You are on page 1of 60

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelainan konginetal pada penis menjadi suatu masalah yang sangat
penting, karena selain berfungsi sebagai pengeluaran urine juga berfungsi
sebagai alat seksual yang pada kemudian hari dapat berpengaruh terhadap
fertilitas. Salah satu kelainan konginetal terbanyak kedua pada penis setelah
cryptorchidism yaitu hipospadia. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan
berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis
(Mutaqqin, 2011).
Istilah hipospadia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hypo (below) dan
spaden (opening). Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai tingkatan
defisiensi uretra. Jaringan fibrosis yang menyebabkan chordee menggantikan
fascia Bucks dan tunika dartos. Kulit dan preputium pada bagian ventral
menjadi tipis, tidak sempurna dan membentuk kerudung dorsal di atas glans.
Selain berpengaruh terhadap fungsi reproduksi yang paling utama adalah
pengaruh terhadap psikologis dan sosial anak (Mutaqqin, 2011).
Hipospadia adalah defek congenital dari penis yang berakibat
perkembangan yang tidak lengkap dari uretra berupa ventral opening dari
meatus uretra, kurvatura ventral (chordee) dan defisiensi bagian ventral dari
fore skin. Pada hipospadia, uretra terlalu pendek sehingga tidak mencapai
ujung dari glans penis. Meatus uretra dapat terbentuk disepanjang batang
2

(shaft) dari penis , dari glans sampai rektum, bahkan di perineum (Mutaqqin,
2011).
Penyebab dari hiposapadia ini sangat multifaktorial antara lain
disebabkan oleh gangguan dan ketidakseimbangan hormone, genetika dan
lingkungan. Ganguan keseimbangan hormon yang dimaksud adalah hormone
androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Sedangkan dari faktor
genetika , dapat terjadi karena gagalnya sintesis androgen sehingga ekspresi
dari gen tersebut tidak terjadi. Dan faktor lingkunagn adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi (Mutaqqin, 2011).
Di Amerika Serikat, hipospadia diperkirakan terjadi sekali dalam
kehidupan dari 350 bayi laki-laki yang dilahirkan . Angka kejadian ini sangat
berbeda tergantung dari etnik dan geogafis. Di Kolumbia 1 dari 225 kelahiran
bayi laki-laki, Belakangan ini di beberapa negara terjadi peningkatan angka
kejadian hipospadia seperti di daerah Atlanta meningkat 3 sampai 5 kali lipat
dari 1,1 per 1000 kelahiran pada tahun 1990 sampai tahun 1993. Banyak
penulis melaporkan angka kejadian hipospadia yang bervariasi berkisar antara
1 : 350 per kelahiran laki-laki. Bila ini kita asumsikan ke negara Indonesia
karena Indonesia belum mempunyai data pasti berapa jumlah penderita
hipospadia dan berapa angka kejadian hipospadia. Maka berdasarkan data dari
Biro Pusat Statistik tahun 2000 menurut kelompok umur dan jenis kelamin
usia 0 4 tahun yaitu 10.295.701 anak yang menderita hipospadia sekitar 29
ribu anak yang memerlukan penanganan repair hipospadia (Mutaqqin, 2011).
3

Penatalaksanaan hipospadia dilakukan dengan prosedur pembedahan.
Tujuaan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadi
lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga
pancaran kencing arahnya kedepan. Pada 15% hipospadia biasanya disertai
dengan kriptorkismus. Operasi koreksi sebaiknya dikerjakan pada usia
prasekolah. Pada usia bayi, dilakukan kordektomi untuk meluruskan penis. Pada
usia 2-4 tahun, rekonstruksi tahap kedua dilakukan yaitu rekonstruksi uretra.
Neouretra biasanya dibuat dari kulit preputium, penis, atau skrotum. Karena kulit
preputium merupakan bahan terbaik untuk uretroplasti, sirkumsisi pada pasien
hipospadia seharusnya dilakukan bersamaan dengan rekonstruksi uretra dengan
kulit preputium. Pada usia pertumbuhan sampai usia dewasa tidak akan muncul
masalah karena bagian baru uretra turut tumbuh, dan ereksi pun tidak akan
terganggu (Mutaqqin, 2011).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik dan termotivasi untuk
menyusun karya tulis ilmiah dengan mengambil kasus berjudul Asuhan
Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Pada Tn.D dengan
Hipospadia Post Op Uretroplasti Di Ruang Bedah Umum Lt 4 RSUP Hasan
Sadikin Provinsi Jawa Barat .
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbandingan antara penatalaksanaan asuhan
keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa nyaman pada tiori dengan kasus
pada Tn.D dengan hipospadia post op uretroplasti di ruang bedah umum Lt
4 RSUP Hasan Sadikin Provinsi Jawa Barat.
4

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa
nyaman pada tiori dengan kasus Tn.D dengan hipospadia post op
uretroplasti di ruang bedah umum Lt 4 RSUP Hasan Sadikin Provinsi
Jawa Barat;
b. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa
nyaman pada tiori dengan kasus Tn.D dengan hipospadia post op
uretroplasti di ruang bedah umum Lt 4 RSUP Hasan Sadikin Provinsi
Jawa Barat;
c. Untuk mengetahui rencana keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa
nyaman pada tiori dengan kasus Tn.D dengan hipospadia post op
uretroplasti di ruang bedah umum Lt 4 RSUP Hasan Sadikin Provinsi
Jawa Barat;
d. Untuk mengetahui implementasi keperawatan pemenuhan kebutuhan
rasa nyaman pada tiori dengan kasus Tn.D dengan hipospadia post op
uretroplasti di ruang bedah umum Lt 4 RSUP Hasan Sadikin Provinsi
Jawa Barat;
e. Untuk mengetahui evaluasi keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa
nyaman pada tiori dengan kasus Tn.D dengan hipospadia post op
uretroplasti di ruang bedah umum Lt 4 RSUP Hasan Sadikin Provinsi
Jawa Barat.


5

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Bagi Pendidikan
Penulisan karya tulis ilmiah ini dimaksudkan memberikan
kontribusi laporan kasus bagi pengembangan praktik keperawatan dan
pemecahan masalah kasus post op uretroplasti (hipospadia) melalui proses
keperawatan.
2. Manfaat bagi rumah sakit
Sebagai bahan pertimbangan oleh pihak rumah sakit untuk
membuat kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan
keperawatan pada pasien hipospadia post op uretroplasti.
3. Manfaat bagi mahasiswa
Menambah wawasan bagi mahasiswa keperawatan pemecahan
masalah kasus hipospadia post op uretroplasti melalui proses keperawatan.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan pada karya tulis ilmiah ini adalah metode
kasus dengan pendekatan proses keperawatan sebagai metode ilmiah
pemecahan masalah. Proses pengumpulan data sebagai berikut:
1. Wawancara
Mengadakan suatu percakapan atau wawancara langsung dengan
pasien, keluarga pasien, tim medis serta tenaga lain yang tekait,
untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan
yang dihadapi oleh pasien. Wawancara dapat dilakukan setiap saat
selama memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
6

2. Observasi
Pengumpulan data atau informasi dengan mengamati perilaku
tentang kesehatan pasien. Observasi dilakukan dengan menggunakan
indera penglihatan, penghidu, peraba, dan perasa.
3. Studi Kepustakaan
Pengumpulan data dengan mengumpulkan atau mempelajari dari
bukubuku ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan masalah pneumpnia.
4. Studi Dokumentasi
Metode atau teknik pengumpulan data yang dapat diperoleh dari
buku laporan, catatan medik, catatan keperawatan, hasil pemeriksaan
penunjang lainnya












7

BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Konsep Medik
1. Pengertian
Istilah hipospadia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hypo (below)
dan spaden (opening). Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai
tingkatan defisiensi uretra. Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa
muara uretra yang terletak di sebelah ventral penis dan sebelah proksimal
ujung penis (Mutaqqin 2011).
Hipospadia terjadi pada 1 sampai 3 per 1.000 kelahiran dan
merupakan anomali penis yang paling sering (Mutaqqin 2011).
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang
terletak di bagian bawah dekat pangkal penis (Hidayat, 2011).
2. Klasifikasi
Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe menurut letak orifisium
uretra eksternum yaitu sebagai berikut :
a. Tipe sederhana / Tipe Anterior
Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis,
kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu
tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau
meatotomi.


8

b. Tipe penil / Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-
escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan
skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak
adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat
melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih
c. Tipe penoskrotal dan tipe perineal / Tipe posterior
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang
disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan
umumnya testis tidak turun.






Sumber : Corwin, 2009.
3. Anatomi Fisiologi
a. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki
uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah protastat
9

kemudia menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis ke
bagian penis panjangnya 20 cm. Uretra pada laki-laki terdiri dari :
1) Uretra Prostatia
2) Uretra membranosa
3) Uretra kavernosa

















Sumber : Corwin, 2009.
10

Lapisan uretra laki-laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling
dalam), dan lapisan submukosa. Uretra pria mulai dari orifisium uretra
interna di dalam vesika urinaria sampai orifisium uretra eksterna. Pada
penis panjangnya 17,5-20 cm yang terdiri dari bagian-bagian berikut
(Corwin, 2009) :
1) Uretra prostatika, merupakan saluran terlebar, panjangnya 3 cm,
berjalan hampir vertikulum melalui glandula prostat, mulai dari
basis sampai ke apeks dan lebih dekat ke permukaan anterior.
Bentuk salurannya seperti kumparan yang bagian tengahnya lebih
luas dan makin ke bawah makin dangkal kemudian bergabung
dengan pars membran. Potongan tranversal saluran ini menghadap
ke depan. Pada dinding posterior terdapat krista uretralis yang
berbentuk kulit yang dibentuk oleh penonjolan membran mukosa
dan jaringan dibawahnya dengan panjang 15-17 cm tinggi 3 cm.
2) Uretra pars membranasea, merupakan saluran yang paling pendek
dan paling dangkal, berjalan mengarah ke bawah dan ke depan di
antara apeks glandula prostata dan bulbus uretra. Pars
membranasea menembus diafragma urogenitalis, panjangnya kira-
kira 2,5 cm, di bawah belakang simfisis pubis diliputi oleh
jaringan sfingter uretra membranasea.
3) Uretra pars kavernous,merupakan saluran terpanjang dari uretra
dan terdapat di dalam korpus kavernosus uretra, panjangnya kira-
kira 15 cm, mulai dari pars membranasea sampai ke orifisium dari
11

diafragma urogentalis. Pada keadan penis berkontraksi, pars
karvenosus akan membelok ke bawah dan kedepan. Pars
kavernosus ini dangkal sesuai dengan korpus penis 6mm dan
berdilatasi ke belakang. Bagian depan berdilatasi di dalam gland
penis yang akan membentuk fossa navikularis uretra. Orifisium
uretra eksterna, merupakan bagian erektor yang paling
berkontraksi berupa sebuah celah vertikal di tutupi oleh kedua sisi
bibir kevil dan panjangnya 6 mm.
b. Penis
Penis terletak menggantung di depan skrotum. Bagian ujung penis
di sebut gland penis. Bagian tengahnya disebut korpus penis dan
pangkalnya disebut radiks penis. Glan penis tertutup oleh kulit korpus
penis, kulit penutup ini disebut prepusium. Penis terdiri atas jaringan
seperti busa dan terletak memanjang, tempat muara uretra dari glan
penis adalah frenulum atau kulup.
Penis merupakan alat yang mempunyai jaringan erektil yang satu
sama lainnya dilapisi jaringan fibrosa ringan erektil yang satu sama
lainnya dilapisi jaringan fibrosa ringan erektil ini terdiri dari rongga-
rongga seperti karet busa. Dengan adanya rangsangan seksual, karet
busa ini akan dipenhi darah sebagai vasopresi. Berdasarkan ini
terjadilah ereksi penis, ereksi penis dipegaruhi oleh otot:
1) Muskulus iskia kavernosus, muskulus erektor penis, otot-otot ini
menyebabkan erektil (ketegangan) pada waktu koitus.
12

2) Muskulos bulbo kavernosus, untuk mengeluarkan uine. Penis ini
mempunyai tiga buah korpus kavernosa (alat pengeras zakar) yaitu
dua buah korpus kavernosa uretra, terletak di sebelah punggung
atas dari penis. Satu korpus kavernosus uretra, terletak disebelah
bawah dari penis yang merupakan saluran kemih. Korpus
kavernosus penis terdiri dari jaringan yang mengandung banyak
sekali pembuluh darah. Pada waktu akan mengadakan koitus,
maka penis akan menjadi besar dan keras oleh karena korpus
tersebut. Korpus tersebut banyak mengandung darah, dengan jalan
demikian maka spermatozoid dapat dihantarkan sampai pintu
vagina.
c. Urin (Air Kemih)
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
Jumlah ekskresi dalam 24 jam 1.500 cc tergantung dari pemasukan
(intake) cairan dan faktor lainnya.
1) Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi
keruh.
2) Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan
sebagainya.
3) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
4) Berat jenis 1,015-1,020.
13

5) Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari
pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi
reaksi asam).
Komposisi air kemih, terdiri dari:
1) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
2) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea,
amoniak dan kreatinin.
3) Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
4) Pagmen (bilirubin dan urobilin).
5) Toksin.
6) Hormon
4. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang
belum diketahui penyebabpasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa
factor yang oleh para ahli dianggap palingberpengaruh antara lain :
a. Faktor Genetik
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya
terjadi karena mutasi padagen yang mengode sintesis androgen
tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi
b. Faktor Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormone yang di maksud di sini adalah hormone androgen yang
mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena
reseptor hormone androgennyasendiri di dalam tubuh yang kurang
14

atau tidak ada. Sehingga walaupun hormoneandrogen sendiri telah
terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetapsaja
tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang
berperandalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan
berdampak sama.
c. Faktor lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah
polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan
mutasi.
5. Patofisiologi
Hipospadia merupakan suatu cacat bawaan yang diperkirakan terjadi
pada masa embrio selama pengembangan uretra, dari kehamilan 8-20
minggu. Perkembangan terjadinya fusi dari garis tengah dari lipatan
uretra tidak lengkap terjadi sehigga meatus uretra terbuka pada sisi
ventral dari penis. Ada berbagai derajatkelainan letak meatus ini, dari
yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian di sepanjang
batang penis hingga akhirnya di perineum.
Prepusiunm tidak ada pada sii ventral dan menyerupai topu yang
menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai
chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (Lengkungan) ventral
dari penis.
Chordee atau lengkungan ventral dari penis, sering dikaitkan dengan
hiospadia, terutama bentuk-bentuk yang lebih berat. Hal ini di duga
15

akibat dari perbedaan pertumbuhan antara punggung jaringan normal
tubuh kopral dan uretra ventral dilemahkan dan jaringan terkait. Pada
kondisi yang lebih jarang, kegagalan jaringan spongiosum dan
pembentukan fasia pada bagian distal meatus uretra dapat membentuk
balutan berserat yang menarik meatus uretra sehingga memberikan
kontribusi untuk terbentuknya suatu korda (Mutaqqin 2011).
6. Tanda Dan Gejala
a. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah,
menyebar, mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan
jongkok pada saat BAK.
b. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri
dengan mengangkat penis keatas.
c. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan
jongkok.
d. Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi.
e. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di
bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
f. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di
bagian punggung penis.
g. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus
dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari
jaringan sekitar.
h. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
16

i. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
j. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans
penis.
k. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi
bengkok.
l. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung
skrotum).
7. Komplikasi
a. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat
kelamin dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri
sexsual tertentu )
b. Psikis ( malu ) karena perubahan posisi BAK.
c. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat
dewasa.
d. Infertility
e. Resiko hernia inguinalis
f. Gangguan psikososial
Komplikasi pasca operasi yang terjadi :
a. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya
dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah
dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2
sampai 3 hari paska operasi.
17

b. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan
oleh angulasi dari anastomosis.
c. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran
kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
d. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan
digunakan sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi.
Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima
adalah 5-10 %.
e. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat
jarang.
f. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar,
atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis
hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG
mengingat hipospadi sering disertai kelainan pada ginjal.
b. Ultrasound perinatal untuk mendeteksi agenesis ginjal.
c. Segera setelah lahir, scan computerized axial tomography (CAT) atau
ultrasoud ginjal digunakan untuk mendiagnosis kelainan
d. Uretroskopi dan sistoskopi membantu dalam mengevaluasi
perkembangan reoroduksi internal.
18

e. Urografi untuk mendeteksi kelainan kongenital lain pada ureter dan
ginjal (Mutaqqin 2011).
9. Penatalaksanaan Medis
a. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra
ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing
arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal.
b. Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum operasi dilakukan
bayi atau anak tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan penis
digunakan untuk pembedahan nanti.
c. Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari
beberapa tahap yaitu:
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-
Chaula, Teknik Horton dan Devine.
a. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
1) Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia
1 -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada
tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan
preputium bagian dorsal dan kulit penis
2) Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat
parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra
(saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit
19

dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan
flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan
dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap
pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
3) Teknik Horton dan Devine Dilakukan 1 tahap, dilakukan pada
anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan
dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke
ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian
punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian
dipindah ke bawah (Mutaqqin 2011).
Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan
hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan
berbarengan dengan operasi hipospadia.
10. Prognosis
Baik bila dengan terapi yang adekuat yaitu dengan chordee adalah
dengan pelepasanchordee dan restrukturisasi lubang meatus melalui
pembedahan. Pembedahan harusdilakukan sebelum usia sekolah untuk
menahan berkemih (sekitar usia 2 tahun) ((Mutaqqin 2011).




\
20

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Usia : ditemukan saat lahir
2) Jenis kelamin : hipospadia merupakan anomaly uretra yang paling
sering terjadi pada laki-laki dengan angka kemunculan 1:250 dari
kelahiran hidup (Brough, 2007).
b. Keluhan Utama
Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah
atau didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti
berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika
berkemih anak harus duduk (Muslihatum, 2010).
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya
lubang kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak
diketahui dengan pasti penyebabnya.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis
yang melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada
tempatnya sejak lahir.
3) Riwayat Kongenital
a) Penyebab yang jelas belum diketahui.
21

b) Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
c) Lingkungan polutan teratogenik (Muscari, 2005)
4) Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran: Hipospadia terjadi karena
adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu
ke-10 sampai minggu ke-14 (Ngastiyah, 2005).
d. Activity Daily Life (ADL)
1) Nutrisi : Tidak ada gangguan
2) Eliminasi : anak laki-laki dengan hipospadia akan
mengalami kesukaran dalam mengarahkan aliran urinnya,
bergantung pada keparahan anomali, penderita mungkin perlu
mengeluarkan urin dalam posisi duduk. Konstriksi lubang
abnormal menyebabkan obstruksi urin parsial dan disertai oleh
peningkatan insiden ISK. (Brough, 2007: 130)
3) Hygiene Personal :Dibantu oleh perawat dan keluarga
4) Istirahat dan Tidur : Tidak ada gangguan
e. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem kardiovaskuler : Tidak ditemukan kelainan
2) Sistem neurologi : Tidak ditemukan kelainan
3) Sistem pernapasan : Tidak ditemukan kelainan
4) Sistem integument : Tidak ditemukan kelainan
5) Sistem muskuloskletal : Tidak ditemukan kelainan
22

6) Sistem Perkemihan : Palpasi abdomen untuk melihat distensi
vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal. Dysuria setelah
operasi
7) Sistem Reproduksi : Adanya lekukan pada ujung penis,
melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi,
terbukanya uretra pada ventral
Pengkajian setelah pembedahan : nyeri, pembengkakan penis,
perdarahan, drainage (Anonymus, 2009).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pre operasi : Ansietas yang behubungan
dengan proses pembedahan (uretroplasti).
Diagnosa keperawatan post operasi :
a. Nyeri berhubungan dengan pembedahan.
b. Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan
pemasangan kateter.
c. Ansietas yang berhubungan dengan penampilan penis setelah
pembedahan.
d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Pre Operasi
a. Ansietas yang behubungan dengan proses pembedahan (uretroplasti)
Tujuan: pasien mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh
ungkapan pemahaman tentang prosedur bedah
23

Intervensi:
1) Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur bedah dan
perawatan pasca operasi yang diharapkan. Gunakan gambar dan
boneka ketika menjelaskan prosedur kepada anak. Jelaskan
bahwa pembedahan dilakukan dengan cara memperbaiki letak
muara uretra. Jelaskan juga kateter urine menetap akan
dipasang, dan bahwa anak perlu direstrein untuk mencegah
supaya anak tidak berusaha melepas kateter. Beri tahu mereka
bahwa anak mungkin dipulangkan dengan keadaan terpasang
kateter.
Rasional : menjelaskan rencana pembedahan dan pasca operasi
membantu meredakan rasa cemas dan takut, dengan
membiarkan anak dan orang tua mengantisipasi dan
mempersiapkan peristiwa yang akan terjadi. Simulasi dengan
mempergunakan gambar dan boneka untuk menjelaskan
prosedur dapat membuat anak memahami konsep yang rumit.
2) Beri pasien kesempatan untuk mengekspresikan rasa takut dan
fantasinya dengan menggunakan kegiatan bermain.
Rasional: mengekspresikan rasa takut memungkinkan anak
menghilangkan rasa takutnya, dan memberi anda kesempatan
untuk mengkaji tingkat kognitif dan kemampuan untuk
memahami kondisi, serta perlunya pembedahan (Speer,2007).

24

Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan pembedahan
Tujuan: anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang
ditandai oleh menangis, gelisah, dan ekspresi nyeri berkurang.
Intervensi:
1) Kaji kaji karakteristik nyeri
Rasional : penanganan nyeri yang tepat berdasarkan karakteristik
nyeri
2) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : teknik relaksasi seperti nafas dalam akan
meningkatkan pasokan oksigen sehingga mencegah metabolism
anaerob yang menghasilkan asam lakta pencetus nyeri, teknik
relaksasi juga dapat mereduksi persepsi nyeri melalui reapon
pengalihan.
3) Beri posisi yang nyaman.
Rasional : posisi tertentu mengurangi regangan pada area luka
operasi.
4) Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai program
Rasional: pemberian obat analgesik untuk meredahkan nyeri
5) Pastikan kateter anak dipasang dengan benar,serta bebas dari
simpul
Rasional: penempatan kateter yang tidak tepat dapat
menyebabkan nyeri akibat drainase yang tidak adekuat,atau
25

gesekan akibat tekanan pada balon yang digembungkan.
(Speer,2007)
b. Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan
pemasangan kateter
Tujuan: anak tidak mengalami infeksi yang ditandai oleh hasil
urinalisis normal dan suhu tubuh kurang dari 37,8
0
c
Intervensi:
1) Pertahankan kantong drainase kateter dibawah garis kandung
kemih dan pastikan bahwa selang tidak terdapat simpul dan
kusut.
Rasional: mempertahankan kantong drainase tetap pada posisi
ini mencegah infeksi dengan mencegah urine yang tidak steril
mengalir balik ke dalam kandung kemih
2) Gunakan teknik aseptic ketika mengosongkan kantong kateter
Rasional: teknik aseptic mencegah kontaminan masuk kedalam
traktus urinarius
3) Pantau urine untuk pendeteksian kekeruhan atau sedimentasi.
Juga periksa balutan bedah setiap 4 jam, untuk mengkaji bila
tercium bau busuk atau drainase purulen; laporkan tanda-tanda
tersebut kepada dokter dengan segera
Rasional : tanda ini dapat mengindikasikan infeksi
4) Anjurkan anak untuk minum sekurang-kurangya 60 ml/jam
26

Rasional: peningkatan asupan cairan dapat mengencerkan urine
dan mendorong untuk berkemih
5) Beri obat antibiotic profilaktik sesuai program, untuk membantu
mencegah infeksi. Pantau anak untuk efek terapeutik dan efek
samping
Rasional : pemantauan yang demikian membantu menentukan
kemanjuran obat antibiotic dan toleransi anak terhadap obat
tersebut (Speer,2007).
c. Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan penampilan penis anak
setelah pembedahan
Tujuan: orang tua akan mengalami penurunan rasa cemas yang
ditandai oleh pengungkapan perasaan mereka tentang kelainan anak.
Intervensi:
1) Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan
kekhawatiran mereka tentang ketidaksempurnaan fisik anak.
Fokuskan pada pertanyaan tentang seksualitas dan reproduksi.
Rasional: membiarkan orang tua mengekspresikan perasaan serta
kekhawatiran mereka, dapat memberikan perasaan didukung dan
dimengerti sehingga mengurangi rasa cemas mereka. Mereka
cenderung merasa sangat khawatir terhadap efek kelainan, pada
aspek seksualitas dan reproduksi.
2) Bantu orang tua melalui proses berduka yang normal
27

Rasional proses berduka memungkin orang tua dapat melalui
kecemasan dan perasaan distress mereka.
3) Rujuk orang tua kepada kelompok pendukung yang tepat, jika
diperlukan
Rasional: kelompok pendukung dapat membantu orang tua
mengatasi ketidaksempurnaan fisik anak.
4) Apabila memungkinkan, jelaskan perlunya menjalani
pembedahan multiple, dan jawab setiap pertanyaan yang muncul
dari orang tua
Rasional : perbaikan yang sudah dilakukan melaui pembedahan
perlu berlangsung secara bertahap. Dengan mendiskusikan hal ini
dengan orang tua dan member kesempatan mengekspresiakan
perasan mereka dapat mengurangi kecemasan (Speer,2007).
d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah
Tujuan: orang tua mengekspresikan pemahaman tentang instruksi
perawatan di rumah, dan mendemonstrasikan prosedur perawatan
dirumah
Intervensi:
1) Ajarkan orang tua tanda serta gejala infeksi saluran kemih atau
infeksi pada area insisi, termasuk peningkatan suhu, urine keruh,
dan drainase purulen dari insisi
Rasional: mengetahui tanda dan gejala infeksi mendorong orang
tua mencari pertolongan medis ketika membutuhkannya
28

2) Ajarkan orang tua cara merawat kateter dan penis, termasuk
membersihkan daerah sekeliling kateter, mengosongkan kantong
drainase dan memfiksasi kateter; jelaskan pentingnya memantau
warna serta kejernihan urine
Rasional: informasi semacam ini dapat meningkatkan kepatuhan
terhadap penatalaksanaan keperawatan di rumah dan membantu
mencegah kateter lepas serta infeksi
3) Anjurkan orang tua untuk mencegah anak untuk tidak mengambil
posisi mengangkang, saat mengendarai sepeda atau menunggang
kuda
Rasional: posisi mengangkang dapat menyebabkan kateter
terlepas dan merusak area operasi
4) Apabila dibutuhkan, ajarkan orang tua tentang tujuan dan
penggunaan obat antibiotik serta obat-obatan, untuk spasme
kandung kemih :meperidin hidroklorida (Demerol), asetaminofen
(Tylenol); jelaskan juga perincian tentang pemberian, dosis dan
efek samping
Rasional: obat analgesic dapat mengendalikan rasa nyeri. Spasme
kandung kemih dapat terjadi akibat iritasi kandung kemih.
Dengan mengetahui efek samping mendorong orang tua mencari
pertolongan medis ketika membutuhkan.
4. Implementasi
implementasi disesuaikan dengan intervensi.
29

5. Evaluasi
a. Klien dan orang tua memahami tentang hipospadi dan alasan
pembedahn, serta orang tua akan aktif dalam perwatatn setelah operasi
b. Anak tidak mengalami infeksi yang di tandai oleh hasil urinalisis
normal dan suhu tubuh kurang dari 37,8 c
c. Anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang di tandai
dengan tidak ada tangisan, kegelisahan dan tidak ada ekspresi nyeri
d. Anak tidak mengalami injuri yang di tandai oleh anak dapat
mempertahankan penempatan kateter urin yang benar sampai di
angkat oleh perawat atau dokter
e. Rasa cemas orang tua menurun yang di tandai dengan pengungkapan
perasaan mereka tentang adanya kecacatan pada genitalia anak











30

BAB III
TINJAUAN KASUS

Bab ini menjelaskan tentang deskripsi asuhan keperawatan yang dilakukan
pada Tn.D dengan dengan hipospadia post op uretroplasti di ruang bedah umum
Lt 4 RSUP Hasan Sadikin Provinsi Jawa Barat, dilaksanakan pada tanggal 1 2
Juni 2014. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 01 Juni 2014, jam 09.15 WIB, di
ruang bedah umum lantai 4 RSUP.Dr.Hasan Sadikin Bandung.
1. Identitas Pasien
Pasien Tn D, laki-laki berumur 25 tahun, tinggal di Kampung
Nanggeleng RT 02 RW 02, Kelurahan Cikalang Kulon, beragama Islam
masuk ke RSUP Hasan Sadikin Bandung pada tanggal 28 Mei 2014 pukul
10.00 WIB dengan diagnose medik hipospadi. Penanggung jawab
perawatan Tn D adalah ayah kandungnya Tn A usia 52 tahun bekerja
sebagai wiraswasta.
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan masuk ke RS karena nyeri dan saat buang air
kecil merembes tidak memancar. Pada saat pengkajian tanggal 1 Juni
2014 jam 09.15 WIB klien mengeluh nyeri pada area penis.

31

3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 28 Mei 2014, Tn.masuk ke RSUP Dr.Hasan Sadikin
Bandung. Oleh dokter poli umum RSHS Bandung Tn D diagnosis
hipospadi dan dianjurkan untuk menjalani rawat inap. Setelah menjalani
rawat inap selama 2 hari, tanggal 30 Mei 2014 Tn D menjalani operasi
uretroplasti jam 09.30 WIB. Sekarang Tn.D dirawat di ruang Bedah
Umum Lt 4 RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung. Tn.D mengatakan nyeri
pada area penis.
4. Riwayat Penyakit
Menurut By S ibu Tn D mengatakan sejak lahir Tn D mengalami
kelainan bentuk penis, tetapi baru kali ini Tn D mau memeriksakan diri ke
rumah sakit. Informasi dari Ny S bahwa selama kehamilan rajin
memeriksakan diri ke posyandu maupun ke bidan. Ny. S mengatakan
keluarga tidak ada yang menderita penyakit hipospadia, dan Tn.D tidak
memiliki penyakit keturunan seperti asma, hipertensi, DM.
5. Pemeriksaan Fisik
Pada pengkajian fisik didapatkan data bahwa keadaan umum klien
composmentis. Keadaan umum cukup dengan tanda-tanda vital: N : 82
x/menit TD : 110/70 mmHg S : 36.3C RR : 24 x/menit. Kepala :
Mesochepal, simetris, rambut hitam, tidak rontok, bersih, tidak ada
pembesaran lingkar kepala. Mata : Sklera putih, tidak ada secret mata,
tidak menggunakan alat bantu penglihatan (kacamata). Hidung : tidak ada
pernafasan cuping hidung, hidung bersih. Mulut: mukosa bibir lembab,
32

tidak ada stomatitis. Telinga: tidak ada secret, tidak menggunakan alat
bantu pendengaran. Bentuk dada nomalchest, irama regular, abdomen
simetris, datar, tidak ada lesi dan bekas operasil. Genetalia : kelainan
letak meatus uretra di penil, tampak luka post op sepanjang penis, dari
scrotum sampai glans penis, dan melingkar sepanjang glans ( 5 cm),
letak meaatus uretra di penil. Ekstremitas : tidak terdapat luka, bekas
operasi dan kulit : berwarna sawo matang, utuh, turgor baik.
6. Pola sehari-hari
Tn.D mengatakan sebelum dan selama sakit tidur 7 8 jam/hari tetapi
sering terjaga selama periode nyeri, sebelum dan selama sakit mandi 2
x/hari, sebelum dan selama sakit BAB 1 x/hari, BAK 5 x/hari (1500
cc), BAK lancar tetapi tidak memancar Tn.D dapat melakukan perawatan
diri mandiri, makan/minum sendiri dan aktifitas sendiri. Tn.D mengatakan
sebelum dan selama sakit makan 3 x/hari, minum 9 gelas/hari
7. Pengkajian Fokus
Dilakukan pengkajian pada tanggal 1 Juni 2014, jam 10.00 (post op.
Urethroplasty)
a. Dilakukan tindakan operasi (urethroplasty) 30 Mei 2014 Tn D
menjalani operasi uretroplasti jam 09.30 WIB
b. Luka post op sepanjang penis, dari scrotum sampai glans penis, dan
melingkar sepanjang glans ( 5 cm), letak meaatus uretra.
33

c. Tn.D mengatakan merasakan nyeri didaerah sekitar penis, dengan
skala 5, nyeri tiba-tiba berlangsung sekitar 2 menit, Tn.D terlihat
meringis, dan tampak berhati-hati ketika merubah posisi
8. Data Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hb
Lekosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit


13.6
8.7
4.8
38.2 L
436 H



12.8 16.8
4.5 13
4.4 5.9
41 53
150 400




g/dl
10^9/L
10^12/L
%
10^9/L


9. Terapi Medik
a. Injeksi Kalnex 2 x 250 mg per iv (jam 08.00, 16.00, ), Injeksi toraxic
2 x 20 mg (jam 12.00, 19.00 ) dan ceftriaxon 1 x 1 g per i.v (jam
08.30)
b. Terpasang infuse RL : 15 tpm
B. Analisa Data
1. Data subjektif : Tn D mengatakan nyeri seperti kesemutan, dengan skala
5, disekitar penis, tiba-tiba selama 2 menit
2. Data objektif : Tn.D terlihat meringis, dan tampak berhati-hati ketika
merubah posisi
Interpretasi : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera (prosedur post
op)
3. Data subjektif : Tn D melaporkan kesemutan disekitar penis
34

4. Data objektif : terdapat luka post. Op di penis, terbalut kassa steril, lebar
luka : sepanjang penis dari scrotum sampai glands penis dan melingkar
sepanjang glands, panjang luka : 5 cm, leukosit 8,7 10^9/L.
Interpretasi : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan
tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh/insisi bedah)
C. Rencana Keperawatan
Untuk mengatasi diagnose keperawatan nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera (prosedur post op), penulis mnetapkan tujuan tindakan
keperawatan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24
jam diharapkan nyeri terkontrol dengan kriteria skala nyeri 0-1, pasien tampak
rileks, TTV dalam batas normal ( TD : <140/90 mmHg, RR : 16-24 x/mnt, S :
36.5-37.5C, N : 60-90 x/mnt). Untuk mencapai tujuan tersebut penulis
menyusun rencana keperawatan sebagai berikut : kaji karakteristik nyeri,
ajarkan teknik relaksasi, beri posisi yang nyaman dan penatalaksanaan
pemberian analgetik.
Sedangkan untuk diagnose keperawatan : resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit
tidak utuh/insisi bedah), penulis menetapkan tujuan setelah dilakukan
tindakan selama 3 x 7 jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria
hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti (rubor, tumor, kalor, dolor,
fungiolesa. Rencana keperawatan untuk mencapai tujuan tersebut adalah : kaji
karakteristik luka (lebar luka, letak luka, kaji faktor yang dapat menyebabkan
35

infeksi), lakukan perawatan luka dengan prinsip aseptic dan antiseptik setiap
hari, dan penatalaksanaan pemberian antibiotik.
D. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 1 Juni 2014, jam
08.10 WIB adalah injeksi Kalnex 250 mg per iv, mengkaji karakteristik nyeri,
hasilnya (P : nyeri tiba-tiba, Q : nyeri seperti kesemutan, R : nyeri disekitar
penis, S : nyeri dengan skala 5, T : nyeri selama 2 menit).
Kemudian jam 08.30 WIB injeksi ceftriaxon 1 g per i.v, jam 08.45
melakukan perawatan luka dan mengkaji karakteristik luka (lebar luka & letak
luka) hasilnya : lebar luka sepanjang penis dari scrotum sampai glands penis
dan mengitari glands penis, panjang luka : 5 cm, luka tampak lembab, warna
mernah, tidak terdapat pus.
Jam 09.00 WIB menganjurkan klien mengubah posisi yang
menyenagkan mengajarkan teknik relaksasi, hasilnya klien berbaring dengan
posisi semi fowler, kaki mengangkang/terbuka. Kemudian jam 09.35 WIB
mengajarkan klien melakukan relaksasi dengan nafas dalam saat nyeri muncul
dan hasilnya klien melakukan relaksasi sesuai petunjuk. Pada jam 12.00 WIB
melakukan injeksi toraxic 2 x 20 mg per iv.
Pada tanggal 2 Juni 2014 jam 08.00 WIB adalah injeksi Kalnex 250
mg per iv, mengkaji karakteristik nyeri, hasilnya (P : nyeri tiba-tiba, Q : nyeri
seperti kesemutan, R : nyeri disekitar penis, S : nyeri dengan skala 2, T :
nyeri kurang 1 menit). Kemudian pada jam 08.30 WIB injeksi ceftriaxon 1 g
per i.v, jam 08.35 melakukan perawatan luka dan mengkaji karakteristik luka
36

(lebar luka & letak luka) hasilnya : lebar luka sepanjang penis dari scrotum
sampai glands penis dan mengitari glands penis, panjang luka : 5 cm, luka
sedikit lembab, warna mernah, tidak terdapat pus.
Jam 10.00 WIB menganjurkan klien mengubah posisi yang
menyenangkan mengajarkan teknik relaksasi, hasilnya klien berbaring dengan
posisi semi fowler. Kemudian jam 10.35 WIB meminta klien melakukan
relaksasi dengan nafas dalam saat nyeri muncul dan hasilnya klien melakukan
relaksasi sesuai petunjuk. Pada jam 12.00 WIB melakukan injeksi toraxic 2 x
20 mg per iv.
E. Evaluasi keperawatan
Berdasarkan intervensi keperawatan yang diberikan untuk masalah
keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera (prosedur post op)
hasil evaluasi dilakukan pada tanggal 2 Juni 2014 jam 12. 00 WIB dengan
metode SOAP yang hasilnya adalah Tn.D mengatakan nyeri berkurang setelah
melakukan latihan relaksasi, (P : nyeri tiba-tiba, Q : nyeri seperti kesemutan,
R : nyeri disekitar penis, S : nyeri dengan skala 2, T : nyeri selama kurang 1
menit), klien terlihat rileks, TTV ( TD : 110/70 mmHg, S : 36.2C, RR : 20
x/menit dan N : 84 x/menit).
Sehingga berdasarkan kriteria tujuan keperawatan yang ditetapkan
intervensi keperawatan untuk mengatasi nyeri akut cukup efektif meskipun
belum mengatasi masalah ditandai dengan klien masih merasakan nyeri
dengan skala 2 dan dirasakan kurang dari 1 menit. Sehingga rekomendasi
37

asuhan keperawatan adalah menganjurkan klien melakukan tindakan
mengontrol nyeri dengan teknik relaksasi setiap nyeri dipersepsikan.
Untuk diagnose keperawatan resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit tidak
utuh/insisi bedah) setelah melakukan implementasi hasil evaluasi dilakukan
pada tanggal 2 Juni 2014 jam 12.10 WIB dengan metode SOAP yang
hasilnya Lebar luka : sepanjang penis, dari scrotum sampai glands penis,
melingkar sepanjang glands, luka berwarna merah, tidak berbau, luka bersih
terkontaminasi.
Berdasarkan kriteria evaluasi maka tindakan keperawatan yang
dilakukan efektif untuk mencegah resiko infeksi dan untuk program rencana
pemulangan pasien pada tanggal 4 Juni 2014 adalah memberikan pendidikan
kesehatan tentang diit tinggi protein (mempercepat proses penyembuhan), dan
membersihkan luka dengan NaCl.








38

BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab pembahasan ini penulis akan menguraikan sesuai masalah yang
ditemukan dengan menggunakan pendekatan konsep dasar yang mendukung.
Penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang muncul pada asuhan
keperawatan antara teori dengan kasus yang penulis kelola.
A. Pengkajian Keperawatan
Berdasarkan teori beberapa manifestasi klinik pada pasien hipospasi
antara lain pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya
kebawah, menyebar, mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan
jongkok pada saat BAK, penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi,
glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus, preputium (kulup)
tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis, kulit
penis bagian bawah sangat tipis, sering disertai undescended testis (testis tidak
turun ke kantung skrotum).
Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn D menunjukkan data-data
tersebut diatas tidak teridentifikasi karena pengkajian dilakukan setelah pasien
menjalani post operasi uretroplasti akan tetapi dari gambaran masalah yang
dikemukan oleh Tn D pada alasan masuk yang menyatakan saat buang air
kecil merembes tidak memancar menunjukkan adanya kesamaan dengan
manifestasi klinik dalam konsep teori.
39

Secara umum pasien post operasi apapun termasuk uretroplasti pasien
akan mengalami nyeri akut sebagai dampak dari insisi pada jaringan yang
mennyebabkan kerusakan pembuluh darah, jaringan dan sistem sensori dan
luka operasi merupakan tempat masuknya mikroorganisme. Demikian halnya
dengan data yang ditemukan pada kasus Tn D yang mengungkapakna keluhan
nyeri pada area penis pasca operasi. Kondisi luka post operasi di penis,
terbalut kassa steril, lebar luka : sepanjang penis dari scrotum sampai glands
penis dan melingkar sepanjang glands, panjang luka : 5 cm
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yaitu penegakkan diagnosa keperawatan yang
akurat yang dilakukan berdasarkan pengumpulan dan analisa data yang
cermat. Diagnosa yang akurat dibuat hanya setelah pengkajian lengkap semua
variabel (Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan konsep teori masalah keperawatan pada pasien post
operasi hipospadia dengan uretroplasti adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan pembedahan.
2. Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan pemasangan
kateter.
3. Ansietas yang berhubungan dengan penampilan penis setelah
pembedahan.
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah
Sedangkan masalah keperawatan yang dirumuskan pada kasus Tn D
adalah :
40

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera (prosedur post op)
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak
adekuat (integritas kulit tidak utuh/insisi bedah)
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan (Rahardja, 2007). Dalam
kebutuhan dasar manusia, nyeri merupakan perasaan yang tidak nyaman yang
dapat menyebabkan komplikasi lain seperti cemas, takhikardi apabila tidak
diatasi secara cepat dan tepat. Untuk itu penulis mengangkat nyeri akut
sebagai diagnosa prioritas pertama, dimana dalam kasus ini ditemukan data
pengkajian yaitu Tn.D mengatakan merasakan nyeri disekitar penis, nyeri
terasa seperti kesemutan, dengan skala 5, nyeri juga terasa tiba tiba dengan
selang waktu selama 2 menit.
Dalam kasus post operasi tentunya terdapat jaringan kulit yang terbuka.
Jaringan tersebut menjadi luka bedah dan sebagai pintu masuknya mikroba-
mikroba, serta bakteri dan virus ke dalam tubuh. Dalam hal ini resiko infeksi
penulis angkat sebagai diagnosa prioritas kedua karena pasien beresiko
mengalami infeksi dengan luka yang terdapat pada penis. Dari hasil
pengkajian yang kami lakukan didapatkan data antara lain lebar luka
sepanjang penis, dari glans sampai skrotum, termasuk jenis luka bersih
terkontaminasi.

41

Dari perbandingan diagnose keperawatan datas maka dapat simpulkan
bahwa terdapat diagnosa keperawatan yang tercamtum dalam teori tidak
ditemukan pada kasus yaitu :
1. Ansietas yang berhubungan dengan penampilan penis setelah
pembedahan.
2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah
Terjadinya kesenjangan tersebut karena berdasarkan data hasil
pengkajian tidak ditemukan data yang mendukung untuk kedua masalah
keperawatan tersebut. Menurut penulis kecemasan tidak dialami oleh pasien
dapat diakibatkan oleh intervensi keperawatan pre operasi yang dilakukan
perawatan ruangan sangat efektif. Demikian halnya dengan deficit
pengetahuan karena di ruangan telah diterapkan program discharge planning
yang dilakukan kepada semua pasien maupun keluarga berupa tindakan
pendidikan kesehatan selama proses keperawatan dilakukan demikian juga
dengan persiapan pasien pulang. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonymus,
(2009) bahwa respon kecemasan pada pasien post operasi dapat dikontrol
dengan melakukan intervensi keperawatan pre operasi dengan baik.
C. Rencana Keperawatan
Intervensi atau pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasikan
dalam diagnosis keperawatan (Potter & Perry, 2005).
42

Berdasarkan rencana keperawatan dalam teori pada diagnosa
keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera (prosedur post op)
adalah sebagai berikut :
1. Kaji kaji karakteristik nyeri
2. Ajarkan teknik relaksasi
3. Beri posisi yang nyaman.
4. Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai program
5. Pastikan kateter anak dipasang dengan benar,serta bebas dari simpul
Sedangkan pada kasus Tn D rencana keperawatan yang ditetapkan
adalah :
1. Kaji kaji karakteristik nyeri
2. Ajarkan teknik relaksasi
3. Beri posisi yang nyaman.
4. Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai program
Sehingga dapat disimpulkan secara umum rencana keperawatan pada
Tn D berdasarkan rekomendasi dari rencana keperawatan secara tiori, kecuali
pada rencana pastikan kateter anak dipasang dengan benar,serta bebas dari
simpul tidak direncanakan karena pada saat asuhan dilakukan pasien sudah up
kateter.
Rencana keperawatan dalam teori pada diagnosa keperawatan resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat
(integritas kulit tidak utuh/insisi bedah) adalah sebagai berikut :
43

1. Pertahankan kantong drainase kateter dibawah garis kandung kemih dan
pastikan bahwa selang tidak terdapat simpul dan kusut.
2. Gunakan teknik aseptic ketika mengosongkan kantong kateter
3. Pantau urine untuk pendeteksian kekeruhan atau sedimentasi. Juga periksa
balutan bedah setiap 4 jam, untuk mengkaji bila tercium bau busuk atau
drainase purulen; laporkan tanda-tanda tersebut kepada dokter dengan
segera
4. Anjurkan anak untuk minum sekurang-kurangya 60 ml/jam
5. Beri obat antibiotic profilaktik sesuai program, untuk membantu
mencegah infeksi. Pantau anak untuk efek terapeutik dan efek samping
Sedangkan pada kasus Tn D rencana keperawatan yang ditetapkan
adalah :
1. Kaji karakteristik luka (lebar luka, letak luka, kaji faktor yang dapat
menyebabkan infeksi),
2. Lakukan perawatan luka dengan prinsip aseptic dan antiseptik setiap hari,
dan
3. Penatalaksanaan pemberian antibiotik.
Dari perbandingan rencana keperawatan tersebut diatas menunjukkan
adanya kesenjangan kecuali pada penatalaksanaan pemberian antibiotik.
Perbedaan ini terjadi karena etiologi yang direkomendasikan pada tiori
berbeda dengan etiologi pada kasus. Dimana pada kasus Tn D etiologinya
pertahanan tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh/insisi bedah)
sedangkan pada tiori berhubungan dengan pemasangan kateter. Hal ini sesuai
44

dengan Potter & Perry, (2005) bahwa penetapan intervensi keperawatan
berdasarkan etiologi dari masalah keperawatan.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2005).
Pada tahap ini penulis melakukan tindakan keperawatan pada kasus Tn
D berdasarkan rencana keperawatan yang ditetapkan untuk mengatasi
diagnosa keperawatan yang ditemukan.
Selama melakukan asuhan keperawatan semua tindakan keperawatan
dapat dilakukan sesuai perencanaan dan mengacu pada standar opersional
yang berlaku di ruangan. Beberapa hal yang mendukung pencapaian
implementasi antara lain fasilitas di ruangan yang lengkap, pasien maupun
keluarga sangat kooperatif dan bimbingan dari perawat ruangan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tahap implementasi tidak
menunjukkan adanya kesenjangan dengan asuhan keperawatan pada konsep
tiori, hal ini dapat dilihat dari tidak adanya tindakan keperawatan yang
dilakukan modifikasi.
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap yang terakhir dalam proses keperawatan yaitu evaluasi tindakan.
Dimana evaluasi keperawatan adalah proses keperawatan mengukur respon
klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian
tujuan. Askep lain dari evaluasi mencakup pengukuran kwalitas asuhan
45

keperawatan yang diberikan dalam lingkungan perawat kesehatan. Perawat
mengevaluasi setiap kemajuan dan pemulihan klien. Evaluasi merupakan
aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari
evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri,
dilanjutkan, atau diubah (Potter & perry, 2005).
Metode evaluasi yang digunakan berdasarkan respon pasien
mencerminkan suatu kemajuan atau kemunduran dalam diagnosa
keperawatan. Pada evaluasi, penulis sudah sesuai teori yang ada yaitu sesuai
SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment, dan Planning).
Pada diagnosa yang utama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
(prosedur post op). Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi
dilakukan pada dilakukan pada tanggal 2 Juni 2014 jam 12. 00 WIB dengan
metode SOAP yang hasilnya adalah Tn.D mengatakan nyeri berkurang setelah
melakukan latihan relaksasi, (P : nyeri tiba-tiba, Q : nyeri seperti kesemutan,
R : nyeri disekitar penis, S : nyeri dengan skala 2, T : nyeri selama kurang 1
menit), klien terlihat rileks, TTV ( TD : 110/70 mmHg, S : 36.2C, RR : 20
x/menit dan N : 84 x/menit). Berdasarkan hasil tersebut mengacu pada kriteria
hasil maka diagnosa keperawatan ini belum teratasi sehingga rencana
tindaklanjutnya adalah menganjurkan klien melakukan teknik relaksasi setiap
nyeri dipersepsikan dan penatalaksanaan program terapi.
Sedangkan diagnose keperawatan resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit tidak
utuh/insisi bedah) setelah melakukan implementasi hasil evaluasi dilakukan
46

pada tanggal 2 Juni 2014 jam 12.10 WIB dengan metode SOAP yang
hasilnya Lebar luka : sepanjang penis, dari scrotum sampai glands penis,
melingkar sepanjang glands, luka berwarna merah, tidak berbau, luka bersih
terkontaminasi.
Berdasarkan kriteria evaluasi maka tindakan keperawatan yang
dilakukan efektif untuk mencegah resiko infeksi dan untuk program rencana
pemulangan pasien pada tanggal 4 Juni 2014 adalah memberikan pendidikan
kesehatan tentang diit tinggi protein (mempercepat proses penyembuhan), dan
membersihkan luka dengan NaCl.












47

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn D menunjukkan terdapat
kesesuaian dengan manifestasi klinik hipospadi dimana klien mengatakan
saat buang air kecil merembes tidak memancarn, dan data pasien post
operasi uretroplasti mengalami nyeri akut sebagai dampak dari insisi pada
jaringan,demikian halnya dengan data yang ditemukan pada kasus Tn D
yang mengungkapakna Tn.D merasakan nyeri disekitar penis, nyeri terasa
seperti kesemutan, dengan skala 5, nyeri juga terasa tiba tiba dengan
selang waktu selama 2 menit dengan kondisi luka post operasi di penis,
terbalut kassa steril, lebar luka : sepanjang penis dari scrotum sampai
glands penis dan melingkar sepanjang glands, panjang luka : 5 cm
3. Pada tahap diagnosa keperawatan terdapat diagnosa keperawatan yang
tercamtum dalam teori tidak ditemukan pada kasus yaitu : ansietas yang
berhubungan dengan penampilan penis setelah pembedahan dan defisit
pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
2. Pada tahap rencana keperawatan tersebut menunjukkan adanya
kesenjangan karena etiologi dari diagnose keperawatan yang
direkomendasikan pada tiori berbeda dengan etiologi pada kasus.
48

3. Pada tahap implementasi tidak menunjukkan adanya kesenjangan dengan
asuhan keperawatan pada konsep tiori, hal ini dapat dilihat dari tidak
adanya tindakan keperawatan yang dilakukan modifikasi.
4. Pada tahap evaluasi, sesuai prinsip SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment,
dan Planning) menunjukkan intervensi yang dilakukan efektif dalam
mengatasi kedua masalah keperawatan pada Tn D.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih
berkualitas dan professional agar tercipta perawat yang professional,
terampil, inovatif, aktif, dan bermutu yang mampu memberikan asuhan
keperawatan secapa menyeluruh berdasarkan kode etika keperawatan.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan mengoptimalkan lagi mutu pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun
klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan
yang optimal pada umumnya dan pasien dengan hipospadia.
3. Bagi Mahasiswa
Pentingnya memanfaatkan waktu dengan efektif selama melakukan
praktik klinik sehingga pengalaman klinik dapat member bekal dalam
menjalankan praktik keperawatan secara professional.


49

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat (2011), Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Anonymus,(2009), Asuhan Keperawatan Dengan Hipospadia. www.
Pdpersi.Com, diakses 19 Juni 2014
Muttaqin, Arief. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba medika
Corwin, Elizabeth J (2009). Pathofisiologi : Buku saku. Jakarta : EGC
Brough, Helen.(2007),.Rujukan Cepat Pediatri Dan Kesehatan Anak. Jakarta:
EGC
Muslihatum, Wafi Nur .(2010).Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Penerbit Fitramaya
Muscari, Mary E. (2005). Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Speer, Kathleen Morgan.(2007).Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta:
EGC
Potter & Perry, (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta : EGC.













50

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
RASA NYAMAN PADA TN. D DENGAN HIPOSPADIA
POST OP URETROPLASTI DI RUANG BEDAH
UMUM LT 4 RSUP HASAN SADIKIN
PROVINSI JAWA BARAT




Karya Tulis Ilmiah
Untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program Diploma III Keperawatan
Pada Akademi Keperawatan Sawerigading Pemda Luwu

















Disusun Oleh

ARDI MALLAWANGENG
Nim.2011.003








PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
AKPER SAWERIGADING PEMDA LUWU
PALOPO, 2014
51

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbingan-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
dengan judul Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Pada
Tn.D dengan Hipospadia Post Op Uretroplasti Di Ruang Bedah Umum Lt 4
RSUP Hasan Sadikin Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu persyaratan
akademik dalam menyelesaikan pendidikan di program Diploma III Keperawatan
pada AKPER Sawerigading Pemda Luwu.
Selesainya penuyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah berkat bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada:
1. Ketua Yayasan Pendidikan Batara Guru Luwu
2. Ibu Hj. Mahriani Mahmud, S.Sit M.Kes selaku Direktur Akper Sawerigading
Pemda Luwu sekaligus sebagai pembimbing.
3. Bapak Djusmadi Rasyid.A.Kep.M.Kes selaku pembantu direktur I sekaligus
sebagai pembimbing I atas bimbingan sumbangsih pemikiran dalam kary tulis
ini;
4. Ibu Warda.A.Kep.M.Kes selaku pembantu direktur II
5. Bapak Azwaj Sjarief, S.Kep.Ns.M.Kep, selaku pembimbing pertama yang
memberi masukan dan bimbingan selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
6. Bapak Syamsuddin, S,Kep.,M.Kes selaku penguji atas masukn dan sarannya;
52

7. Para Staf Pengajar Akper Sawerigading Pemda Luwu, yang telah banyak
memberikan suatu dasar ilmu, pemikiran analitis dan pengalaman yang lebih
baik.
8. Para Staf Administrasi & Staf Akademik Akper Sawerigading Pemda Luwu,
yang telah banyak membantu dan mempermudah penulis dalam
menyelesaikan pendidikan
9. Orang Tuaku tercinta dan saudara-saudaraku, berkat Doa dan kasih
sayangmu, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
10. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2011 atas solidaritas dan kerjasamanya
selama ini.
11. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat kekurangan dan
kelemahan olehnya diharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi
perbaikan dan penyempurnaannya. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa
memberikan balasan pahala atas segala amal jariah yang telah diberikan.

Palopo, Juni 2014

Penulis



53

PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah dengan judul: Asuhan Keperawatan Pemenuhan
Kebutuhan Rasa Nyaman Pada Tn.D dengan Hipospadia Post Op
Uretroplasti Di Ruang Bedah Umum Lt 4 RSUP Hasan Sadikin
Provinsi Jawa Barat

ARDI MALLAWANGENG
Nim.2011.003

Telah disetujui untuk diuji di hadapan Tim Ujian Sidang Karya Tulis Ilmiah
Akademi Keperawatan Sawerigading Pemda Luwu
Pada Hari :.............., Tanggal...... Jun, 2014


Mengetahui,

Pembimbing I

Djusmadi Rasyid. A.Kep.M.Kes

Pembimbing II

Azwaj Sjarief, S.Kep.Ns.M.Kep

PEMBANTU DIREKTUR I

DJUSMADI RASYID, A.Kep.,M.Kes
NIP : 19490709 197903 1 001

54

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 3
1. Tujuan Umum ................................................................................................ 3
2. Tujuan Khusus ............................................................................................... 3
C. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 4
1. Bagi Pendidikan Keperawatan ...................................................................... 4
2. Bagi Rumah Sakit ........................................................................................... 5
3. Bagi Keluarga ................................................................................................ 5
D. Metode Pengumpulan Data ................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................................. 6
A. Konsep Medika .................................................................................................... 6
B. Konsep Keperawatan ........................................................................................... 13
BAB III Tinjauan Kasus ......................................................................................... 27
A. Identitas Klien .................................................................................................... 27
B. Pengkajian .......................................................................................................... 27
C. Permusan Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 30
D. Tujuan dan Kriteria Hasil ................................................................................... 31
E. Perencanaan Keperawatan ................................................................................. 31
F. Implementasi Keperawatan ................................................................................ 31
G. Evaluasi Keperawatan ........................................................................................ 33
BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................................... 34
A. Pengkajian .......................................................................................................... 34
B. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................... 37
55

C. Intervensi Keperawatan ...................................................................................... 38
D. Implementasi ...................................................................................................... 40
E. Evaluasi .............................................................................................................. 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 45
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 45
B. Saran .................................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 48
Lampiran




















56

Lampiran 1
PROSEDUR TINDAKAN KEPERAWATAN MENGGANTI BALUTAN
No Prosedur
A. Persiapan alat
1. - Sarung tangan steril
- Sarung tangan sekali pakai
- Set balutan (gunting, pinset, forsep)
- Piala ginjal
- Kasa besar, Kasa kecil, bantalan kasa
- Balutan kasa ekstra & surgipad atau bantalan ABD
- Basin untuk larutan antiseptic atau larutan pembersih
- Salep anti septic (jika diperlukan)
- Larutan pembersih yang direasepkan dokter
- Larutan garam faal atau H2O steril
- Plester
- Aseton
- Kantung palstik untuk sampah
- Selimut mandi
B. Fase orientasi :
2 Mengucapkan salam
3 Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
4 Menjelaskan langkah prosedur
5 Melakukan kontrak waktu dan menanyakan persetujuan klien
6 Menjaga privasi klien
C. Fase kerja
7 Siapkan peralatan yang diperlukan di meja )jangan membuka peralatan)
8 Ambil kantung plastik & buat lipatan diatasnya. Letakkan kantung plastic agar mudah
terjangkau oleh anda
9 Tutup ruangan dengan tirai, tutup semua jendela yang terbuka
10 Bantu klien pada posisi nyaman. Selimut mandi hanya untuk memajankan area luka.
Instruksikan klien agar tidak menyentuh area luka atau peralatan steril
11 Cuci tangan secara menyeluruh
12 Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester
13 Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan, sejajar pada
kulit & mengarah pada bautan (bila masih terdapat plester pada kulit, dapat dibersihkan
dengan aseton)
14 Angkat balutan secara perlahan dengan menggunakan forsep atau pinset
15 Jika balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan larutan garam faal atau air
steril
16 Observasi karakteristik & jumlah drainase pada balutan
17 Buang balutan kotor pada piala ginjal atau kantung plastic, hindari kontaminasi permukaan
luar kantung. Lepaskan sarung tangan dengan menarik bagian dalam keluar. Buang pada
Piala Ginjal
18 Buka nampan balutan steril. Balutan, gunting, pinset & forsep harus tetap pada nampan
steril. Buka botol larutan antiseptic lalu tuang ke dalam basin steril atau kasa steril
19 Pakai sarung tangan steril
20 Inspeksi luka. Perhatikan kondisinya, letak drain, integritas jahitan dan karakteristik
drainase. (palpasi bila perlu, dengan bagian tangan non dominan yang tidak akan menyentuh
bahan steril)
21 Bersihkan luka dengan larutan antiseptic atau larutan garam faal. Pegang kasa yang dibasahi
dalam larutan dengan forsep. Gunakan kasa terpisah untuk setiap usapan membersihkan.
Bersihkan dari daerah yang kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi
57

22 Gunakan kasa baru untuk mengeringkan luka atau insisi. Usap dengan cara seperti pada no.
21
23 Beri salep anti septic bila dipesankan, gunakan tehnik seperti pada pembersihan. Jangan
dioleskan diatas tempat drainase
24 Pasang balutan steril kering pada insisi atau letak luka
25 Gunakan plester diatas balutan
26 Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempat yang telah disediakan
27 Sisihkan semua alat & bantu klien kembali pada posisi nyaman
28 Cuci tangan
D. Fase terminasi
28 Mengevaluasi respon klien
29 Menyampaikan rencana tindak lanjut
30 Mengucap salam
E. Penampilan profesional
31 Ketenangan
32 Melakukan komunikasi terapeutik
33 Menjaga keamanan pasien
34 Menjaga keamanan perawat/diri


















58

Lampiran 2
PROSEDUR TINDAKAN KEPERAWATAN LATIHAN RELAKSASI
No Prosedur
A. Fase orientasi :
1 Mengucapkan salam
2 Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
3 Menjelaskan langkah prosedur
4 Melakukan kontrak waktu dan menanyakan persetujuan klien
5 Menjaga privasi klien
C. Fase kerja
6 Perawat cuci tangan
7 Mengatur posisi yang nyaman menurut pasien sesuai kondisi pasien (duduk/berbaring)
8 Meminta pasien untuk memejamkan mata
9 Meminta pasien untuk menfokuskan pikiran pasien pada kedua kaki, kendorkan, dan rasakan
relaksasi kedua kaki
10 Meminta pasien untuk menfokuskan pikiran pasien pada kedua tangan,kendorkan, dan rasakan
relaksasi
11 Meminta pasien untuk menfokuskan pikiran pasien pada badan, kendorkan, dan rasakan
relaksasi
12 Meminta pasien untuk menfokuskan pikiran pasien pada leher,kendorkan, dan rasakan relaksasi
13 Meminta pasien untuk senyum agar otot otot muka menjadi rileks
14 Meminta pasien untuk menfokuskan pikiran pasien pada bagian yang sakit, memerintahkan
dengan otak "nyeri pergilah dari tubuh saya"
15 Meminta pasien membuka mata secara perlahan
D. Fase terminasi
16 Mengevaluasi respon klien
17 Menyampaikan rencana tindak lanjut
18 Mengucapkan salam
E. Penampilan profesional
19 Ketenangan
20 Melakukan komunikasi terapeutik
21 Menjaga keamanan pasien
22 Menjaga keamanan perawat/diri
Total :









59

Anak-hipospadia. (t.thn.). Dipetik Agustus 5, 2012, dari Scribd:
http://ml.scribd.com
Barbara J. Gruendemann & Billie Fernsebner. (2005). Buku Ajar Keperawatan
Perioperatif Vol. 2. Jakarta: EGC.
Behrman, Kliegman, & Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak ed. 15 Vol 3. Jakarta:
EGC.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku : Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Heffiner, L. J. (2005). At a Glans Sistem Reproduksi Ed. 2. Boston: EMS.
Muscari, M. E. (2005). Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed. 3 hal :
357. Jakarta : EGC.
Nanda. (2010). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak. (2005). Kamus Kedokteran. Jakarta:
Djambatan.
Schwartz, S. I. (2000). Intisari Prinsip - prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. (2007). Obat - Obat Penting. Jakarta: EMK
Gramedia.
Diposkan oleh Asrey Putri di 21.49
DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Husein dkk. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak. Jakarta: Penerbit
Behrman, Richard E.2010.Esensi Pediatri. Jakarta:EGC
Brough, Helen.2007.Rujukan Cepat Pediatri Dan Kesehatan Anak. Jakarta:
EGC
Lissauer,Tom.2006.At a Glance Neonatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Markum, A H.1991.Buku Ajar I lmu Kesehatan Anak.Jakarta: Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
60

Muscari, Mary E. 2005. Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Muslihatum, Wafi Nur .2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Penerbit Fitramaya
Short, J R. 2011. Sinopsis Pediatri.Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher
Speer, Kathleen Morgan.2007.Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik.
Jakarta: EGC

You might also like