You are on page 1of 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi
2.1.1 Pengertian Industri Farmasi
Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan
industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang memproduksi
suatu produk obat yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan, dimana
obat jadi tersebut dapat berupa sediaan atau bahan-bahan yang sering digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Industri bahan baku adalah industri yang
memproduksi bahan baku dimana bahan baku tersebut adalah seluruh bahan, baik
berkhasiat ataupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam proses pengolahan
obat.
2.1.2 Persyaratan Industri Farmasi
Industri farmasi wajib memperoleh izin usaha dalam melaksanakan
kegiatannya. Oleh karena itu, industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum
dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245//Menkes/SK/V/1990
adalah sebagai berikut :
Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum
berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi.
Universitas Sumatera Utara
Memiliki rencana investasi.
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan
CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No.
43/Menkes/SK/II/1988.
Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secara
tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Negara Indonesia,
masing-masing sebagai penanggung jawab produksi, penanggung jawab
pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB.
Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan
setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
2.1.3 Izin usaha industri farmasi
Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan
wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut
berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun.
2.1.4 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi
Izin usaha industri farmasi dapat dicabut karena:
Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan
perluasan tanpa memiliki izin.
Tidak menyampaikan informasi mengenai perkembangan industri secara
berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang
tidak benar.
Universitas Sumatera Utara
Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis
terlebih dahulu.
Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak
memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
CPOB merupakan pedoman yang harus diterapkan dalam seluruh
rangkaian proses di industri farmasi dalam pembuatan obat jadi, sesuai dengan
keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara
Pembuatan Obat yang Baik. Pedoman CPOB bertujuan untuk menghasilkan
produk obat yang senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan
sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Obat yang berkualitas adalah obat jadi yang benar-benar dijamin bahwa
obat tersebut :
a. Mempunyai potensi atau kekuatan untuk dapat digunakan sesuai tujuannya.
b. Memenuhi persyaratan keseragaman, baik isi maupun bobot.
c. Memenuhi syarat kemurnian.
d. Memiliki identitas dan penandaan yang jelas dan benar.
e. Dikemas dalam kemasan yang sesuai dan terlindung dari kerusakan dan
kontaminasi.
f. Penampilan baik, bebas dari cacat atau rusak.
Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi menyebabkan
perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan
CPOB. Konsep CPOB yang bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari
Universitas Sumatera Utara
waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Ruang
lingkup CPOB meliputi 12 aspek yaitu :
1. Manajemen Mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan Fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan Higiene
6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan
Produk Kembalian
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
12. Kualifikasi dan Validasi
2.2.1 Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan
penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu
bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini sehingga memerlukan partisipasi
dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para
pemasok dan para distributor.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan
secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah :
1. Sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses
dan sumber daya.
2. Pemastian Mutu.
Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan
tujuan pemakaiannya, karena itu pemastian mutu mencakup CPOB. Semua bagian
sistem pemastian mutu hendaklah didukung dengan tersedianya personil yang
kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai.
2.2.2 Personalia
Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang
terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat
berjalan dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB dan
memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB agar produk yang
dihasilkan bermutu. Selain itu personil hendaklah memiliki kesehatan mental dan
fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional
sebagaimana mestinya. Tugas dan kewenangan dari tiap personil tersebut
hendaknya tercantum dalam uraian tertulis. Tugas masing-masing personil
tersebut boleh diwakilkan kepada seseorang yang memiliki tingkat kualifikasi
yang memadai.


Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,
konstruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang
dilakukan dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata
letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil
terjadinya resiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain serta
memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk
menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain
yang dapat menurunkan mutu obat.
Untuk mencegah terjadinya pencemaran yang berasal dari lingkungan dan
sarana maka perlu:
1. Disiapkan ruang antara yang dirancang khusus untuk menghindari
kontaminasi.
2. Kelas A atau kelas 100, berada di bawah aliran udara laminer dan memiliki
efisiensi saringan udara akhir sebesar 99.995%.
3. Kelas B atau kelas 100, merupakan ruangan steril, kelas ini adalah lingkungan
latar belakang untuk zona kelas A dan memiliki efisiensi saringan udara akhir
sebesar 99.995%.
4. Kelas C atau kelas 10.000, merupakan ruang bersih, memiliki efisiensi
saringan udara sebesar 99.95 %.
5. Kelas D atau kelas 100.000, adalah ruangan bersih, memiliki efisiensi
saringan udara sebesar 99.95 % bila menggunakan sistem resirkulasi ditambah
make-up air (10-20 % fresh air) .
Universitas Sumatera Utara
6. Kelas E adalah ruangan umum dan ruangan khusus, memiliki efisiensi
saringan udara sebesar 99.95% bila menggunakan sistem resirkulasi ditambah
make-up air (10-20 % fresh air).
7. Kelas F adalah ruangan pengemasan sekunder.
8. Kelas G adalah ruang gudang.
Dalam bangunan suatu industri farmasi permukaan bagian dalam ruangan
seperti dinding, lantai dan langit-langit hendaklah licin, bebas dari keretakan dan
sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi.
Lantai di daerah pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaan
yang rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding juga
hendaklah kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dicuci. Sudut-sudut
antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah
berbentuk lengkungan.
2.2.4 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki
rancangan bangunan dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta
ditempatkan dengan tepat sehingga mutu setiap produk obat terjamin secara
seragam dari batch ke batch serta untuk memudahkan pembersihan dan
perawatannya.
1. Rancang Bangun dan Konstruksi
a. Peralatan yang digunakan tidak bereaksi atau menimbulkan akibat
terhadap bahan yang diolah.
b. Peralatan hendaklah mudah dibersihkan baik bagian dalam maupun
bagian luarnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan
mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta ditara
menurut prosedur yang tepat, hasil pemeriksaannya dicatat dan disimpan
dengan baik.
d. Penyaring untuk cairan tidak boleh melepaskan serat ke dalam produk.
2. Pemasangan dan Penempatan
a. Peralatan hendaklah ditempatkan pada posisi yang tepat untuk
memperkecil pencemaran silang antar bahan.
b. Peralatan ditempatkan dengan jarak yang cukup renggang untuk
memberikan keleluasaan kerja.
c. Peralatan utama diberi nomor pengenal yang dipakai pada semua
perintah yang terdapat pada protap.
d. Saluran pipa yang menggunakan uap bertekanan hendaknya dilengkapi
dengan peralatan uap dan saluran pembuangan yang berfungsi dengan
baik.
f. Sistem penunjang hendaknya divalidasi untuk memastikan fungsinya
sesuai tujuannya.
3. Pemeliharaan
a. Peralatan hendaknya dirawat sesuai jadwal yang tepat agar berfungsi
dengan baik dan mencegah pencemaran.
b. Prosedur - prosedur tertulis untuk peralatan dibuat dan dipatuhi.
c. Catatan pelaksanaan pemeliharaan pemakaian peralatan utama
hendaklah dicatat dalam buku harian dan catatan untuk peralatan yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan khusus untuk satu produk saja dapat dimasukkan ke catatan
produksi batch produk tertentu.
2.2.5 Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap
hal yang merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaknya
dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan
terpadu.
Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi serta dievaluasi secara
berkala untuk memastikan efektivitas prosedur dan selalu memenuhi persyaratan.
2.2.6 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin
produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar
(registrasi).
Selain itu, produksi sebaiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang
kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap
produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses
produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia,
bangunan, peralatan, kebersihan dan higienis sampai dengan pengemasan.
Prinsip utama produksi adalah :
Adanya keseragaman atau homogenitas dari batch ke batch.
Universitas Sumatera Utara
Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang
seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi batch yang sudah
diproduksi maupun yang akan diproduksi.
Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama
dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang
dihasilkan memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan. Pada proses produksi, mutu
produk yang dihasilkan sangat ditentukan oleh bahan awal, proses produksi,
personil, dan sistem tervalidasi.
Penyimpanan tergantung dari kestabilan bahan awal. Untuk penyimpanan
hendaklah tersedia ruangan dengan suhu yang berbeda-beda. CPOB
mempersyaratkan klasifikasi ruangan berdasarkan suhu menjadi 5 jenis, yaitu :
Suhu ruangan : 15-30
o
C
Suhu ruangan yang dikendalikan : 25
o
C
Sejuk : 8-15
o
C
Dingin : 2-8
o
C
Beku : dibawah 0
o
C
Ruangan steril, ruangan antara, ruangan ganti pakaian steril dan ruangan
ganti pakaian biasa atau ruangan produksi lain hendaklah memiliki perbedaan
tekanan udara 10-15 Pa. Tekanan udara dalam ruangan yang memiliki resiko yang
lebih tinggi terhadap suatu produk hendaklah selalu lebih tinggi daripada ruangan
lain. Bila suatu pintu dibuka, tekanan atau hembusan udara dari arah ruangan yang
beresiko tinggi hendaklah cukup mampu untuk menciptakan arus udara ke arah
ruang yang beresiko lebih rendah untuk menghindarkan pencemaran balik ke
ruang steril.
Universitas Sumatera Utara
2.2.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitik yang
dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini
juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang
dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan
memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiaannya.
Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa :
1. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk
identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas, dan keamanannya;
2. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan
dan telah divalidasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi, dokumentasi,
produksi terlebih dahulu;
3. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap
suatu batch obat telah dilaksanakan dan batch tersebut memenuhi spesifikasi
yang ditetapkan sebelum didistribusikan;
4. Suatu batch obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran
yang ditetapkan.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan
mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan
Universitas Sumatera Utara
sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum
didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area
produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan penyelidikan bila diperlukan.
2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri dilakukan secara indepeden dan rinci oleh petugas yang kompeten
dari perusahaan. Inspeksi diri hendaknya dilakukan secara rutin dan disamping itu
pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau
terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan
dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Inspeksi meliputi personil, bangunan, penyimpanan, bahan awal, obat jadi,
produksi, pengawasan mutu, dokumentasi dan pemeliharaan gedung serta
peralatan. Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan kebutuhan
pabrik namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh hendaklah
dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah
tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri.
2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk
dan Produk Kembalian
Keluhan terhadap obat, laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek
samping yang merugikan, atau masalah terapetik. Semua keluhan dan laporan
Universitas Sumatera Utara
keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat kemudian diambil tindak
lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan.
Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau
beberapa batch atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi.
Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan produk yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak
diperhitungkan yang merugikan kesehatan.
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri atau
beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena kerusakan, daluwarsa,
atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan
keraguan akan identitas, mutu, keamanan obat serta kesalahan administratif yang
menyangkut jumlah dan jenis.
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan
memerlukan penanganan serta pengkajian secara teliti.
Keluhan atau informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain
dapat dari bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang, dan bagian
pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien,
dokter, paramedik, klinik, rumah sakit, apotek.
2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen,
Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang penting dari pemastian mutu.
Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan
tujuannya yaitu menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek produksi
Universitas Sumatera Utara
serta pengendalian dan pengawasan mutu. Dokumentasi sangat penting untuk
memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas
mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko
terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena mengandalkan komunikasi
lisan.
2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing
pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap batch
produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi
2.2.12.1 Kualifkasi
Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas
atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai
dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten.
Validasi/kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang terdiri
dari 4 tingkatan, yaitu :
a. Kualifikasi Rancangan (Design Qualification)
Kualifikasi rancangan adalah unsur pertama dalam melakukan validasi
terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. Tujuannya adalah untuk menjamin
Universitas Sumatera Utara
dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan atau bangunan yang akan
dipasang atau dibangun sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur
dalam ketentuan CPOB yang berlaku. Kualifikasi ini dilakukan sebelum instalasi
(pemasangan) alat/mesin/prasarana produksi.
b. Kualifikasi Instalasi (Installation Qualification)
Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem
atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada
dokumen pembelian, manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya
dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Kualifikasi instalasi
dilakukan pada waktu instalasi (pemasangan baru), modifikasi atau pemindahan
alat yang bersangkutan.
c. Kualifikasi Operasional (Operational Qualification)
Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem
atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi
yang diinginkan. Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi
(pemasangan baru), modifikasi atau pemindahan alat yang bersangkutan.
d. Kualifikasi Kinerja (Performance Qualification)
Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem
atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan dengan cara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan penggunaan.
2.2.12.2 Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan
yang dilakukan. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan.
Universitas Sumatera Utara
Jenis- jenis validasi meliputi validasi metoda analisa, validasi proses
produksi, validasi proses pengemasan, validasi pembersihan.
a. Validasi Metode Analisa
Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa semua metode analisa
(cara/prosedur pengujian) yang digunakan dalam pengujian maupun pengawasan
mutu, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten (terus-
menerus). Dalam validasi metode analisa yang diuji atau divalidasi adalah Protap
atau Prosedur Tetap pengujian yang bersangkutan. Protap tersebut bisa dibuat
oleh bagian pengawasan mutu. Apabila protap belum tersedia maka harus dibuat
terlebih dahulu, baru divalidasi.
Cakupan (ruang lingkup):
Validasi metode analisa dilakukan untuk semua metoda analisa yang
digunakan untuk pengawasan kegiatan produksi.
Dilakukan dengan semua peralatan yang telah dikalibrasi dan diuji
kesesuaian sistemnya (alat atau sistem sudah dikualifikasi).
Menggunakan bahan baku pembanding yang sudah dibakukan atau
disimpan ditempat yang sesuai.
b. Validasi Proses Produksi
Tujuannya adalah:
Untuk memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi
yang berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin (batch processing
record), senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus-menerus.
Mengidentifikasi dan mengurangi masalah yang terjadi selama proses
produksi dan memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang.
Universitas Sumatera Utara
Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses produksi.
Validasi proses terbagi menjadi dua:
a. validasi prospektif, merupakan proses validasi sebelum produk di
pasarkan
b. validasi konkuren, merupakan proses validasi yang dilakukan
selama proses produksi rutin.
c. Validasi retrospektif, merupakan validasi yang dilakukan terhadap
proses yang sudah berjalan.
c. Validasi Proses Pengemasan
Tujuannya adalah:
Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan
yang berlaku dan digunakan dalam proses pengemasan rutin (batch
packaging record) sesuai dengan persyaratan rekonsiliasi yang telah
ditentukan, secara konsisten.
Operator yang melakukan proses pengemasan kompeten serta mengikuti
prosedur pengemasan yang telah ditentukan.
Proses pengemasan yang dilakukan, tidak terjadi peristiwa mix-up (campur
baur) antar produk maupun antar batch.
d. Validasi Pembersihan
Tujuannya adalah:
Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan
yang berlaku dan digunakan sudah tepat dan dapat dilakukan berulang-
ulang (reliable and reproducible).
Universitas Sumatera Utara
Peralatan/mesin yang dibersihkan tidak terdapat pengaruh yang negatif
karena efek pembersihan.
Operator yang melakukan pembersihan kompeten, mengikuti prosedur
pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan.
Cara pembersihan menghasilkan tingkat kebersihan yang telah ditetapkan,
misalnya sisa residu, kadar kontaminan, dan sebagainya.


















Universitas Sumatera Utara

You might also like