungkinan salah seorang dari keluarga pernah menderita penyakit TB paru.

Pengkajian perawatan pada klien dengan tuberculosis paru antara lain difokuskan pada:
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala:
Kelelahan umum dan kelemahan.
Nafas pendek karena bekerja.
Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau
berkeringat.
Mimpi buruk.
Tanda :
Takhikardi, takipneu atau dispneu pada kerja.
Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).

2. Integritas Ego
Gejala :
Adanya faktor stres lama.
Masalah keuangan, rumah.
Perasaan tak berdaya atau tak ada harapan.
Populasi budaya.

Tanda :
Menyangkal (khususnya selama tahap dini).
Anxietas, ketakutan dan mudah tersinggung.

3. Makanan dan cairan
Gejala :
Anorexia.
Tidak dapat mencerna makanan.
Penurunan BB.

Tanda :
Turgor kulit buruk.
Kehilangan lemak subkutan pada otot.

4. Pernafasan
Gejala :
Batuk produktif atau tidak produktif.
Nafas pendek.
Riwayat tuberkulosis atau terpajan pada individu yang terinfeksi.

Tanda :
Peningkatan frekuensi nafas.
Pengembangan pernafasan tak simetris.
Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau
unilateral (efusi pleura atau pneumothorax) bunyi nafas tubuler atau bisikan pektoral diatas lesi
luas, krekels tercatat diatas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels-
posttusic).
Karakteristik sputum: hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata dan perubahan mental (tahap lanjut).




5. Nyeri dan kenyamanan
Gejala:
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda:
Berhati-hati pada area yang sakit.
Perilaku distraksi dan gelisah.

6. Keamanan
Gejala:
Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)

Tanda:
Demam rendah atau sakit panas akut.

7. Interaksi sosial
Gejala:
Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular.
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.

8. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala:
Riwayat keluarga TB.
Ketidakmampuan umum atau status kesehatan buruk.
Gagal untuk membaik atau kambuhnya TB.
Tidak berpartisipasi dalam terapi.





Pengkajian Psikososial
Adapun pengkajian psikososial yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan berpengaruh terhadap
fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stres.
2. Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan
hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau ketidakmampuan.
3. Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien terhadap
masalah stres psikososial dan mencari jalan keluarnya.


FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK

A. Data Biografi
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Surabaya, 21 Januari 1949
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Status perkawinan : Duda
Tinggi badan atau berat badan : 157 cm, 46 kg
Penampilan umum : Cukup baik, tubuh kurus, lemah
Alamat : Jl. Makmur Penganten Ali Jakarta Timur
Orang yang mudah dihubungi : Ibu R
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat dan telepon : Jl. Makmur Penganten Ali Jakarta Timur
08567891204
Diagnosa medis : TB Paru



B. Riwayat Keluarga
Genogram:














Ket:
: Laki-laki



: Perempuan
: Klien
X : Meninggal

C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Pensiun
Pekerjaan sebelumnya : Pekerja pabrik asbes





Sumber-sumber pendapatan : Dari hasil pemberian anak
Kecukupan terhadap kebutuhan : Cukup terpenuhi

D. Riwayat Lingkungan Hidup
Klien tinggal di rumah pribadi anaknya bersama anaknya, menantunya dan juga 3 orang
cucunya. Jumlah kamar dalam rumah tersebut berjumlah 4 kamar, kondisi kamar cukup baik,
peralatan tertata rapi, kondisi tempat tidur cukup baik. Namun pertukaran udara dan cahaya
matahari dalam kamar Tn.A kurang. Tingkat kenyamanan dan privacy klien cukup terjamin.
Tetangga Tn.A yang terdekat dari rumahnya ialah Ibu S
E. Riwayat Rekreasi
Klien memiliki hobi membaca koran dan membuat kaligrafi. Klien mengatakan pernah menjadi
anggota pengurus RT dan masjid di dekat rumahnya. Klien juga mengatakan ia dan keluarganya
sering melakukan perjalanan rekreasi ke daerah pegunungan dan pantai. Klien mengatakan
sangat senang ketika dirinya berekreasi bersama keluarga karena denga begitu klien merasa
masih diperhatikan dan dihargai oleh keluarganya.

F. Sistem Pendukung
Di dekat rumah klien terdapat seorang dokter yang memang kenal dengan keluarga klien.
Terkadang keluarga klien meminta tolong kepada dokter tersebut untuk memeriksa kondisi
Tn.A. adapun jarak rumah dokter tersebut dengan rumah klien hanya berjarak 5 km. Rumah
klien tidak jauh dr R.S Pasar Rebo yang berjarak sekitar 500 km dari rumahnya. Selain itu juga
terdapat klinik Sejahtera di dekat rumah klien yang berjarak sekitar 50 km. Keluarga masih
kurang memperhatikan kondisi klien dikarenakan kesibukan mereka bekerja di luar rumah.
Namun keluarga tetap membantu mengawasi kesehatan klien.

G. Diskripsi Kekhususan
Biasanya klien melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allah yang beragama islam, klien
melaksanakan sholat lima waktu secara rutin dan mengaji atau terkadang muhasabah diri untuk
menghilangkan pikiran-pikiran negatifnya dan untuk membantu menenangkan dirinya akibat dari
respon stres yang ditimbulkan karena penyakit yang klien derita.

H. Status Kesehatan
Klien mengatakan pernafasannya mulai mengalami penurunan dan gangguan-gangguan kurang
lebih 3 tahun yang lalu. Klien mengatakan tidak menderita penyakit lain, klien merasa dirinya
sehat-sehat saja. Namun klien mengalami sedikit gangguan pada pernafasannya, klien merasakan
batuk yang tak kunjung reda dan pula sesak nafas serta nyeri dada yang dirasakan sangat
mengganggu aktivitasnya.
Provokative/Paliative : Batuk disertai dahak dan terkadang juga darah, serta sesak nafas
dan nyeri dada.
Quality/Quantity : Batuk, sesak nafas dan nyeri dada dirasakan sangat
mengganggu aktivitasnya, dan sudah cukup lama klien mengalami keluhan-keluhan tersebut.
Region : Nyeri dada yang klien rasakan menyebar disekitar dada, nyeri
tersebut dirasakan setelah klien batuk-batuk dan juga disertai dengan sesak nafas.
Severity scale : Bila batuk, sesak nafas dan nyeri dada itu timbul klien
mengatakan sulit tidur.
Timming : ketika ada rangasan yang mempengaruhi pernafasan klien atau
setelah klien melakukan pekerjaan yang cukup berat danwaktu yang lama.
Obat-obatan : Dokter memberikan resep obat berupa obat batuk dan juga obat
untuk membantu mengurangi sesak dan nyeri dada serta memberikan expectorant untuk
memudahkan mengeluarkan lendir atau dahak klien yang diminum 3xsehari.
Status imunisasi : lengkap
Alergi (obat-obatan/makanan/faktor lingkungan) seperti debu dan cuaca yang tidak menentu.
Penyakit yang diderita : TB Paru

I. Aktivitas Hidup Sehari-hari (berdasarkan Indeks Katz, disimpulkan skore)
Aktifitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Melakukan eliminasi
Pergerakan
Kontrol terhadap eliminasi
Makan

Kemampuan perawatan diri:
Skor:
0 = mandiri, 1 = dibantu sebagian, 2 = perlu bantuan orang lain, 3 = perlu bantuan orang lain
dan alat, 4 = tergantung/ tidak mampu.

Bathing (mandi/personal hygiene) : Mandiri
Bantuan hanya satu bagian mandi (seperti punggung atau ekstremitas yang tidak mampu) atau
mandi sendiri sepenuhnya.

Dressing (berpakaian) : Mandiri
Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, mengancing atau mengikat pakaian.

Toileting (melakukan eliminasi) : Mandiri
Masuk dan keluar dari kamar kecil, membersihkan genitalia sendiri.

Transfering (pergerakan) : Mandiri
Berpindah ked an dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi sendiri.

Continence (kontrol terhadap eliminasi) : Mandiri
Berkemih dan defekasi seluruhnya dikontrol sendiri.

Feeding (makan) : Mandiri
Mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.

Psikologis
Persepsi klien terhadap penyakit cukup baik, karena klien merasa wajar karena umurnya
sudah tua.
Konsep diri klien baik, karena klien mampu memandang dirinya secara positif dan mau
bekerja sama dengan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan yang klien alami.
Emosi cukup baik (stabil).
Kemampuan adaptasi klien adaptasi klien cukup baik karena klien masih suka berkumpul
dengan teman-teman sebayanya disekitar rumah klien.
Mekanisme pertahanan diri : klien mengatakan senang tinggal di rumah anaknya
dibanding klien harus tinggal di panti, karena dengan tinggal di rumah anaknya tersebut klien
merasa masih diperhatikan, dihargai dan dicintai oleh keluarganya. Apabila ada masalah klien
melakukannya dengan cara pemecahan masalah yang sebelumnya dibicarakan dengan keluarga
klien.

J. Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem)
1. Keadaan umum : Kurang baik
TB : 157 cm
BB : 46 kg
2. Tingkat kesadaran : cukup baik (compos mentis)
3. Skala koma gaslow : baik (15)
4. Tanda-tanda vital
TD : TD : 110/60 mmHg
N : 107 x/menit
RR : 27 x/menit
S : 39 C
5. Sistem kardiovaskuler :
Inspeksi : keadaan umum terlihat baik.
Palpasi : tidak ada pelebaran pembuluh darah dan pembesaran jantung.
Perkusi : tidak ada suara redup, pekak atau suara abnormal lain.
Auskultasi : tekanan darah klien mengalami penurunan (hipotensi), nadi klien cepat.
6. Sistem pernafasan :
Inspeksi : dada kanan dan kiri terlihat simetris, pergerakan otot dada (+)
Palpasi : tidak ada perbesaran abnormal.
Perkusi : suara paru kanan dan kiri sama dan seimbang
Auskultasi : frekuensi nafas cepat, irama nafas cepat, bunyi nafas tidak normal saat di
auskultasi terdengar suara Ronchi (+).
7. Sistem integument : warna kulit normal, turgor kulit baik, (lecet, bercak, bengkak) pada
kulit tidak ada.
8. Sistem perkemihan : tidak ada masalah dalam sistem perkemihan, klien mengatakan biasa
BAK di kamarb mandi dengan frekuensi 3-4 x/hari dan ngompol (-).
9. Sistem muskuloskeletal : range of Motion : penuh, keseimbangan : stabil, menggenggam
(tangan kanan dan kiri) : lemah, kekuatan otot (kanan, kiri) : lemah, dan tidak ada kelainan
tulang.
10. Sistem endokrin : tidak ada masalah dalam sistem endokrin, klien mengatakan
tidak menderita kencing manis dan saat dilakukan palpasi tidak ada pembesaran kelenjar.
11. Sistem immune : tidak ada masalah dalam sistem immune, klien mengatakan klien di
imunisasi lengkap.
12. Sistem gastrointestinal : peristaltik usus ada tapi kurang terdengar atau kurang
terdeteksi. Klien mengatakan tidak nafsu makan sehingga klien mengalami penurunan berat
badan dari 57 kg menjadi 47 kg.
13. Sistem reproduksi : tidak ada masalah dalam sistem reproduksi.
14. Sistem persyarafan : tidak masalah dalam sistem persyarafan. Klien mengatakan status
mental klien baik, emosi klien stabil dan respon klien terhadap pembicaraan (+) dengan bicara
yang normal dan jelas serta interpretasi klien terhadap lawan bicara cukup baik. Keadaan mata
klien normal dan kemampuan pendengaran klien cukup baik.

K. Pemeriksaan Status Kognitif atau Afektif atau Sosial
1. Status kognitif atau afektif :
Short potable mental status questionaire (SPMSQ) : didapatkan skore 10, fungsi
intelektual klien utuh.
Mini mental state exam (MMSE) : didapatkan skore 25, aspek kognitif dari fungsi mental
klien dalam keadaan baik.
Inventaris depresi beck : didapatkan skore 3, pada keragu-raguan, kesulitan kerja dan
keletihan. Jadi tidak ada tanda-tanda depresi pada klien.
2. Status sosial :
Apgar keluarga : didapatkan skore 8, dimana fungsi sosial klie dalam keadaan normal.

L. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : melakukan pemeriksaan darah lengkap khususnya leukosit klien meningkat.
Radiologi : melakukan pemeriksaan rontgen dada untuk melihat perkijuan yang
ada pada paru-paru klien
EKG : -
USG : -
CT-Scan : -
Analisa Data

No. Data Masalah Penyebab
1. Ds :
Klien mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3
minggu mengalami batuk disertai dahak dan darah,
sesak napas dan nyeri dada.
Do :
TD : 110/60 mmHg
Suhu 39 C
RR : 27 x/menit
Bersihan jalan
napas tidak efektif.
Penumpukan
sekret kental
atau sekret
darah.
N : 107 x/menit.
Saat di auskultasi terdengar suara Ronchi (+).
2. Ds :
Klien mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3
minggu mengalami batuk disertai dahak dan darah,
sesak napas dan nyeri dada.

Do :
Klien terlihat lemah, lemas dan keadaan postur
tubuh klien yang tampak terangkat kedua bahunya.
TD : 110/60 mmHg
Suhu 39 C
RR : 27 x/menit
N : 107 x/menit.
Saat di auskultasi terdengar suara Ronchi (+).
Dt :
Nilai AGD
Tanda-tanda sianosis

Gangguan atau
Kerusakan
pertukaran gas.
Kerusakan
membran
alveolar-
kapiler.
3. Ds :
Klien mengatakan tidak nafsu makan sehingga
klien mengalami penurunan berat badan dari 57 kg
menjadi 47 kg.
Klien mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3
minggu mengalami batuk disertai dahak dan darah,
sesak napas dan nyeri dada.

Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
Sering batuk
atau produksi
sputum
meningkat.
Do :
TD : 110/60 mmHg
Klien terlihat lemah.
Klien tampak lemas.
Klien terlihat agak kurus.
Konjungtiva klien terlihat pucat,.
Mukosa bibir telihat pucat.
BB : 47 kg
TB : 157 cm
Dt :
Nilai Hb
Bising usus
Pemeriksaan Serum Albumin
IMT
LLA
4. Ds :
Klien juga mengatakan bahwa setiap malam klien
selalu berkeringat walaupun klien tidak melakukan
kegiatan yang berat.
Klien mengatakan mengalami demam.

Do :
TD : 110/60 mmHg
Suhu 39 C
RR : 27 x/menit
Resiko tinggi
terjadinya infeksi
dan penyebaran
infeksi.
Penurunan
imunitas,
kurang
pengetahuan
untuk
menghindari
pemajanan
patogen.
N : 107 x/menit.
Leukosit : 11.000 mg/dL
Dt :
Tanda-tanda infeksi
Pemeriksaan rontgen dada
Ada tidaknya perkijuan pada paru
5. Ds :
Klien bertanya kepada perawat mengapa
keluhan-keluhan yang ia rasakan tidak kunjung
menghilang.
Klien mengatakan apa yag menyebabkan klien
seperti itu.
Do : -
Kurang
pengetahuan
mengenai kondisi,
aturan tindakan dan
pencegahan serta
pengobatan.
Tidak akurat
dan tidak
lengkap
informasi yang
ada.

B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, antara lain:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret kental atau
sekret darah.
2. Gangguan atau Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sering batuk atau produksi sputum
meningkat.
4. Resiko tinggi terjadinya infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan serta pengobatan
berhubungan dengan tidak akurat dan tidak lengkap informasi yang ada.

You might also like