You are on page 1of 19

0

Authors :
HARRI HARRI HARRI HARRI P PP PRAWIRA RAWIRA RAWIRA RAWIRA EZEDDIN EZEDDIN EZEDDIN EZEDDIN, S.KED , S.KED , S.KED , S.KED
BEVI BEVI BEVI BEVI DEWI DEWI DEWI DEWI CITRA CITRA CITRA CITRA, S.KED , S.KED , S.KED , S.KED




Faculty of Medicine University of Riau
Pekanbaru, Riau
2008



Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk

1
PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Epidermolisis bulosa (EB) merupakan penyakit bulosa kronik yang diturunkan
secara genetik autosom, dapat timbul spontan atau akibat trauma ringan
(1)
. Pearson
menganjurkan istilah mechanobulous sesuai dengan terjadinya bula setelah trauma
(1)
.
Prevalensi EB diperkirakan mencapai 1 : 50.000 kelahiran, sedangkan bentuk EB
yang berat diduga 1 : 500.000 populasi per tahun
(1)
. Insiden Epidermolisis bulosa
simpleks (EBS) timbul dalam 1 : 500.000 kelahiran hidup
(2)
. Rook memperkirakan
insiden EB yang autosomal resesif adalah 1 dalam 300.000 kelahiran hidup sedangkan
EB bentuk autosomal dominan 1 dalam 50.000 kelahiran hidup
(3)
. Kasus EB di
Norwegia adalah 54 dalam 1 juta kelahiran hidup, di Jepang 7,8 kasus tiap 1 juta
kelahiran hidup dan di Kroasia 9,6 kasus tiap 1 juta kelahiran hidup. Di SMF Penyakit
Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya, selama periode tahun 2003-2004,
tercatat 3 pasien dengan diagnosis EB
(4)
.
EB berbeda dengan kelompok penyakit vesikobulosa kronik yang non herediter,
di antaranya dermatitis herpetiformis Duhring, pemfigoid bulosa, dan pemfigus. Juga
berbeda dengan penyakit dermatosis pustular subkornea, familial bernign pemphigus
dan herpes gestasiones
(1)
.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis terjadinya penyakit dalam keluarga,
resesif autosom (RA) dan dominan autosom (DA), gejala dan tanda klinis serta
pemeriksaan histopatologik untuk melihat letaknya bula terhadap stratum basal
(1)
.

BATASAN MASALAH
Referat ini membahas mengenai definisi, klasifikasi, etiologi dan patogenesis,
gejala klinis dan histopatologi, serta penatalaksanaan epidermolisis bulosa

METODE PENULISAN
Penulisan ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada
beberapa literatur.



2
TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Epidermolisis bulosa (EB) merupakan penyakit bulosa kronik yang diturunkan
secara genetik autosom, dapat timbul spontan atau di sebabkan oleh trauma ringan
(1)
.
Istilah epidermolisis sebenarnya kurang tepat, oleh karena mengandung arti lisis lapisan
epidermis, yaitu terjadinya kegagalan perlekatan epidermis dengan dermis, namun
dengan mikroskop elektron diketahui lisis pada EB dapat terjadi intra epidermal
(5)
.
-
KLASIFIKASI EPIDERMOLISIS BULOSA
Epidermolisis bulosa dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(2)
:
1. Intraepidermal:
EB simpleks generalisata (Koebner)
EB simpleks lokalisata (Weber-Cockayne)
EB herpetiformis (Dowling-Meara)
EB simpleks (Ogna)
EB simpleks dengan pigmentasi mottled
EB simpleks dengan distrofi otot
2. Junctional (intralamina lusida):
EBJ atrophicans generalisata grafis (Herlitz, EB letalis)
EBJ atrophicans generalisata mitis
EBJ atrophicans lokalisata
EBJ atrophicans inversa
EBJ progressif
EBJ dengan atresia pylorus
Generalized athropic benign EB (GABEB)
EBJ sikatrisial
3. Dermolitik atau Distrofik (Sub lamina densa)
Bentuk dominan: EBD, hyperplastic variant (Cockayne-Touraine)
EBD, albopapuloid variant (Pasini)
Sindrom Bart
Transient Bullous dermolysis of the newborn
Acrokeratotic poikiloderma (Weaty-Kindler)
3
Bentuk resesif: Generalisata (gravis/mitis)
Lokalisata
Inversa
Bauer dan Eriggaman (1979) membagi EB atas Non-Scarring EB dan Scarring
EB
(5)
. Berdasarkan modifikasi dari Hurwitz S, EB dapat diklasifikasikan berdasarkan
atas hasil pemeriksaan mikroskop elecktron seperti tertera dalam tabel 1 berikut ini
(1,3)
:
Tabel 1. Klasifikasi EB
(1)

Klasifikasi EB Penurunan
Genetik
Lokasi Bula Kerusakan
struktur
1. EB simpleks
a. Lokalisata
Weber-Cocayne
b.Generalisata
(Koebner)
c. Herpetiformis
(Dowling-Meara)
d. Ogna
e. EB simpleks +
pigmentasi
DA
DA
DA
DA
DA
Basal/suprabasal
Sel Basal
Sel Basal
Intraepidermal
Intraepidermal
Lisis keratinosit
Lisis keratinosit
Sitolisis sel basal
Lisis keratinosit
Sitolisis sel basal
2. Junctional
a. Letal (Gravis, Herlitz)
b. Nonletal (Mitis, non-
Herlitz)
c. Junctional EB inversa
RA
RA
RA
Lamina lusida
Lamina lusida
Lamina lusida
Hemidesmosom
berkurang/abnormal
Hemidesmosom
abnormal/tidak
konsisten
Hipoplasia
desmosom
3. EB distrofik
a. Dominan
b. Resesif generalisata
c. Resesif lokalisata
DA
RA
RA
Bawah lamina
basal
Bawah lamina
basal
Bawah lamina
basal
Reduksi jumlah
anchoring fibrils
Anchoring fibrils
kurang + lisis
kolagen
Berkurang jumlah
anchoring fibrils
-
4
TAUT DERMO-EPIDERMAL
Pengetahuan mengenai taut dermo-epedermal sangat penting, sehingga dapat
dipahami mengenai patogenesis terjadinya bula di taut dermo-epidermal, begitu juga
dalam menentukan prognosis dan pengelolaan pasien epidermolisis bulosa. Pewarnaan
imunohistokimia ditujukan untuk kolagen tipe VII dapat dilakukan dengan antibodi LH-
7.2, GB3 untuk laminin 5, sedangkan struktur lainnya dapat dilihat dengan mikroskop
elektron
(1)
.
-

Gambar 1. Susunan Skematis Taut Dermo-Epidermal
(1)

-
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Etiologi dan patogenesis terjadinya lisis belum dapat diketahui. Adanya aktifitas
enzim sitolitik atau terjadinya mutasi struktur protein yang sensitif terhadap perubahan
suhu sebagai pemicu timbulnya EB Simpleks telah dikemukakan, juga diduga oleh
karena berkurangnya jumlah hemidesmosom pada epidermolisis bulosa junctional
(5)
.
Beberapa penulis lain mengemukakan berbagai dugaan, antara lain
(1)
:
1. Epidermolisis bulosa simpleks terjadi akibat:
a. Pembentukan enzim sitolitik dan pembentukan protein abnormal yang sensitif
terhadap perubahan suhu.
b. Akibat mutasi gen pembentuk keratin pada lapisan epidermis
c. Mutasi gen plektin, yakni protein yang terdapat di membran basal
(hemidesmosom).
2. Epidermolisis bulosa letalis Herlitz yang terjadi akibat:
5
a. Berkurangnya jumlah hemidesmosom.
b. Membran abnormal sel pecah dan mengeluarkan enzim proteolitik sehingga
terbentuk celah di lamina lusida.
c. Mutasi gen yang mengkode laminin 5, komponen anchoring filament, yaitu
protein polipeptida.
d. Mutasi integrin 64 yang abnormal atau tidak ada
e. Mutasi gen pengkode antigen pemfigoid bulosa 2 yang dijumpai pada EB
junctional ringan yang disertai atropi (BPA-2)
3. Sindrom Bart, diduga akibat perlekatan kulit fetus dengan amnion (pita sinomart)
4. E.B distrofik, diduga akibat :
a. Berkurangnya anchoring fibril
b. Bertambahnya aktivitas kolagenase pada EB, yang diturunkan secara RA
c. Terjadi mutasi gen kolagen VII (COL7A1), komponen utama anchoring fibril
-
GEJALA KLINIS DAN HISTOPATOLOGI
Diagnosis EB secara klinis ditegakkan terutama dilihat melalui lokasi bula
terbentuk, yaitu tempat yang mudah mengalami trauma
(1)
.
1. Epidermolisis Bulosa Simpleks
Pada EBS, bula yang terbentuk terjadi di tempat trauma dan terletak
intraepidermal
(1)
. Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan
(6)
. Umumnya
timbul vesikel, bula, dan milia di sendi tangan, siku, lutut dan kaki (daerah predileksi
terkena trauma)
(2)
. Berdasarkan kesepakatan Badan Registrasi Epidermolisis Bulosa
Nasional Amerika terdapat 9 tipe EBS, beberapa diantaranya yang sering dijumpai
tercantum di tabel 1 di atas.
a. EBS lokalisata (Weber-Cockayne)
Disebut juga recurrent bullous eruption of the hand and feet. Dapat terjadi pada
anak-anak dan dewasa. Gambaran klinik EBS lokalisata berupa bula berdinding
tebal dan sembuh tanpa pembentukan jaringan parut
(6)
. Bula terbentuk di stratum
spinosum telapak tangan dan kaki, sedangkan kuku jarang terkena. Untuk mukosa
dan gigi tidak terkena. Pembentukannya memerlukan tekanan atau gesekan yang
kuat (ambang rangsang tinggi). Mekanisme bula berhubungan dengan
pembentukan enzim sitolitik dan berkaitan dengan diskeratosis
(1)
.
-

6

Gambar 2. EBS tipe Weber Cockayne
(7)

b. EBS generalisata (Koebner)
Umumnya terjadi pada tahun pertama setelah lahir, akibat trauma saat melewati
jalan lahir. Pada perubahan suhu (musim panas), bula dapat timbul dan disertai
hiperhidrosis palmaris dan plantaris. Tempat predileksi pada bayi adalah occiput,
punggung, dan kaki
(6)
. Kuku dapat terkena (20%) yang mengakibatkan kuku
terlepas, tetapi umumnya dapat tumbuh kembali tanpa distrofik
(1)
. Sedangkan
pada anak-anak umumnya terjadi pada tempat-tempat terkena gesekan pakaian
(6)
.
Setelah usia 3 tahun, bula lebih terbatas di tangan dan kaki, sering disertai
hiperhidrosis dan hyperkeratosis
(1)
.

Gambar 3. EBS Generalisata (Koebner)
(8)

c. EBS herpetiformis (Dowling-Meara)
Gambaran klinis ditandai adanya bula begerombol, terjadi pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir, dapat disertai keratoderma plamoplantar dan
7
peradangan serta pembentukan milia sementara. Terkadang timbul bula
hemorrhagik di tangan dan kaki. Bula spontan bergerombol, terdapat pada badan
dan ekstremitas
(1)
. Meskipun mukosa mulut dan kuku dapat terkena, kuku dapat
tumbuh kembali, kadang disertai distrofi
(1,2)
. Saat neonatal, dapat menyerupai
bentuk distrofik berat atau bentuk junctional, karena bula yang luas di seluruh
badan dan dapat mengancam kehidupan. Setelah usia 6-7 tahun di palmoplantar
berkembang menjadi hiperkeratosis
(1)
.

Gambar 4. Epidermolisis Bulosa Simpleks Tipe Dowling-Meara dan gambaran
mikroskop elektronnya pada bayi 18 bulan
(9)


d. EBS Ogna
Terjadi pada bayi, ditandai bula serosa atau hemorrhagik di tangan dan kaki atau
dimana saja, sembuh tanpa meninggalkan bekas. Pada EBS ogna terdapat
onikogrifosis pada ibu jari kaki, kecenderungan mengalami hematom dan secara
genetik berkaitan dengan lokus erythrocyte glutamic pyruvic transaminase
(GPT)
(1)
.
e. EBS dengan pigmentasi mottled
Satu keluarga di Swedia dengan sifat gen autosomal dominan pernah dialaporkan
menderita EBS, dimana anggota keluarga yang lahir menderita makula hiper dan
hipopigmentasi yang berkurang perlahan. Penelitian secara ultrastruktural
menunjukkan adanya vakuolisasi di lapisan sel basal
(2)
.
8
f. EBS dengan distrofik otot
Bentuk EBS ini berkaitan dengan penyakit neuromuskular onset lambat,
diturunkan secara autosomal resesif. Disebabkan oleh mutasi dari gen plektin,
dimana penderitanya tidak mempunyai plektin di dalam kulit dan otot. Distrofi
otot progressif dapat terjadi saat anak-anak atau kemudian hari
(2)
.

2. EB tipe junctional
EB junctional merupakan tipe EB dimana pembentukan bula terjadi lamina lusida di
taut dermoepidermal, tipe EB yang paling berat serta mengancam kehidupan.
Diturunkan secara resesif autosom. Pemeriksaan dengan imunoperoksidase
memperlihatkan bula di atas kolagen tipe IV
(1)
.
-

Gambar 5. EB tipe junctional
(10)

a. Herlitz
Merupakan bentuk paling berat diantara tipe junctional, ditandai dengan bula-bula
besar, terutama di bokong, badan dan kepala tanpa meninggalkan sikatriks dan
milia, kecuali bila diikuti infeksi sekunder
(1)
. Hampir 50% pasien meninggal
sebelum usia 2 tahun
(1,6)
. Namun sebagian dapat hidup sampai dewasa
(1)
.
Tangan dan kaki tidak terkena, mukosa dapat terkena dan menyebabkan atresia
pilorik. Perioral dapat terbentuk bula, sedangkan bibir tidak terkena, pite suara
laring dapat terkena kemudian. Kuku dapat terkena serta terlepas dan disertai
paronikia. Tanda khas : adanya displasia gigi serta permukaannya berbenjol-
benjol (cobblestone appearance). EB herlitz dapat menyebabkan retardasi mental
dan anemia
(1).

9

Gambar 6. Gambaran pasien dengan EBJ Herlitz
(11,12)

b. EB Junctional non-letal (Mitis, non-Herlitz)
Dimulai dengan pembentukan bula serosa atau hemorrhagik saat lahir dan
meninggalkan kulit yang rapuh, tanpa meninggalkan sikatriks dan milia.
Umumnya dapat terjadi alopesia, distrofik kuku, hiperkeratosis palmoplantar.
Mukosa dapat diserang tapi tidak sampai menyebabkan striktur. Pada tipe ini tidak
terjadi retardasi mental dan anemia. EB non letal dapat sembuh dengan
bertambahnya umur
(1)
.
c. EB junctional tipe inversa
Terjadi pada saat lahir atau masa neonatal, secara klinis mirip dengan pioderma
generalisata, kemudian pembentukan bula lebih banyak di aksila, leher, inguinal
dan perianal (inversa)
(1)
.

3. EB Distrofik
EB distrofik diklasifikasikan berdasarkan penurunan genetik, yaitu bentuk dominan
dan resesif. Biasanya bentuk resesif merupakan bentuk yang lebih berat. Pada EBD
terjadi dermolisis sehingga nama epidermolisis bulosa menjadi kurang tepat
(1)
.
a. EBD Dominan
Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan
(6)
. Terjadi pada saat lahir atau
segera setelah lahir, pada 20% kasus terjadi sebelum usia 1 tahun. Secara klinis
terlihat bula, terutama di bagian dorsal ekstremitas dan meninggalkan bekas
sikatriks, pembentukan milia, distrofi atau hilangnya kuku
(1,6)
. Bula timbul
terbatas pada ekstremitas, jarang menyebar
(6)
. Terjadinya lesi di badan yang mirip
10
sikatriks dengan warna seperti daging (albupapuloid), timbul spontan tanpa
didahului trauma, merupakan varian dari EBDD
(6)
.

Gambar 7. Lutut Pada Pasien Dengan EBD Dominan
(13)

b. EBD Resesif
Diturunkan secara autosomal resesif dan bervariasi dari ringan sampai berat, dan
mengenai mukosa. EBDR terbagi atas bentuk ringan lokalisata (Mitis), berat
(gravis, Hallopeau-Siemens), dan bentuk varian inversa
(1,6)
. Tipe resesif
generalisata (tabel 1), mukosa esophagus dapat terkena yang menyebabkan
terjadinya striktura. Terkenanya konjungtiva dan kornea menyebabkan terjadinya
gangguan penglihatan. Rambut dapat mengalami sikatrisial alopecia. Lesi pada
kuku dan jari dapat terjadi diikuti pembentukan jaringan parut, sehingga jari-jari
dapat menjadi satu (digital fusion). Sendi lutut, siku dan pergelangan tangan dapat
mengalami kontraktur
(6)
.

Gambar 8. Jari-Jari Tangan Pada EBD Resesif Berat
(11)

11
c. Sindrom yang berkaitan dengan EB distrofik:
- Sindrom Bart
Bula terbentuk di bagian dermal membran basal, menyebabkan erosi di
ekstremitas, intertriginosa, leher dan bokong, sembuh spontan dan
meninggalkan bekas hipopigmentasi
(1)
.


Gambar 9. Hilangnya Kulit Yang Bersifat kongenital di Sebagian Besar Area Lengan
Pada Sindrom Bart
(7)

- Epidermolisis bulosa akuisita
Bula terbentuk di sub epidermis di bawah membran basal, mengenai telinga,
siku, tangan, lutut, mukosa, dan kuku yang mengalami distrofik
(1)
. EBA dapat
timbul pada usia apapun
(14)
, tapi biasanya di jumpai pada masa dewasa
(3)
.

Gambar 10. Gambaran imunofluoresen EB acquisita
(13)

12
- Sindrom Kindler
Mirip dengan poikiloderma progresif, mengenai wajah dan leher disertai
fotosensitifitas. Terjadi pembentukan bula congenital di akral, atrofi yang luas,
sindaktili, hiperkeratosis, dan palmoplantar
(1)
.
- Dermatosis bulosa yang transien
Mungkin terjadi akibat reaksi autoimun saat ibu hamil atau saat neonatus. Bula
terbentuk spontan dan sembuh spontan berhubungan dengan kolagen tipe
VII
(1)
.
-
DIAGNOSIS BANDING
Epidermolisis bulosa mirip dengan beberapa penyakit, diantaranya:
1. Impetigo neonatorum
Merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat pada neonatus. Kelainan kulit
berupa bula hipopion tetapi lokasinya menyeluruh dan dapat disertai demam
(1,15)
.
2. Pemfigoid bulosa
Penderita biasanya usia lanjut (>60 tahun)
(6)
. Keadaan umum baik, atau juga sakit
ringan. Sering di sertai rasa gatal, kelainan kulit terutama bula yang bercampur
dengan vesikel, berdinding tegang, terkadang hemoragik, dengan daerah sekitar
kemerahan
(5)
.
Lokasi: Bagian fleksor seperti ketiak dan lipat paha, mulut
(5)
.
Efloresensi: Bula numular sampai plakat, berisi ciran jernih dengan dinding tegang
yang terkadang hemoragik. Jika bula pecah terlihat daerah erosif numuler hingga
plakat, bentuk tidak teratur
(5)
.
3. Pemfigus foliaseus
Merupakan penyakit kronik dan remesinya temporer. Penyakit dimulai dengan
vesikel atau bula berukuran kecil, berdinding kendur yang kemudian pecah menjadi
erosi dan eksudatif. Khas: eritema meyeluruh yang disertai banyak skuama kasar,
dengan bula kendur hanya sedikit. Penderita mengeluh gatal dan badan menjadi
berbau busuk
(5)
.
Lokasi: Kulit kepala, wajah, dada, dan daerah seboroik bersifat simetris
(5)
.
Efloresensi: Eritema menyeluruh disekitar skuama kasar, vesikel atau bula lentikular
berdinding kendur hanya sedikit, dengan daerah erosif generalisata
(5)
.


13
4. Dermatitis herpetiformis
Biasanya menyerang penderita usia muda (20-40 tahun). Keluhan gatal dan rasa
terbakar merupakan awal penyakit di ikuti timbulnya lesi kulit berupa macula atau
papula eritem dan keadaan berupa urtika
(6)
.
Lokasi: Tempat predileksi yang khas adalah kedua siku, lutut, daerah sakral, lengan
bagian ekstensor, dapat juga terkena pada daerah kepala, wajah, badan, dan lipat
aksila. Dapat juga mengenai laring dan selaput lendir yang akan mengalami atrofi,
sehingga di dapatkan gejala enteritis berupa diare dan malabsorbsi pada 20%
penderita
(6)
.
Efloresensi: Diatas makula atau papul timbul vesikel yang mula-mula kecil
berdinding tegang dan tak mudah pecah, berisi cairan jernih pada mulanya dan jarang
terjadi bula besar
(5)
.
-
PROGNOSIS
Epidermolisis bulosa simpleks mempunyai prognosis baik, karena EBS dapat
berlangsung terus sepanjang hidup tapi biasanya sesudah 3 tahun hanya tangan dan kaki
yang terkena, akan ada perbaikan pada masa remaja dan akan sembuh tanpa
pembentukan jaringan ikat
(1,2,3,6)
, namun pada bentuk EBS herpetiformis yang
menyerang neonatal mempunyai prognosis buruk yang dapat mengancam kehidupan,
karena bula yang luas di seluruh badan
(1)
.
Pada EB tipe junctional, prognosis yang dijumpai umumnya buruk, karena
sebagian besar pasien meninggal sebelum usia 2 tahun (tipe herlitz)
(1,6)
. Tipe herlitz
juga dapat menyebabkan retardasi mental dan anemia
(1,2)
, sedangkan untuk tipe EB non
letal dapat sembuh dengan bertambahnya umur
(1)
.
Pada tipe EB distrofik prognosisnya sulit ditentukan, karena gejala klinisnya lebih
berat dari EB simpleks tetapi lebih ringan dari EB junctional, tetapi khusus pada EB
distrofik resesif kematian dapat terjadi saat neonatus atau anak sudah disertai
komplikasi
(1)
.
-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada EB tipe tertentu dapat dilakukan pemeriksaan
(1)
:
1. Pemeriksaan histopatologik dengan mikroskop elektron merupakan baku emas untuk
kepastian diagnosis, seperti pada EBS generalisata (Koebner) dan EB junctional (tipe
Herlitz). Pada EBS generalisata tampak celah di supra basal. Pada tipe herlitz tampak
14
bula di lamina lusida di sertai berkurangnya jumlah dan berubahnya struktur
epidesmosom.
Dengan diketahui berbagai antigen di taut dermo-epidermal dapat ditentukan
klasifikasi tipe EB, penemuan terbaru menerangkan lebih rinci mengenai komposisi
molekular membran basalis (gambar 2).

Gambar 11. Komposisi Molekular Daerah Membran Basalis
(1)

1. Pemeriksaan imunofluoresens dengan pewarnaan antibodi monoklonal terhadap
molekul taut dermoepidermal dapat memastikan tipe EBS.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Umum
a. Perawatan Kulit
Berikan penjelasan dan edukasi pada keluarga, orangtua pasien, atau perawat.
Sedapat-dapatnya menghindari trauma dan mengurangi gesekan. Dalam memilih
pakaian dan mainan pilih yang ringan dan lembut. Hindari pengunaan plester, untuk
jari dapat digunakan tubular bandage sehingga mencegah terjadinya fusi jari-jari.
Bula dirawat dengan cara menusuknya dengan jarum steril dan membiarkan atap
bula sebagai pelindung
(1)
.
Pada anak-anak sebaiknya dipilih jenis sepatu kulit yang lunak, hindari sepatu yang
sempit dan upayakan ruang sepatu yang cukup untuk bergerak tanpa menimbulkan
lecet. Kaos kaki dari bahan katun yang dapat menyerap keringat, pengunaan kaos
kaki membantu menghindari trauma akibat gesekan
(1)
.
Suhu lingkungan diusahakan agar cukup dingin karena bula mudah terjadi pada suhu
panas. Bila memungkinkan tempat tidur yang lunak (matras air) dan seprai yang
15
halus agar terhindar dari gesekan. Perawatan jari tangan harus dilakukan secara hati-
hati, upayakan mencegah terjadinya fusi dan kontraktur dengan mengatur posisi jari
dan sendi
(1)
.
b. Makanan
Sebaiknya diberikan makanan tinggi kalori tinggi protein dalam bentuk yang lembut
atau cair serta mudah ditelan, terutama bila terdapat luka di mukosa mulut. Pada bayi
penggunaan dot (bottle fed) dapat menimbulkan gelembung dan luka dimulut, untuk
mencegah trauma sebaiknya bayai disuapi mengan memakai sendok. Pemberian
makanan dapat sedikit-demi sedikit, frekuensi makanan dapat lebih dari 3x
pemberian, mengingat gesekan waktu makan menyebabkan rasa nyeri sehingga
hanya sedikit yang tertelan. Pada bayi baru lahir dengan EB berat atau letalis,
pemberian makan melalui nasogastric feeding atau intravena bergantung pada
kondisi. Perlu dipertimbangkan setiap tindakan tersebut dapat merupakan trauma
(1)


Penatalaksanaan Khusus
- Sistemik
Pemberian kortikosteroid bermanfaat pada kasus yang berat dan fatal untuk
mencegah mutilasi, distrofik, serta life saving. MOYNAHAN melaporkan
pemberikan dosis awal tinggi (140-160 mg prednison/hari) untuk menyelamatkan
kehidupan neonatus, pengobatan dengan pengamatan yang ketat, dosis diturunkan
segera untuk mencegah terjadinya sepsis. Vitamin E dapat menghambat aktivitas
kolagenase atau meransang produksi enzim lain yang dapat merusak kolagenase
(1,3)
.
Dosis efektif 600-2000 iu/hari. Pengobatan lain adalah difenilhidantoin 2,5-5,0
mg/kg BB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari. Obat ini juga menghambat aktifitas
kolagenase. Apabila diperlukan antibiotik sistemik dapat diberikan (antibiotik tidak
diberikan secara rutin)
(1)
.
- Lokal
Sebagai pengobatan topikal dapat digunakan kartikosteroid potensi sedang dan anti
biotik bila terdapat infeksi sekunder dan untuk mencegah perlengketan krusta dengan
sprei dan pakaian
(1,3)
. Glutaraldehyd 5% 3x/hari dapat membantu mengurangi
gesekan pada tangan dan kaki
(3)
.



16
PENUTUP PENUTUP PENUTUP PENUTUP

KESIMPULAN
EB merupakan penyakit bulosa kronik yang diturunkan secara genetik autosom,
dapat timbul spontan atau timbul akibat trauma ringan. Diagnosis EB ditegakkan
berdasarkan anamnesis terjadinya penyakit dalam keluarga, resesif autosom dan
dominan autosom, serta gejala dan tanda klinis.
Dalam mendiagnosis EB secara klinis, lokalisasi bula yang terbentuk yaitu di
tempat yang mudah mengalami trauma, walaupun trauma ringan, seperti trauma di jalan
lahir. Bula yang terbentuk biasanya jernih, kadang-kadang hemoragik, dan pada
penyembuhan perlu diperhatikan apakah meninggalkan bekas jaringan parut. Sedangkan
dari pemeriksaan penunjang, pemeriksaan histopatologik dengan mikroskop elektron
merupakan baku emas untuk kepastian diagnosis.
EBS mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan kedua tipe EB lainnya karena
dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas. EBJ prognosisnya sangat buruk, dan EB
distrofik berada di antara keduanya.
Penatalaksanaan EB terdiri dari umum dan khusus. Penatalaksanaan umum yang
diberikan yaitu menghindari trauma mekanik pada kulit yang dapat menimbulkan
kekambuhan seperti: memakai pakaian dan mainan yang ringan dan lembut, selain itu
juga menghindari penggunaan plester, untuk jari-jari dapat digunakan tubular bandage
sehingga mencegah terjadinya fusi jari-jari. Suhu lingkungan diusahakan cukup dingin
karena bula mudah terjadi pada suhu panas. Bagian yang mengalami erosi diolesi krim
atau salap antibiotik. Perawatan jari tangan harus dilakukan secara hati-hati dan
upayakan mencegah terjadinya fusi dan kontraktur dengan mengatur posisi jari dan
sendi. Makanan yang diberikan adalah makanan yang tinggi kalori tinggi protein dalam
bentuk lembut atau cair serta mudah ditelan, terutama bila terdapat luka di mukosa
mulut.
Penatalaksanaan khusus yaitu dengan pemberian kortikosteroid sistemik
bermanfaat pada kasus berat dan fatal untuk mencegah mutilasi atau distrofik serta life
saving. Vitamin E dan difenihidantoin dapat menghambat aktifitas kolagenase dan
merangsang produksi enzim lain yang dapat merusak kolagenase.
-

17
SARAN
1. Hendaknya memberikan penjelasan dan edukasi pada keluarga, orang tua pasien
dan perawat tentang perlunya menghindari trauma dan mengurangi gesekan.
2. Konseling genetik hendaknya dianjurkan bila telah jelas penurunan genetiknya,
sehingga dapat diberitahukan besarnya resiko penyakit pada setiap kelahiran.





























18
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA

1. Aisah S. Epidermolisis Bulosa Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta :
FKUI. 2005. 200-7
2. Odom RB, James WD, Berger TG. Andrews Disease of the Skin, 9
th
Edition,
Volume 3. Philadelphia : WB Saunders Company.2000. 693-700
3. Tjipta GD, Nasution A. Cermin Dunia Kedokteran. Epidermolisis Bullosa, Laporan
Kasus 2001; http://www.kalbe.co.id [diakses 23 Oktober 2007]
4. Suyono Y, Suyoso S. Epidermolisis Bulosa Distrofik Resesif Generalisata. Airlangga
Periodical of Dermato-Venereology Desember 2005; Vol.17 No.3; 288-96
5. Siregar RS. Epidermolisis Bulosa Dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
Jakarta: EGC. 2005. 200-1
6. Kariosentono H. Epidermolisis Bulosa Dalam Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta:
Hipokrates. 2000. 141-4
7. White GM, Cox-Neil H. Disease of the Skin. Pediatric Dermatology [Online
Database] 2002 [2007 October 25] Available from URL:
http://www.merckmedicus.com
8. Marinkovich MP, Pham N. Dermatology. Epidermolysis Bullosa [Online Database]
2006 [2007 October 31] Available from URL: http://www.emedicine.com
9. Janniger C dkk. ACTA Dermatovenereologica. Epidermolysis Bullosa Hereditaria
Simplex, Case Report [Online Database] 2001 [2007 October 23] Available from
URL: http://www.actadermatovenereologica.com
10. Epidermolysis Bullosa Junctional, Vesicobullous Eruption [Online Database] 2007
[2007 October 25] Available from URL: http://dermatlas.med.jhmi.edu/
derm/index Display.cfm?ImageID=-1505416792
11. eMedicine Images. Epydermolisis Bullosa [Online Database] 2007 [2007 October
23] Available from URL: http://www.emedicine.com
12. EB Info World. About EB [Online Database] Junctional 2006 [2007 October 23]
Available from URL: http://www.ebinfoworld.com
13. EB Info World. About EB [Online Database] Dystrophic 2006 [2007 October 23]
Available from URL:http://www.ebinfoworld.com
14. Chan L, Woodley D. Dermatology. Epidermolysis Bullosa Acquisita [Online
Database] 2006 [2007 October 23] Available from URL:
http://www.emedicine.com
15. Graham-Brown R, Burns T. Lecture Notes Dermatologi. Jakarta: EGC. 2005. 143

-


Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk

You might also like

  • Sketsa
    Sketsa
    Document1 page
    Sketsa
    Tria Puji Kurnia Sunazki
    No ratings yet
  • Klasifikasi Hemangiomaa
    Klasifikasi Hemangiomaa
    Document1 page
    Klasifikasi Hemangiomaa
    Tria Puji Kurnia Sunazki
    No ratings yet
  • Fbsdzbgadfb
    Fbsdzbgadfb
    Document4 pages
    Fbsdzbgadfb
    Tria Puji Kurnia Sunazki
    No ratings yet
  • Resusitasi Cairan
    Resusitasi Cairan
    Document17 pages
    Resusitasi Cairan
    Syahida Sulaiman
    0% (1)
  • Kusioner FPS
    Kusioner FPS
    Document1 page
    Kusioner FPS
    Tria Puji Kurnia Sunazki
    No ratings yet
  • Case
    Case
    Document2 pages
    Case
    Tria Puji Kurnia Sunazki
    No ratings yet
  • SPSS
    SPSS
    Document1 page
    SPSS
    Tria Puji Kurnia Sunazki
    No ratings yet
  • Kusioner FPS
    Kusioner FPS
    Document1 page
    Kusioner FPS
    Tria Puji Kurnia Sunazki
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document3 pages
    Cover
    Tria Puji Kurnia Sunazki
    No ratings yet