You are on page 1of 9

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

LAPORAN PENDAHULUAN ABLASIO RETINA


DI RUANGAN MATA RSMH PALEMBANG






Oleh :
Nama :
1. Herdiani Nadratul A
2. Janita Dwi Putra
3. Khusnul Khotimah
4. Lina Oktaviani
5. M. Azhar Aulia R
6. Meitri Handayani
7. Muhammad Alamsyah
8. Nesti Aristawati
9. Rani Permata P
10. Restu Handayani
11. Riki Saputra
12. Robi Noprian
13. Siti Apriyani
14. Mellinda
15. Villa Yulitasari
Dosen Pembimbing Klinik : Lukman Rohimin, S.Kep, Ns., M.M, M.Kep

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2013 / 2014

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
PADA KLIEN ABLASIO RETINA DI RUANG MATA

A. Pengertian
Ablasio retina adalah suatu keadaan terlepasnya sehingga terjadi penggumpalan
cairan retina antara lapisan basilus (sebatang) dan konus (sel kerucut) dengan sel
epitelium pigmen retina (Vera H. Darling Magaret R. 1996 : 73).

B. Etiologi
Ablasi dapat terjadi secara sepontan atau sekunder setelah strauma alabat adanya
sobekan pada retina, cairan masuk kebelakanh dan mendorong retina (retmatogen)
atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat (non
regmatogen) atau takiran jaringan parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan
eksudan terjadi akibat penyakit koroid misalnya yang terjadi pada skleritis, korditis,
tumor retro bulbar, uveltis dan toksemia gravidarum. Jaringan parut pada badan
kaca dapat disebabkan diabetes militus proliferatif, trauma infeksi, atau paska
bedah.

C. Patofisiologi
Terjadi ablasio retina ada dua macam, yaitu :
1. Non regmatogen (tanpa robekan retina), terjadi karena adanya aksudat dibawah
lapisan retina, misal pada :
a. Inflamasi okuler yaitu : voght koyanogi harada disease.
b. Penyakit vaskuler okuler yaitu coatg disease.
c. Penyakit vaskuler sistemik yaitu hipertensi maligna.
d. Tumor intra okuler yaitu melanoma khoroid hemangioma.
2. Retmatogen (dengan adanya robekan = tear, hole) menyebabkan masuknya
cairan dari badan kaca ke ruang sub retina sehingga retina terdorong lepas, dari
epitel pigmen.
D. Gejala Klinis
Gejala dini :
- Floaters.
- Fotopsia.
Gangguan lapang pandang.
Melihat seperti tirai.
Visus menurun tanpa disertai rasa sakit.

Gejala Fisik :
Visus menurun.
Gangguan lapang pandang.
Pada pemeriksaan fundus okuli tampak retina yang terlepas berwarna pucat
dengan pembuluh retina yang berkelok-kelok disertai atau tanpa adanya sobekan
retina.

E. Pemeriksaan-Pemeriksaan
Pemeriksaan pada klien dengan ablasio retina dilakukan pemeriksaan fundus okuli
yaitu dengan cara :
1. Dilatasi pupil dengan jalan pemberian tetes mata. Tetes mata yang digunakan
yaitu tropikamide 0,5 % : 1 % (Midriatyi) ditetesi 3 kali dalam lima menit.
Kemudian tunggu 20 sampai 30 menit dan tetes mata phenytephrine 10 % (efrisel).
2. Setelah pupil medriasis (dilebarkan), fundus okuli diperiksa dengan :
a. Oftalmoskop direk :
Pembesaran bayangan 14 kali.
Bayangan tegak.
Hanya dapat diperiksa bagian posterior.
Tidak stereoskopis.
b. Oftalmoskop indirek binokuler :
Pembesaran bayangan 4 kali.
Bayangan terbalik.
Dapat diperiksa samapai retina bagian parifen, kalau perlu dapat ditamabah
dengan indentasi sklera.
Terlihat stereoskopis.
Digunakan lensa 55 mm :
16 dioptri
20 dioptri :
Bayangan besar, lapang pandang sempit.
Bayangan lebih kecil, lapang pandang luas.
Selain untuk pemeriksaan. Alat ini juga dipakan pada waktu oprasi ablasio retina.
c. Lensa kontak goldam
3 mirror dengan biomikroskop
Pembesaran 10 16 kali.
Dengan anetesi lokal : tetracaine 0,5 % (paotocaink)
Diberi metil cellukosa (CMC 2 %, Menthol 2 %) untuk lobrikasi lensa kontak.
Dapat diperiksa sampai retina bagian perifer.
Selain untuk pemeriksaan, alat ini juga dipakai untuk Fotokoagulasi retina (dengan
laser).
d. Lensa hruby dengan biomikroskop
Kekuatan lensa : - 55 dioptri.
Hanya untuk pemeriksaan bagian Sentral dari fundus okuli.
3. ditentukan lokalisasi ablasio retina (75 % tempural asal).
4. dicari dan ditentukan lokalisasi dari semua robekan retina harus diperiksa kedua
mata. Karena ablasio retina merupakan penyakit mata yang cenderung birateral.

F. Diagnosa banding
1. Retinoskisi senil
2. Separasi koroid :
Terlihat lebih transparan.
Terlihat lebih gelap.
Dapat melawati ora serat
Tumor korad (melamona maligna) : perlu pemeriksaan ultra sonografi (usg).

G. Penatalaksanan
Penderita tirah baring sempurna.
Mata yang sehat ditutup dengan bebat mata.
Pada penderita dengan ablasio retina non regmatogen, jika penyakit primernya
sudah diobati tetapi masih terdapat ablasio retina dapat dilakukan operasi cerlage.
Pada ablasio retina regmatogen :
a. Fotokoagulasi retina : bila tedapat robekan retina dan belum terjadi separasi
retina.
b. Plombage lokal : dengan silicone sponge dijahitkan pada epis klera pada daerah
robekan retina (dikontrol dengan oftalmoskop indirek binokuler).
c. Membuat radang steril pada koroid dan epirtel pigmen pada daerah robekan
retina dengan jalan :
Pendinginan (eryo therapy ).
Diatermi
d. Operasi circlage :
Oprasi ini dikerjakan untuk mengurangi tarikan bedah kaca pada keadaan cairan
sub retina yng cuku banyak, dapat dilakukan fungsi lewat sklera.


H. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri atas tiga kegiatan yaitu pengumpulan data, pengelompokan data
dan perumusan diagnosa keperawatan.
1. Pengumpulan data
Identitas klien meliputi : nama, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa,
pekerjaan, bahasa, nomer register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.
a. Riwayat penyakit sekarang
Adanya keluhan pada pengelihatan seperti : pengelihatan menurun melihat seperti
ada kilat cahaya dalam lapangan pandang adanya tirai hitam yang menutupi
pengelihatan.
b. Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien pernah menderita penyakit ablosio retina sebelumnya miopi,
retinopati serta pernahkan klien mengalami trauma.
c. Riwayat penyakit keluarga
Adakah riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita ablosio
retina ataupiun yang menderita miopi.
d. Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan orang-orang disekitarnya serta bagaimana
koping mekanisme yang digunakan oleh pasien dalam menghadapi masalah serta
bagaimana tentang kegiatan ibadah yang dilakukan.
e. Pola-pola funsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup
Kemampuan merawat diri pasien menurun dan juga terjadi perubahan pemeliharaan
kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolism
Pada klien tidak mengalami perubahan nutrisi dan metabolisme.
3. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pola ini pasien mengalami ketidak aktifan diri dan ganguan.
4. Pola eliminasi
Pada klien tidak mengalami gangguan dan perubahan eliminasi.
5. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur klien berubah sampai berkurangnya pemenuhan kebutuhan tidur klien.
6. Pola persepsi dan kognitif
Pengelihatan klien kabur, adanya tirai dan adanya kilatan cahaya pada pengelihatan.
7. Pola pesepsi dan konsep diri
Klien merasa resah dan cemas akan terjadi kebutaan.
8. Pola hubungan dan peran
Hubungan klien dengan orang disekitarnya menurun begitu juga dalam
melaksanakan perannya.
9. Pola reproduksi dan seksual
Pola ini tidak mengalami gangguan.
10. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering bertanya kapan akan dilakukan tindakan operasi dan merasa
cemas karena takut terjadinya kecacatan pada penglihatan.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pola ini tidak mengalami gangguan.

I. Diagnosa keperawatan
Dari data yang diperolah dapat ditemukan diagnosa pada pasien sebelum operasi,
yaitu:
1.Cemas sehubungan dengan ancaman kehilangan pengelihatan.
2. Gangguan persepsi sensori pengelihatan sehubungan dengan lepasnya retina.
3. Potensial terjadinya kecelakaan sehubungan dengan penurunan penglihatan.

c. Perencanaan
1. Cemas sehubungan dengan anacaman kehilangan pengelihatan.
Tujuan : cemas berkurang / hilang.
KH : klien tidak menunjukkan tanda-tanda cemas seperti gelisah, wajah murung,
pandangan kosong, klien nampak tenang.
Rencana tindakan :
1. Tanyakan faktor penyebab kecemasan.
2. Beri dorongan pada klien untuk mengutarakan perasaannya.
3. Beri informasi tentang hal-hal yang dapat menyebabkan penurunan pengelihatan
(karena lepasnya retina).
4. Beri penjelasan tentang tujuan operasi.
5. Beri dorongan pada klien untuk mendekatkan diri pada Tuhan YME.

Rasional :
1. Dengan menanyakan akan didapatkan faktor yang menyebabkan kecemasan
klien.
2. Dengan dorongan diharapkan klien dapat mengungkapkan perasaannya sehingga
dapat mengurangi kecemasan.
3. Dengan infomasi akan mengurangi kecemasan karena ketidakj tahuan klien.
4. Penjelasan akan menambah pengetahuan dan menambah rasa percaya diri.
5. Perasaan aman dan tenang akan timbul bila klien mendekatkan diri pada Tuhan
YME.

2. Gangguan persepsi sensori pengelihatan sehubungan dengan efek dari lepasnya
retina.
Tujuan : Gangguan persepsi sensori pengelihatan dapat diatasi.
KH : - Klien dapat menggambarkan obyek yang dilihat sesuai dengan yang
sebenarnya.
- Klien mengungkapkan tidak ada keluhan dalam pengelihatan lebih lanjut.

Rencana tindakan :
1. Orientasikan dengan ruangan, pegawai dan penderita lain dalam ruangan.
2. Kunjungilah klien sesering mungkin untuk membantu kebutuhannya terutama
pada malam hari.
3. Perhatikan penglihatan yang kabur dan suram iritasi mata yang timbul.
4. Beri pengamanan pada samping tempat tidur baik kanan maupun kiri.
5. Bantu klien makan, kebersihan diri dan berjalan bila diperlukan.
6. Letakkan bel pemanggil didekat tempat tidur klien.
Rasional :
1. Dengan memberikan orientasi untuk meningkatkan rasa nyaman dan rasa
kekeluargaan bagi klien sehingga mengurangi dis orientasi.
2. Dengan mengunjungi klien diharapkan kebutuhan klien dapat di bantu.
3. dengan memperhatikan secara dini dapat menghindarkan hal-hal yang tidak
diinginkan / komplikasi yang lebih lanjut.
4. Dengan adanya gangguan penglihatan potensial terjadinya cedera / kecelakaan.
5. Untuk memenuhi kebutuhan sehingga klien merasa nyaman.
6. Memudahkan klien untuk memanggil perawat bila memerlukan bantuan.









DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Juall Lynda, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8, EGC : 1998.
Effendi, Nasrul (1995), Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.
Junaidi, Purnawan (1989). Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.
Lismidar H, dkk : 1990. Proses Keperawatan, Jakarta Penerbit Universitas
Indonesia.
Pedoman diagnosa dan terapi lab Ilmu Penyakit Mata 1994 RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.

You might also like