Professional Documents
Culture Documents
Kita yang dapat menguji persamaan tersebut secara eksperimen
dengan keadaan berikut :
a. c
x
b
y
tetap, sedangkan c
y
b
y
bervariasi
b. c
x
b
x
tetap, sedangkan c
y
bervariasi
c. c
x
b
y
tetap, sedangkan b
y
bervariasi
Hal diatas dapat dilakukan dengan :
a. Metode deret standar (missal tabung Nessler)
Tabung-tabung seragam yang tidak berwarna dengan dasar
datar (disebut tabung Nessler) digunakan untuk menampung
larutan berwarna dengan jumlah volume tertentu. Pada
dasarnya, pengukur nessler bekerja berdasarkan prinsip
perbandingan warna
b. Metode pengenceran
Larutan sampel dan larutan standar dengan konsentrasi c
x
dan
c
y
ditempatkan pada tabung kaca dengan ukuran yang sama.
Larutan yang lebih pekat diencerkan sampai warnanya
mempunyai intensitas yang sama dengan yang lebih encer.
c. Metode kesetimbangan
Metode kesetimbangan adalah metode yang paling umum
digunakan pada kolorimetri visual.
(Khopkar,
1990)
2. Hukum Lambert-Beer
Adalah hubungan jumlah zat atau warna yang diserap oleh
larutan yang disebut absorbansi A dengan zat-zat c. dimana salah
satu larutan telah diketahui konsentrasinya, untuk kedua larutan
tersebut maka :
A
1
= a . b
1
c
1
dan A
2
= a . b
2
c
2
Dengan : a = tetapan jenis zat
b = tebal ukuran yang disinari
c = konsentrasi zat
Jika kedua larutan tersebut kepekatannya sama maka :
A
1
= A
2
ab
1
c
1
= ab
2
c
2
b
1
c
1
= b
2
c
2
(Khopkar,
1990)
3. Hukum Boogner Lambert
Lambert menyelidiki hubungan antara intensitas mula-mula
dan setelah melalui media. Hubungan antara tebal dari suatu media
dan serapan sinar dikenal sebagai :
Hukum Boogner Lambert
Apabila sinar monokromatis mengenai suatu media yang
transparan, maka berkurangnya intensitas sebanding dengan
bertambahnya tebal media yang dilewatinya. Maka semakin tebal
suatu media, semakin banyak pula cahaya yang hilang
(intensitasnya berkurang) karena semakin banyaknya cahaya yag
diserap oleh media.
Dapat kita katakan, bahwa :
DI = K.I.dt
Dengan : I = intensitas sinar mula-mula
K = koefisien serapan
t = tebal media yang ditembus
(Khopkar,
1990)
2.3 Metode Kolorimetri
Merupakan metode spektroskopi sinar tampak yang
berdasarkan pada panjang sinar tampak oleh suatu larutan berwarna,
hanya senyawa yang dapat ditentukan dengan metode spektroskopi,
senyawa yang tidak berwarna dapat dibuat menjadi berwarna, seperti
ion Fe
3+
dan SCN
-
menghasilkan larutan berwarna merah.
Kolorimetri dilakukan dengan membandingkan larutan standar
dengan aplikasi yang dibuat pada keadaan yang sama dengan
menggunakan tabung meester atau kolorimeter Dubosque. Dengan
kolorimetri elektronik, jumlah cahaya yang diserap berbanding lurus
dengan konsentrasi larutan. Metode ini sering digunakan dalam
menentukan konsentrasi besi dalam air minum.
(Khopkar,
1990)
2.4 Kolorimetri Visual
Pada kolorimetri, suatu duplikasi warna dilakukan dengan dua
larutan yang mengandung zat yang sama pada kolom dengan arometer
penampang yang sama serta tegak lurus dengan arah sinar. Biasanya
zat-zat yang dapat menimbulkan warna adalah ion-ion kompleks.
Warna tersebut muncul karena adanya electron-elektron yang tidak
berpasangan.
Konsentrasi berwarna dapat diperkirakan secara visual. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara membandingkan cuplikan dengan sederet
larutan yang konsentrasinya sudah diketahui terlebih dahulu yaitu
larutan standar.
(Khopkar,
1990)
2.5 Faktor yang mempengaruhi kolorimetri
Pemakaian indicator tidak mempengaruhi pH kolorimetri. Hal
ini disebabkan karena indicator pada umumnya adalah asam atau basa
yang sangat lemah. Factor yang mempengaruhi kolorimetri adalah
pemakaian indicator yang tidak cocok dengan pH larutan. Selain itu,
dengan adanya protein dan asam amino. Karena bersifat amfoter
sehingga dapat bereaksi dengan asam ataupun basa.
(Khopkar,
1990)
2.6 Spektofotometri
Adalah perpanjangan dari visual suatu studi mengenai
penyerapan energy cahaya oleh spesies kimia yang memungkinkan
kecermatan yang lebih besar dalam perincian dan pengukuran
kuantitatif. Pengukuran kuantitatif tersebut menggunakan mata
manusia dan dengan factor lain yang memungkinkan studi obeservasi
diluar daerah spectrum tampak dan sering kali eksperimen spektometri
dilakukan secara automatic.
(Underwood, 1988)
2.7 Tetapan kesetimbangan
Reaksi kimia seperti pembentukan hydrogen iodide dari
hydrogen dan iodine dalam fase gas.
H
2(g)
+ F
2 (g)
= 2HI
(g)
Pada umumnya bersifat reversible, dan ketika kecepatan dari reaksi ke
depan dan ke belakang sama, konsentrasi dari reaktan dan produk tetap
konstan seiring berjalannya waktu. Kita akan mengatakan reaksi
tersebut telah mencapai kesetimbangan. Dalam eksperimen ditemukan
bahwa reaksi selesai ketika kesetimbangan telah tercaapai dengan
berbagai variasi. Dalam beberapa kasus, konsentrasi produk jauh lebih
besar dibandingkan dengan konsentrasi reaktan dalam kasus lain yang
terjadi adalah kebalikannya. Konsentrasi kesetimbangan
mencerminkan kecenderungan intrinsic atom untuk hadir sebagai
molekul reaktan dan produk. Meskipun sejauh atau sejumlah reaksi
yang memenuhi kondisi kesetimbangan tersebut bisa menjadi begitu
besar, hanya ada satu cara atau dengan rumus umum dengan yang
pada suhu tertentu suatu reaksi pada saat kesetimbangan. Untuk reaksi
umum dala larutan berair :
A
(aq)
+ B
(aq)
= C
(aq)
+ D
(aq)
Rumus adalah :
[][]
[][]
Dan disebut ketetapan kesetimbangan. Tanda kurung
menandakan konsentrasi dalam mol per liter (molaritas) pada saat
kesetimbangan. Konsentrasi yang bisa digunakan adalah molaritas
atau tekanan parsial.
Untuk reaksi umum :
aA
(aq)
+ bB
(aq)
cC
(aq)
+ dD
(aq)
Rumus adalah :
[]
[]
[]
[]
(Underwood, 2002)
2.8 Pengenceran
Pengenceran adalah peristiwa bercampurnya larutan pekat
dengan pelarut tambahan sehingga menghasilkan larutan yang lebih
encer atau kurang pekat. Dari prosespelarutan jumlah zat yang tersebut
tetap konsentrasinya berubah karena banyaknya jumlah mol zat
terlarut selama pengenceran, maka berlaku :
V
1
N
1
= V
2
N
2
Keterangan : V
1
=
volume larutan standar
N
1
= normalitas asli
V
2
= volume larutan sesudah
N
2
= normalitas yang akan diubah
(Brady,
1999)
2.9 Senyawa Kompleks
Dalam artian luas, senyawa kompleks adalah senyawa yang
terbentuk karena penggabungan dua atau lebih sederhana yang
masing-masingnya dapat dapat berdiri sendiri. Istilah senyawa
koordinasi membrikan pengertian bahwa dua zat yang lebih sederhana
misalnya COCl
3
dan NH
3
bergabung atau berkoordinasi menjadi
senyawa satu yang lebih kompleks.
Penulisan dari senyawa ini adalah :
[Co (NH
3
)
6
]Cl
3
[Co(NH
3
)
5
Cl]Cl
2
[Co(NH
3
)
4
Cl
2
]Cl
a b c
Dimana gugus yang terikat pada ion logam pusat disebut ligan
dan gabungan ion pusat dengan ligan yang terikat adalah suatu ion
kompleks. Ion logam dalam kompleks disebut atom pusat, dan gugus
yang tergantung pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan yang
terbentuk oleh atom pusat disebut angka koordinasi.
Beberapa kompleks hanya mengalami reaksi substitusi dengan
begitu lambat dan disebut non labil atau inert. Hampir semua
kompleks yang terbentuk adalah kobalt dan kromun pada tingkat
oksidasi +3 adalah inert, sedangkan kebanyakan dari kompleks lain
pada logam transisi lainnya adalah labil.
(Brady,
1999)
2.10 Analisa Bahan
1. KSCN
- Berbentuk kristal
- Mempunyai titik lebur sampai 173
o
C
- Dalam keadaan suhu 30
o
C dengan nomor polimernya 50
- Digunakan sebagai racun tikus, lembaran garamnya bercorak
bergilir dari warna coklat, hijau, biru kembali putih sewaktu
kondisi pendinginan
- Menyebabkan iritasi pada kulit
(Budaveri,
1989)
2. Fe(NO
3
)
3
- Berbentuk Kristal berwarna ungu tua sampai putih keabu-
abuan
- Dapat dipakai sebagai reagen dalam analisa kimia
- Memiliki titik didih 47
o
C
(Budaveri,
1989)
3. Aquades
Dari istilah aquadestilata yang berarti air suling, air yang diperoleh
pada pengembunan uap air akibat penguapan air atau pendidihan
air.
(Mulyono, 2005)
Sifat fisik :
- titik beku 0
o
C, titik leleh 100
o
C
- terdapat dalam wujud gas, padat, dan cair
- tidak berwarna, berasa, dan berbau
Sifat kimia :
- merupakan persenyawaan hydrogen dan oksigen
- merupakan zat pelarut yang baik
- terdapat dalam keadaan tidak urni di alam
(Basri,
1996)
4. Na
2
HPO
4
- Berupa bubuk higroskopis dalam udara terbuka
- Kelarutan lebih besar dari air panas
- Mampu menyerap 2-7 mol H
2
O dengan kelembaman dan suhu
tertentu
- Di udara berbentuk kristaldan stabil
- Larutan bersidat alkali dengan pH kurang lebih 9,8
(Budaveri,
1989)
III. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Gelas beker
b. Tabung reaksi
c. Pipet gondok
d. Gelas ukur
e. Kolorometri duboscq
f. Pipet tetes
3.1.2 Bahan
a. KSCN
b. Fe (NO
3
)
3
c. Aquades
d. Na
2
HPO
4
3.2 Gambar alat
3.3 Skema kerja
3.3.1 Reaksi-reaksi Pendahuluan
10 ml KSCN 0,002 M
Gelas beker
- Penambahan 2 ml Fe (NO
3
)
3
0,2 M
- Pembagian dalam 4 tabung reaksi
Tabung I Tabung II Tabung III Tabung IV
- Pembandingan - Penambahan - Penambahan -
Penambahan
KSCN Pekat Fe (NO
3
)
3
0,2 M
Na
2
HPO
4
Hasil Hasil Hasil Hasil
3.3.2 Penentuan ketetapan kesetimbangan reaksi pembentukan
FeSCN
2+
40 ml KSCN 0,002 M
Gelas beker
- Penambahan 5 ml Fe (NO
3
)
3
- Pembandingan dengan tabung II
- Penghitungan konsentrasi Fe SCN
2+
dengan
kolorimetri du boscq
- Penyesuaian tinggi tabung sampai warnanya
sama dengan tabung II
- Penentuan tinggi larutan
Hasil
4,0 ml KSCN 0,002 M 4,0 ml KSCN 0,002 M
Tabung Reaksi II Tabung Reaksi III
-
Pengenceran
10 ml Fe (NO
3
)
3
0,2 M - Penambahan 5 ml Fe
(NO
3
)
3
sampai 25 ml - Pembandingan dengan
Tabung II
-
Penambahan 5 ml Fe (NO
3
)
3 -
Penghitungan konsntrasi
Fe SCN
2+
-
Pembandingan dengan Tabung I dengan kolalimetr
dubesca
-
Penghitungan konsentrasi Fe SCN
2+
- Penentuan tinggi larutan
dengan kolarimeter dubesca
-
Penentuan tinggi larutan
Hasil Hasil
4,0 ml KSCN 0,002 M 4,0 ml KSCN 0,002 M
Tabung Reaksi IV Tabung Reaksi V
- Penambahan 5 ml Fe (NO
3
)
3
- Penambahan 5 ml Fe
(NO
3
)
3
- Pembandingan warna dengan tabung III - Pembandingan dengan
Tabung IV
- Penghitungan konsentrasi Fe SCN
2+
-Penghitungan
konsentrasi Fe SCN
2+
dengan kolerimeter duboscq dengan kolerimeter
duboscq
- Perhitungan tinggi larutan - Penentuan tinggi larutan
Hasil Hasil
IV. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Data Pengamatan
No Perlakuan Hasil
1 Reaksi-reaksi pndahuluan
a. Tabung reaksi I
- Penambahan 10 ml KSCN 0,002 M
- Penambahan Fe (NO
3
)
3
0,2 M
KSCN 0,002M + Fe (NO
3
)
3
0,2 M
b. Tabung reaksi II
- KSCN 0,002 M + Fe (NO
3
)
3
0,2 M +
1 tetes KSCN pekat
c. Tabung reaksi III
- KSCN 0,002 M + Fe (NO
3
)
3
0,2 M +
1 tetes Fe (NO
3
)
3
0,2 M
d. Tabung reaksi IV
- KSCN 0,002 M + Fe (NO
3
)
3
0,2 M +
1 tetes Na
2
HPO
4
2 Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi
pembentukan Fe SCN
2+
a. Tabung reaksi I
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe
(NO
3
)
3
0,2 M
b. Tabung reaksi II
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe
(NO
3
)
3
0,2 M hasil pengenceran I
c. Tabung reaksi III
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe (NO
3
)
3
0,2 M hasil pengenceran 2
d. Tabung raksi IV
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe
(NO
3
)
3
0,2 M hasil pngenceran 3
e. Tabung reaksi V
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe
(NO
3
)
3
0,2 M hasil pengenceran 4
4.2 Perhitungan
4.2.1 Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan Fe SCN
2+
1) Menghitung konsentrasi Fe
3+
dan SCN
Diket : KSCN V = 4 ml M= 0,002
Fe (NO
3
)
3
V = 5 ml M= 0,2
M mol Fe (NO
3
)
3
= M . V
= 0,2 M . 5 ml
= 1 m mol
Fe (NO
3
)
3
Fe
3+
+ 3NO
3
-
[ Fe
3+
] =
=
= 0,2 M
M mol KSCN = M . V
= 0,002 M . 4 ml
= 8.10
-3
m mol
KSCN K
+
+ SCN
[SCN] =
= 2.10
-3
M
2) Menentukan Konsentrasi Fe SCN
2+
pada tab 25
Diket : b1 = 5 ml
b2 = 4 ml
b3 = 7 ml
b4 = 1 mm
b5 = 11,5 mm
Ditanya = C2, C3, C4, C5
V tot = V KSCN + V Fe (NO
3
)
3
= 4 ml + 5 ml = 9 ml
3 KSCN + Fe NO
3
)
3
3KNO
3
+ FeSCN
2+
+
2SCN
M 8.10
-3
mol 1 mmol
B 8.10
-3
2,67.10
-3
mmol 8 10
-3
mmol 3,67.10
-3
mmol
5,34.10
-3
mmol
S - 0,99 mmol 8.10
-3
mmol
2,67.10
-3
mmol
5,34.10
-3
mmol
[
3) Menentukan konsentrasi Fe
3+
dan SCN
-
pada keadaan
setimbang
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
4) Menghitung konsentrasi dari hasil kali (tabung II tabung
V)
Tabung I :
a. [
][
][
b.
[
][
]
[
]
(
c.
[
]
[
][
]
(
Tabung II :
a. [
][
][
b.
[
][
]
[
]
(
c.
[
]
[
][
]
(
Tabung III :
a. [
][
][
b.
[
][
]
[
]
(
c.
[
]
[
][
]
(
Tabung IV :
a. [
][
][
b.
[
][
]
[
]
(
c.
[
]
[
][
]
(
Tabung V :
a. [
][
][
b.
[
][
]
[
]
(
)(
c.
[
]
[
][
]
(
V.
PEMBAHASAN
5.1 Reaksi-reaksi Pendahuluan
Pada percobaan ini, reaksi pendahuluan dilakukan dengan
mereaksikan KSCN 0,002 M dan Fe(NO
3
)
3
0,2 M yang hasilnya akan
dibagi kedalam empat tabung reaksi. Reaksi yang terjadi adalah :
Fe(NO
3
)
3
+ 3 KSCN = FeSCN
2+
+ 3 KNO
3
+ 2 SCN
-
Pada tabung reaksi I digunakan sebagai pembanding, yaitu
larutan yang digunakan sebagai acuan pembanding dengan larutan
pada tabung II, III, dan IV. Larutan pembanding hanya berisi
campuran antara Fe (NO
3
)
3
dan KSCN saja. Hasil campuran tersebut
menghasilkan larutan yang berwarna kuning bening.
Pada tabung reaksi II berisi Fe(NO
3
)
3
+ KSCN (larutan
pembanding) yang ditambah dengan KSCN pekat. Hasil dari
pencampuran tersebut menghasilkan larutan yang berwarna hitam
gelap, hal ini disebabkan karena pembentukan kompleks kation
FeSCN
2+
. perubahan warna terebut sesuai dengan asas le
cathelier.
Setelah dibandingkan dengan larutan pembanding, hasilnya
dapat diketahui bahwa konsentrasi larutan pada tabung II lebih pekat
daripada larutan pembanding.
Pada tabung reaksi III berisi larutan pembanding yang ditambah
dengan Fe(NO
3
)
3
berlebih. Hasilnya larutan tersebut menjadi lebih
pekat daripada larutan pembanding, warnanya lebih kuning dar larutan
pembanding. Hal ini juga sesuai dengan asas le cathelier.
Pada tabung reaksi IV berisi larutan pembanding yang
ditambah dengan Na
2
HPO
4
. Dari pencampuran tersebut dihasilkan
larutan yang berwarna putih keruh dan timbul endapan. Na
2
HPO
4
dalam percobaan ini berfungsi sebagai reaktan untuk mengurangi
pembentukan kompleks kation FeSCN
2+
, sehingga warna larutan
berubah dari kuning jernih menjadi putih keruh dan timbul endapan.
Hal tersebut merupakan salah satu gejala bahwa kompleks kation tidak
terbentuk.
5.2 Penentuan Tetapan Kesetimbangan Reaksi Pembentukan FeSCN
2+
Dalam percobaan ini, kita melibatkan alat, yaitu
KOLORIMETER DUBOSCQ yang bertujuan untuk menentukan
konsentrasi suatu larutan dengan cara membandingkan konsentrasi
suatu larutan berdasarkan kepekatan warnanya dengan larutan
standarnya untuk mendapatkan ketebalan larutan dan sebagai
pengamatnya adalah mata. Untuk mengukur ketebalan larutannya,
yaitu dengan cara menaik-turunkan skala hingga diperoleh warna yang
sama pada kedua larutan yang diperbandingkan. Dari ketebalan yang
diperoleh, kita dapatkan skala yang berfungsi dalam mencari
konsentrasi FeSCN2+.
Pada percobaan ini, direaksikan 4 ml KSCN 0,002M dengan 5
ml Fe(NO3)3 yang berbeda-beda konsentrasinya pada tiap tabung.
Tabung I : 4 ml larutan KSCN 0,002 M + 5 ml larutan Fe(NO3)3
0,2 M
(menghasilkan larutan berwarna oranye)
Tabung II : 4 ml larutan KSCN 0,002 M + 5 ml larutan hasil
pengenceran 10 ml larutan Fe(NO3)3
hingga volumenya menjadi 25 ml
(menghasilkan larutan yang berwarna oranye yang
lebih muda)
Tabung III : 4 ml larutan KSCN 0,002M + 5 ml larutan hasil
pengenceran dari 10 ml hasil pengenceran larutan
Fe(NO3)3 pada tabung II hingga volumenya
menjadi 25 ml
(menghasilkan larutan yang berwarna kuning)
Tabung IV : 4 ml larutan KSCN 0,002M + 5 ml larutan hasil
pengenceran dari 10 ml hasil pengenceran larutan
Fe(NO3)3 pada tabung III hingga volumenya
menjadi 25 ml
(menghasilkan larutan yang berwarna kuning muda)
Tabung V : 4 ml larutan KSCN 0,002M + 5 ml larutan hasil
pengenceran dari 10 ml hasil pengenceran larutan
Fe(NO3)3 pada tabung IV hingga volumenya
menjadi 25 ml
(menghasilkan larutan berwarna kunig lebih muda dari
tabung IV
Warna yang terbentuk pada hasil reaksi tersebut disebabkan
oleh karena terbentuknya senyawa koordinasi , yaitu pada senyawa
FeSCN2+. Senyawa koordinasi adalah senyawa kovalen antara atom
pusat yang berupa ion logam pusat dengan ion negatif atau ligan.
Berikut reaksinya :
3 KSCN + Fe(NO3)3 FeSCN2+ +2 SCN- + 3 KNO3
reaksi ion : Fe3+ + SCN- FeSCN2+
Dari reaksi pada keempat tabung tersebut, tampak warna
larutan produk semakin pudar. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
pengaruh pengenceran pada kesetimbangan kimia. Pengenceran yang
dilakukan dalam percobaan ini telah memperkecil konsentrasi larutan
Fe(NO3)3 sehingga warna yang dihasilkan semakin memudar seiring
berkurangnya konsentrasi.
Kolorimetri dilakukan dengan menggunakan alat
KOLORIMETER DUBOSCQ. Tabung pertama dijadikan sebagai
larutan pembanding dan ditetapkan pada skala 5 mm. Setelah itu,
tabung kedua diletakan di tempat larutan yang akan dibandingkan
pada kolorimeter tersebut. Pengamatan dilakukan dengan
menaik-turunkan skala kolorimeter tabung kedua hingga dilihat
warna yang sama pada kedua larutan yang diperbandingkan. Hal
yang sama juga dilakukan pada tabung III, IV dan, V. Setelah
semua tabung dibandingkan dengan tabung I, diperoleh data sebagai
berikut :
Tabung II :
Tabung III :
Tabung IV :
Tabung V :
Dari data yang diperoleh, tampak adanya kesalahan dalam
percobaan ini. Ketebalan skala yang didapat tidak konstan. Dengan
kata lain, tidak ada kesinambungan antara semakin rendahnya
konsentrasi dengan skala kolorimeternya. Seharusnya, semakin rendah
konsentrasi, maka semakin tebal larutan yang terukur pada
kolorimeter. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kesalahan
dalam percobaan ini, antara lain :
1) Proses pengenceran yang tidak tepat
2) Pengamatan yang tidak cermat dalam melakukan pengukuran skala
kolorimetri
3) Kotornya dinding wadah sebelah luar yang digunakan dalam
pengamatan kolorimetri
VI. KESIMPULAN
VII. DAFTAR PUSTAKA
KOLORIMETRI
I. TUJUAN
Mempelajari beberapa metoda kolorimeter.
Menerapkan metoda Sistem Silender Hehner dan Bajerum Komparator dalam
penentuan kadar ion Cu
2+.
Menentukan konsentrasi Cu
2+
dalam larutan / cuplikan tugas.
II. TEORI
Kolorimetri merupakan suatu metoda analisa kimia yang didasarkan pada
tercapainya kesamaan besaran warna antara larutan sampel dengan larutan standar
dengan menggunakan sumber cahaya polikromatis dan detektor mata. Metoda ini
didasarkan pada penyerapan cahaya tampak dan energi radiasi lainnya oleh suatu
larutan.
Metoda ini dapat diterapkan untuk penentuan komponen zat warna ataupun
komponen yang belum bewarna, namun dengan menggunakan reagen pewarna yang
sesuai dapat menghasilkan senyawa bewarna yang merupakan fungsi dari kandungan
komponennya. Jika telah tercapai kesamaan warna berarti jumlah molekul zat
penyerap yang dilewati sinar pada kedua sisi tersebut telah sama dan ini dijadikan
dasar perhitungan. Contohnya adalah larutan nitrit dibuat berwarna dengan pereaksi
sulfanilamida dan N-(1-naftil)-etilendiamin. Jumlah radiasi yang diserap berbanding
lurus dengan konsentrasi zat penyerap dalam larutan.
Absorbsi sinar UV atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya
menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang gelombang absorbsi
maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada pada molekul yang
sedang diselidiki. Oleh karena itu spektroskopi serapan molekul berharga untuk
mengindentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul. Akan
tetapi yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan ultra violet dan
sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa-senyawa yang mengandung gugus-
gugus pengabsorbsi.
Kolorimetri terbagi atas 2 metoda, yaitu :
a) Kolorimetri visual
Menggunakan mata sebagai detektor.
b) Fotometri
Menggunakan fotosel sebagai detektornya.
Metoda kolorimetri visual merupakan metoda yang konvensional dan sudah jarang
digunakan karena tidak akurat. Hal ini disebabkan karena mata hanya sebagai
detektor untuk melihat kesamaan warna, bukan sebagai alat ukur intensitas absorbsi.
Metoda analisa kolorimetri visual ada 4 macam yaitu :
1) Metoda standar seri (metoda nesler) : pada metoda ini dibuat sederetan larutan
standar dalam tabung yang berukuran sama dengan jenis yang sama pula.
2) Metoda keseimbangan
Pada metoda ini dilakukan dengan cara membandingkan larutan sampel dengan
larutan standar yang didasarkan pada ketebalan larutan standar yang divariasikan.
Metoda ini dibagi tiga, yaitu :
- sistem slinder hechner
- bajerum comperator
- dubosq colorimetri
3) Metoda pengenceran : menggunakan satu zat standar dan sejumlah buret yang
berisi blanko. Kosentrasi standar diencerkan dengan blanko sampai terjadi
kesamaan warna.
4) Metoda standar sintesis : zat yang diselidiki diperoleh dengan cara penambahan
sejumlah komponen standar terhadap suatu larutan blanko sampai terjadi
kesamaan warna.
Syarat-syrat menentukan kosentrasi dengan metoda kolorimetri visual adalah
sebagai berikut :
A. Tinggi larutan konstan (Constant Depht Methods)
terbagi menjadi dua metoda :
1. Tabung Nessler
Pada metoda ini digunakan beberapa tabung reaksi berbentuk silinder.
Masing-masing tabung diisi dengan larutan standar dengan konsentrasi
terukur dan bervariasi dengan tinggi larutan yang sama. Tabung ini disusun
pada rak tabung bercat hitam yang tidak mengkilat, agar tidak memantulkan
sinar yang datang pada tabung. Kemudian larutan sampel dengan tinggi yang
sama diletakkan di sela tabung-tabung tersebut dan bandingkan warna
larutan standar dan sampel dengan melihat dari atas tabung (vertikal). Jika
ada warna larutan standar yang sama dengan sampel, berarti konsentrasi
sampel sama dengan larutan standar tersebut. Atau jika warnanya berada
diantara 2 warna larutan standar yang berdekatan, berarti konsentrasi sampel
berada dalam range dari konsentrasi kedua larutan tersebut.
2. Bajerum Comparator
Pada alat ini, untuk mencapai kesamaan warna antara larutan sampel
dengan larutan standar dilakukan dengan cara menggeser larutan sampel
disepanjang skala yang berada di atas bajerum. Bajerum comparator ini
merupakan suatu kotak transparan persegi panjang yang dibagi dua menurut
diagonal bidangnya. Bagian depan dimana skala tertera, diisi dengan larutan
standard an bagian lainnya diisi dengan blanko. Pengamatan dialakukan dari
bagian depan (horizontal).
B. Tinggi larutan berbeda (Variable Depth Methods)
terbagi menjadi dua metoda :
1. Tabung Herner
Tabung Herner berupa sepasang silinder dengan keran untuk
mengeluarkan larutan dari dalam silinder yang warna larutannya lebih
pekat sehingga tingginya berubah, agar didapatkan warna yang sama pada
kedua silinder.
2. Kolorimeter Dubosq
Pada alat ini kesamaan warna didapatkan dengan cara mengatur tinggi
rendahnya pemberat (plunger), agar tinggi larutan dalam bejana berubah
sehingga didapatkan intensitas warna yang sama pada spiltfield.
Syarat metoda kolorimetri adalah larutan harus bewarna. Jika larutan tidak
bewarna maka dilakukan dahulu pengomplekan dengan penambahan reagen pewarna.
Sedangkan syarat pewarnaan ini antara lain :
- warna yang terbentuk harus stabil
- reaksi pewarnaan harus selektif
- larutan harus transparan
- kesensitifannya tinggi
- ketepatan ulang tinggi
- warna yang terbentuk harus merupakan fungsi dari konsentrasi.
III. PROSEDUR KERJA
3.1 Alat dan bahan
Sepasang labu ukur 100 mL yang identik
Pipa kaca berbentuk U
Slang karet dan penjepitnya
Satu set alat Bajerum Komperator
Larutan standar Cu
2+
1000 ppm
NH
4
OH 1:1
Aquadest
3.2 Cara kerja
A. Pembuatan larutan standar
1. Buat larutan standar Cu
2+
100 ppm dengan memipet 25 mL larutan standar induk
1000 ppm ke dalam labu 250 mL, lalu tambahkan 25 mL NH
4
OH 1:1 dan
encerkan sampai tanda batas dengan aquades. Siapkan untuk 2 buah.
2. Untuk silinder hehner, dengan bantuan slang dan pipa U isap larutan ini ke dalam
gelas ukur I sehingga membentuk sistem bejana berhubungan.
3. Larutan tugas diisikan sebanyak 50 mL ke dalam gelas ukur II/silinder sampel,
lalu pasangkan bergandengan dengan silinder berisikan standar yang telah
membentuk sistem bejana berhubungan terhadap labu ukur standar dengan latar
belakang warna putih.
4. Lakukan pengamatan secara vertikal terhadap kedua larutan. Untuk mendapatkan
kesamaan warna dilakukan dengan mengatur tinggi rendahnya larutan standar.
5. Untuk ketepatan pengamatan, alaslah gelas ukur tersebut dengan kertas putih dan
tempatkan kedua gelas ukur berdekatan.
6. Jika telah tercapai kesamaan warna, maka ukurlah ketinggian larutan standar.
Konsentrasi sampel didapatkan dengan persamaan :
skala larutan standar
skala larutan sampel
B. Untuk Bajerum Comparator
x C standar Cx =
1. Masukkan larutan standar ke dalam sisi Bajerum bagian depan, pada sisi
belakangnya diisikan larutan balnko pada ketinggian yang sama.
2. Masukkan larutan sampel ke dalam wadahnya dengan isi lebih kurang 2/3
bagian.
3. Tempatkan wadah sampel pada bagian atas alat bajerum comperator.
4. Lakukan pengamatan secara horizontal lalu geser kedudukan larutan sampel
sedemikian rupa sampai didapatkan tepat kesamaan pengamatan warna pada
kedua sisi atas / bawah dengan latar belakang warna putih.
5. Setelah didapatkan kesamaan warna, bacalah posisi skalanya dan konsentrasi
tugas dapat dinyatakan sebagai berikut :
skala yang
terbaca
skala larutan sampel
x C standar
Cx =
3.3 Skema alat
1. Silinder hehner
2. Bajerum komperator
DAFTAR PUSTAKA
Kennedy.John. 1986. Analytical Chemistry Principle. Harcount Grace. New York :
Javanovich Publisher
Underwood, A.L. dan R.A. Day. 1999. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi ke-5. Jakarta
: Erlangga
Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi ke-4. Jakarta : EGC
IV. PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan
Pembuatan larutan standar 100 ppm dari larutan induk 1000 ppm dalam labu
250 mL
V
1
. M
1
=
V
2
. M
2
V
1
. 1000 ppm = 250 mL . 100 ppm
V
1
= 25 mL
Penentuan konsentrasi larutan sampel
Silinder Hehner
C
x
=
=
= 21 ppm
Bajerum Comperator
C
x
=
=
= 14,16 %
4.2 Pembahasan
Pada praktikum mengenai kolorimeter ini, digunakan kolorimeter visual
metoda yang digunakan adalah sistem silinder Hehner dan bajerum comperator. Pada
sistem silinder Hehner, alat yang digunakan yaitu 2 buah gelas ukur yang persis
sama. Gelas ukur 1 digunakan sebagai tempat larutan sampel, sedangkan gelas ukur
lainnya berisi larutan standar. Gelas ukur yang berisi larutan standar ini dihubungkan
dengan pipa U dan selang sehingga membentuk sistem bejana berhubungan.
Kesamaan warna diperoleh dengan memvariasikan tinggi larutan standar dengan
mengurangi warna larutan yang paling pekat diantara keduanya larutan standar atau
larutan sampel. Detektor yang digunakan adalah mata, dengan melihat secara vertikal.
Pada bajerum comperator, sisi diagonal depannya diisi dengan larutan
standar dan pada diagonal belakangnya diisi dengan larutan blanko dengan ketinggian
yang sama. Sampel diisikan dalam wadah dan diletakkan diatas bajerum. Kesamaan
warna diamati dengan membandingkan warna larutan sampel dengan larutan standar
pada bajerum comperator. Warna yang sama merupakan fungsi dari konsentrasi.
Dilihat secara horizontal dengan menggunakan detektor mata.
Larutan sampel dibuat dengan mengencerkan larutan Cu
2+
1000 ppm
menjadi 100 ppm. Pada pembuatan larutan standar Cu
2+
ini juga ditambahkan
NH
4
OH 1:1 sebagai pengomplek dan terbentuklah komplek tetra amino kuprat (II).
Selain itu penambahan NH
4
OH ini juga bertujuan untuk reagen pewarba yaitu
mempertajam warna Cu sehingga warna yang akan diamati menjadi lebih jelas.
Logam Cu bereaksi dengan amonia membentuk senyawa komplek, yaitu :
Faktor-faktor yang mempengaruhi warna pada metoda kalorimetri adalah:
Untuk mendapatkan warna spesifik dibutuhkan kondisi tertentu.
Kepekaan detektor mata masing-masing orang berbeda.
Volume reagen pewarna sebanding dengan volume larutan Cu
2+
yaitu sama-sama
25 mL.
Dari percobaan di dapatkan konsentrasi sampel dengan metoda Silinder
Hehner adalah 21 ppm dan konsentrasi sampel dengan metoda Bajerum Komperator
adalah 68,5 ppm. Dengan persentase kesalahan adalah 14,16 %.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Kolorimetri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada tercapainya
kesamaan warna antara larutan sampel dengan larutan standar menggunakan
sinar polikromatis dengan detektor mata.
2) Larutan standar yang digunakan pada percobaan ini adalah Cu
++
dan sebagai
pengompleknya digunakan NH
4
OH sehingga terbentuk komplek tetra amino
kuprat (II).
3) Konsentrasi sampel dengan metoda Silinder Hehner adalah 21 ppm dan
konsentrasi sampel dengan metoda Bajerum Komperator adalah 68,5 ppm.
4) Persentase kesalahan adalah 14,16 %.
5.2 Saran
Teliti dalam pengenceran larutan standar Cu.
Teliti dalam mengamati kesamaan warna antara larutan sampel dengan larutan
standar.
Pahami prinsip percobaan dengan baik.
PERCOBAAN 5
ANALISIS KUANTITATIF BERDASARKAN WARNA LARUTAN :
KOLORIMETRI
I. TUJUAN
1.1 Mampu membandingkan konsentrasi larutan berdasarkan kepekatan
warnanya.
1.2 Mampu menentukan konsentrasi larutan FeSCN
2+
.
1.3 Mampu menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN
2+
.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ilmu Kimia
Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari komposisi, struktur,
perubahan, dan energi yang terlibat dalam perubahan tersebut. Bila suatu
zat atau beberapa dibiarkan atau dicampurkan maka dapat terjadi
perubahan yang disebut dengan reaksi kimia. Persoalan yang timbul adalah
bagaimana menentukan jumlah zat yang mengalami perubahan tersebut.
Jumlah zat dapat langsung ditimbang bila zat awal adalah padat atau cair
dan zat hasil perubahan adalah gas. Jumlah zat juga dapat ditentukan
melalui tekanan dan warna. Untuk menentukan jumlah zat melalui tekanan
adalah dengan persamaan :
PV = nRT
Dengan :
P = tekanan
V = volume
N = mol zat terlarut
R = tetapan gas ideal
T = temperatur
Cara lain untuk menentukan jumlah zat adalah dengan metode
kolorimetri. Kolorimetri atau pengukuran jumlah zat dari warnanya adalah
salah satu metode analisa kimia yang didapatkan pada perbandingan
intensitas warna suatu larutan dengan warna larutan standar. Metode
analisa ini merupakan bagian dari analisa kimia fotometri.
(Damin, 1997)
2.2 Kolorimetri
Kolorimetri adalah suatu metode analisa kimia yang didasarkan pada
perbandingan intensitas warna suatu larutan dengan warna larutan standar.
Metode analisa ini adalah bagian dari analisa fotometri. Pengukuran zat
dan warnanya yaitu dengan melewatkan sinar melalui pelarutnya.
Pengamatan dilakukan dengan memakai mata kita yang disebut fotosel.
Cahaya masuk dari sebelah kiri.
larutanC
sensor mata
Cahaya masuk dari bawah
Mata ( fotosel )
Cahaya yang diteruskan
Cahaya masuk
Jika sinar, baik monokromatis maupun polikromatis, mengenai suatu
media, maka intensitasnya akan berkurang. Berkurangnya intensitas sinar
terjadi karena adanya serapan media tersebut dan sebagian kecil
dipantulkan atau dihamburkan.
I
0
= I
a
+ I
f
+ I
r
Larutan C
Keterangan :
I
0
= intensitas mula-mula
I
a
= sinar yang diserap
I
f
= sinar yang diteruskan
I
r
= sinar yang dipantulkan
(Underwood, 1998)
Analisis fotometrik dibagi menjadi empat metode :
a. Analisa kolorimetri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar
tampak.
b. Analisa turbudimetri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar
terusan.
c. Analisa nefelometri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar
hambur koloid.
d. Analisa fluometri, apabila intensitas sinar yang digunakan adalah sinar
UV, maka mengalami fluorensi.
(Damin, 1997)
2.3 Hukum Bougrer Lambert
Apabila sinar monokromatis melalui media yang transparan, maka
berkurangnya intensitas sebanding dengan bertambahnya tebal media yang
dilewati.
DI = K.I.d
i
Dengan :
I = Intensitas sinar mula-mula
K = koefisien senapan
T = tebal media yang ditembus
(Khopkar, 1990)
2.4 Hukum Beer
Menyelidiki suau hubungan antara intensitas serapan dan konsentrasi
media berupa larutan pada tebak media tetap degan persamaan :
Log (
Po
/
P
)= bc = A
Keterangan :
A = absorbansi
B = tebal media
c = konsentrasi materi
= absorbansi edar
Syarat syarat untuk penggunaan hukum Beer adalah :
a) Syarat konsentrasi
Konsentrasi harus rendah karena hukum Beer baik pada larutan
yang encer.
b) Syarat kimia
Zat yang diukur harus stabil.
c) Syarat cahaya
Cahaya yang digunakan harus yang monokromatik.
d) Syarat kejernihan
Larutan yang akan diukur harus jernih.
(Khopkar, 1990)
2.5 Hukum Lambert Beer
Hubungan antara jumlah zat / cahaya yang diserap olah larutan disebut
absorban () dengan jumlah zat zat c dapat dinyatakan dengan :
A = abc
Keterangan :
a = tetapan semua jenis zat
b = tebal atau tinggi larutan yang dilalui sinar
Dua jenis larutan dari zat yang sama dengan absorbannya akan tampak
secara visual dengan kepekatan warna yang sama, dirumuskan :
A
1
= a
1
b
1
c
1
A
2
= a
2
b
2
c
2
Bila kepekatan sama, A
1
= A
2
maka :
C
2
=
(Brady, 1984)
2.6 Senyawa Kompleks
Keistimewaan yang khas dari atom-atom logam transisi grup d adalah
kemampuannya untuk membentuk senyawa kompleks. Pembentukan ini
dengan berbagai molekul netral, fosfin tersubtitusi, aisin dan stibin, karbon
monoksida, isosianida, nitrat oksida dan berbagai jenis molekul dengan
orbital yang terdelokalisasi, seperti piridin, 2.2 hipiridin dan 1,10
fenantrolin. Dalam banyak kompleks ini, atom logam berada dalam
oksidasi formal yang positif rendah, nol atau bahkan negatif. Ini adalah
kekhasan ligan-ligan yang dapat menstabilkan keadaan oksidasi yang
rendah.
(Cotton, 1989)
2.7 Metode Kolorimetri
Metode kolorimetri merupakan metode spektroskopi sinar tampak,
berdasarkan panjang sinar tampak oleh suatu larutan berwarna, hanya
senyawa berwarna yang dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa tak
berwarna dapat dibuat berwarna dengan pereaksi yang menghasilkan
senyawa berwarnya, misalnya ion Fe
3+
dan SCN
-
menghasilkan larutan
berwarna merah. Lazimnya, kolorimetri dilakukan dengan membandingkan
larutan standar dengan cuplikan yang dibuat pada keadaan yang sama
dengan menggunakan tabung Messler atau kolorimetri Dubuscog. Dengan
kolorimetri elektronik, jumlah cahaya yang diserap berbanding lurus
dengan konsentrasi larutan. Metode ini sering digunakan untuk
menentukan konsentrasi besi di dalam air minum.
(Damin, 1997)
2.8 Metode Kolorimetri
2.8.1 Metode Deret Standar (Tabung Messier)
Digunakan untuk penampung larutan berwarna dengan jumlah volume
tertentu. Kemudian dibandingkan dengan larutan standar yang dibuat dari
komponen yang sama dengan yang dianalisis tetapi konsentrasinya telah
diketahui. Pengukuran Messier bekerja berdasarkan prinsip perbandingan
warna.
2.8.2 Metode Pengenceran (Metode Silinder Hehner)
Larutan sampel dan larutan standar dengan konsentrasi C
x
dan C
y
ditempelkan pada tabung kaca dengan ukuran yang sama. Larutan yang
lebih pekat diencerkan sampai warnanya memiliki intensitas yang sama
dengan yang lebih encer. Untuk memperoleh kesamaan intensitas tinggi
larutan akan dihitung b
y
(b
2
) dapat divariasikan sedemikian rupa sehingga :
C
x
. b
x
= C
y
. b
y
atau Cy =
2.8.3 Metode Kesetimbangan (Kolorimetri Duboscq)
Pada metode ini, C
x
b
y
dijaga agar tetap dan konsentrasi larutan yang
diukur adalah C
y
, panjang jalan yang ditempuh sinar divariasikan hingga
intensitas warna pada kedua tabung sama.
(Sumardjo, 1997)
2.9 Kolorimetri Visual
Pada kolorimetri, suatu duplikasi warna dilakukan dengan larutan
yang mengandung sejumlah zat yang sama pada kolom dengan acameter
penampang yang sama serta tegak lurus dengan arah sinar. Biasanya zat-zat
yang bisa menimbulkan warna ialah ion-ion kompleks, dimana warna
tersebut timbul karena adanya elektron-elektron yang tidak berpasangan.
Konsentrasi larutan berwarna dapat diperkirakan secara visual dengan
membandingkan cuplikan dengan sederet larutan yang diketahui
konsentrasinya yang disebut larutan standar. Cara menentukan
konsentrasinya antara lain dengan menggunakan kolorimetri visual
dubuscq dengan mengukur kepekatan melaui mata. Pada alat ini ditemui
dua tabung yang dapat dinaikkan dan diturunkan. Jumlah zat pada suatu
sampel dapat ditentukan dengan Hukum Leimber Beer, dimana salah
satu larutan telah diketahui konsentrasinya untuk kedua larutan tersebut,
maka :
A
1
= a.b
1
.c
1
A
2
= a.b
2
.c
2
Keterangan :
a = tetapan jenis zat
b = tebal larutan yang disinar
c = konsentrasi zat
Bila kedua larutan tersebut memiliki kepekatan yang sama maka
A
1
= A
2
a.b
1
.c
1
= a.b
2
.c
2
b
1
.c
1
= b
2
.c
2
(Khopkar, 1990)
2.10 Spektrofometri
Spektrofometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari
visual suatu studi lebih mngenai penyerapan energy cahaya oleh spesies
kimia yang memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam perincian
dan pengukuran kuantitatif. Dengan menggunakan mata manusia dan
dengan depektor. Depektor lain dimungkinkan study adsorbs (serapan) di
luar daerah spektrum tampak dan sering kali eksperimen spektrometri
dilakukan secara autometik.
(Underwood, 1983)
2.11 Faktor yang Mempengaruhi Kolorimetri
Pemakaian indikator tidak mempengaruhi pH kolorimetri, karena
umumnya indikator adalah asam atau basa yang sangat lemah. Faktor lain
yang mempengaruhi adalah pemakaian indikator yang tidak cocok dengan
pH larutan. Dengan adanya protein dan asam amino, karena bersifat
amfoter sehingga dapat bereaksi dengan indikator asam maupun basa.
(Sukardjo, 1986)
2.12 Komposisi dan Kompleks Berwarna
Komposisi dan kompleks berwarna dapat ditentukan dengan
spektrofometri. Metode yang biasa digunakan adalah metode perbandingan
Molle Job. Pada perbandingan mol adsorbansinya diukur pada deret larutan
yang bervariasi konsentrasi salah satu konstituen baik logamnya maupun
reagennya, sedangkan jumlah zat lain tetap. Pada metode job variasi
kontinyu sederet larutan dengan berbagai fraksi mol logam
atau
pereaksi