SUPERVISOR : Prof.Dr.dr.Ali Aspar, M, Sp.PD, Sp.JP, FIHA, FAsCC, FINASM, FICA
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN KARDIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama : Muhammad Yunus Nim : C 111 09 399
Judul Laporan Kasus :Unstable Angina Pectoris. Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Kardiovaskular Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Agustus 2014
Mengetahui :
Supervisor
Prof.Dr.dr.Ali Aspar, M, Sp.PD, Sp.JP, FIHA, FAsCC, FINASM, FICA
UNSTABLE ANGINA PECTORIS
A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. KR Umur :45 tahun Jenis kelamin :Perempuan Tanggal masuk : 12 Agustus 2014 Nomor MR : 624731
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Utama : Nyeri dada Riwayat penyakit sekarang : Dialami sejak + 3 jam sebelum dirawat di rumah sakit, sensasi nyeri seperti ditekan tembus ke belakang dan menjalar ke lengan kiri dengan durasi lebih dari 20 menit.Nyeridisertai dengan keringat dingin.Tidak menghilang dengan istirahat dan tidak menghilang dengan minum obat ISDN 5 mg/SL dan.SOB (- ), riwayat sob sebelum (-), DoE (-), PND (-), ortopnea (-) Riwayat nyeri dada sebelum (+) sekitar 1 tahun yang lalu yang dapat hilang jika minum obat. Pasien saat itu di rawat di rumah sakit dan sudah diperiksa angiografi kemudian disarankan untuk stent koroner. Namun pasien menolak. Riwayat berobat teratur (+) Riwayat HT (+) dan berobat teratur, DM (-) Riwayat merokok (-) Buang air kecil dan buang air besar normal
C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU 1. Riwayat hipertensi (+) 2. Riwayat DM disangkal 3. Riwayat penyakit kolesterol disangkal 4. Riwayat merokok disangkal 5. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung disangkal 6. Riwayat nyeri dada (+) sejak 1 tahun yang lalu, berkurang dengan istirahat dan minum obat. D. FAKTOR RESIKO a. Tidak dapat dimodifikasi : Perempuan 45 tahun. Riw. Nyeri dada sebelumnya. b. Dapat dimodifikasi : Hipertensi E. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum : Sakit sedang / Gizi cukup / Compos mentis 2. Tanda vital Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 110 x/menit, regular Pernapasan : 18 x/menit Suhu : 36,5C (aksilla) 3. Kepala Mata : Anemis (-), ikterus (-) Bibir : Sianosis (-) Leher : DVS R+2 cmH 2 O (30 0 ) 4. Dada Inspeksi : Simetris kiri=kanan, normochest Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa Tumor (-), Vokal fremitus kiri=kanan Perkusi : Sonor kanan = kiri Auskultasi : BP : Vesikuler; BT : Ronki-/-, Wheezing -/- 5. Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : Pekak, batas jantung kanan linea parasternal kanan, batas kanan jantung 2 jari dari linea midclavikularis kiri Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, bising (-) 6. Abdomen Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba Perkusi : Timpani (+) 7. Ekstremitas : Edema: Pretibial -/-, Dorsum pedis -/-
F. PEMERIKSAAN EKG
Rhythm : Irama sinus P wave : 0,08 s Heart Rate : 107 x/min PR interval : 0,16 s Axis : Normoaxis QRS complex : 0,08 s ST Segment : Isoelektrik
Rencana pemeriksaan : - EKG per hari - Kontrol enzim jantung
-Corakan bronkovaskular dalam batas normal - Tidak Nampak proses spesifik pada kedua paru - COR membesar dengan CTI = 0,55 (posisi AP) - Dilatasio et elongasio aorta - Tulang-tulang intak Kesan : Cardiomegaly UNSTABLE ANGINA PECTORIS I.PENDAHULUAN Pada kasus Unstable Angina Pectoris yang terdata pada lebih dari satu juta rumah sakit dilaporkan bahwa 6-8% pasien memiliki kondisi infark yang non fatal. Berbagai definisi angina pectoris tidak stabil telah dikemukakan, tetapi pada tahun 1989, Braunwald menemukan system klasifikasi yang memastikan mecakup semua kategori, baik informasi diagnosis dan prognosis. System ini mengklasifikasi angina berdasarkan derajat keparahan gambaran klinis angina, yaitu angina akut saat beristirahat (48 jam sebelumnya), angina subakut saat beristirahat (selama sebulan terakhir namun bukan saat 48 jam sebelumnya), atau serangan baru angina yang bersifat progresif . Keadaan klinis dimana angina tidak stabil muncul, dibagi atas angina dengan / tidak dengan keadaan berikut (anemia, demam, hipoksia, takikardi, atau tiroktoksikosis) atau angina dalam dua minggu setelah infark miokard akut; dan ada tidaknya perubahan EKG. Beragamnya gambaran klinis dari angina ridak stabil, tidak mengagetkan prognosis nya pun bermacam-macam. Sekarang, istilah Acute Coronary Syndromes digunakan untuk mendeskripsikan berbagai kondisi termasuk angina apectoris tidak stabil, NSTEMI, dan STEMI. Pasien dengan angina pectoris tidak stabil dan NSTEMI sering muncul dengan gejala yang hamper mirip, dan untuk membedakannya baru dapat ditegakkan beberapa hari atau jam kemudian saat hasil tes enzim jantung telah selesai.
II. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Ruptur Plak Ruptur plak atreosklerosis dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70 %. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap). Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan meyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.
Trombosis dan Agregasi Trombosit Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi pletelet dan pletelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.
Vasospasme Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan meenyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus. Erosi Plak tanpa Ruptur Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemi.
Gambar 1. Patofisiologi berbagai sindrom klinis angina pectoris tidak stabil
Berbagai pencetus yang menginisiasi rupture dari plak yang sangat rapuh. Rupturnya plak membuat platelet teraktivasi, adhesi, dan teragregasi sehingga mengaktifkan clotting cascade, sehingga terbentuklah oklusi akibat thrombus. Jika proses ini mengakibatkan oklusi total arteri, terjadilah IMA dengan munculnya ST-elevasi. Jika pada proses ini mengakibatkan stenosis kronis, akan tetapi arteri tetap paten, inilah yang disebut dengan unstable angina pectoris.
III. GEJALA KLINIS Keluhan pasien umumnya berupa nyeri dada untuk pertama kali atau keluhan nyeri dada yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin.
IV. KLASIFIKASI UAP Pada pemeriksaan fisis seringkali tidak ada yang khas pada pasien unstable angina pectoris. Gejala-gejala mungkin baru, lama, lebih berat, atau terjadi dengan tenaga sedikit atau tidak ada juga dapat terjadi secara tiba-tiba terduga maupun tidak terduga. Oleh karena itu seorang dokter spesialis jantung Amerika bernama Eugene Braunwald membuat table pengkalsifikasi pada pasien UAP. Klasifikasi Braunwald secara konseptual berguna karena faktor factor nya pada gambaran klinis (baru atau progresif vs angina istirahat), konteks (infark primer,sekunder, atau pasca-miokard), dan intensitas terapi antiangina.
Karakteristik Kategori Detail Keparahan I Gejala pada saat beraktifitas II Gejala subakut pada saat istirahat (2-30 hari sebelumnya) III Gejala akut pada saat istirahat (dalam waktu 48 jam sebelumnya) Faktor-faktor yang mempercepat secara klinis A Sekunder B Primer C Post-infark Terapi selama gejala berlangsung 1 Tanpa pengobatan 2 Terapi angina biasa 3 Terapi maksimal Tabel 1. Klasifikasi menurut Braunwald
Klasifikasi Canadian Cardiovascular Society Sistem penilaian Canadian Cardiovascular Society pada angina yang terkait usaha yang berhubungan dengan angina adalah banyak digunakan karena merupakan klasifikasi sederhana dan praktis yang sering digunakan untuk menggambarkan keparahan gejala. Sistem penilaiannyaadalah sebagai berikut: Grade I - Angina dengan mengangkat sesuatu dengan yang berat menggunakan tenaga yang banyak , melakukan sesuatu dengan cepat/terburu-buru, atau berkepanjangan (aktivitas fisik biasa seperti naik tangga tidakmemprovokasi angina). Grade II - Sedikit terbatasnya aktivitas biasa (Angina terjadi dengan postprandial, berjalan menanjak, atau cepat. Kemudian ketika berjalan lebih dari 2 blok dari permukaan tanah atau berjalan menaiki lebih dari 1 tangga, maupun selama stres emosional, atau pada jam-jam awal setelah bangun tidur). Grade III - Ditandai dengan keterbatasan aktivitas biasa (Angina terjadi dengan berjalan 1- 2blok atau mendaki tangga pada kecepatan yang normal). Grade IV - Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman(nyeri saat istirahat terjadi)
V. PEMERIKSAAN & DIAGNOSIS Hal yang pertama kali dilakukan adalah memasang EKG untuk melihat gambaran khas iskemia (jaringan kekurangan pasokan oksigen) ataupun infark (kematian jaringan). Pemeriksaan EKG tidak hanya dilakukan bila pasien mengeluh nyeri dada tetapi dapat digunakan untuk deteksi dini yang dapat dikerjakan waktu istirahat, waktu aktivitas sehari- hari (Holter), ataupun waktu stres (latihan/obat-obatan) yang ditambah dengan pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboratorium terutama untuk menemukan faktor risiko. Jika tidak ditemukannya ST elevasi maka dapat dikategorikan sebagai NTEMI atau unstable angina pectoris namun bila ditemukan ST elevasi maka dapat didiagnosis sebaga STEMI. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan lebih lanjut berupa pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah seperti CK-MB (Creatine kinaseMB) dan troponin T dilakukan untuk melihat adanya peningkatan kadar enzim jantung yang menandakan telah terjadi IMA. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi dan radio nuclid myocardial imaging (RNMI) waktu istirahat dan stres fisis ataupun obat-obatan, sampai dengan arteriografi koroner dan angiografi ventrikel kiri (AK & LVG). Untuk menyingkirkan diagnosis infark jantung akut sering dilakukan pemeriksaan enzim CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meningkatkan kadarnya pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kolesterol, LDL, HDL, trigliserida dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor risiko seperti hiperlipidemia dan atau diabetes melitus. Kadar kolesterol di atas 180 mg/dl pada orang yang berusia 30 tahun atau kurang atau di atas 200 mg/dl untuk mereka yang berusia lebih dari 30 tahun, dianggap berisiko khusus mengidap penyakit arteri koroner. Diagnosis Anamnesis Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut : Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir. Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas. Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina Pektoris Tidak Stabil /NSTEMI dan STEMI berdasarkan gejala semata-mata. Presentasi klinis klasik SKA tanpa elevasi segmen ST berupa: angina saat istirahat lebih dari 20 menit (angina at rest) angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari-hari (new onset angina) peningkatan intensitas, frekuensi dan durasi angina (angina kresendo) angina pasca infark Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis atau bahkan sampai tidak terdiagnosis/ under estimate .
Pemeriksaan Fisik Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari SKA. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Elektrokardiografi EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah : 1. Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil) 2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil) inversi gelombang T yang simetris di sandapan prekordial Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis unstable angina pectoris/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan kategori: Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T
Penanda Biokimia J antung Penanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CK-MB. Troponin T juga didapatkan selama jejas otot, pada penyakit otot (misal polimiositis), regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat mengurangi spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung. Sehingga pada keadaan- keadadan tersebut, troponin T tidak lagi dapat digunakan sebagai penanda biokimia.Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan kontraksi dari sel miokard. Susunan asam amino dari Troponin C sama antara sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari adalah sama. Kadar serum creatinine kinase (CK) dengan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua penanda tersebut adalah relatif rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan. Risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segmen ST elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB.
Gambar 3. Penanda Biokimia Jantung Meskipun mioglobin tidak spesifikasi untuk jantung, tapi memiliki sensitivitas yang tinggi. Dapat terdeteksi secara dini 2 jam setelah onset nyeri. Tes negatif dari mioglobin dalam 4-8 jam sangat berguna dalam menetukan adanya nekrosis miokard. Meskipun demikian mioglobin tak dapat digunakan sebagai satu- satunya penanda jantung untuk mengidentifikasi pasien dengan NSTEMI. Peningkatan kadar CKMB sangat erat berkaitan dengan kematian pasien dengan SKA tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya risiko dimulai dengan meningkatnya kadar CKMB diatas normal. Meskipun demikian nilai normal CKMB tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan miokard dan adanya risiko terjadinya perburukan penderita. Troponin khusus jantung merupakan penanda biokimia primer untuk SKA. Sudah diketahui bahwa kadar troponin negatif saat < 6 jam harus diulang saat 6-12 jam setelah onset nyeri dada. Pada pasien dengan unstable angina pectoris tidak ditemukan peningkatan kadar enzim jantung tetapi jika ditemukan adanya peningkatan enzim jantung maka dikategorikan sebagai NSTEMI.
VI. STRATIFIKASI RESIKO UAP Faktor Resiko Tinggi Resiko Sedang Resiko Rendah Anamnesis Angina saat istirahat yang berlanjut > 20 menit Angina nocturnal atau saat istirahat Onset baru angina aberat Usia > 65 tahun Angina crescendo Onset baru angina ringan Pemeriksaan Regurgitasi mitral (MR) baru / perburukan Edema paru, bising paru, atau S3 Hipotensi
EKG ST 1 mm Petanda Troponin jantung + Troponin jantung Triase ICU / CCU / monitor di tempat tidur Monitor jantung di tempat tidur Evaluasi pasien rawat jalan dalam 72 jam
VII. TERAPI Penatalaksanaan pada angina pectoris tidak stabil difokuskan pada tiga hal berikut : Stabilisasi plak. Mencegah perluasan atau perkembangan thrombus intrakoroner untuk mencegah serangan jantung Mengatasi gejala dalam hal ini adalah nyeri dada atau angina iskemik. Mengoreksi penyebab dasar penyakit arteri coroner dan mengoreksi gangguan hemodinamik yang menyertai.
Gambar 4. Strategi dalam penanganan Angina. Jika aliran koronaria adekuat, Pasokan O 2 akan seimbang terhadap kebutuhan O 2
(garis hitam horizontal). Angina dikarateristikkanolehberkurangnya pasokan oksigen pada coroner dan meningkatnya kebutuhan oxygen (garis biru). Dalam kasus yang sama,ini bissa diperbaiki dengan meningkatkan supply oksigen (kotak kiri: revaskularisasi nitrat dan calcium channel blockers). atau, obat yang digunakan untukmengurangi kebutuhan oksigen (box kanan: nitrates, beta blockers, and calcium channel blockers) yang digambaran dalam garis horisontal biru putus-putus
Pengobatan Umum Pengobatan umum termasuk: pemberian oksgen, tirah baring sampai anina terkontrol, puasa 8 jam kemudian makanan cair atau lunak selama 24 jam pertama, pembreian transquilizer untuk menenangkan pasien dan laksans agar penderita tidak mengedan. Pengobatan Khusus Atasi nyeri dada dan iskemia Nitrat sublingual kemudian dilanjutkan dengan pemberian intravena biasanya dapat mengatas nyeri dada. Pemberian intravena harus dilaukan dengan infusion pump, sebagai gantinya dapat digunakan nitrat transdermal yang dikombinasi dengan preparat oral. Dosis awal nitrogliserin (IV) biasanya 5 ug/menit dan ditingkatkan (5-10 ug/menit) setiap 5 menit sampai nyeri dada menghilang. Dosis maksimal adalah 200 ug/menit. Pemberian dosis besar (lebih dari 7 ug/kgBB/menit) selama beberapa hari dapat menimbulkan methemoglobinemia. Dosis IsoSorbid Dinitrat (ISDN) IV biasanya 1 mg.jam kemudian ditingkatkan sampai nyeri dada mereda Agar perfusi miokard tetap adekuat, makan selama pemberian nitrat IV tekanan darah sistolik tidak boleh lebih rendah dari 100 mmHg, dan tekanan darah diastolic tidak bileh lebih rendah dari 60 mmHg. Apabila terjadi hipotensi, maka dosis nitrat harus diturunkan. Apabila nitrat IV masih belum berhasil menghilangkan nyeri dada, dapat diberi morfin (2,5- 5mg)secara IV. Apabila tidak ada kontraindikasi segera diberikan -blocker. -blocker short acting lebih diproritaskan sebab jika terjadi efek samping lebih cepat akan teratasi. Propranolol 10 mg dua kali sehari cukup efektif. Pada pasien yang memiliki penyakit obstruksi paru kronis, DM atau dyslipidemia dapat diganti atenolol (50 mg/tablet) atau dganti CCB seperti verapamil atau diltiazem. Apabila angina amasih takstabil dapat diveri triple theraphy yaitu Nitrat,-blocker, dan CCB. -blocker long acting seperti bisoprolol sebaiknya diberikan sesudah kondisi stabil.
Mencegah perluasan atau perkembangan thrombus intrakoroner Dosis aspirin menurut berbagai penelitian adalah 160-300 mg.hari (dosis tunggal). Clopidogrel loading dose 300 mg (4 tablet) juga dianjurkan pada pasien AP tak stabil diikuti 75 mg/ hari. LMWH lebih disukai daripada heparin karena cara pembriannya mudah dan dosis tidak perlu disesuaikan dengan pemeriksaan aPTT 6 jam. LMWH diberikan satu atau dua kali sehari tergantung preparat selama 5 hari.
Koreksi gangguan hemodinamik dan control factor presipitasi Koreksi semua factor penyebab disfungsi jantung, misalnya aritmia dengan obat anti aritmia, gagal jantung dengan kardiogenik atau diuretic, anemia diberi trasfusi darah, dan seterusnya.
Tindak Lanjut Berhubung karena angina tak stabil memiliki resimo tngi terjadi infark miokard akut (IMA), setelah angina terkontrol, semua penderita dianjurkan untuk dilakukan angiografi coroner selektif. Mobilisasi bertahap diikuti treadmill tes untuk menentukan perlunya angiografi kororner merupakan pilihan lain. Bagi penderita yang keadaannya tidak dapat distabilkan dengan obat, maka dianjurkan intervensi yang lebih agresif seperti pemasangan intraaortic balloon counterpulsation (IABC) dan angiografi coroner, kemudia cABG atau PTCA tergantung lesi pada arteri koronaria.
VIII. PROGNOSIS TIMI (Trombolysis In Myocardial Infarction) adalah alat prognostic yang paling valid. Masing-masing variable TIMI Risk Score dibawah ini bernilai 1 poin, dengan total poin 0-7 : - Umur 65 tahun - penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir - telah diketahui menderita stenosis coroner 50% - peningkatan enzim-enzim jantung - minimal 3 faktor resiko Penyakit Arteri Koroner (diabetes mellitus, perokoko aktif, riwayat keluarga dengan penyakit arteri coroner, hipertensi, hiperkolesterolemia) - gejala angina yang berat ( dua atau lebih serangan angina dalam 24 jam terakhir) - Deviasi segmen ST pada EKG Prognosis mengarah ke infark miokard maupun kematian mulai pada total skor TIMI 3. Jadi, pasien dengan total TIMI skor 3-7 sebaiknya mempertimbangkan penggunaan glikoprotein IIb/IIIa IV, heparin (LMWH) dan kateter jantung dini.