Menurut IAI, SPAP-nya mendefinisikan materialitas sebagai ; " besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut"
Sedang FASR, melalui statement of financial statements concept no.2, mendefinisikan materialitas sebagai : " Besarnya kealpaan dan salah saji informasi akuntansi, yang di dalam lingkungan tersebut membuat kepercayaan seseorang berubah atau terpengaruh oleh adanya kealpaan dan salah saji tersebut"
Jadi, materialitas adalah besarnya salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi. Standar auditing seksi 312" risiko audit dan meterialitas dlam pelaksanaan audit mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan materialitas dalam : a. Perencanaan audit b. Pengevaluasian akhir apakah laporan keuangan secara keselurujan disajikan secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum
Auditor harus mempertimbangkan materialitas untuk merencanakan audit dan merancang prosedur audit. Dengan mempertimbangkan materialitas, auditor dapat merancang prosedur audit secara efisien dan efektif. Dengan demikian, prosedur audit tersebut dapat digunakan untuk menghimpun bukti audit kompeten yang cukup. Bukti audit yang cukup dapat dijadikan dasar yang memadai untuk melakukan evaluasi terhadap kewajaran laporan keuangan. Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengaktifkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam suatu hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hal ini dapat terjadi akibat dari penerapan yang keliru terhadap prinsip akuntansi yang berlaku umum penyimpangan fakta, atau dihilangkannya informasi yang duperlukan.
Berkaitan dengan pertimbangan mengenai materialitas, auditor harus mempertiimbangkan: A. Ukuran dan karakterisitik satuan usaha B. Kondisi yang berkaitan dengan perusahaan C. Informasi yang material untuk laporan keuangan
Tingkat materialitas untuk laporan keuangan perusahaan yang terancam bangkrut adalah lebih rendah daripada tingkat materialitas perusahaan yang mempunyai likuiditas dan solvabilitas yang baik. Semakin jelek kondisi perusahaan , semakin tidak bisa di salah saji yang terjadi.
Pertimbangan pendahuluan tentang materialitas
Karena sifatnya yang relatif maka tingkat materialitas dapat berubah. Selama pelaksana audit, tingkat materialitas bisa berubah-ubah karena: A. Kondisi sekelilingnya yang mempengaruhi perusahaan berubah B. Tambahan informasi tentang klien mungkin diperoleh selama pelaksana audit
Sebagaimana dikemukakan di atas konsep materialitas ini diterapkan didalam merencanakan pelaksanaan audit. Dalam perencanaan audit , auditor menentukan materialitas pada dua tingkat: a. Materialitas tingkat laporan keuangan. b. Materialitas tingkat saldo akun.
Materialitas tingkat laporan keuangan
Auditor menentukan materialitas pada tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor tentang kewajaran adalah mengenai laporan keuangan secara keseluruhan dan tidak sepotong-potong. Laporan keuangan mengandung salah saji yang material apabila mengandung kekeliruan dan ketidakberesan yang secara individu maupun kolektif sangat penting pengaruhnya terhadap kewajaran laporan keuangan. Salah saji dapat disebabkan: a) Salah penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum b) Penyimpangan dari kenyataan sesungguhnya c) Penyembunyian informasi yang mestinya perlu diungkapkan
Ada beberapa tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan yaitu: a) Laporan rugi laba yaitu materialitas yang berhubungan dengan total pendapatan laba operasional, laba sebelum pajak dan laba bersih b) Neraca yaitu materialitas yang didasarkan atas total aktiva, totak aktiva lancar, modal kerja, serta eikuitas pemegang saham
Auditor , untuk kepentingan perencanaan, harus menggunakanjumlah terkecil tingkat salah saji yang dianggap material untuk setiap laporan keuangan karena a) Laporan keuangan saling berkaitan, jadi salah satu laporan keuangan mengandung salah saji materialitas, maka akan mempengaruhi laporan keuangan yang lainnya b) Prosedur auditing dipakai untuk lebih dari satu laporan keuangan dan saling berkaitan
Materialitas pada tingkat saldo akun
Materialitas pada tingkat saldo akun sering disebut juga dengan tolerable mistatement. Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji maksimum yang boleh ada dalam saldo akun sehingga belum atau tidak dipertimbangkan sebagai salah saji material.
Pengalokasian Materiallitas laporan Keuangan pada Akun
Pengalokasian materialitas laporan keuangan pada akun akun neraca maupun laporan laba rugi lebih sering didasarkan atas neraca. Alasan yang mendasari hal itu adalah bahwa setiap salah saji pada laporan laba rugi pasti akan mempengaruhi neraca. Disamping itu, akun neraca relatif lebih sedikit daripada akun laporan rugi laba. Pengalokasian materialitas dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu a) Besar relatif akun b) Besar fariabel akun c) Pertimbangan profesional
Dalam membuat pengalokasian , auditor ha s mempertimbangkan kemungkinan salah saji dalam akun.
Auditor juga harus mempertimbangkan biaya untuk memeriksa akun dalam melakukan pengalokasian. Tingkat materialitas dan salah saji akun mempunyai hubungan terbalik dengan bukti. Materialitas yang diperimbangkan tinggi, maka bukti yang diperlukan akan rela relaif lebih sedikit daripada materialitas yang rendah. Berkurangnya bukti yang diperlukan akan menurunkan biaya auditing
Perlu dibedakan secara jelas antara materialitas tingakat saldo akun dengan akun yang material. Semakin rendah tingkat materialitas berarti semakin kecil tingkat kesalahan yang dapat ditolerir. Semakin kecil tingkat kesalahan yang dapat ditolerir semakin banyak bukti yang diperlukan. Semakin material suatu akun, semakin banyak bukti yang harus dihimpun dan semakin banyak pula biaya yang harus dikeluarkan akun piutang dagang lebih material daripada akun surat beharga bagi perusahaan perdagangan.
Pertimbangam materialitas oleh auditor
Faktor faktor yang mempengaruhi auditor alaa menentukan besarnya materialitas (Carpenter,1992)
1) Faktor Individu Auditor Karakteristik personal mempunyai pengaruh terhadap tingkat keyakinan auditor mengenai keputusan materialitas. Penentuan besarnya materialitas juga dipengaruhi oleh pengalaman auditor yang bersangkutan 2) Faktor Eksternal Perusahaan Informasi non keuangan yang bersifat kontekstual dapat pula digunakan oleh auditor praktisi dalam penentuan materialitas. Faktor konstekstual tersebut antara lain faktor jenis industri perusahaan auditor dan kondisinya 3) Tingkat pengaruh suatu akun Besarnya pengaruh yang diberikan suatu akun terhadap laba bersih merupakan faktor terpenting dalam menentukan besarnya tingkat materialitas audit. 4) Faktor Kondisi Kantor Akuntan Publik Penentuan tingkat materialitas audit dipengaruhi oleh struktur dari kantor akuntan publik yang melaksanan penugasan audit.
RISIKO AUDIT
" Risiko" menurut arti katanya adalah kemungkinan adanya konsekuensi jelek/tidak menguntukan, rugi dan lain sebagainya. Secara hukum dan etika profesi auditor dituntut untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan atas dasar kebenaran dalam arti kewajaran. Auditor mungkin saja salah dalam memberikan pendapatnya, dan dapat dituntut oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan. Ini berarti risiko. Tidak seperti di negara sudah maju, di Indonesia masalah risiko ini belum begitu begitu diperhatikan.
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadarinya, tidak memodifikasi sebagaimana mestinya pendapatnya atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Risiko audit yang mau diterima auditor mempunyai hubungan terbalik dengan tingkat keinginannya mengekspresikan pendapat yang tepat.
Selain risiko audit, auditor sebenarnya juga menghadapi risiko kerugian praktik profesionalnya akibat dari tuntutan pengadilan, publikasi negatif , atau peristiwa lain yang timbul berkaitan dengan laporan keungan yang telah diaudit dan dilaporkannya. Risiko ini dikenal sebagai risiko usaha. Risiko ini tetap dihadapi oleh auditor meskipun ia telah melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetepkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan telah melaporkan hasil audit atas laporan keuangan dengan semestinya. Penelitian empiris terhadap risiko bisnis ini menyimpulkan bahwa risiko bisnis yang tinggi meningkatkan jumlah jam audit tapi tidak fee per jam sehingga akan meningkatkan total fee audit. Hal ini terjadi karena dengan tingginya risiko audit mendorong auditor untuk meningkatkan upaya auditnya(bell,2001)
Standar auditing seksi 312 " Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit " mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan risiko audit dalam a) Perencanaan audit b) Pengevaluasian akhir apakah laporan keuangan keseluruhan disajikan secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Meningkatnya laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya laporan keuangan yang mengandung kecurangan (fraudulent financial reporting) sehingga akan meningkatkan upaya audit. Keseluruhan risiko audit akan meningkat jika auditor semata-mata menggunakan laporan keuangan dari auditan (Newman,2000)
Tipe-Tipe Risiko Audit Menurut Taylor dan Glezer tipe risiko audit pada dasarnya ada 2 yaitu
1. Risiko Tipe I Adanya risko bahwa suatu saldo akun mengandung kesalahan yang jika digabungkan dengan kesalahan-kesalahan saldo akun yang lain, dapat mengakibatkan laporan keuangan salah saji secara material. Hal ini diakibatkan oleh adanya kesalahan yang dilakukan oleh pegawai klien dalam memproses suatu transaksi akuntansi.
2. Risiko Tipe 2 II Adanya risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi adanya kesalahan seperti dalam risiko tipe I diatas.