You are on page 1of 21

BAGIAN KARDIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2014


UNIVERSITAS HASANUDDIN

UNSTABLE ANGINA PECTORIS


DISUSUN OLEH :
Muhammad Yunus
C11109399


SUPERVISOR :
Prof.Dr.dr.Ali Aspar, M, Sp.PD, Sp.JP, FIHA, FAsCC, FINASM, FICA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014


LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Muhammad Yunus
Nim : C 111 09 399

Judul Laporan Kasus :Unstable Angina Pectoris. Telah menyelesaikan tugas dalam rangka
kepaniteraan klinik pada Bagian Kardiovaskular Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.


Makassar, Agustus 2014

Mengetahui :

Supervisor



Prof.Dr.dr.Ali Aspar, M, Sp.PD, Sp.JP, FIHA, FAsCC, FINASM, FICA

UNSTABLE ANGINA PECTORIS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. KR
Umur :45 tahun
Jenis kelamin :Perempuan
Tanggal masuk : 12 Agustus 2014
Nomor MR : 624731

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Nyeri dada
Riwayat penyakit sekarang : Dialami sejak + 3 jam sebelum dirawat di rumah sakit,
sensasi nyeri seperti ditekan tembus ke belakang dan menjalar ke lengan kiri dengan
durasi lebih dari 20 menit.Nyeridisertai dengan keringat dingin.Tidak menghilang
dengan istirahat dan tidak menghilang dengan minum obat ISDN 5 mg/SL dan.SOB (-
), riwayat sob sebelum (-), DoE (-), PND (-), ortopnea (-)
Riwayat nyeri dada sebelum (+) sekitar 1 tahun yang lalu yang dapat hilang jika
minum obat. Pasien saat itu di rawat di rumah sakit dan sudah diperiksa angiografi
kemudian disarankan untuk stent koroner. Namun pasien menolak. Riwayat berobat
teratur (+)
Riwayat HT (+) dan berobat teratur,
DM (-)
Riwayat merokok (-)
Buang air kecil dan buang air besar normal

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Riwayat hipertensi (+)
2. Riwayat DM disangkal
3. Riwayat penyakit kolesterol disangkal
4. Riwayat merokok disangkal
5. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung disangkal
6. Riwayat nyeri dada (+) sejak 1 tahun yang lalu, berkurang dengan istirahat dan
minum obat.
D. FAKTOR RESIKO
a. Tidak dapat dimodifikasi : Perempuan 45 tahun. Riw. Nyeri dada sebelumnya.
b. Dapat dimodifikasi : Hipertensi
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Sakit sedang / Gizi cukup / Compos mentis
2. Tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 110 x/menit, regular
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,5C (aksilla)
3. Kepala
Mata : Anemis (-), ikterus (-)
Bibir : Sianosis (-)
Leher : DVS R+2 cmH
2
O (30
0
)
4. Dada
Inspeksi : Simetris kiri=kanan, normochest
Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa Tumor (-), Vokal fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor kanan = kiri
Auskultasi : BP : Vesikuler; BT : Ronki-/-, Wheezing -/-
5. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kanan linea parasternal kanan, batas kanan
jantung 2 jari dari linea midclavikularis kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
6. Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
7. Ekstremitas : Edema: Pretibial -/-, Dorsum pedis -/-


F. PEMERIKSAAN EKG

Rhythm : Irama sinus
P wave : 0,08 s
Heart Rate : 107 x/min
PR interval : 0,16 s
Axis : Normoaxis
QRS complex : 0,08 s
ST Segment : Isoelektrik

Kesimpulan :
- Irama sinus takikardi, HR 107 bpm
- Normoaksis








G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
TEST RESULT NORMAL VALUE
WBC 7,7 x 10
3
/uL 4,0-10,0 x 10
3
/l
RBC 4,8 x 10
6
/Ul 4,0-6,0 x 10
6
/l
HGB 14,1mg/dl 13,0-17,0g/dl
HCT 40,1 % 40,0-54,0 %
GDS 105 mg/dl 140 mg/dl
Ureum 31 mg/dl 10-50 mg/dl
Creatinin 0,5 mg/dl M(<1,3);F(<1,1) mg/dl
PLT 321 x 10
3
/uL 150-500 x 10
3
/l
CK 90 U/L L(<190) P (<167)
Troponin T <0,2 Negatif
SGOT 32 mg/dl <38 U/l
SGPT 53 mg/dl <41 U/l
Total Cholesterol 342 mg/dl 200 mg/dl
HDL 51 mg/dl M(>55);F(>65) mg/dl
LDL 157 mg/dl <130 mg/dl
TG 267 mg/dl 200 mg/dl
Uric Acid 4.3 mg/dl 2,4-5,7 mg/dl


H. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto Thoraks PA


I. DIAGNOSIS
UNSTABLE ANGINA PECTORIS

J. PENGOBATAN
O
2
2-4 LPM via Nasal Canule
IVFD NaCl 0,9% 12 tpm
Nitrat : ISDN Fasorbid (10mg/cc) 2mg/hour/SP
Anti-agregasi platelet :
Aspilet 80 mg 1x2
Clopidogrel 75 mg 1x4
Anti-coagulant : Fondaparinux 2,5mg/24hrs/SC
Anti hipertensi : ACE I : captopryl 25 mg 1-1-1
Statin : Simvastatin 20mg (0-0-1)
Anti-anxietas : Alprazolam 0.5 mg (0-0-1) p.r.n
Laksatif: Laxadyne syr 0-0-2C

Rencana pemeriksaan :
- EKG per hari
- Kontrol enzim jantung





-Corakan bronkovaskular dalam batas normal
- Tidak Nampak proses spesifik pada kedua paru
- COR membesar dengan CTI = 0,55 (posisi AP)
- Dilatasio et elongasio aorta
- Tulang-tulang intak
Kesan : Cardiomegaly
UNSTABLE ANGINA PECTORIS
I.PENDAHULUAN
Pada kasus Unstable Angina Pectoris yang terdata pada lebih dari satu juta rumah
sakit dilaporkan bahwa 6-8% pasien memiliki kondisi infark yang non fatal. Berbagai definisi
angina pectoris tidak stabil telah dikemukakan, tetapi pada tahun 1989, Braunwald
menemukan system klasifikasi yang memastikan mecakup semua kategori, baik informasi
diagnosis dan prognosis. System ini mengklasifikasi angina berdasarkan derajat keparahan
gambaran klinis angina, yaitu angina akut saat beristirahat (48 jam sebelumnya), angina
subakut saat beristirahat (selama sebulan terakhir namun bukan saat 48 jam sebelumnya),
atau serangan baru angina yang bersifat progresif . Keadaan klinis dimana angina tidak stabil
muncul, dibagi atas angina dengan / tidak dengan keadaan berikut (anemia, demam, hipoksia,
takikardi, atau tiroktoksikosis) atau angina dalam dua minggu setelah infark miokard akut;
dan ada tidaknya perubahan EKG. Beragamnya gambaran klinis dari angina ridak stabil,
tidak mengagetkan prognosis nya pun bermacam-macam.
Sekarang, istilah Acute Coronary Syndromes digunakan untuk mendeskripsikan
berbagai kondisi termasuk angina apectoris tidak stabil, NSTEMI, dan STEMI. Pasien
dengan angina pectoris tidak stabil dan NSTEMI sering muncul dengan gejala yang hamper
mirip, dan untuk membedakannya baru dapat ditegakkan beberapa hari atau jam kemudian
saat hasil tes enzim jantung telah selesai.

II. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Ruptur Plak
Ruptur plak atreosklerosis dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil,
sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya
mempunyai penyempitan yang minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur
sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina
tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70 %. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang
mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak
stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag.
Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada
bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling
lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik
melemahkan dinding plak (fibrous cap).
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
meyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100%
akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat
100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya
angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi
yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan
terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan
sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam
plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor
VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan
fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi pletelet dan pletelet
melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan
pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan
terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten,
pada angina tak stabil.

Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.
Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet
berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan meenyebabkan spasme. Spasme
yang terlokalisir seperti pada angina printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil.
Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam
pembentukan trombus.
Erosi Plak tanpa Ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi dan
migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk
dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh
dengan cepat dan keluhan iskemi.


Gambar 1. Patofisiologi berbagai sindrom klinis angina pectoris tidak stabil

Berbagai pencetus yang menginisiasi rupture dari plak yang sangat rapuh. Rupturnya
plak membuat platelet teraktivasi, adhesi, dan teragregasi sehingga mengaktifkan clotting
cascade, sehingga terbentuklah oklusi akibat thrombus. Jika proses ini mengakibatkan oklusi
total arteri, terjadilah IMA dengan munculnya ST-elevasi. Jika pada proses ini
mengakibatkan stenosis kronis, akan tetapi arteri tetap paten, inilah yang disebut dengan
unstable angina pectoris.

III. GEJALA KLINIS
Keluhan pasien umumnya berupa nyeri dada untuk pertama kali atau keluhan nyeri
dada yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan
lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.
Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai
keringat dingin.

IV. KLASIFIKASI UAP
Pada pemeriksaan fisis seringkali tidak ada yang khas pada pasien unstable angina
pectoris. Gejala-gejala mungkin baru, lama, lebih berat, atau terjadi dengan tenaga sedikit
atau tidak ada juga dapat terjadi secara tiba-tiba terduga maupun tidak terduga. Oleh karena
itu seorang dokter spesialis jantung Amerika bernama Eugene Braunwald membuat table
pengkalsifikasi pada pasien UAP.
Klasifikasi Braunwald secara konseptual berguna karena faktor factor
nya pada gambaran klinis (baru atau progresif vs angina istirahat), konteks
(infark primer,sekunder, atau pasca-miokard), dan intensitas terapi antiangina.

Karakteristik Kategori Detail
Keparahan I Gejala pada saat
beraktifitas
II Gejala subakut pada saat
istirahat (2-30 hari
sebelumnya)
III Gejala akut pada saat
istirahat (dalam waktu 48
jam sebelumnya)
Faktor-faktor yang
mempercepat secara
klinis
A Sekunder
B Primer
C Post-infark
Terapi selama gejala
berlangsung
1 Tanpa pengobatan
2 Terapi angina biasa
3 Terapi maksimal
Tabel 1. Klasifikasi menurut Braunwald

Klasifikasi Canadian Cardiovascular Society
Sistem penilaian Canadian Cardiovascular Society pada angina yang
terkait usaha yang berhubungan dengan angina adalah banyak digunakan karena
merupakan klasifikasi sederhana dan praktis yang sering digunakan untuk
menggambarkan keparahan gejala. Sistem penilaiannyaadalah sebagai berikut:
Grade I - Angina dengan mengangkat sesuatu dengan yang berat menggunakan tenaga yang
banyak , melakukan sesuatu dengan cepat/terburu-buru, atau berkepanjangan (aktivitas
fisik biasa seperti naik tangga tidakmemprovokasi angina).
Grade II - Sedikit terbatasnya aktivitas biasa (Angina terjadi dengan postprandial, berjalan
menanjak, atau cepat. Kemudian ketika berjalan lebih dari 2 blok dari permukaan
tanah atau berjalan menaiki lebih dari 1 tangga, maupun selama stres emosional, atau pada
jam-jam awal setelah bangun tidur).
Grade III - Ditandai dengan keterbatasan aktivitas biasa (Angina terjadi dengan berjalan 1-
2blok atau mendaki tangga pada kecepatan yang normal).
Grade IV - Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak
nyaman(nyeri saat istirahat terjadi)

V. PEMERIKSAAN & DIAGNOSIS
Hal yang pertama kali dilakukan adalah memasang EKG untuk melihat gambaran
khas iskemia (jaringan kekurangan pasokan oksigen) ataupun infark (kematian jaringan).
Pemeriksaan EKG tidak hanya dilakukan bila pasien mengeluh nyeri dada tetapi dapat
digunakan untuk deteksi dini yang dapat dikerjakan waktu istirahat, waktu aktivitas sehari-
hari (Holter), ataupun waktu stres (latihan/obat-obatan) yang ditambah dengan pemeriksaan
radiologis, pemeriksaan laboratorium terutama untuk menemukan faktor risiko. Jika tidak
ditemukannya ST elevasi maka dapat dikategorikan sebagai NTEMI atau unstable angina
pectoris namun bila ditemukan ST elevasi maka dapat didiagnosis sebaga STEMI. Oleh
karena itu diperlukan pemeriksaan lebih lanjut berupa pemeriksaan darah.
Pemeriksaan darah seperti CK-MB (Creatine kinaseMB) dan troponin T dilakukan
untuk melihat adanya peningkatan kadar enzim jantung yang menandakan telah terjadi IMA.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi dan radio nuclid myocardial
imaging (RNMI) waktu istirahat dan stres fisis ataupun obat-obatan, sampai dengan
arteriografi koroner dan angiografi ventrikel kiri (AK & LVG).
Untuk menyingkirkan diagnosis infark jantung akut sering dilakukan pemeriksaan
enzim CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meningkatkan kadarnya pada infark
jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti
kolesterol, LDL, HDL, trigliserida dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk
mencari faktor risiko seperti hiperlipidemia dan atau diabetes melitus. Kadar kolesterol di
atas 180 mg/dl pada orang yang berusia 30 tahun atau kurang atau di atas 200 mg/dl untuk
mereka yang berusia lebih dari 30 tahun, dianggap berisiko khusus mengidap penyakit arteri
koroner.
Diagnosis
Anamnesis
Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan
pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram)
dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala
kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari
sebagian besar pasien dengan SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut :
Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,
rasa diperas, dan dipelintir.
Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau interskapula, dan dapat
juga ke lengan kanan.
Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.
Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina Pektoris Tidak Stabil
/NSTEMI dan STEMI berdasarkan gejala semata-mata.
Presentasi klinis klasik SKA tanpa elevasi segmen ST berupa:
angina saat istirahat lebih dari 20 menit (angina at rest)
angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktivitas yang lebih ringan dari
aktivitas sehari-hari (new onset angina)
peningkatan intensitas, frekuensi dan durasi angina (angina kresendo)
angina pasca infark
Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala yang
tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman di
epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan
pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko
kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis atau bahkan
sampai tidak terdiagnosis/ under estimate .


Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan
kondisi lain sebagai konsekuensi dari SKA. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki
dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk.
Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat
sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :
1. Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil)
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil) inversi gelombang T yang
simetris di sandapan prekordial
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung,
terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen
ST. Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis unstable angina
pectoris/NSTEMI.
Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang
terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan
kategori:
Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai
gelombang Q.
Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T

Penanda Biokimia J antung
Penanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai
prognostik yang lebih baik dari pada CK-MB. Troponin T juga didapatkan selama jejas otot,
pada penyakit otot (misal polimiositis), regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat
mengurangi spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung. Sehingga pada keadaan-
keadadan tersebut, troponin T tidak lagi dapat digunakan sebagai penanda biokimia.Troponin
C, TnI dan TnT berkaitan dengan kontraksi dari sel miokard. Susunan asam amino dari
Troponin C sama antara sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda.
Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan
kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari adalah sama. Kadar serum creatinine kinase (CK)
dengan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama
dari kedua penanda tersebut adalah relatif rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6
jam) setelah onset serangan. Risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segmen ST elevasi
lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB.















Gambar 3. Penanda Biokimia Jantung
Meskipun mioglobin tidak spesifikasi untuk jantung, tapi memiliki sensitivitas yang
tinggi. Dapat terdeteksi secara dini 2 jam setelah onset nyeri. Tes negatif dari mioglobin
dalam 4-8 jam sangat berguna dalam menetukan adanya nekrosis miokard. Meskipun
demikian mioglobin tak dapat digunakan sebagai satu- satunya penanda jantung untuk
mengidentifikasi pasien dengan NSTEMI. Peningkatan kadar CKMB sangat erat berkaitan
dengan kematian pasien dengan SKA tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya risiko dimulai
dengan meningkatnya kadar CKMB diatas normal. Meskipun demikian nilai normal CKMB
tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan miokard dan adanya risiko terjadinya
perburukan penderita.
Troponin khusus jantung merupakan penanda biokimia primer untuk SKA. Sudah
diketahui bahwa kadar troponin negatif saat < 6 jam harus diulang saat 6-12 jam setelah onset
nyeri dada. Pada pasien dengan unstable angina pectoris tidak ditemukan peningkatan kadar
enzim jantung tetapi jika ditemukan adanya peningkatan enzim jantung maka dikategorikan
sebagai NSTEMI.


VI. STRATIFIKASI RESIKO UAP
Faktor Resiko Tinggi Resiko Sedang Resiko Rendah
Anamnesis Angina saat istirahat
yang berlanjut > 20
menit
Angina nocturnal
atau saat istirahat
Onset baru angina
aberat
Usia > 65 tahun
Angina crescendo
Onset baru angina
ringan
Pemeriksaan Regurgitasi mitral
(MR) baru /
perburukan
Edema paru, bising
paru, atau S3
Hipotensi

EKG ST 1 mm
Petanda Troponin jantung + Troponin jantung
Triase ICU / CCU / monitor
di tempat tidur
Monitor jantung di
tempat tidur
Evaluasi pasien
rawat jalan dalam 72
jam



VII. TERAPI
Penatalaksanaan pada angina pectoris tidak stabil difokuskan pada tiga hal berikut :
Stabilisasi plak. Mencegah perluasan atau perkembangan thrombus intrakoroner
untuk mencegah serangan jantung
Mengatasi gejala dalam hal ini adalah nyeri dada atau angina iskemik.
Mengoreksi penyebab dasar penyakit arteri coroner dan mengoreksi gangguan
hemodinamik yang menyertai.

Gambar 4. Strategi dalam penanganan Angina.
Jika aliran koronaria adekuat, Pasokan O
2
akan seimbang terhadap kebutuhan O
2

(garis hitam horizontal). Angina dikarateristikkanolehberkurangnya pasokan oksigen
pada coroner dan meningkatnya kebutuhan oxygen (garis biru). Dalam kasus yang
sama,ini bissa diperbaiki dengan meningkatkan supply oksigen (kotak kiri:
revaskularisasi nitrat dan calcium channel blockers). atau, obat yang digunakan
untukmengurangi kebutuhan oksigen (box kanan: nitrates, beta blockers, and calcium
channel blockers) yang digambaran dalam garis horisontal biru putus-putus

Pengobatan Umum
Pengobatan umum termasuk: pemberian oksgen, tirah baring sampai anina terkontrol,
puasa 8 jam kemudian makanan cair atau lunak selama 24 jam pertama, pembreian
transquilizer untuk menenangkan pasien dan laksans agar penderita tidak mengedan.
Pengobatan Khusus
Atasi nyeri dada dan iskemia
Nitrat sublingual kemudian dilanjutkan dengan pemberian intravena biasanya dapat
mengatas nyeri dada. Pemberian intravena harus dilaukan dengan infusion pump, sebagai
gantinya dapat digunakan nitrat transdermal yang dikombinasi dengan preparat oral. Dosis
awal nitrogliserin (IV) biasanya 5 ug/menit dan ditingkatkan (5-10 ug/menit) setiap 5 menit
sampai nyeri dada menghilang. Dosis maksimal adalah 200 ug/menit. Pemberian dosis besar
(lebih dari 7 ug/kgBB/menit) selama beberapa hari dapat menimbulkan methemoglobinemia.
Dosis IsoSorbid Dinitrat (ISDN) IV biasanya 1 mg.jam kemudian ditingkatkan sampai nyeri
dada mereda
Agar perfusi miokard tetap adekuat, makan selama pemberian nitrat IV tekanan darah
sistolik tidak boleh lebih rendah dari 100 mmHg, dan tekanan darah diastolic tidak bileh lebih
rendah dari 60 mmHg. Apabila terjadi hipotensi, maka dosis nitrat harus diturunkan. Apabila
nitrat IV masih belum berhasil menghilangkan nyeri dada, dapat diberi morfin (2,5-
5mg)secara IV.
Apabila tidak ada kontraindikasi segera diberikan -blocker. -blocker short acting
lebih diproritaskan sebab jika terjadi efek samping lebih cepat akan teratasi. Propranolol 10
mg dua kali sehari cukup efektif. Pada pasien yang memiliki penyakit obstruksi paru kronis,
DM atau dyslipidemia dapat diganti atenolol (50 mg/tablet) atau dganti CCB seperti
verapamil atau diltiazem. Apabila angina amasih takstabil dapat diveri triple theraphy yaitu
Nitrat,-blocker, dan CCB. -blocker long acting seperti bisoprolol sebaiknya diberikan
sesudah kondisi stabil.

Mencegah perluasan atau perkembangan thrombus intrakoroner
Dosis aspirin menurut berbagai penelitian adalah 160-300 mg.hari (dosis tunggal).
Clopidogrel loading dose 300 mg (4 tablet) juga dianjurkan pada pasien AP tak stabil diikuti
75 mg/ hari. LMWH lebih disukai daripada heparin karena cara pembriannya mudah dan
dosis tidak perlu disesuaikan dengan pemeriksaan aPTT 6 jam. LMWH diberikan satu atau
dua kali sehari tergantung preparat selama 5 hari.

Koreksi gangguan hemodinamik dan control factor presipitasi
Koreksi semua factor penyebab disfungsi jantung, misalnya aritmia dengan obat anti
aritmia, gagal jantung dengan kardiogenik atau diuretic, anemia diberi trasfusi darah, dan
seterusnya.

Tindak Lanjut
Berhubung karena angina tak stabil memiliki resimo tngi terjadi infark miokard akut (IMA),
setelah angina terkontrol, semua penderita dianjurkan untuk dilakukan angiografi coroner
selektif. Mobilisasi bertahap diikuti treadmill tes untuk menentukan perlunya angiografi
kororner merupakan pilihan lain. Bagi penderita yang keadaannya tidak dapat distabilkan
dengan obat, maka dianjurkan intervensi yang lebih agresif seperti pemasangan intraaortic
balloon counterpulsation (IABC) dan angiografi coroner, kemudia cABG atau PTCA
tergantung lesi pada arteri koronaria.

VIII. PROGNOSIS
TIMI (Trombolysis In Myocardial Infarction) adalah alat prognostic yang paling valid.
Masing-masing variable TIMI Risk Score dibawah ini bernilai 1 poin, dengan total poin 0-7 :
- Umur 65 tahun
- penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir
- telah diketahui menderita stenosis coroner 50%
- peningkatan enzim-enzim jantung
- minimal 3 faktor resiko Penyakit Arteri Koroner (diabetes mellitus, perokoko aktif, riwayat
keluarga dengan penyakit arteri coroner, hipertensi, hiperkolesterolemia)
- gejala angina yang berat ( dua atau lebih serangan angina dalam 24 jam terakhir)
- Deviasi segmen ST pada EKG
Prognosis mengarah ke infark miokard maupun kematian mulai pada total skor TIMI 3. Jadi,
pasien dengan total TIMI skor 3-7 sebaiknya mempertimbangkan penggunaan glikoprotein
IIb/IIIa IV, heparin (LMWH) dan kateter jantung dini.

You might also like