You are on page 1of 17

REFERAT

STEVEN JOHNSON SYNDROME


Oleh :
Olivia Jennifer
0815199
Pe!i!in" :
Dr# $ie Fenn%& S'#((
Fa)*l+a, (e-.)+eran
/niver,i+a, (ri,+en Marana+ha
R*ah Sa)i+ 0an*el
1an-*n"
2013
1A1 0
PENDAH/$/AN
Steven-Johnson syndrome (SJS) pertama kali ditemukan pada tahun 1922.
Steven-Johnson syndrome (SJS) merupakan reaksi hipersensitivitas yang
dimediasi oleh kompleks imun dengan gambaran eritema multiformis yang berat.
Sindrom ini dikenal sebagai eritema multiformis mayor, tetapi banyak literatur
yang tidak setuu dengan pendapat ini.
Steven-Johnson syndrome (SJS) merupakan reaksi akut pada
mukokutaneus yang mengan!am nya"a dengan karakteristik nekrosis dan
hilangnya lapisan epidermis. Steven dan Johnson pertama kali melaporkan dua
kasus erupsi kutaneus diseminata yang berkaitan dengan stomatitis erosif dan
gangguan okular hebat. SJS melibatkan kulit dan membran mukosa. #etika
mun!ul gambaran minor yang dapat melibatkan membran mukosa mulut, hidung,
mata, vagina, uretra, gastroinstestinal dan saluran pernafasan ba"ah yang dapat
berkembang selama peralanan penyakit. #eterlibatan saluran !erna dan saluran
pernafasan dapat berubah menadi nekrosis. SJS merupakan gangguan sistemik
serius yang berpotensi meningkatkan morbiditas dan bahkan kematian. Sering
teradi kesalahan diagnosis pada penyakit ini.
Se!ara umum, kasus SJS$%&' diperkirakan 1-( kasus$uta orang per tahun
dan se!ara respektif diperkirakan ),*-1,2 kasus$uta orang per tahun. %erdapat 1,+9
kasus per tahun yang dilaporkan di Jerman ,arat dan ,erlin pada tahun 19((.
-nsidensi yang terendah dilaporkan oleh .han et al di Singapura. /enyakit ini
dapat mengenai semua usia, yang risikonya meningkat pada usia dekade ke empat,
dengan rasio seks ),(. /asien yang terinfeksi 0-1, diperkirakan hanya 1) kasus
dari 2) kasus SJS$%&' pada pasien 0-1 dan diperkirakan terdapat 12 kasus
SJS$%&' pada pasien 3-4S. /asien dengan penyakit vaskular dan kanker uga
berisiko tinggi. Se!ara keseluruhan, angka mortalitas SJS 2-125.
/atofisiologi penyakit ini masih belum elas, namun sekarang ini obat-
obatan menadi faktor penyebab utama. 6ebih dari 1)) enis obat dilaporkan
menadi penyebab yang diperkirakan sekitar 7)5 kasus. Selain itu, peran agen
infeksi uga dilaporkan pada beberapa kasus. 1irus herpes simpleks ditemukan
pada beberapa kasus, terutama pada anak-anak. Selain itu, beberapa faktor lain
uga dapat menyebabkan SJS namun kasus ini masih harus diidentifikasi lebih
lanut.
%ingginya mortalitas SJS$%&' yang dilaporkan, bahkan pada kasus berat
dapat men!apai 8)5. Selain itu, karena penggunaan obat yang merupakan
penyebab utama, sehingga diperlukan identifikasi dan pengenalan pada penyakit
ini untuk menghilangkan penyebab dan perbaikan kondisi serta men!egah
kekambuhan dan komplikasinya.
1A1 00
T0NJA/AN P/STA(A
2#1# DEF0N0S0
Steven-Johnson Syndrome (SJS) merupakan tipe reaksi hipersensitivitas
pada mukokutaneus dengan karakteristik nekrosis atau hilangnya lapisan kulit dan
mengenai membran mukosa yang ditentukan berdasarkan persentasi area
permukaan tubuh (Body Surface Area$,S3) yang teradi karena respon obat-
obatan, infeksi maupun penyakit lainnya.
2#2# ET0O$O40
%erdapat * kategori etiologi pada SJS, yaitu antara lain 9
1. -nfeksi
0ampir setengah pasien dengan SJS dilaporkan dengan infeksi saluran
pernafasan atas. 3gen penyebab infeksi dapat berupa bakteri, virus, amur maupun
proto:oa. ,akteri penyebab SJS diantaranya streptokokus beta grup 3, difteri,
Brucellosis, mikobakteria, Mycoplasma pneumonia, tuleremia, dan tifoid. #asus
;incomplete< dilaporkan setelah terdapat infeksi Mycoplasma pneumonia. 1irus
penyebab SJS yang dilaporkan antara lain virus herpes simpleks (0S1), 3-4S,
virus !o=sa!kie, dan variola. /ada anak, virus penyebab yang teridentifikasi yaitu
virus &psteins-,arr dan enterovirus. >ungkin uga disebabkan oleh amur seperti
coccidioidomycosis, dermatofitosis, dan histoflasmosis. /roto:oa uga dilaporkan
sebagai penyebab seperti malaria dan tri!homoniasis.
2. -nduksi ?bat
SJS$%&' paling sering disebabkan obat-obatan. /atogenesisnya
multifaktor dan mungkin disebabkan dinamika antara faktor didapat dan
konstisional yang berkaitan dengan obat maupun metabolismenya. 4itemukan
berbagai ma!am obat yang telah diidentifikasi dapat menyebabkan SJS$%&' dan
berkaitan dengan penyakit lokal dan peresepan obat. %abel di ba"ah ini
merupakan obat-obatan yang dapat menginduksi SJS
%abel 2.1. ?bat-obatan yang dapat menginduksi SJS$%&'
2
(Sumber 9 3llanore -1 dan @oueau J.. 2))+. &pidermal 'e!rolysis (Stevens-
Johnson Syndrome and %o=i! &pidermal 'e!rolysis) 4alam Ait:patri!kBs
4ermatology in Ceneral >edi!ine. Seventh &dition. 1olume 1 D 2. Enited States
of 3meri!a 9 >!-Cra" 0ill. .ompanies. Se!tion (. 0al 8*9-822.)
8. #ehamilan
#ehamilan dapat menginduksi kehamilan, "alaupun kasus SJS pada
kehamilan sangat arang namun pernah dilaporkan pada "anita usia 28 tahun,
C231 usia gestasi 87 minggu, dengan tanda klinis SJS setelah disuntik dengan
!efota=im. %erdapat uga satu kasus stenosis vaginal diikuti SJS pada kehamilan.
SJS pada kehamilan dapat berakibat fatal karena imunocompromise. Falaupun
demikian, diagnosis a"al dan penatalaksanaan yang tepat dapat menyelamatkan
ibu dan anak.
*. -diopatik
/enyakit ini merupakan penyakit idiopatik (penyebabnya tidak diketahui).
SJS diketahui sebagai sindrom hipersensitivitas kompleks.
2#5# PATO4ENES0S
&tiologi SJS sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya
berbagai faktor. 4alam lebih dari setegah umlah kasus yang pernah ditemukan,
tidak dapat dipastikan penyebab spesifik dari SJS ini. Falaupun pada umumnya
SJS sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Sekitar 2)5
penyebab SJS adalah obat. /eringkat tertinggi adalah obat-obat Sulfonamid,
-la!tam, imida:ol dan 'S3-4, sedangkan peringkat menengah adalah
Guinolon, antikonvulsan aromatik dan alopurinol. ,eberapa faktor penyebab
timbulnya SJS diantaranya9 infeksi (virus herpes simple=, dan Mycoplasma
pneumoniae), makanan (!oklat), dan vaksinasi. Aaktor fisik (udara dingin, sinar
matahari, sinar H) rupanya berperan sebagai pen!etus (trigger).
SJS memiliki karakteristik khas dengan onset akut teradinya eritema yang
diikuti nekrosis se!ara meluas dan menyerang epidermis serta membrane mukosa.
/atogenesis SJS sampai saat ini belum elas "alaupun sering dihubungkan dengan
reaksi hipersensitivitas tipe --- dan -1. ?leh karena proses hipersensitiftas, maka
teradi kerusakan kulit sehingga teradi9 1) kegagalan fungsi kulit yang
menyebabkan kehilangan !airan, 2) stres hormonal diikuti peningkatan
resistensi terhadap insulin, hiperglikemia dan glukosuria, 8) kegagalan
termoregulasi, *) kegagalan fungsi imun, dan 2) infeksi.
2#5#1# Mar)er 4ene+i) %an" 1e'eran -ala SJS
4alam beberapa tahun terakhir telah banyak laporan kasus yang
membahas mengenai hubungan genetik antara 063 dan SJS. #orelasi kuat antara
dua komponen genetik tersebut pertama kali ditemukan di 0an, .hina, pada tahun
2))*. /asien-pasien SJS yang diinduksi (.arbama:epine) .,I ditemukan 1))5
memba"a genetik 063-,J12)2, dan hanya 85 dari pemba"a genetik 063-
,J12)2 yang toleransi dengan .arbama:epine. /ada ras &ropa dan Jepang kasus
SJS yang diinduksi .,I sangat arang ditemukan. 'amun, 063-,J12)2 ternyata
se!ara unik hanya ditemukan pada orang 0an .hina keturunan 3sia dan hal ini
mungkin bisa memberi penelasan tentang resiko yang sangat besar teradinya SJS
yang diinduksi .,I di 3sia %enggara dibandingkan ,angsa &ropa dan Jepang.
Selain itu, ditemukan uga 063-,J2+)1yang menadi marker genetik
pada pasien-pasien SJS yang diinduksi 3llupurinol. 4alam penelitian lain uga
disebutkan selain 063-,J12)2, 063-,J29)2, 063-,J*+)1, 063-,J27)1,
063-4@7, 063-4K8, dan 063-3J)2)( mungkin uga memiliki peran penting
sebagai marker genetik penyebab SJS. 'amun hal ini masih perlu penelitian lebih
lanut.
Cambar 2.1. >arker genetik dan sinyalnya pada SJS$%&'
(Sumber 9 .hung F0 dan 0ung S. 2)1). Ceneti! >arkers and 4anger Signals in
Stevens-Johnson Syndrome and %o=i! &pidermal 'e!rolysis. J Allergology
International. 1ol 29 'o. *. 0al 9 822-882)
2#5#2# O!a+6.!a+an& H$A& -an T-Cell Mediated Immunity 'a-a SJS
/atogenesis teradinya respon sitotoksik pada SJS dimulai akibat
kesalahan pengenalan obat oleh molekul 063 kelas - yang menginisiasi aktivasi
sel % dan menyebabkan teradinya ekspansi klonal sel % sitotoksik .4+L di kulit.
0al ini dipengaruhi immun 063-restri!ted. 6ebih auh lagi, ditemukan 2 peptida
yang menunukkan afinitas tinggi penyebab kesalahan pengenalan 063 terhadap
beberapa obat yang lokasinya berada di Antigen Presenting Cell (3/.).
2#5#5# (ei)*+,er+aan Sel Natural Killer 7N(8 'a-a SJS
Selain Sel % sitotoksik, sel Natural Killers uga terlibat dalam teradinya
SJS. 4alam beberapa penelitian terakhir, disebutkan bah"a granulosin yang
disekresi oleh Sel % Sitotoksik dan sel Natural Killers, merupakan kun!i utama
yang bertanggung a"ab dalam kematian keratinosit pasa SJS.
2#5#3# Sin%al -an Me-ia+.r 1er!aha%a %an" Men"in-*),i Ter9a-in%a
A'.'+.,i, (era+in.,i+ 'a-a SJS
1# A'.'+.,i, %an" Diin-*),i Fa,6Fa,$
,eberapa penelitian menemukan dalam peralanan teradinya apoptosis
keratinosit, banyak ditemukan Aas-Aas6 yang disebut menadi salah satu faktor
pen!etus kematian sel. 'amun teori ini masih banyak mengalami perdebatan
karena beberapa peneliti memperkirakan bah"a Aas-Aasl tidak mempengaruhi
apoptosis. Aas-Aas6 hanya ditemukan disekresikan oleh keratinosit, namun tidak
menyebabkan apoptosis keratinosit. Selain itu, temuan ini diperkuat dengan
sebuah penelitian yang mengatakan Aas-Aas6 tidak berada di permukaan
membran keratinosit, melainkan lebih !enderung melakukan perpindahan ke
permukaan sel selama teradinya kerusakan keratinosit.
2# Perf.rin:4ran;i 1 -ala Per9alanan A'.'+.,i,
4alam !airan pada ruam penyakit %&', ditemukan gran:yme , dalam
konsentrasi tinggi. /erforin dan Cran:im , dihasilkan oleh granula sekretori hasil
aktivasi Sel 6imfosit % Sitotoksik dan sel '#. /erforin mengikat dan
mengaktifkan sebuah channel di membran sel target untu memasukkan Cran:im
, untuk mengkativasi tahapan-tahapan dalam peralanan apoptosis.
5# Sin%al -an Si+.)in $ain %an" 1erh*!*n"an -en"an Pa+."ene,i, SJS
Selain yang disebutkan diatas, ada beberapa mediator lain yang berperan
dalam patogenesis SJS antara lain tumor necrosis factor (%'A)-M, interferon
(-A')-N, dan interleukin (-6)-1). 6esi berupa bulla pada SJS mensekresi -A'-N
dan menstimulasi keratinosit untuk mengekspresikan %'A-M, Aas6, and -6-1),
sehingga ketiganya ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada !airan bulla sebagai
mekanisme pertahanan mela"an sel limfosit %-sitotoksik. %'A-M ini memiliki
mekanisme regulasi terhadap Aas-Aas6, sehingga mengaktifasi %'A-reseptor 1
(%'A-@1) dan menginisisasi A344 (Fas-associated death domain protein).
3# 4ran*li,in Se!a"ai Fa)+.r Ma%.r Pen%e!a! Ter9a-in%a A'.'+.,i,
(era+in.,i+ 'a-a SJS
%elah dapat dipastikan bah"a @'3 granulosin yang banyak ditemukan
dalam sel-sel yang melepuh merupakan molekul sitotoksik yang paling signifikan
menadi penyebab apoptosis keratinosit. 3nalisis Festernblot menunukkan
bah"a granulosin dalam !airan bulla merupakan bentuk utama sekret 12 k4a.
Se!ara in itro granulosin 12 k4a murni dapat men!etus sitotoksisitas se!ara
signifikan yang menyebabkan teradinya kulit melepuh pada SJS.
>eskipun telah banyak penelitian tentang patogenesis SJS, namun masih
banyak hal dari SJS yang tetap menadi misteri. Sebagai !ontoh, bagaimana
proses ketikan orang minum obat dapat men!etuskan sekresi granulosin.
#emudian bagaimana Sel % .4+L$'# bisa menyebabkan sekresi granulosin pada
SJS. 6alu apa hubungan spesifik obat, dengan 063, dan sinyal-sinyal sitotoksik,
yang semuanya masih perlu penelitian lebih lanut.
Cambar 2.2. /atogenesis penyebab teradinya apoptosis
(Sumber 9 .hung F0 dan 0ung S. 2)1). Ceneti! >arkers and 4anger Signals in
Stevens-Johnson Syndrome and %o=i! &pidermal 'e!rolysis. J Allergology
International. 1ol 29 'o. *. 0al 9 822-882)
2#3# MAN0FESTAS0 ($0N0S
Ceala klinis SJS dimulai dengan 9
a. Sindroma prodromal yang non-spesifik dan reaksi konstisional berupa
meningkatnya suhu tubuh (demam), sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan,
nyeri dada, mialgia, sehingga penderita berobat. 4alam keadaan ini, sering
penderita mendapat pengobatan antibiotik dan antiinflamasi sehingga
menyebabkan kesukaran dalam mengidentifikasi obat penyebab SJS.
b. Ceala kulit tampak berupa makula eritematus yang menyerupai mor!iliform
rash, timbul pada muka, leher, dagu, tubuh dan ekstremitas. 6esi target
(target lesions) dan bula dengan Ni"ols"y sign positif sering didapatkan. 6esi
membesar dan bertambah banyak.
!. #elainan membran mukosa. ,ibir, mukosa mulut dirasakan sakit, disertai
kelainan mukosa yang eritematus, sembab dan disertai bula yang kemudian
akan pe!ah sehingga timbul erosi yang tertutup pseudomem!rane (necrotic
epithelium dan fibrin). ,ibir diliputi massie hemorragic crusts. #elainan
kelamin uga sering didadapt berupa bula yang hemoragik dan erosi.
SJS, %&' dan eritema multiformis harus dibedakan "alaupun penyebab
penyakit dan mekanismenya sama dengan geala klinis yang hampir sama. %abel
2.2. dan Cambar 2.1. akan memperlihatkan perbedaan antara ketiganya.
%abel 2.2. #lasifikasi berdasarkan reaksi kulit
(Sumber 9 Cerull et al. 2)11. %o=i! &pidermal 'e!rolysis and Stevens-Johnson
Syndrome 9 3 @evie". Crit Care Med. 1ol 89 'o. (. 0al 1-12)
2#5# PEMER0(SAAN PEN/NJAN4
/emeriksaan penunang pada SJS antara lain 9
1. /emeriksaan 6aboratorium
&valuasi lau nafas dan oksigenasi darah merupakan langkah a"al yang
dilakukan di ruang emergensi. /emeriksaan yang dilakukan yaitu kadar gas darah
arterial. #adar bikarbonat di ba"ah 2) m> mengindikasikan diagnosis yang
buruk. ,iasanya hal tersebut disebabkan oleh alkalosis respiratorik yang berkaitan
dengan gangguan spesifik bronkhi dan yang lebih arang karena asidosis
metabolik.
0ilangnya !airan transdermal masif dikarenakan ketidakseimbangan
elektrolit, hipoalbunemia, dan hiponaproteinemia, insufisiensi renal transien, dan
a:otemia prerenal. >eningkatnya kadar ,E' uga menadi tanda kega"atan.
3nemia dengan leukositosis sedang dan trombositopenia dapat teradi.
/emeriksaan lain yang dianurkan berdasarkan skor S.?@%&'.
/emeriksaan kultur darah, kulit dan luka dilakukan untuk menilai insiden
infeksi bakterial pada darah dan sepsis yang berkontribusi terhadap morbiditas
dan mortalitas.
2. /emeriksaan 0istopatologi
,iopsi kulit merupakan pemeriksaan histologi rutin dan imunoflurosensi
yang dilakukan, bahkan ika geala klinis telah tegak, dan ini merupakan !ara
untuk menyingkirkan diagnosis banding. /ada fase a"al, gangguan epidermal
memiliki karakteristik apoptosis keratinosit yang tipis pada lapisan suprabasal,
kemudian dengan !epat mengenai sub-epidermal. -nfiltrat sel mononuklear tebal
pada dermis papiler uga tampak, terutama direpresentasikan lomfosit dan
monosit. 4i antara populasi sel %, limfosit .4+
L
dengan fenotipe gambaran sel
sitotoksik yang menunukkan reaksi imunologi. &osinofil arang terlihat. 0asil
imunofloresensi langsung negatif.
2#<# D0A4NOS0S
4iagnosis ditegakkan berdasarkan geala klinis dan dengan gambaran
histologikal. Ceala klinis khas berupa makula eritematus dan livid pada kulit,
dengan Ni"ols"y sign positif yang diinduksi tekanan mekanis pada kulit, yang
diikuti beberapa menit sampai am setelah onset teradi. Ni"ols"y sign tidak
spesifik pada SJS$%&'.
2#=# D0A4NOS0S 1AND0N4
1. /enyakit yang >emiliki Ceala yang >irip
a. &pidermal 'ekrolisis %erbatas
- &rythema multiforme maor
- 1ari!ella
b. &pidermal 'ekrolisis ,erat
- 3!ute Cenerali:ed e=anthematous pustulosis
- Cenerali:ed bullous fi=ed drug eruption
2. /enyakit yang perlu dipertimbangkan
a. /araneoplasti! pemphigus
b. 6inear immunoglobulin 3 bullous disease
!. /ressure blister after !oma
d. /hototo=i! rea!tion
e. Craft-versus-host disease
8. 4ihindari sebagai diagnosis banding
a. Staphilo!o!!al s!aled skin syndrome
b. %hermal burns
!. /urpura fulminans
d. .hemi!al %o=i!ity
2#8# TATA$A(SANA
SJS adalah penyakit yang mengan!am i"a dan membutuhkan managemen
optimal dengan !epat mendeteksi dan menarik obat yang kemungkinan menadi
penyebab serta pera"atan suportif yang tepat di rumah sakit.
a. /era"atan simtomastis
/asien dengan geala di kulit yang tidak terlalu luas atau pasien dengan
S.?@%&' ) sampai 1 dapat ditangani di tempat ra"at biasa. 'amun ika pasien
mengalami gealan klinis yang lebih berat dengan nilai S.?@%&' yang lebih
tinggi, seharusnya dira"at di -nten!if .are Enit atau di ,urn .enter.
/engobatan suportif ini terdiri dari pemantauan dan perbaikan
hemodinamik dan pen!egahan komplikasi yang dapat mengan!am i"a.
%uuannya kurang lebih sama dengan penatalaksanaan pada penyakit luka bakar.
/ada kasus epidermal nekrolisis ini, dapat teradi kehilangan !airan yang
signifikan akibat erosi kulit, yang akhirnya dapat menyebabkan hipovolemik dan
ketidakseimbangan elektrolit.#arena itu harus segera dilakukan pergantian !airan
harian se!ara adekuat. Jumlah !airan yang diberikan tidak harus sama dengan
kasus pada pasien luka bakar, karena pada kasus SJS tidak teradi edema
intertisial.
Suhu lingkungan harus diatur diatas 2+
)
. sampai 8)
)
. (+2,*
)
A-+(
)
A). ,isa
digunakan tempat tidur khusus yang dapat mengatur suhu pasien untuk membuat
pasien merasa nyaman.
/emberian nutrisi yang adekuat dengan 'C% bila diperlukan untuk
memper!epat kesembuhan dan untuk men!egah resiko translokasi bakteri dari
saluran gastrointestinal.
Entuk mengurangi infeksi, diperlukan tindakan aseptik dan penanganan
luka se!ara hati-hati. ,ila perlu dilakukan kultur kulit, darah, dan urin, se!ara
rutin, untuk melihat bakteri dan amur yang mungkin menginfeksi.
/emberian antibiotik sebagai profilaksis tidak terlalu dianurkan, namun
bila ditemukan tanda-tanda infeksi, antibiotik bisa menadi pilihan. ,isa diberikan
profilaksis antikoagulan selama pera"atan di rumah sakit. %indakan debridement
pada epidermis yang mengalami nekrosis, tidak terlalu dianurkan.
,elum ada standar khusus untuk pera"atan luka, tetapi tetap sesuai
prosedur antiseptik. 4an ini membutuhkan pengalaman, kehati-hatian, dan
protokol ketat serta penatalaksanaan yang adekuat. Entuk mata, perlu dilakukan
pemeriksaan harian oleh dokter spesialis mata. ,ila perlu dibetikan tetes mata,
antibiotik dan antiseptik topi!al, dan vitamin 3 setiap 2 am pada fase akut. Entuk
mulut harus di kompres setiap hari dengan !airan antifungal dan antiseptik.
b. /enatalaksanaan Spesifik
1. /emberian #ortikosteroid
/ada dasarnya, pemberian kortikosteroid sistemik dalam kasus ini masih
kontroversial. /ada beberapa kasus ditemukan, pemberian steroid pada fase a"al
dapat men!egah perburukan geala penyakit. 'amun di beberapa kasus lain,
steroid tidak mamu men!egah progresifitas penyakit, bahkan membuat
meningkatnya mortalitas, terutama akibat sepsis.
2. -munoglobulin -ntravena
/emberian immunoglobulin belum menadi standar pengobatan, namun
ika tetap diberikan adalah bertuuan untuk men!egah potensi nefrotoksik.
8. .y!losporin 3
.y!losporin 3 merupakan suatu agen immunosupressif yang sangat baik
untuk penatalaksanaan SJS. ?bat ini mengaktivasi sitokin % helper 2,
menginhibisi mekanisme sitotoksik .4+L, dan sebagai anti apoptosis efek dengan
menginhibisi Aas-6, faktor nukleus k ,, dan %'A-.
*. /lasmaforesis atau 0emodialisis
/lasmaforesis atau 0emodialisis digunakan untuk menghilangkan efek
obat penyebab SJS, hasil metabolismenya, atau membuang mediator
inflamasi seperti sitokin.
2. 3gen 3nti-%'A
2#9# PEN>E4AHAN
a. >elakukan pat!h test pada obat-obat yang akan digunakan yang di!urigai
akan menimbulkan alergi.
b. ,erhati-hati dalam penggunaan obat-obatan tertentu.
2#10# (OMP$0(AS0
Sepsis merupakan penyebab penting yang mengakibatkan kematian. &rosi
yang luas merupakan risiko infeksi bakteri dan amur yang dapat menimbulkan
komplikasi pada pernafasan dan gagal multi-organ. #omplikasi pernafasan dan
gagal fungsi organ diperkirakan 12-8)5 kasus. Jika gagal nafas teradi, maka
diperlukan ventilator.
#omplikasi pada mata teradi pada 725 pasien, sehingga terapi a"al
sangat dibutuhkan. 0iperpigmentasi dan hipopigmentasi biasa teradi dan
terkadang terdapat skar dan distrofia kuku. 3dhesi genital mengakibatkan
dispareunia, nyeri dan perdarahan. #omplikasi gastrointestinal (misal 9 striktur
esofagus), bronkial, genitourinaria (nekrosis tubular ginal, stenosis vagina, dan
lain-lain) dan anal arang teradi. Cangguan stres post-trauma uga bisa teradi,
sehingga dibutuhkan bantuan psikiater. Semua pasien SJS$%&' harus dipantau
perkembangannya untuk menilai komplikasi yang dapat timbul belakangan.
2#11# PRO4NOS0S
SJS$%&' merupakan penyakit yang mengan!am nya"a. 3ngka mortalitas
dilaporkan 1-25, yang meningkat pada pasien yang tua dan area permukaan kulit
yang terkena luas. 6esi biasanya membaik sekitar 1-2 minggu, tanpa infeksi
sekunder. #ebanyakan pasien membaik tanpa geala sisa. Ceala sisa yang
mungkin mun!ul berupa simblefaron, sinekia konungtiva, entropian, tidak
tumbuhnya bulu mata, skar kutaneus, pigmentasi iregular, erupsi nevus, dan erosi
persisten pada membran mukosa, fimosis, sinekia vaginal, distrofia kuku, dan
rambut rontok. Ceala sisa yang serius seperti gagal nafas, gagal ginal, dan
kebutaan menentukan prognosis. 0ampir 125 pasien dengan SJS meninggal
karena bakterimia dan sepsis. Skor S.?@%&' merupakan varibel yang digunakan
untuk menilai prognosis berdasarkan faktor risiko.
%abel 2.8. skor S.?@%&'
(Sumber 9 00A 0o. 2))+. 4iagnosis and >anagement Stevens-Johnson
Syndrome and %o=i! &pidermal 'e!rolysis. #he $ong"ong Medical %iary. 1ol.18
'o.1))
DAFTAR P/STA(A
3llanore -1 dan @oueau J.. 2))+. &pidermal 'e!rolysis (Stevens-
Johnson Syndrome and %o=i! &pidermal 'e!rolysis) 4alam Ait:patri!kBs
4ermatology in Ceneral >edi!ine. Seventh &dition. 1olume 1 D 2. Enited States
of 3meri!a 9 >!-Cra" 0ill. .ompanies. Se!tion (. 0al 8*9-822.
.hung F0 dan 0ung S. 2)1). Ceneti! >arkers and 4anger Signals in
Stevens-Johnson Syndrome and %o=i! &pidermal 'e!rolysis. J Allergology
International. 1ol 29 'o. *. 0al 9 822-882
4uanda 3, ham:ah >. Sindrom Steven-Johnson dalam& Ilmu Penya"it
Kulit dan Kelamin. &disi #etiga. &ditor9 3dhi 4uanda. Jakarta 9 A# E-9 2))2.
hal91(8-2
Aren!h, 6&. %o=i! &pidermal 'e!rolysis and Steven Johnson Syndrome9
?ur .urrebt Enderstanding. Allergology International 'ol (() No*) +,,-
""".sa"eb.p
Cerull et al. 2)11. %o=i! &pidermal 'e!rolysis and Stevens-Johnson
Syndrome 9 3 @evie". Crit Care Med. 1ol 89 'o. (. 0al 1-12
0am:ah >. .rupsi /!at Alergi". -n9 -lmu /enyakit #ulit dan #elamin. 8
rd
edition. ,agian -lmu /enyakit #ulit dan #elamin Aakultas #edokteran Eniversitas
-ndonesia. ,alai /enerbit Aakultas #edokteran Eniversitas -ndonesia. Jakarta.
2))2. p9189-1*2
00A 0o. 2))+. 4iagnosis and >anagement Stevens-Johnson Syndrome
and %o=i! &pidermal 'e!rolysis. #he $ong"ong Medical %iary. 1ol.18 'o.1)
Folff #, et al.. Fit0patric"1s %ermatology in 2eneral Medicine) 3th
edition.'e" Oork9 >!Cra" 0ill9 2))+

You might also like