You are on page 1of 22

1

LAPORAN PENDAHULUAN
STEMI (ST ELEVASI MIOKARD INFARK)


A. DEFINISI
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim
jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh
darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar
terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.
STEMI adalah salah satu dari jenis ACS sehingga patofisiologinya dimulai ketika
terjadi plak aterosklerosis dalam pembuluh koroner yang merangsang terjadinya
agregasi platelet dan pembentukan thrombus. Kemudian thrombus tersebut akan
menyumbat pada pembuluh darah dan menghalangi/mengurangi perfusi miokardial.
(Kristin j.o,2009)
http://hikmahliabasuni.blogspot.com/2013/06/primary-angioplasti-pada-stemi.html

B. PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri
koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus
arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar
kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan
jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural
pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology
menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap
yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
Saat miokardium kekurangan oksigen akibat terhalangnya perfusi, maka terjadi
metabolism anaerob dengan produksi ATP yang sedikit, kegagalan pada system pompa
Natrium-Potassium dan Kalsium dan akumulasi asam laktat dan ion hydrogen sehingga
menyebabkan asidosis. Proses yang terjadi terbagi dalam tiga fase yaitu, fase iskemia,
dimana masih terdapat metabolism aerob disamping terjadinya metabolism anaerob
Jika penurunan perfusi terus terjadi maka metabolism aerob terhenti dan metabolism
anaerob pun semakin berkurang, fase ini dinamakan fase injury (Kristen J.O, 2009).
Selanjutnya, jika perfusi tidak dikembalikan dalam 20 menit maka, akan masuk kefase
berikutnya yaitu fase nekrosis sel miokardium yang irreversible (Kristen J.O, 2009) .
Kegagalan kontraksi miokardium akibat jaringan parut yang terbentuk pada daerah
nekrosis akan mengurangi cardiac output, perfusi ke organ dan jaringan perifer yang
jika semakin berat akhirnya berkontribusi terhadap terjadinya shock. Untuk
mengkompensasinya, saraf simpatis mengeluarkan epinephrine dan norepinephrin
dalam upaya meningkatkan denyut nadi, tekanan darah dan afterload yang akan lebih
meningkatkan kebutuan oksigen miokardium, sementara perfusi koroner terhalang,
maka akan mempercepat daerah iskemia menjadi daerah nekrosis sehingga menjadi
semakin luas. Efek lain adalah ketika penurunan perfusi berlanjut maka penurunan
tekanan darah akan merangsang suatu mekanisme kompensasi pengaktifan sistem
RAA (Renin Angiotensin Aldosteron) yang mengakibatkan vasokonstriksi retensi
2

natrium dan air yang pada gilirannya akan semakin meningkatkan beban kerja jantung
(Kristen J.O, 2009) .
Jika oklusi < 6 jam, maka daerah nekrose masih pada subendokardium, dan jika
perfusi dapat dikembalikan maka biasanya fungsi miokardium dapat reversible karena
daerah nekrose masih kecil, namun jika melebihi 6 jam maka daerah nekrose telah
mencapai dinding ventrikel dan dalam 12 jam setelah oklusi progresifitas kerusakan sel
semakin meningkat dan menjadi irreversible. Antara 4-7 hari setelah insiden STEMI,
maka miokardium menjadi mudah sekali mengalami injuri sehingga dalam 2 minggu
pertama resiko berulangnya insiden dapat terjadi kapan saja dan biasanya fatal (10%
mortalitas). Setelah 2-3 bulan maka terjadi remodeling dengan jaringan parut yang
setelah beberapa bulan menyebabkan dilatasi progresif dan akan mempengaruhi
kontraktilitas seluruh miokadium dan meningkatkan resiko CHF, aritmia ventrikel, dan
ruptur dinding miokardium dimana saja (Leslie Mukau, 2011).
C. ETIOLOGI
1. Faktor pencetus
Suplai oksigen kemiokard berkurang disebabkan beberapa factor
Faktor pembuluh darah misalnya: aterosklerosis, spasme, arteritis
Faktor sirkulasi misalnya: hipotensi, stenosis aurta, insufisiensi.
Faktor darah misalnya anemia, hipoksemia.
Curah jantung yang meningkat
Aktifitas yang berlebih, emosi.
Kebutuhan oksigen yang meningkat
Kerusakan miokard, hipertropimiocard, hipertansi.
2. Faktor presdiposisi
Faktor resiko yang tidak dapat dirubah
Usia, jenis kelamin, hereditas, ras.
Faktor resiko yang dapat diubah
Merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, obesitas, stress psiklogi.


D. MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih
benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung 20
menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat,
pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
2. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
3. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung.
4. Bisa atipik:
Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa
tanpa disertai nyeri dada.

E. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalam bentuk,
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses
3

ini disebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah
infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi
infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan
dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan
yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara
keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan
penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan
prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat
dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan
fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus
diberikan.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang
baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark )
dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru
dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti
paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pulmonal
g. Perikarditis
h. Kelainan septal ventrikel
i. Disfungsi katup
j. Aneurisma ventrikel
k. Sindroma infark pascamiokarditis

F. Data penunjang
1. Laboratorium
a. CKMB
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam
kejadian, dan memuncak dalam 12-24 jam. Akan kembali normal dalam 36-
48 jam
b. LDH
Meningkat dalam rentang waktu 12-24 jam dan akan memakan waktu lama
untuk kembali normal
c. CTn (CTn I dan CTn T)
Enzim ini akan Meningkat setelah 2 jam bila ada infak miokard dan akan
memuncak dalam 10-24 jam dan untuk CTn T masih dapat terdeteksi 5-14
hari sedangkan CTn I setelah 5-10 hari.
2. Ecg
Pemeriksaan ekg 12 lead harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan
diIGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Perubahan
4

EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah
ini terjadi fase segmen ST. perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya
gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.EKG sisi kanan harus diambil
pada pasien dengan STEMI inferio, untuk mendeteksi kemungkinan infak di ventrikel
kanan.
3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal
hipokalemi, hiperkalemi
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
5. Kecepatan sedimen
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
6. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis
7. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
8. Kolesterol atau trigliser
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
9. Foto thorak
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma
ventrikuler.
10. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
11. Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
12. Pencitraan darah jantung
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan
fraksi ejeksi (aliran darah)
13. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi) Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah
jantung angioplasty atau emergensi.
14. Digital subtraksion angiografi
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
15. Nuklir magnetic resonance
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
16. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.




5

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanan STEMI mengacu pada data-data evidence based berdasarkan
penelitianrandomized clinic trial yang terus berkembang ataupun consensus dari para
ahli sesuai pedoman (guidlen)
Tujuan utama tatalaksana pada pasien IMA adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang
mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan antiplatelet, memberikan obat
penunjang.
Pedoman dalam pemberian terapi mengacu pada ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun
2008, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisisarana dan fasilitas dan kemampuan ahli
yang ada.
Berikut ini tahap penatalaksanaan:
1. Penatalaksanaan pra rumah sakit
Kematian diluar RS pada STEMI sebagian besar diakibatkan adanya fibrilasi
ventrikel mendadak yang terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala dan lebih
separuhnya terjadi pada jam pertama sehingga elemen utama penatalaksanaan pra
hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:
a) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
b) Pemanggilan tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi.
c) Transportasi pasien keRS yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis
yang terlatih.
d) Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak pada penanganan pasien disebabkan oleh lamanya
waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan paien untuk meminta
pertolongan.
Hal ini dapat diatasi dengan cara edukasi kepada masyarakan oleh tenaga
professional kesehatan mengenai pentingnya penatalaksanaan dini.
Pemberian fibrinolitik pre hospital hanya bisa dikerjakan jika paramedic
diambulance yang sudah terlatih untuk menginterpretasikan EKG dan
managemen STEMI serta ada kendali medis online yang bertanggung jawab
pada pemberian terapi.
2. Penatalaksanaan diruang emergensi
Tujuan penataaksanaan di IGD adalah mengurangi nyeri pada, mengidentifikasi
cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusisegera, triase pada risiko
rendah keruangan yang tepat kerumah sakit dan menghindari pemulangan cepat.
a) Pemberian oksigen : suplai oksigen harus diberikan pada pasien dengan
saturasi oksigen kurang dari 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi
dapat diberikan oksigen selam 6jam pertama
b) Pemberian obat-obatan
Nitrogliserin : dapat diberikan dengan dosis 0,4mg dan dapat diberikan sampai
3dosis interval 5 menit.
Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyerii dada dan merupakan analgesi
piihan pertama dalam tatalaksana pada kasusu STEMI dengan dosis 2-4mg dan
dapat diulang 5-15 menit samapi dosis total 20mg.
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pda spectrum syndrome coroner akut dengan dosis diruang emergensi
160-325mg setelah itu dengan dosis peroral dengan dosiis 75-162mg.
6

3. Penatalaksanaan diruang ICCU
a) Aktivitas : pasien harus istiraat dalam 12 jam pertama
b) Diet : pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam
karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infak miokard.
c) Sedasi : diberikan sedasi untuk mempertahankan periode inaktivitas degan
penenang. Diazepam 5mg, oksazepam 15-30mg, atau lorazepam 0,5-2mg,
diberikan 3-4kali.
d) Saluran pencernaan : dapat diberikan pencahar ringan agar tidak terjadi
konstipasi, diit tinggi serat.
4. Penatalaksanaa komplikasi
a. Syok kardiogenetik
Penatalaksana syok kardiogenetik:
Terapi O
2
, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan norepinefrin.
Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan
dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok
diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang
mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi yang dapat
dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak
ideal dengan tindakan invasif.
Terapi trombolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik
yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi
trombolisis.
Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan terapi farmakologis,
bila sarana tersedia.
b. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan
yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda
hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:
Pertahankan preload ventrikel kanan.
Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya 200ml/jam
(terget atrium kanan >10 mmHg (13,6 cmH20).
Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung
sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak respon
dengan atropin.
Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading volume.
Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
Pompa balon intra-aortik.
Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
Penghambat ACE
Reporfusi
Obat trombolitik
7

Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit
multivesel).
c. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat terjadi
tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
Takikardia ventrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau
menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock
unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan
shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
Takikardia ventrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan angina ,
edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan
shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis
awal gagal.
Takikardia ventrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema paru
dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:
Lidokain: bolus 1-1-5mg/kg. Bolus tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10 menit
sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya
dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 mg/l/menit).
Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit,
dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus
pemeliharaan 0,5 mg/menit.
Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi sebelumnya).
d. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock
unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan
shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J ( klas I)
Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap
shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan
pengulangan shock unsynchoronized.














8

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
a. Nama:
b. Umur:
c. Alamat:
d. Pendidikan
e. Perkerjaan:
f. Tanggal masuk:
g. Status:
h. Diagnose medis :
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset 12 jam
b. Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti:
1. Sesak
2. odema
3. Nyeri dada
c. Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota
keluarganya yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta
riwayat penyakit lainnya seperti:
1. Darah tinggi
2. Diabetes
3. Penyakit jantung
d. Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami
penyakit yang sama dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti:
1. Riwayat asma
2. Diabetes
3. Stroke
4. Gastritis
5. Alergi
3. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum:
b. Kesadaran:
c. Pemeriksaan fisik baik head to toe ataupun b1-b6.
4. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi: Terjadi peningkatan leukosit
Cardiac enzyms: Terjadi peningkatan enzim
b. Elektrokardiografi:
c. Detak jantung ..
d. Ekokardiografi: Pergerakan dinding jantung dan struktur jantung.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan pola napas berhubungan dengan infark ditandai dengan sesak.
b. Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard ditandai dengan
keluhan nyeri dada.
9

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas .
d. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian ditandai dengan
ketakutan, gelisah dan perilaku takut.

C. INTERVENSI
a. Intervensi untuk diagnose gangguan nyeri.
Tujuan: Menyatakan nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
Menyatakan nyeri dada terkontrol dalam waktu 3 hari.
Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dalam waktu 1 hari.
Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak dalam waktu 3 hari.
Intervensi:
o Kaji lokasi, karakter, durasi, dan intensitas, nyeri, dengan menggunakan skala
nyeri 0 (tidak nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala berkaitan, seperti mual.
o Kaji dan catat TD dengan episode nyeri. TD dapat meningkat karena rangsang
simpatis atau menurun karena iskemia dan fungsi jantung menurun.
o Berikan obat nyeri yang diprogramkan (biasanya morfin sulfat): catat kualitas
pengurangan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, dan tentukan interval
waktu dari pemberian sampai penghilangan nyeri.
o Tenangkan pasien selama episode nyeri; temani pasien bila mungkin.
o Observasi dan laporkan efek samping dari obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit
miksi.
o Berikan O
2
sesuai program, biasanya 2-4 L/menit per kanula nasal.
o Siapkan pasien untuk pindah UPK. (Unit Perawatan Kritis)
b. Intervensi dari intoleransi aktivitas:
Tujuan: mendemontrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Kriteria hasil: melaporkan tidak adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu selama
pemberian obat.
Intervensi:
Pantau pasien terhadap tanda intolenransi aktivitas, dan minta pasien untuk
merentang aktivitas dan yang diprogramkan.
Mati dan laporkan gejala-gejala curah jantung menurun atau gagal jantung: TD
menurun, ekstremitas dingin, oliguria, nadi perifer menurun, FJ meningkat.
Pantau output dan input, waspadai haluaran urine <30 ml/jam. Auskultasi lapang
paru setiap dua jam terhadap krekels, yang dapat terjadi pada retensi cairan
dengan gagal jantung.
Palpasi nadi perifer pada interval sering. Waspadai ketidakteraturan dan penurunan
amplitude, yang merupakan sinyal gagal jantung.
Berikan O
2
dan obat-obatan sesuai program.
Selama periode akut dari curah jantung menurun dan sesuai program, dukung
pasien dalam mempertahankan tirah baring dengan mempertahankan barang-
barang milik pribadi dalam jangkauan, memberkan situasi yang tenang, dan batasi
pengunjung untuk memastikan periode istirahat tanpa gangguan.
Bantu pasien untuk menggunakan pispot bila ke kamar mandi diizinkan.
Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak pasif atau dibantu seperti ditentukan
oleh toleransi aktivitas dan keterbatasan aktivitas. Konsul dengan dokter tentang
10

tipe dan jumlah latihan di tempat tidur yang dapat dilakukan bila kondisi pasien
membaik
Pastikan pasien menjalani istirahat tanpa gangguan 90 menit. Rencanakan
aktivitas yang sesuai.
c. Intervensi untuk diagnosa ansietas:
Tujuan: mengidentifikasi dan mengenal perasaan pasien.
Kriteria hasil: menyatakan penurunan ansietas/takut.
Intervensi:
Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong
mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut dll.
Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti program medis.
Mempertahankan kepercayaan.
Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukan
tindakan bila pasien menunjukkan perilaku merusak.
Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan. Hindari
konfrontasi.
Orientasikan pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas
yang di harapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin. Jawab semua pertanyaan
secara nyata. Berikan informasi konsisten; ulangi sesuai indikasi.
Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan
seseorang, berbagi pertanyaan dan masalah.
Berikan periode istirahat atau waktu tidur tidak terputus, lingkungan tenang,
dengan tipe kontrol pasien, jumlah rangsangan eksternal.
Dukung kenormalan proses kehilangan, melibatkan waktu yang perlu untuk
penyelesaian.
Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
dukung kemandirian, perawatan sendiri dan pembuatan keputusan dalam rencana
pengobatan.
dukung keputusan tentang harapan setelah pulang.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien

E. EVALUASI
a. Nyeri berkurang atau hilang.
b. Pola nafas pasien teratur
c. Aktifitas pasien meningkat (normal)
d. Ansietas berkurang atau hilang








11

ASUHAN KEPERAWATAN


A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn M.H
Umur : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki.
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Swasta (pedagang buah)
Pendidikan : SLTA
Bahasa : Indonesia
Alamat : Ds. Sidogiri RT 4 RW 1 Kraton, Pasuruan
Tanggal MRS : 22-07-2014
Cara Masuk : IGD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Diagnosis Medis : STEMI Anterior
Tanggal Pengkajian : 22-07-2014

B. RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)
1. Keluhan Utama
Saat MRS : Nyeri dada
Sekarang : Nyeri dada
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan nyeri dada sejak 5 hari yang lalu. Nyeri dada tembus punggung.
saat istirahat masih teraswa nyeri dada. Skala nyeri 5. Lama nyeri kurang lebih 5
menit. Kemudian pasien MRS di RS PAsuruan selama 5 hari dan nyeri msih tidak
berkurang. Akhirnya pasien dirujuk ke RSSA
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan memiliki riwayat Hipertensi dan riwayat merokok 24 batang
sehari. Pasien tidak ada riwayat alergi.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan bahwa ayahnya dulu tiba-tiba meninggal mendadak.
5. Genogram


Keterangan :
Laki laki hidup
Laki meninggal
wanita hidup
Wanita meninggal
Klien.
--- serumah

12

C. POLA AKTIFITAS SEHARI HARI (ACTIVITY DAILY LIVING)
NO AKTIFITAS TEMPAT
DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
1 Pola Nutrisi Makan 3 kali sehari, porsi satu
piring habis sekali makan habis,
komposisi makan terdiri dari nasi,
lauk seperti tahu, tempe, ikan, telur
dan daging, memakai sayur seperti
bayam dan sawi, kadang snack,
pasien tidak berpantang terhadap
jenis makanan tertentu,
Minum 5-6 gelas /hari air putih
kadang kadang teh.
Pasien baru makan 1 kali sehari
karena baru MRS, porsi
setengah piring sekali makan,
menu sesuai yang disediakan
rumah sakit.
Minum baru 2 gelas air putih.
2 Pola Eliminasi BAB 1 2 kali/hari, BAB di WC,
warna kuning bau khas faeces,
konsistensi lunak.
BAK 3 4 kali sehari warna kuning
jernih, bau khas urine.

Belum BAB

BAK 80cc/jam, warna kuning
jernih, bau khas urine.
3 Pola Istirahat/tidur Tidur sehari semalam 7 8 jam
Malam hari mulai tidur jam
22.00 WIB dan bangun kurang
lebih jam 04.30 WIB
Siang hari tidur 1 2 jam mulai jam
14.00 15.00 WIB tidak ada
gangguan tidur
Tidur semalam 6-7 jam.

Belum tidur siang karena baru
MRS
4

Pola Personal Hygiene

Mandi 2 kali sehari dikamar mandi,
memakai sabun mandi.
Gosok gigi 2 kali sehari. Keramas 1
kali seminggu.
Mandi baru 1 kali sehari diseka
memakai air hangat.
Gosok gigi 1 kali sehari dan
belum keramas.
5. Pola Aktifitas Pasien di rumah bekerja sebagai
pedagang dari pagi sampai dengan
jam 07.00 sampai dengan sore
kurang lebih jam 15.00 istirahat
pada siang hari satu jam, waktu
senggang diguanakan untuk nonton
TV atau ngobrol bersama kelaurga
Pasien jarang rekreasi
Pasien hanya istirahat di tempat
tidur dengan posisi semifowler,
mobilisasi px diatas tempat tidur,
kebutuhan px dibantu oleh
keluarga dan perawat.

6. Ketergantungan Pasien tidak punya riwayat
ketergantungan pada obat-obatan,
rokok dan minuman (beralkohol),

Rokok (+), obat bebas (-), bahan
kimia (-), konsumsi jamu (-).
D. DATA PSIKOLOGI
1. Status emosi
Stabil, terbukti pasien sering menjawab pertanyaan yang diberikan oleh perawat dan
dokter.
13

2. Konsep Diri
1) Body Image
Pasien mengatakan takut mengenai penyakitnya, saat ini membutuhkan
bantuan, pengobatan dan perawatan dari dokter perawat dan keluarganya,
pasienmengatakan sangat terganggu dan menderita dengan keadaannya
sekarang
2) Self Ideal
Pasien mengatakan tidak terganggu dengan aturan yang diterapkan oleh pihak
RS karena menurut pasien hal ini adalah untuk kesembuhannya.
3) Self esteem
Pasien mengatakan diperlakukan dengan baik, ramah, sopan dan sabar baik
oleh petugas maupun keluarga dan mendapat bantuan dalam menghadapi
sakitnya.
4) Role
Pasien bersikap kooperatif saat dilakukan tindakan, penjelasan dari
perawat/dokter. Pasien menyadari saat ini sedang sakit dan lemah bukan
individu yang sehat dan mandiri seperti dahulu.
5) Identitas
Pasien berusia 42 tahun, laki-laki, memiliki 1 istri dan 3 orang anak, bekerja
sebagai pedagang buah.
3. Data Sosial
1) Pendidikan : tamat SLTA
2) Sumber penghasilan : pasien bekerja sebagai pedagang buah
3) Pola komunikasi : pasien berkomunikasi dengan bahasa jawa dan
Indonesia dengan nada suara sedang.
4. Pola Interaksi
Pasien tinggal serumah dengan istri dan tiga orang anaknya. Pasien mengatakan
hubungan dengan semua anggota keluarga dan tetangga berjalan dengan baik
(harmonis).
5. Data Spiritual
1) Pasien mengatakan beragama islam
2) Pasien mengatakan dirumah rajin menjalakan ibadah sesuai dengan ajaran
agamanya seperti sholat dan mengaji serta berdoa serta ibadah yang lain
3) Di Rumah sakit pasien hanya dapat berdoa dan berharap dapat lekas sembuh
dan berkumpul dengan keluarganya.
4) Di rumah sakit pasien tidak bisa melaksanakan sholat karena sakit yang
dideritanya
5) Pasien mengatakan menerima sakitnya sebagai cobaan yang diberikan oleh
Tuhan Yang Maha Esa.

E. PEMERIKSAAN FISIK
B1= Pasien bernapas spontan dengan nasal kanul 3 LPM. RR pasien 20 X.menit. Sp O2
100%. Paru kanan kiri vesikuler, whezing -/-, dada simetris, retraksi dada (-), batuk (-),
sekret (-), epistaksis(-), vocal fremittus normal, perkusi sonor.
B2= Terpasang IV line, TD 113/80 mmHg, nadi 95x/menit, suhu 36,5
0
C. ECG: Irama
Sinus, Rate 97x/menit, axis normal.
14

B3= Kesadaran komposmentis, pupil isokor 3mm/3mm, reaksi cahaya+, konjungtiva
tidak ikterik, pergerakan bola mata normal, penciuman, pendengaran dan pengecapan
dalam batas normal, refleks patella +, refleks patologis (-).
B4 = BAK lancar warna jenih, urin 80 cc/ jam, Tidak terdapat distensi kandung kemih,
terpasang DC.
B5 = perut lunak, suara dulness, bising usus (+) , tympani (+), bibir tidak pucat, tidak ada
nyeri perut atau asites. TB: 165 cm, BB: 60 Kg.
B6 = Tidak ada kelainan kongenital, pasien mobilisasi di tempat tidur, kebutuhan
dibantu. Kelembaban cukup. Kulit, rambut dan kuku bersih. Kulit tidak ada tanda-tanda
kemerahan (decubitus), warna kulit kuning langsat, tidak ada jaringan parut, keadaaan
vascularisasi superfisial cukup, kulit teraba hangat, turgor cukup, kulit kepala bersih.
Rambut bersih warna hitam, tidak mudah rontok.


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah
Tanggal Pemeriksaan Hasil Normal
22-07-2014 Hb
SGOT
SGPT
Troponin I
CK-MB
Ureum
Kreatinin
Na
K
Cl

BGA :
pH
pCO2
pO2
HCO3
BE
Saturasi O2
Hb
Suhu

14 g/dL
80 U/L
70 U/L
11,80 ug/L
59 U/L
31,80 mg/dL
1,07 mg/dL
131 mmol/L
4,10 mmol/L
102 mmol/L


7,41
26,4 mmHg
95,8 mmHg
16,9 mmol/L
-8,0 mmol/L
98,6 %
13,8 gr/dL
37,0
0
C
13,4-17,7
0-40
0-41
< 1,0
7-25
16,6-48,5
< 1,2
136-145
3,5-5,0
98-106


7,35-7,45
35-45
80-100
21-28
(-3) (+3)
> 95


2. Radiologi tanggal 02-07-2014
COR= Membesar
Pulmo = tidak tampak infiltrat
Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam.
Kesimpulan: Cardiomegali, CTR 55%

3. EKG tanggal 15-07-2014 jam 05.00
Irama : Teratur
15

HR : 97x/menit
Gel P : 0,10 mm/dtk
PR interval : 0,12 mm/dtk
Gel QRS : Gel QS 0,04 mm/dtk
Segmen ST : ST Elevasi di V1-V5
Gel T : ridak ada T inversi
Axis : normal axis

G. PENATALAKSANAAN
Tanggal 22-07-2014
Inf. NS 0,9% 500cc/24 jam
O2 nasal kanul 3 Lpm
Inj. Lovenox 2 x 0,6 cc
Oral :
ASA 1 x 80 mg
CPG 1 x 75 mg
Captopril 3 x 12,5 mg
Bisoprolol 1 x 1,25
Simvastatin 1 x 20 mg
Diazepam 1 x 5 mg
Laxadin syr 3 x 1 CI



























16

ANALISA KEPERAWATAN

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
1.
















2.









DS :
Pasien mengatakan nyeri dada

DO :
TD= 113/80 mmHg, HR 95x/menit,
suhu 36,5
0
C, RR 20x/menit, O2 3 lpm,
SpO2 100%.
ECG : STEMI anterior, normal axis.









DS :
Pasien mengatakan nyeri saat makan
atau aktivitas.

DO :
Pasien hanya istirahat di tempat tidur
dengan posisi semifowler, mobilisasi px
diatas tempat tidur, kebutuhan px
dibantu oleh keluarga dan perawat.

Aterosklerosis

Suplai darah tidak
adekuat

Rusaknya jaringan
jantung

Nyeri akut



Aterosklerosis

Suplai oksgen tidak
seimbang

Intoleransi aktivitas



Nyeri Akut
















Intoleransi aktivitas






















17

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan iskemik dan infak jaringan miokard.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen































18

INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN NOC NIC
1 Nyeri dada berhubungan
dengan iskemia dan infark
miokard
Nyeri dada berkurang/tidak
nyeri selama dilakukan tindakan
perawatan di RS
Kriteria Hasil
Nyeri dada berkurang
(skala nyeri 1-3)
Gambaran ST elevasii
berkurang atau tidak ada
TD = 120/80 mmHg
Nadi =60-100x/menit
EKG : Irama sinus reguler
1. Kaji lokasi, karakter, durasi, dan intensitas,
nyeri, dengan menggunakan skala nyeri 0
(tidak nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji
gejala berkaitan, seperti mual.
2. Kaji dan catat TD dengan episode nyeri.
TD dapat meningkat karena rangsang
simpatis atau menurun karena iskemia dan
fungsi jantung menurun.
3. Ajarkan teknik relaksasi
4. Observasi dan laporkan efek samping dari
obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit miksi.
5. Berikan O
2
sesuai program, biasanya 2-4
L/menit per kanula nasal.
6. Kolaborasi tim medis untuk terapi obat dan
tindakan.
2 Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
Pasien dapat melakukan
aktivitas tanpa adanya nyeri
dada
Kriteria hasil
Pasien dapat
mendemonstrasikan
peningkatan toleransi
aktivitas yang dapat
diukur/maju dengan
frekuensi jantung/Irma
dab TD dakam batas
normal dan kulit hangat
Tidak ada nyeri dada
/terkontrol saat
beraktivitas
1. Catat frekuensi jantung, irama, dan
perubahan TD sebelum, selamam, dan
sesudah aktivitas sesuai indikasi.
2. Batasi istirahat saat nyeri dada
3. Batasi engunjung dan atau kunjungan oleh
pasien
4. Anjurkan pasien menghindari pningkatan
tekanan abdomen
5. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari
tingkat aktivitas
6. Kaji ulang tanda/gjala yang menunjukkan
tidak toleran terhadap aktivitas
19

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

TANGGAL DIAGNOSA
KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI
22/07/2014 Nyeri dada berhubungan
dengan iskemia dan infark
miokard
1. Mengkaji lokasi, karakter, durasi, dan intensitas,
nyeri, dengan menggunakan skala nyeri 0 (tidak
nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala
berkaitan, seperti mual.
2. Mengkaji dan mencatat TD dengan episode
nyeri. TD dapat meningkat karena rangsang
simpatis atau menurun karena iskemia dan
fungsi jantung menurun.
3. Mengajarkan teknik relaksasi
4. Mengbservasi dan laporkan efek samping dari
obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit miksi.
5. Memberikan O
2
sesuai program, 2-4 L/menit per
kanula nasal.
6. Memberikan obat Captopril 12,5 mg, CPG 75
mg, ASA 80 mg, ISDN 5 mg, Bisoprolol 1,25 mg
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan
oksigen
1. Menganjurkan pasien untuk istirahat saat sesak
nafas
2. Memberikan penjelasan kepada pasien dan
keluarga agar membatasi pengunjung dan atau
kunjungan oleh pasien disebabkan mengurangi
infeksi nosokomial
3. Menganjurkan pasien untuk menghindari
peningkatan tekanan abdomen contoh
mengejan, batuk.
23/07/2014 Nyeri dada berhubungan
dengan iskemia dan infark
miokard
1. Mengkaji lokasi, karakter, durasi, dan intensitas,
nyeri, dengan menggunakan skala nyeri 0 (tidak
nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala
berkaitan, seperti mual.
2. Mengkaji dan mencatat TD dengan episode
nyeri. TD dapat meningkat karena rangsang
simpatis atau menurun karena iskemia dan
fungsi jantung menurun.
3. Mengajarkan teknik relaksasi
4. Mengbservasi dan laporkan efek samping dari
obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit miksi.
5. Memberikan O
2
sesuai program, 2-4 L/menit per
kanula nasal.
6. Memberikan obat Captopril 12,5 mg, CPG 75
mg, ASA 80 mg, ISDN 5 mg, Bisoprolol 1,25 mg
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan
oksigen
1. Menganjurkan pasien untuk istirahat saat nyeri
dada
2. Memberikan penjelasan kepada pasien dan
keluarga agar membatasi pengunjung dan atau
kunjungan oleh pasien disebabkan mengurangi
20

infeksi nosokomial
3. Menganjurkan pasien untuk menghindari
peningkatan tekanan abdomen contoh
mengejan, batuk.
24/07/2014 Nyeri dada berhubungan
dengan iskemia dan infark
miokard
1. Mengkaji lokasi, karakter, durasi, dan intensitas,
nyeri, dengan menggunakan skala nyeri 0 (tidak
nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala
berkaitan, seperti mual.
2. Mengkaji dan mencatat TD dengan episode
nyeri. TD dapat meningkat karena rangsang
simpatis atau menurun karena iskemia dan
fungsi jantung menurun.
3. Mengajarkan teknik relaksasi
4. Mengbservasi dan laporkan efek samping dari
obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit miksi.
5. Memberikan O
2
sesuai program, 2-4 L/menit per
kanula nasal.
6. Memberikan obat Captopril 12,5 mg, CPG 75
mg, ASA 80 mg, ISDN 5 mg, Bisoprolol 1,25 mg
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan
oksigen
1. Menganjurkan pasien untuk istirahat saat sesak
nafas
2. Memberikan penjelasan kepada pasien dan
keluarga agar membatasi pengunjung dan atau
kunjungan oleh pasien disebabkan mengurangi
infeksi nosokomial
3. Menganjurkan pasien untuk menghindari
peningkatan tekanan abdomen contoh
mengejan, batuk.




















21

EVALUASI KEPERAWATAN

TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN EVALUASI
22/07/2014
Nyeri dada berhubungan dengan
iskemia dan infark miokard
S : Pasien mengatakan masih nyeri
dada. Skala 5. Lama nyeri 3 menit
O:
- Tampak gelisah
- T= TD= 110/63 mmHg, HR=
89x/menit, suhu 36,6
0
C, RR
20x/menit, PU= 100 cc/jam
- disritmia (-), takikardia(-), takipnea
(-), hipotensi(-)
- ECG: Stemi Anterior, Normal axis

A: Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi nomer 1-6

Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
S: Pasien mengatakan masih terasa
nyeri dada saat makan dan aktivitas
O:
- Pasien istirahat di tempat tidur
dengan posisi semifowler
- Mobilisasi px diatas tempat tidur
- Kebutuhan px dibantu sebagian
oleh keluarga dan perawat.

A: Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan Intervensi nomer 1-3
23/07/2014
Nyeri dada berhubungan dengan
iskemia dan infark miokard
S : Pasien mengatakan nyeri dada
sudah mulai berkurang
O:
- Tampak nyaman
- T= TD= 111/83 mmHg, HR=
97x/menit, suhu 36,6
0
C, RR
19x/menit, PU= 110 cc/jam
- disritmia (-), takikardia(-), takipnea(-
), hipotensi(-)
- ECG: STemi anterior, Normal axis

A: Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan Intervensi nomer 1-6

Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
S: Pasien mengatakan saat makan
dan aktivitas jarang terasa nyeri
dada
O:
- Pasien istirahat di tempat tidur
dengan posisi semifowler
- Mobilisasi px diatas tempat tidur
- Kebutuhan px dibantu sebagian
oleh keluarga dan perawat.

22

A: Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan Intervensi nomer 1-3








24/07/2014
Nyeri dada berhubungan dengan
iskemia dan infark miokard
S : Pasien mengatakan sudah tidak
nyeri dada
O:
- Tampak nyaman
- T= TD= 120/75 mmHg, HR=
93x/menit, suhu 36,7
0
C, RR
20x/menit, PU= 100 cc/jam
- disritmia (-), takikardia(-), takipnea(-
), hipotensi(-)
- ECG: Stemi anterior, Normal axis

A: Masalah teratasi

P : Lanjutkan Intervensi nomer 1-4

Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
S: Pasien mengatakan bisa aktivitas
tanpa nyeri dada
O:
- Pasien istirahat di tempat tidur
dengan posisi semifowler
- Mobilisasi px diatas tempat tidur
- Kebutuhan px dibantu sebagian
oleh keluarga dan perawat.

A: Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan Intervensi nomer 1-3


Cat : Pasien tanggal 25/07/2014 sudah pindah ke ruang IW

You might also like