Narkotika merupakan suatu zat yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, karena kerja dari narkotik ada memblokade rasa nyeri dengan menduduki reseptor di sistem saraf pusat. Sehingga jika narkotik digunakan terus menerus terjadi pembentukan reseptor2 baru yang distimulasi sehingga terjadi kebiasaan dan ketagihan. A. Narkotika golongan I 1. Kokain Mekanisme kerja kokain: Dengan cara menghambat pengembalian norepinefrin, serotonin, dan dopamin kembali ke terminal presinapsis tempat transmitter tersebut dilepaskan.Penghambatan ini memperkuat dan memperpanjang kerja katekolamin pada SSP dan susunan saraf perifer. Sebagian, perpanjangan efek dopamin paling banyak terjadi pada sistem yang membawa kenikmatan dalam otak (sistem limbik), menghasilkan rasa gembira yang berlebihan akibat pengaruh kokain. Penggunaan kronik akan menghabiskan dopamin. Kekosongan ini akan menimbulkan siklus visius, ingin mendapatkan kokain yang akan menghilangkan depresi berat untuk sementara. Efek Kokain pada tingkah laku merupakan akibat dari rangsangan kuat pada korteks dan sambungan otak. Kerja pada SSP : Kokain memacu aktivitas motorik dan pada dosis tinggi dapat menyebabkan tremor dan bangkitan kejang yang diikuti depresi pernapasan dan vasomotor. Kerja pada sistem saraf simpatis : Di perifer, kokain memperkuat kerja norepenefrin dan menghasilkan sindrom melawan atau lari (fight or flight) yang khas untuk stimulasi adrenergic. Ini ada hubungannya dengan takikardia, hipertensi, dilatasi pupil, dan vasokonstriksi perifer. Farmakokinetik : Kokain digunakan sendiri dengan mengunyah, mengendus dengan hidung, merokok dan suntikan Intra Vena. Efek puncak terjadi setelah 15-20 menit sehabis mengendus tepung kokain dan menurun setelah 1-1,5 jam. Efek yang cepat tetapi berjangka waktu pendek diperoleh setelah suntikan intravena kokain atau merokok bentuk basa bebas (crack). Karena terjadinya efek sangat cepat, kemungkinan takar lajak dan ketergantungan paling besar dengan suntuikan intravena dan mengisap crack. Absorpsi dilakukan dari segala tempat termasuk selaput lendir. Pada pemberian oral kokain tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar mengalami hidrolisis. Sebagian besar mengalami detoksikasi dihati dan sebagian kecil di ekskresi bersama urin dalam bentuk utuh. Diperkirakan hati dapat melakukan detoksikasi kokain sebanyak 1 dosis letal minimal dalam waktu satu jam. Detoksikasi kokain tidak secepat detoksikasi anestesi local sintetik.
2. Opium Mekanisme kerja: Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas diseluruh jaringan system saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah yaitu di sistem limbic, thalamus, hipothalamus corpus striatum, system aktivasi retikuler dan di korda spinalis yaitu substantia gelatinosa dan dijumpai pula di pleksus saraf usus. Molekul opioid dan polipeptida endogen (metenkefalin, beta-endorfin, dinorfin) berinteraksi dengan reseptor morfin dan menghasilkan efek. Reseptor tempat terikatnya opioid disel otak disebut reseptor opioid (keterangan tentang reseptor opioit telah dijelaskan sebelumnya).Suatu opioid mungkin dapat berinteraksi dengan semua jenis reseptor akan tetapi dengan afinitas yang berbeda, dan dapat bekerja sebagai agonis, antagonis, dan campuran. Opioid mempunyai persamaan dalam hal pengaruhnya pada reseptor, karena itu efeknya pada berbagai organ tubuh juga mirip. Perbedaan yang ada menyangkut kuantitas, afinitas pada reseptor dan tentu juga kinetik obat yang bersangkutan
3. Ganja (Cannabis sativasyn.Cannabis indica) adalah tumbuhan budidaya penghasil serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab). Beberapa detik setelah cannabis masuk ke dalam aliran darah, rasa euforia santai akan mengalir ke seluruh tubuh. Kemungkinan pasien/orang yang mengkonsumsi akan merasa kabur dan pusing, mata makin membesar, membuat warna nampak lebih cerah. Tetrahydrocannabinol atau THC, adalah zat psikoaktif yang menyebabkan perubahan kimia yang nyata di dalam otak dan tubuh ketika kita mengkonsumsi ganja medis. Cannabis medis menggunakan jalur alami yang sudah ada dalam tubuh kita. Tubuh mengirimkan informasi ke otak melalui sistem saraf pusat (SSP). Sama seperti sistem saat , kaki kita terinjak dan cidera, Sistem Saraf Pusat akan mengirim pesan ke otak. Pesan ini alami dan dengan detail menginformasikan tempat luka dan keparahan cedera. Otak memproses informasi ini dan membuat keputusan yang sesuai, seperti membuat kita melompat-lompat dengan satu kaki dan berkata Aduh!. Kanker dan penyakit serius lainnya mengirim pesan yang kuat ke otak kita dan segera meminta otak mengambil keputusan yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit. Sel-sel tertentu dalam otak, berperan dalam pengambilan keputusan. Dibutuhkan sekelompok neuron untuk menginterpretasikan informasi dan merumuskan rencana. Neuron berbicara satu sama lain melalui zat kimia yang disebut neurotransmitter. Setiap neuron memiliki reseptor protein yang mengikat dengan neurotransmitter. Neurotransmitter mengambil ruang kosong antara sel-sel neuron dan mengikat reseptor dengan cara mengubah berbagai fungsi otak dan tubuh atau menonaktifkannya. Beberapa neuron memiliki ribuan reseptor spesifik untuk neurotransmitter tertentu, yang berarti neuron ini sangat sensitif terhadap neurotransmitter itu. Benda asing, seperti THC dalam cannabis medis, bisa meniru atau memblokir neurotransmiter dengan cara yang mengganggu aktivitas normal mereka. THC pada ganja medis mengikat reseptor cannabinoid di seluruh tubuh dan mengirimkan pesan relaksasi menyenangkan dan euforia ke otak. Ada beberapa kelompok reseptor cannabinoid terkonsentrasi di berbagai tempat di seluruh otak. Reseptor ini mengikat dengan bahan kimia alami anandamide. Fakta yang menarik adalah kata anandamide berarti kebahagiaan atau kenikmatan dalam bahasa Sansekerta. Cannabis medis meniru anandamide. Tampaknya tubuh manusia dilengkapi dan dirancang untuk merasakan kenikmatan. Para ilmuwan baru saja mulai memahami peran kompleks anandamide dan reseptor cannabinoid yang berpengaruh pada rasa nyeri, depresi, memori, nafsu makan dan kesuburan. Konsentrasi tinggi reseptor cannabinoid ditemukan di tiga wilayah otak: hippocampus, cerebellum, dan basal ganglia. Ketiga area ini otak bertanggung jawab untuk melakukan fungsi tertentu. Ketika THC dalam cannabis medis mengikat reseptor di ganglia hipokampus, serebelum atau basal akan masuk sesuai dengan fungsi masing-masing. Hippocampus terdapat di lobus temporal manusia dekat telinga. Hippocampus sangat penting untuk memori jangka pendek, yang mangakibatkan kesulitan mengingat peristiwa baru-baru setelah cannabis mengikat reseptor protein dalam hippocampus. Otak kecil mengendalikan koordinasi dan ganglia basal pada tubuh anda memodifikasi gerakan tak terkendali dan belajar melalui pengulangan atau dengan kata lain membangun kebiasaan. THC dalam ganja menggangu cara kerja ganglia basal dan fungsi otak kecil, sehingga ganja mengubah reaksi, koordinasi motorik dan keterampilan belajar. Setelah mengkonsumsi cannabis, sistem saraf pusat masih mengirimkan pesan ke otak. THC mengubah cara otak dalam mengambil keputusan mengenai informasi yang telah dikirim. Cannabis meredakan nyeri dengan mengikat reseptor dengan cara mengirimkan pesan yang kuat akan kesenangan dan kebahagiaan ke otak. Cara kerja ganja medis ini membuktikan bahwa ganja menjadi salah satu penghilang rasa sakit terbaik yang alami. 4. Heroin Mekanisme kerja : Opioid agonis menimbulkan analgesia akibat berikatan dengan reseptor spesifik yang berlokasi di otak dan medula spinalis, sehingga mempengaruhi transmisi dan modulasi nyeri. Terdapat 3 jenis reseptor yang spesifik. Di dalam otak terdapat tiga jenis endogeneus peptide yang aktivitasnya seperti opiat, yitu enkephalin yang berikatan dengan reseptor alfa dan beta, endorfin dengan reseptor dan dynorpin dengan resptor . Reseptor merupakan reseptor untuk morfin (heroin). Ketiga jenis reseptor ini berhubungan dengan protein G dan berpasangan dengan adenilsiklase menyebabkan penurunan formasi siklik AMP sehingga aktivitas pelepasan neurotransmitter terhambat. Efek inhibisi opiat dalam pelepasan neurotransmitter Pelepasan noradrenalin. Opiat menghambat pelepasan noradrenalin dengan mengaktivasi reseptor yang berlokasi didaerah noradrenalin. Efek morfin tidak terbatas dikorteks,tetapi juga di hipokampus,amigdala, serebelum, daerah peraquadiktal dan locus cereleus.
Pelepasan asetikolin : Inhibisi pelepasan asetikolin terjadi didaerah striatum oleh reseptor deltha, didaerah amigdala dan hipokampus oleh reseptor . Pelepasan dopamin : Pelepasan dopamin diinhibisi oleh aktifitas reseptor kappa Tempat Kerja Ada dua tempat kerja obat opiat yang utama, yaitu susunan saraf pusat dan visceral. Di dalam susunan saraf pusat opiat berefek di beberapa daerah termasuk korteks, hipokampus, thalamus, hipothalamus, nigrostriatal, sistem mesolimbik, locus coreleus, daerah periakuaduktal, medula oblongata dan medula spinalis. Di dalam sistem saraf visceral, opiat bekerja pada pleksus myenterikus dan pleksus submukous yang menyebabkan efek konstipasi. Absorpsi : Heroin diabsorpi dengan baik disubkutaneus, intramuskular dan permukaan mukosa hidung atau mulut. Distribusi : Heroin dengan cepat masuk kedalam darah dan menuju ke dalam jaringan. Konsentrasi heroin tinggi di paru paru, hepar, ginjal dan limpa, sedangkan di dalam otot skelet konsentrasinya rendah. Konsentrasi di dalam otak relatif rendah dibandingkan organ lainnya akibat sawar darah otak. Heroin menembus sawar darah otak lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan morfin atau golongan opioid lainnya Metabolisme : Heroin didalam otak cepat mengalami hidrolisa menjadi monoasetilmorfin dan akhirnya menjadi morfin, kemudian mengalami konjugasi dengan asam glukuronik menajdi morfin 6-glukoronid yang berefek analgesik lebih kuat dibandingkan morfin sendiri. Akumulasi obat terjadi pada pasien gagal ginjal.
Ekskresi : Heroin terutama diekstresi melalui urine (ginjal). 90% diekskresikan dalam 24 jam pertama, meskipun masih dapat ditemukan dalam urine 48 jam heroin didalam tubuh diubah menjadi morfin dan diekskresikan sebagai morfin. B. Narkotika golongan II 1. Metadon Metadon adalah opiat sintetis yang kuat seperti heroin (putaw) atau morfin, yang bekerja long acting Methadone adalah agonis -opioid penuh. Mekanisme kerja: Mempunyai cara kerja yang serupa dengan morfin. Metadon juga mengikat ke reseptorglutamatergic (N-metil-D-aspartate) NMDA, dan dengan demikian bertindak sebagai reseptor antagonis terhadap glutamat. Absorbsi dan Distribusi: Oral bioaviability 80 90% Diabsorbsi secara perlahan setelah 30 60 menit pemberian dan mencapai efek puncak 2-4 jamMelewati barier placenta Metabolisme dan Ekskresi: Metabolisme di liver Enzyme P-450 dalam bentuk metabolit yang tidak aktif, metabolisme lambat dan kelarutan lemak yang sangat tinggi, sehingga lebih tahan lama dibandingkan obat berbasis morfin lain. Waktu paruh eliminasi 15 sampai 60 jam dengan rata-rata sekitar 24 jam di eksresi melalui urin. 2. Petidine Petidine ( meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang mendekati sama. Secara kimia petidin adalah etil-1metil-fenilpiperidin-4- karboksilat. Mekanisme kerja: Petidine secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor m (mu). Seperti halnya morfin, petidine menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi leih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam. Farmakokinetik: Absorbsi petidine setelah cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% petidine dalam plasma terikat protein. Metabolisme petidine terutama dalam hati. Pada manusia petidine mengalami hidrolisis menjadi asam petidine yang kemudian sebagian mengalami konyugasi. Petidine dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis petidine ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.
C. Narkotika golongan III 1. Kodeina Kodein merupakan analgesik agonis opioid. Efek kodein terjadi apabila kodein berikatan secara agonis dengan reseptor opioid di berbagai tempat di susunan saraf pusat. Efek analgesik kodein tergantung afinitas kodein terhadap reseptor opioid tersebut.Kodein dapat meningkatkan ambang rasa nyeri dan mengubah reaksi yang timbul di korteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima dari thalamus.Kodein juga merupakan antitusif yang bekerja pada susunan saraf pusat dengan menekan pusat batuk. Mekanisme kerja : Kodein merangsang reseptor dalam SSP juga menyebabkan depresi pernapasan, vasodilasi perifer, inhibisi gerak peristaltik usus, stimulasi dari chemoreceptors yang menyebabkan muntah, peningkatan nada kandung kemih dan menekan refleks batuk Metabolisme : Pengubahan kodein menjadi morfin berlangsung di hati, dan dikatalisis oleh enzim sitokrom P450 dan CYP2D6, sedangkan enzim CYP3A4 akan mengubah kodein menjadi norkodeina. Farmakokinetik: Onset:oral:10-30 menit, Puncak efek:0.5-1 jam.Durasi:oral 4-6 jam, iv:5 jam.waktu paruh eliminasi:2.5-3,5 jam.Metabolisme di hati. Ekskresi melalui ginjal UNDANG-UNDANG PSIKOTROPIKA NOMOR 5 TAHUN 1997 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada mental dan perilaku BAB II RUANG LINGKUP DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam undang-undang ini adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan. (2) Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) : Psikotropika digolongkan menjadi : a. psikotropika golongan I b. psikotropika golongan II c. psikotropika golongan III d. psikotropika golongan IV (3) Jenis -jenis psikotropika : golongan I, psikotropika golongan II, psikotropika golongan III, psikotropika golongan IV sebagai-mana dimaksud pada ayat (2) untuk pertama kali ditetapkan dan dilampirkan dalam undang-undang ini, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan. Pasal 4 (1) Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan. (2) Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan. (3) Selain penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), psikotropika golongan I dinyatakan sebagai barang terlarang.
BAB III PRODUKSI Pasal 5 Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 6 Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan digunakan dalam proses produksi.
HUBUNGAN DENGAN FARMAKOLOGI Psikotropika adalah zat-zat atau obat baik alamiah maupun sintetis yang dapat menekan system saraf pusat dan memberikan efek mengkhayal, gangguan cara berfikir dan juga memberikan efek stimulant. A. Psikotropika golongan 1 psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat, mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya antara lain : lisergida (LSD/extasy), MDMA (Metilen Dioksi Meth Amfetamin), psilosibina, katinona. 1. MDMA (methylenedioxymethamphetamine) Mekanisme aksi utama dari MDMA adalah dengan menstimulasi sistem syaraf pusat dan melepaskan noradrnalin dengan cepat dan singkat dari ujung adrenergik perifer menyebabkan efek simpatomimetik. Penemuan terbaru menyatakan bahwa mekanisme kerja dari MDMA ini berkaitan dengan efek pengurasan serotonin. Efek jangka pendek penggunaan ekstasi: Euphoria dan perasaan senangPerasaan lebih dekat dengan orang lain, Peningkatan kepercayaan diri,Kurang bisa menahan diri, Pengunyahan lidah dan pipi, Gigi menggertak, Mulut kering, Temperatur tubuh meningkat, Mual dan gelisah, Susah tidur B. Psikotropika golongan 2 Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya antara lain: amfetamin, metamfetamin (sabu-sabu). 1. Amfetamin Mekanisme kerja: Pada susunan saraf pusat Amphetamin mempengaruhi pelepasan nor adrenalin dan menghambat pengembaliannya.. Akibatnya terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah jadi naik. Farmakokinetik Amphetamin : 1. Metabolisme: Terjadi terutama di hati, tetapi ada beberapa obat ini mengalami biotransformasi di dalam ginjal, plasma, dan selaput lendir di usus, setelah itu dikatalisis oleh enzim mikrosom. Aktivitas enzim yang memetabolisir obat dalam mikrosom hati dipengaruhi oleh penggunaan obat dan hormon, umur, jenis kelamin, status nutrisi, kondisi psikologis serta patologik pasien 2. Ekskresi: Ginjal merupakan organ yang penting untuk ekskresi obat. Obat diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebagai metabolit melalui ginjal. Pengeluaran obat dari tubuh melalui organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. 3. Efek klinis amfetamin akan muncul dalam waktu 2-4 jam setelah penggunaan. Senyawa ini memiliki waktu paruh 4-24 jam dan dieksresikan melalui urin sebanyak 30% dalam bentuk metabolit.
2. Metamfetamine Metamine bekerja pada sistem saraf pusat dengan mengaktifkan pelepasan neurotransmitter dopamin, norepinefrin, dan serotonin. Farmakodinamik Metamfetamin merupakan obat simpatomimetik yang berarti menirutransmiter endogen di sistem saraf simpatis dengan berinteraksi dengan reseptornya. Neurotransmiter yang dimaksud adalah katekolamine, norephineprine, dopamine, dan epineprine. Metamfetamin merupakan stimulan sistem saraf yang memiliki efek yangdapat mempengaruhi frekuensi nadi, suhu tubuh, tekanan darah, nafsu makan,konsentrasi, suasana hati dan emosi serta berhubungan dengan kewaspadaan terhadaplingkungan sekitar. Efek akut dari senyawa tersebut antara lain dapat meningkatkantekanan darah dan frekuensi nadi, vasokontriksi pembuluh darah, bronkodilatasi
C. Psikotropika Golongan 3 Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang, mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya antara lain penthobarbital, amobarbital, siklobarbital, Amobarbital, Buprenorphine, Butalbital. 1. Phe nobarbi t al Farmakokinetik Babiturat diabsorbsi per oral dan beredar luas di seluruh tubuh. Obat tersebar dalam tubuh dari otak sampai ke daerah splanknikus. Otot s k e l e t d a n a k h i r n y a k e j a r i n g a n l e m a k . G e r a k a n i n i p e n t i n g d a l a m menentukan jangkau waktu kerja yang singkat dari thiopental. Barbiturat dimetabolisme dalam hati dan metabolit yang tidak aktif dikeluarkan dalam urin P h e n o b a r b i t a l me mi l i k i b i o a v a i l a b i l i t a s 9 0 %. Da l a m p l a s ma puncaknya mencapai 8-12 jam. Akan berada dalam tubuh sekitar 2-7 hari dan mengikat protein 20-40%. Dimetabolisme oleh hati, terutama melalui hidroksilasi dan glukoronidasi, dan menginduksi banyak isozim dari system sitokrom P4501.
Farmakodinamik Susunan Saraf Pusat Efek utama barbiturate ialah depresi ssp. Semua tingkat depresi dapat dicapai mulai dari sedasi, hypnosis, berbagai tingkat anastesi ,koma, hingga kematian. Barbiturat tidak dapat mengurangi rasa nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran dan dosis kecil barbiturate dapat meningkatkan reaksi terhadap rangsangan nyeri. Pa da beberapa individu, dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa sakit, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi ( ke ge l i s a ha n da n de l i r i u m) ha l i ni mungki n di s e ba bka n a da nya de pr e s i pusat penghambatan Tempat dan mekanisme kerja pada SSP. Barbiturat bekerja padaseluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis nona ne s t he s i t e r ut a ma me ne kan r e s pon pa s c a s i na ps . Pe ngha mba t a n ha nya terjadi pada sinaps GABA-nergik.. Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi sinaps, kapasitas barbituratmembantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja benzodiazephin, namun p a d a d o s i s y a n g l e b i h t i n g g i b e r s i f a t s e b a g a i a g o n i s t GAB A - n e r g i k , sehingga dalam dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.
D. Psikotropika Golongan 4 Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya antara lain : diazepam (frisium), midazolam, lorazepam, klordiazepoksida, alprazolam.
Golongan benzodiazepine (diazepam, alprazolam, midazolam) Mekanisme kerja: Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma- aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA A melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA A terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. BDZs tidak menggantikan GABA, yang mengikat pada alpha sub-unit, tetapi meningkatkan frekuensi pembukaan saluran yang mengarah ke peningkatan konduktansi ion klorida dan penghambatan potensial aksi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal. Contoh obat: 1. Midazolam Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin yang stabil dalam larutan dan metabolism yang cepat. Obat ini telah menggatikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat. Selain itu afinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat disbanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibandingkan efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam. Farmakokinetik Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih lambat disbanding propofol dan thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolism porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat. Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam lebih pendek daripada waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua dan gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat karena obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding diazepam. 2. Diazepam Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9. Injeksi secra IV atau IM akan menyebabkan nyeri. Farmakokinetik Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam lebih besar dan cepat mencapai otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus. Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis hepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam. 3. Lorazepam Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam lebih kuat dalam sedasi dan amnesia disbanding midazolam dan diazepam sedangkan efek sampingnya sama. Farmakokinetik Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hati menjadi bentuk inaktif yang dieksresikan di ginjal. Waktu paruhnya lebih lama yaitu 10- 20 jam dengan ekskresi urin > 80% dari dosis yang diberikan. Karena metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim mikrosom di hati, maka metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan obat penghambat enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam lebih lambat disbanding midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya lebih rendah. 4. Alprazolam. Efek farmakologi: Farmakodinamik alprazolam merupakan derivat triazolo benzodiazepin dengan efek cepat dan sifat umum yang mirip dengan diazepam. Alprazolam merupakan anti ansietas dan anti panik yang efektif. Mekanisme kerjanya yang pasti belum diketahui. Efek tersebut diduga disebabkan oleh ikatan alprazolam dengan reseptor-reseptor spesifik yang terdapat pada susunan saraf pusat. Secara klinis, semua senyawa benzodiazepin menyebabkan depresi susunan saraf pusat yang bervariasi tergantung pada dosis yang diberikan. Farmakokinetik: Pada pemberian secara oral, alprazolam diabsorpsi dengan baik dan absorpsinya tidak dipengaruhi oleh makanan sehingga dapat diminum dengan atau tanpa makanan. Konsentrasi puncak dalam darah dicapai dalam waktu 1 - 2 jam setelah pemberian oral dengan waktu paruh eliminasinya adalah 12 - 15 jam. Waktu paruh ini berbeda-beda untuk pasien usia lanjut (16,3 jam), orang dewasa sehat (11 jam), pasien dengan gangguan fungsi hati (antara 5,8 - 65,3 jam) serta pada pasien dengan masalah obesitas (9,9 - 40,4 jam). Sekitar 70 - 80% alprazolam terikat oleh protein plasma. Alprazolam mengalami metabolisme di hati menjadi metabolit aktifnya dan metabolit lainnya yang tidak aktif. Metabolit aktif ini memiliki kekuatan 1kali dibandingkan dengan alprazolam, tetapi waktu paruh metabolit ini hampir sama dengan alprazolam. Ekskresi alprazolam sebagian besar melalui urin, sebagian melalui ASI dan dapat melalui sawar plasenta.
Berdasarkan ilmu farmakologi, psikotropika dapat digolongkan ke dalam 3 golongan: 1) Kelompok depresan/penekan saraf pusat/penenang/obat tidur Contohnya adalah valium, BK, rohipnol, mogadon, dan lain-lain. Jika diminum, obat ini memberikan rasa tenang, mengantuk, tenteram damai. Obat ini juga menghilangkan rasa takut dan gelisah. 2) Kelompok stimulant/perangsang saraf pusat/antitidur Contohnya adalah amfetamin, ekstasi, dan shabu. Ekstasi berbentuk tablet aneka bentuk dan warna. Amfetamin berbentuk tablet berwarna putih. Bila diminum obat ini mendatangkan rasa gembira, hilangnya rasa permusuhan, hilangnya rasa marah, ingin selalu aktif, badan terasa fit dan tidak merasa lapar. Daya kerja otak menjadi serba cepat, amun kurang terkendali. Shabu berbentuk tepung Kristal kasar berwarna putih bersih seperti garam. 3) Kelompok halusinogen Halusinogen adalah obat, zat, tanaman, makanan atau minuman yang dapat menimbulkan hayalan. Contohnya adalah LSD((Lysergid Acid Diethyltamide). Getah tanaman kaktus, kecubung, jamur tertentu(misceline) dan ganja. Bila diminum, psikotropika ini mendatangkan hayalan tentang peristiwa-peristiwa yang mengerikan. Kenikmatan didapat oleh pemakai setelah ia sadar bahwa peristiwa mengerikan itu bukan kenyataan atau karena kenikmatan-kenikmatan yang dialami, walaupun hanya hayalan.