You are on page 1of 19

A.

Anatomi


Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan Bursa Fabricus)
membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm)
dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar dibagian distal.7 Basis appendiks terletak pada bagian postero medial caecum, di bawah
katup ileocaecal. Ketiga taenia caecum bertemu pada basis appendiks. 8,9


Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan
mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang
a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan
lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. 3,10


Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis
eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena
adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral
abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan
ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara
Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium
dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn.


Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.7 Persarafan parasimpatis berasal dari
cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar
umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami
gangrene. 7


B. Definisi


Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal
mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak
terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau
lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan
tebal untuk membungkus proses radang.13


C. Etiologi


Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan penyebab tersering dari
obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan
roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena
colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat
menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. 2,8 Frekuensi obstruksi meningkat dengan
memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65%
merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous
dengan rupture. 2


Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut.7


D. Patofisiologi


Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid,
fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.1


Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut
pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut
mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika
sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan
salah satu dari sedikit binatang yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi
sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.2


Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat
aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks
bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural
(dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda
setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. 1,9


Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas
dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan
ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.1


Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.1


Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan
tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus,
atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan
berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh
dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
7


Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah.1


Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh,
fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain
seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis.
Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau
tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). 3


Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan
parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat
menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang
akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 7


E. Manifestasi klinis


Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai adanya massa
periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan,
yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia,
malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-
kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan
abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin
progresif.1


Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak apendiks
yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umunya
nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik
McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatik
setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya
perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan
atau batuk.7


Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda
nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke
arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang
menegang dari dorsal. Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung
kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya. 7


Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya
dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya
rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam
kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala
yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis
baru diketahui setelah terjadi perforasi. 7


Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang terlambat diagnosis.
Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi. Pada kehamilan,
keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada
kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum
dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah
tetapi lebih ke regio lumbal kanan. 7


Gambaran klinik apendisitis akut


Tanda awal


- nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi


Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney


- nyeri tekan


- nyeri lepas


- defans muskuler


Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung




nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)



nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)



nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk,
mengedan




F. Pemeriksaan


Pemeriksaan Fisik


Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5
0
C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah
terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1
0
C. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di
perut kanan bawah.7


Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans
muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini
merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirawakan nyeri di perut kanan
bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi
dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. 7


Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan cepat membendung
daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang
dibutuhkan untuk pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri
tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada
RT(Rectal Toucher) sebagai massa yang hangat.3


Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah
infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. 7


Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas
sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan
uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji
psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks
yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator
digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri. 7


Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa
meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan
(tanda bintang). Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan
otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan). 14


Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan. Pemeriksa
menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda
bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam. Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan
apendiks dipelvis yang kontak denhgan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan
manuver. 14


Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada
apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya
leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri. Pada
pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila
apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.13


Pemeriksaan Radiologi,


foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-
tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal
ileus (gambaran garis permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar
fekalit.13


USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah atau
nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan
ukuran apendiks lebih dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan
bawah seperti inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal, divertikulum meckels, endometriosis
dan pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG.14


Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain dapat mengidentifikasi
apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan
akibat inflamasi pada periapendik.


Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya karsinoma colon.5 Tetapi untuk apendisitis akut pemeriksaan barium enema
merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture apendiks.3


G. Diagnosis


Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region iliaka kanan
dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses apendikuler. Penegakan
diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit
dibedakan dengan karsinoma sekum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra
abdomen. Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan
kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adneksitis dan Kista Ovarium
terpuntir. Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.7


Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum jelek, anemia dan
turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan benzidin test. Pada anak-
anak tumor caecum yang sering adalah sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada apendisitis
tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut,
dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis sedang,
biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba
massa. 3


Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:




- keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;



- pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis;



- laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.




Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan


- keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi;


- pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba
massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan


- laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.13


H. Penatalaksanaan


Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh omentum dan
gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas campuran
membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera
dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan
sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula
dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya. 15


Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana penderita
ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin
gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana
karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya
maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.15


Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus
oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum
sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis
purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera
dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak,
dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular
yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi
antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada
demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi
elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan
sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan
kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit. 7


Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan
segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis
umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka
lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. 13


Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan akan
lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari
satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi
abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum. 13


Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan
penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses,
dianjurkan operasi secepatnya. 7


Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup lagi,
apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat:


- Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.


- Diet lunak bubur saring


- Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi.
Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu
kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan
laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan
tindakan bedah.3,7


Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan
mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan
appendiktomy. Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari
ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah
terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.3


Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah
maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil,
lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka
apendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses
didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa
drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan
ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5
hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT. 3


Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :


- LED


- Jumlah leukosit


- Massa


Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :


Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen


Pemeriksaan fisik :


- Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler)


- Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat


- Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula.


- Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal


Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :


- Bila LED telah menurun kurang dari 40


- Tidak didapatkan leukositosis


- Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil lagi.


Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa :


- Apakah penderita sudah bed rest total


- Pemberian makanan penderita


- Pemakaian antibiotik penderita


- Kemungkinan adanya sebab lain.


Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan, operasi tetap
dilakukan.


Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah
drainase.3


I. Komplikasi


Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas
kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.7


Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-
tanda terjadinya suatu perforasi adalah :


- nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh


- Suhu tubuh naik tinggi sekali.


- Nadi semakin cepat.


- Defance Muskular yang menyeluruh


- Bising usus berkurang


- Perut distended


- Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :


- Pelvic Abscess


- Subphrenic absess


- Intra peritoneal abses lokal.3


- Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat
menyebabkan kegagalan organ dan kematian.12


KESIMPULAN


Apendisitis infiltrat merupakan komplikasi dari apendisitis akut. Apendisitis infiltrat adalah proses
radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan
peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa
apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum.
Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya
tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk
membungkus proses radang.


Etiologi dan patofisiologi appendisitis infiltrat diawali oleh adanya apendisitis akut. Dimulai dari
acute focal apendicitis acute suppurative apendicitis gangrenous apendicitis (tahap pertama
dari apendisitis yang mengalami komplikasi) dapat terjadi 3 kemungkinan :


- perforated apendicitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang atau rongga peritoneum
akan menimbulkan peritonitis generalisata.


- terjadi apendisitis infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama kelamaan akan mengecil dan
menghilang)


- apendisitis kronis, merupakan serangan ulang apendisitis yang telah sembuh.


Appendisitis infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya riwayat apendisitis
akut dengan tanda khasnya, pemeriksaan fisik dan penunjang yang mendukung. Diagnosis
apendisitis infiltrat dapat dibingungkan dengan penyakit lain pada kuadran kanan abdomen
dengan massa diantaranya tumor cekum, lymfoma maligna intra abdomen, apendisitis
tuberkulosa, amuboma, penyakit crohn, dan juga kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis
ataupun kista ovarium terpuntir.


Terapi appendisitis infiltrat adalah operasi elektif appendiktomy jika massa dianggap tenang
dengan sebelumnya diberikan terapi konservatif dengan kombinasi antibiotik dosis tinggi untuk
kuman aerob dan anaerob selama 6-8 minggu. Apabila massa mengecil pembedahan dapat
dibatalkan tetapi apabila massa tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi
abses dan massa harus segera dibuka dan dilakukan drainase.


Komplikasi yang dapat terjadi yaitu perforasi apendisitis yang dapat mengakibatkan peritonitis
yang pada akhirnya akan terjadi kegagalan organ dan kematian. Komplikasi terjadi biasanya
akibat keterlambatan diagnosa apendisitis akut.


RUJUKAN


Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran UNAIR. Surabaya.


Anonim, 2009. Appendix Mass.GP Note Book


Anonim, 2009. Appendicitis.


Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human Services. National Institute of
Health. NIH Publication No. 044547.June 2004


Anonim, 2009. Appendix. PathologyOutlines.


De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.


Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.


Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15.


Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa Appendisitis Akut. Bagian
Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.


Lugo,. V.H., 2004. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update. Vol.23 No.03 September 2004.


Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.


Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara. Jakarta.


Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. Mc-Graw Hill a
Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic Publication.


http://home.coqui.net/titolugo/PSU23304.PDF#search=periappendiceal %20 mass


http://www.gpnotebook.co.uh/cache/1738145813.htm


http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf.


www.digestive.niddk.nih.gov

You might also like