You are on page 1of 89

PERCOBAAN V

ANALISIS KUANTITATIF BERDASARKAN


WARNA LARUTAN : KOLORIMETRI

I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Mampu membandingkan konsentrasi larutan berdasarkan kepekatan
warnanya.
1.2 Mampu menentukan konsentrasi larutan FeSCN
2+

1.3 Mampu menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan
FeSCN
2+


II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fotometri
Ada dua macam fotometri yang digunakan, yaitu fotometer sel
tunggal dan fotometer sel ganda. Berkas sinar yang konstan dari
sumber akan melalui lensa pembungkus serta filter sehingga menjadi
monokromatis, selanjutnya berkas sinar tersebut diubah menjadi arus
pada sirkuit dan akhirnya galunometer menunjukkan deflaksi. Bila
sampel diltakkan pada jalannya sinar, sinar melewati sampel dan
kemudian menumbuk fotosel, maka akan teramati suatu
penyimpangan arus yang besarnya sebanding dengan konsentrasi
larutan. Jika respon fotosel linier, maka respon arus cahaya
menghasilkan transmitan (T). yang perlu diperhatikan pada teknik ini
adalah intensitas sumber sinar yang tetap pada interval waktu dua
pengukuran.
Pada fotometer berkas ganda, terdapat dua tipe model. Kedua
fotoselnya tetap, sdangkan variasi intensitas didapat dari tahanan geser
atau diafragma iris. Salah satu dari fotosel dapat digerakkan sesuai
dengan berkas sinar yang jatuh. Pada berkas ganda ini yang kita ukur
adalah perbedaan intensitas antara dua berkas sinar yaitu antara berkas
sinar yang melalui larutan dan sinar yang melalui larutan sampel.
(Khopkar,
1992)
Macam-macam metode analisa fotometri :
1. Analisa kolometri
Apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar tampak.
2. Analisa turbidimetri
Apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar terusan.
3. Analisa nefelometri
Apabila intensitas sinar yang diukur adalah hambar koloid.
4. Analisa pluometri
Sinar yang digunakan adalah sinar UV (ultraviolet) maka
mengalami fluoresensi.
(Khopkar,
1992)

2.2 Kolorimetri
Kolorimetri adalah suatu metode analisa kimia yang
berdasarkan pada perbandingan intensitas warna larutan dengan warna
larutan standarnya. Metode ini merupakan bagian dari analisis
fotometri.
Cara mengukur jumlah zat dalam larutan sekaligus mengetahui
warnanya yaitu dengan cara melewatkan sebuah sinar melalui
pelarutnya. Pengamatan dapat kita lakukan dengan cara melihat
perubahannya atau dengan alat yang disebut fotosel. Untuk lebih jelas
lihat skema dibawah ini :


Larutan C

sensor mata (fotosel)
Sensor
Cahaya masuk dari bawah mata atau fotosel


Cahaya yang diteruskan
Larutan C

Cahaya yang masuk

Gambar 1. Skema foto sel

Dalam hal ini terjadi bila sinar baik yang polikromatis atau
monokromatis mengenai suatu zat atau media perantara, maka
intensitas sinar tersebut akan berkurang. Hal ini terjadi karena
sebagian cahaya tersebut diserap oleh media perantaranya dan
sebagian kecil dipantulkan kembali atau dihamburkan.
Maka dapat kita tulis :
I
o
= I
a
+ I
F
+ I
r

Dengan : I
o
= intensitas mula-mula
I
a
= sinar yang diserap
I
f
= sinar yang diteruskan
I
r
= sinar yang dipantulkan

(Underwood, 1988)

1. Hukum Beer
Menyelidiki hubungan antara intensitas serapan dan
konsentrasi media yang berupa larutan pada table media tetap.
Syarat-syarat penggunaan hukum beer :
a. Syarat konsentrasi = konsetrasi harus rendah, karena Beer baik
pada larutan encer
b. Syarat kimia = zat yang diukur harus stabil
c. Syarat cahaya = cahaya yang dipakai harus monokromatik
d. Syarat kejernihan = larutan yang diukur harus jernih

Hukum Beer yaitu A = abc untuk dua larutan diatas maka A
x
=
ab
x
c
x
dan A = ab
y
c
y
= A
y.
Jika larutan mempunyai kesetimbangan
optic, sehingga persamaan diatas dapat menjadi :
A
x
= A
y
ab
x
c
x
= ab
y
c
y

Asalkan nilai A tetap


Kita yang dapat menguji persamaan tersebut secara eksperimen
dengan keadaan berikut :
a. c
x
b
y
tetap, sedangkan c
y
b
y
bervariasi
b. c
x
b
x
tetap, sedangkan c
y
bervariasi
c. c
x
b
y
tetap, sedangkan b
y
bervariasi

Hal diatas dapat dilakukan dengan :
a. Metode deret standar (missal tabung Nessler)
Tabung-tabung seragam yang tidak berwarna dengan dasar
datar (disebut tabung Nessler) digunakan untuk menampung
larutan berwarna dengan jumlah volume tertentu. Pada
dasarnya, pengukur nessler bekerja berdasarkan prinsip
perbandingan warna
b. Metode pengenceran
Larutan sampel dan larutan standar dengan konsentrasi c
x
dan
c
y
ditempatkan pada tabung kaca dengan ukuran yang sama.
Larutan yang lebih pekat diencerkan sampai warnanya
mempunyai intensitas yang sama dengan yang lebih encer.
c. Metode kesetimbangan
Metode kesetimbangan adalah metode yang paling umum
digunakan pada kolorimetri visual.
(Khopkar,
1990)

2. Hukum Lambert-Beer
Adalah hubungan jumlah zat atau warna yang diserap oleh
larutan yang disebut absorbansi A dengan zat-zat c. dimana salah
satu larutan telah diketahui konsentrasinya, untuk kedua larutan
tersebut maka :
A
1
= a . b
1
c
1
dan A
2
= a . b
2
c
2
Dengan : a = tetapan jenis zat
b = tebal ukuran yang disinari
c = konsentrasi zat
Jika kedua larutan tersebut kepekatannya sama maka :
A
1
= A
2
ab
1
c
1
= ab
2
c
2
b
1
c
1
= b
2
c
2
(Khopkar,
1990)

3. Hukum Boogner Lambert
Lambert menyelidiki hubungan antara intensitas mula-mula
dan setelah melalui media. Hubungan antara tebal dari suatu media
dan serapan sinar dikenal sebagai :
Hukum Boogner Lambert
Apabila sinar monokromatis mengenai suatu media yang
transparan, maka berkurangnya intensitas sebanding dengan
bertambahnya tebal media yang dilewatinya. Maka semakin tebal
suatu media, semakin banyak pula cahaya yang hilang
(intensitasnya berkurang) karena semakin banyaknya cahaya yag
diserap oleh media.
Dapat kita katakan, bahwa :
DI = K.I.dt
Dengan : I = intensitas sinar mula-mula
K = koefisien serapan
t = tebal media yang ditembus
(Khopkar,
1990)

2.3 Metode Kolorimetri
Merupakan metode spektroskopi sinar tampak yang
berdasarkan pada panjang sinar tampak oleh suatu larutan berwarna,
hanya senyawa yang dapat ditentukan dengan metode spektroskopi,
senyawa yang tidak berwarna dapat dibuat menjadi berwarna, seperti
ion Fe
3+
dan SCN
-
menghasilkan larutan berwarna merah.
Kolorimetri dilakukan dengan membandingkan larutan standar
dengan aplikasi yang dibuat pada keadaan yang sama dengan
menggunakan tabung meester atau kolorimeter Dubosque. Dengan
kolorimetri elektronik, jumlah cahaya yang diserap berbanding lurus
dengan konsentrasi larutan. Metode ini sering digunakan dalam
menentukan konsentrasi besi dalam air minum.
(Khopkar,
1990)
2.4 Kolorimetri Visual
Pada kolorimetri, suatu duplikasi warna dilakukan dengan dua
larutan yang mengandung zat yang sama pada kolom dengan arometer
penampang yang sama serta tegak lurus dengan arah sinar. Biasanya
zat-zat yang dapat menimbulkan warna adalah ion-ion kompleks.
Warna tersebut muncul karena adanya electron-elektron yang tidak
berpasangan.
Konsentrasi berwarna dapat diperkirakan secara visual. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara membandingkan cuplikan dengan sederet
larutan yang konsentrasinya sudah diketahui terlebih dahulu yaitu
larutan standar.
(Khopkar,
1990)

2.5 Faktor yang mempengaruhi kolorimetri
Pemakaian indicator tidak mempengaruhi pH kolorimetri. Hal
ini disebabkan karena indicator pada umumnya adalah asam atau basa
yang sangat lemah. Factor yang mempengaruhi kolorimetri adalah
pemakaian indicator yang tidak cocok dengan pH larutan. Selain itu,
dengan adanya protein dan asam amino. Karena bersifat amfoter
sehingga dapat bereaksi dengan asam ataupun basa.
(Khopkar,
1990)

2.6 Spektofotometri
Adalah perpanjangan dari visual suatu studi mengenai
penyerapan energy cahaya oleh spesies kimia yang memungkinkan
kecermatan yang lebih besar dalam perincian dan pengukuran
kuantitatif. Pengukuran kuantitatif tersebut menggunakan mata
manusia dan dengan factor lain yang memungkinkan studi obeservasi
diluar daerah spectrum tampak dan sering kali eksperimen spektometri
dilakukan secara automatic.

(Underwood, 1988)



2.7 Tetapan kesetimbangan
Reaksi kimia seperti pembentukan hydrogen iodide dari
hydrogen dan iodine dalam fase gas.
H
2(g)
+ F
2 (g)
= 2HI
(g)
Pada umumnya bersifat reversible, dan ketika kecepatan dari reaksi ke
depan dan ke belakang sama, konsentrasi dari reaktan dan produk tetap
konstan seiring berjalannya waktu. Kita akan mengatakan reaksi
tersebut telah mencapai kesetimbangan. Dalam eksperimen ditemukan
bahwa reaksi selesai ketika kesetimbangan telah tercaapai dengan
berbagai variasi. Dalam beberapa kasus, konsentrasi produk jauh lebih
besar dibandingkan dengan konsentrasi reaktan dalam kasus lain yang
terjadi adalah kebalikannya. Konsentrasi kesetimbangan
mencerminkan kecenderungan intrinsic atom untuk hadir sebagai
molekul reaktan dan produk. Meskipun sejauh atau sejumlah reaksi
yang memenuhi kondisi kesetimbangan tersebut bisa menjadi begitu
besar, hanya ada satu cara atau dengan rumus umum dengan yang
pada suhu tertentu suatu reaksi pada saat kesetimbangan. Untuk reaksi
umum dala larutan berair :
A
(aq)
+ B
(aq)
= C
(aq)
+ D
(aq)

Rumus adalah :
[][]
[][]


Dan disebut ketetapan kesetimbangan. Tanda kurung
menandakan konsentrasi dalam mol per liter (molaritas) pada saat
kesetimbangan. Konsentrasi yang bisa digunakan adalah molaritas
atau tekanan parsial.
Untuk reaksi umum :
aA
(aq)
+ bB
(aq)
cC
(aq)
+ dD
(aq)
Rumus adalah :
[]

[]

[]

[]



(Underwood, 2002)



2.8 Pengenceran
Pengenceran adalah peristiwa bercampurnya larutan pekat
dengan pelarut tambahan sehingga menghasilkan larutan yang lebih
encer atau kurang pekat. Dari prosespelarutan jumlah zat yang tersebut
tetap konsentrasinya berubah karena banyaknya jumlah mol zat
terlarut selama pengenceran, maka berlaku :
V
1
N
1
= V
2
N
2
Keterangan : V
1
=

volume larutan standar
N
1
= normalitas asli
V
2
= volume larutan sesudah
N
2
= normalitas yang akan diubah
(Brady,
1999)

2.9 Senyawa Kompleks
Dalam artian luas, senyawa kompleks adalah senyawa yang
terbentuk karena penggabungan dua atau lebih sederhana yang
masing-masingnya dapat dapat berdiri sendiri. Istilah senyawa
koordinasi membrikan pengertian bahwa dua zat yang lebih sederhana
misalnya COCl
3
dan NH
3
bergabung atau berkoordinasi menjadi
senyawa satu yang lebih kompleks.
Penulisan dari senyawa ini adalah :
[Co (NH
3
)
6
]Cl
3
[Co(NH
3
)
5
Cl]Cl
2
[Co(NH
3
)
4
Cl
2
]Cl
a b c
Dimana gugus yang terikat pada ion logam pusat disebut ligan
dan gabungan ion pusat dengan ligan yang terikat adalah suatu ion
kompleks. Ion logam dalam kompleks disebut atom pusat, dan gugus
yang tergantung pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan yang
terbentuk oleh atom pusat disebut angka koordinasi.
Beberapa kompleks hanya mengalami reaksi substitusi dengan
begitu lambat dan disebut non labil atau inert. Hampir semua
kompleks yang terbentuk adalah kobalt dan kromun pada tingkat
oksidasi +3 adalah inert, sedangkan kebanyakan dari kompleks lain
pada logam transisi lainnya adalah labil.
(Brady,
1999)
2.10 Analisa Bahan
1. KSCN
- Berbentuk kristal
- Mempunyai titik lebur sampai 173
o
C
- Dalam keadaan suhu 30
o
C dengan nomor polimernya 50
- Digunakan sebagai racun tikus, lembaran garamnya bercorak
bergilir dari warna coklat, hijau, biru kembali putih sewaktu
kondisi pendinginan
- Menyebabkan iritasi pada kulit
(Budaveri,
1989)

2. Fe(NO
3
)
3

- Berbentuk Kristal berwarna ungu tua sampai putih keabu-
abuan
- Dapat dipakai sebagai reagen dalam analisa kimia
- Memiliki titik didih 47
o
C
(Budaveri,
1989)

3. Aquades
Dari istilah aquadestilata yang berarti air suling, air yang diperoleh
pada pengembunan uap air akibat penguapan air atau pendidihan
air.
(Mulyono, 2005)
Sifat fisik :
- titik beku 0
o
C, titik leleh 100
o
C
- terdapat dalam wujud gas, padat, dan cair
- tidak berwarna, berasa, dan berbau
Sifat kimia :
- merupakan persenyawaan hydrogen dan oksigen
- merupakan zat pelarut yang baik
- terdapat dalam keadaan tidak urni di alam
(Basri,
1996)


4. Na
2
HPO
4

- Berupa bubuk higroskopis dalam udara terbuka
- Kelarutan lebih besar dari air panas
- Mampu menyerap 2-7 mol H
2
O dengan kelembaman dan suhu
tertentu
- Di udara berbentuk kristaldan stabil
- Larutan bersidat alkali dengan pH kurang lebih 9,8
(Budaveri,
1989)
III. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Gelas beker
b. Tabung reaksi
c. Pipet gondok
d. Gelas ukur
e. Kolorometri duboscq
f. Pipet tetes
3.1.2 Bahan
a. KSCN
b. Fe (NO
3
)
3

c. Aquades
d. Na
2
HPO
4

3.2 Gambar alat









3.3 Skema kerja
3.3.1 Reaksi-reaksi Pendahuluan
10 ml KSCN 0,002 M
Gelas beker
- Penambahan 2 ml Fe (NO
3
)
3
0,2 M
- Pembagian dalam 4 tabung reaksi

Tabung I Tabung II Tabung III Tabung IV
- Pembandingan - Penambahan - Penambahan -
Penambahan
KSCN Pekat Fe (NO
3
)
3
0,2 M
Na
2
HPO
4

Hasil Hasil Hasil Hasil

3.3.2 Penentuan ketetapan kesetimbangan reaksi pembentukan
FeSCN
2+

40 ml KSCN 0,002 M
Gelas beker
- Penambahan 5 ml Fe (NO
3
)
3

- Pembandingan dengan tabung II
- Penghitungan konsentrasi Fe SCN
2+
dengan
kolorimetri du boscq
- Penyesuaian tinggi tabung sampai warnanya
sama dengan tabung II
- Penentuan tinggi larutan
Hasil

4,0 ml KSCN 0,002 M 4,0 ml KSCN 0,002 M
Tabung Reaksi II Tabung Reaksi III
-
Pengenceran

10 ml Fe (NO
3
)
3
0,2 M - Penambahan 5 ml Fe
(NO
3
)
3
sampai 25 ml - Pembandingan dengan
Tabung II

-
Penambahan 5 ml Fe (NO
3
)
3 -
Penghitungan konsntrasi
Fe SCN
2+


-
Pembandingan dengan Tabung I dengan kolalimetr
dubesca

-
Penghitungan konsentrasi Fe SCN
2+
- Penentuan tinggi larutan

dengan kolarimeter dubesca

-
Penentuan tinggi larutan

Hasil Hasil

4,0 ml KSCN 0,002 M 4,0 ml KSCN 0,002 M
Tabung Reaksi IV Tabung Reaksi V
- Penambahan 5 ml Fe (NO
3
)
3
- Penambahan 5 ml Fe
(NO
3
)
3

- Pembandingan warna dengan tabung III - Pembandingan dengan
Tabung IV
- Penghitungan konsentrasi Fe SCN
2+
-Penghitungan
konsentrasi Fe SCN
2+

dengan kolerimeter duboscq dengan kolerimeter
duboscq
- Perhitungan tinggi larutan - Penentuan tinggi larutan
Hasil Hasil

IV. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Data Pengamatan
No Perlakuan Hasil
1 Reaksi-reaksi pndahuluan
a. Tabung reaksi I
- Penambahan 10 ml KSCN 0,002 M
- Penambahan Fe (NO
3
)
3
0,2 M
KSCN 0,002M + Fe (NO
3
)
3
0,2 M
b. Tabung reaksi II
- KSCN 0,002 M + Fe (NO
3
)
3
0,2 M +
1 tetes KSCN pekat
c. Tabung reaksi III
- KSCN 0,002 M + Fe (NO
3
)
3
0,2 M +
1 tetes Fe (NO
3
)
3
0,2 M
d. Tabung reaksi IV
- KSCN 0,002 M + Fe (NO
3
)
3
0,2 M +
1 tetes Na
2
HPO
4


2 Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi
pembentukan Fe SCN
2+
a. Tabung reaksi I
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe
(NO
3
)
3
0,2 M
b. Tabung reaksi II
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe
(NO
3
)
3
0,2 M hasil pengenceran I
c. Tabung reaksi III
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe (NO
3
)
3

0,2 M hasil pengenceran 2

d. Tabung raksi IV
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe
(NO
3
)
3
0,2 M hasil pngenceran 3
e. Tabung reaksi V
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe
(NO
3
)
3
0,2 M hasil pengenceran 4




4.2 Perhitungan
4.2.1 Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan Fe SCN
2+

1) Menghitung konsentrasi Fe
3+
dan SCN


Diket : KSCN V = 4 ml M= 0,002
Fe (NO
3
)
3
V = 5 ml M= 0,2
M mol Fe (NO
3
)
3
= M . V
= 0,2 M . 5 ml
= 1 m mol
Fe (NO
3
)
3
Fe
3+
+ 3NO
3
-
[ Fe
3+
] =


=




= 0,2 M
M mol KSCN = M . V
= 0,002 M . 4 ml
= 8.10
-3
m mol
KSCN K
+
+ SCN

[SCN] =



= 2.10
-3
M
2) Menentukan Konsentrasi Fe SCN
2+
pada tab 25
Diket : b1 = 5 ml
b2 = 4 ml
b3 = 7 ml
b4 = 1 mm
b5 = 11,5 mm
Ditanya = C2, C3, C4, C5
V tot = V KSCN + V Fe (NO
3
)
3

= 4 ml + 5 ml = 9 ml
3 KSCN + Fe NO
3
)
3
3KNO
3
+ FeSCN
2+
+
2SCN


M 8.10
-3
mol 1 mmol
B 8.10
-3
2,67.10
-3
mmol 8 10
-3
mmol 3,67.10
-3
mmol
5,34.10
-3
mmol
S - 0,99 mmol 8.10
-3

mmol
2,67.10
-3
mmol
5,34.10
-3
mmol

[




3) Menentukan konsentrasi Fe
3+
dan SCN
-
pada keadaan
setimbang

]



[

]
[

]
[

]
[

]
[

]
[

]
[

]
[



4) Menghitung konsentrasi dari hasil kali (tabung II tabung
V)
Tabung I :
a. [

][

][


b.
[

][

]
[

]

(


c.
[

]
[

][

]

(



Tabung II :
a. [

][

][


b.
[

][

]
[

]

(


c.
[

]
[

][

]

(



Tabung III :
a. [

][

][


b.
[

][

]
[

]

(


c.
[

]
[

][

]

(


Tabung IV :
a. [

][

][


b.
[

][

]
[

]

(


c.
[

]
[

][

]

(



Tabung V :
a. [

][

][


b.
[

][

]
[

]

(

)(


c.
[

]
[

][

]

(




V.
PEMBAHASAN

5.1 Reaksi-reaksi Pendahuluan
Pada percobaan ini, reaksi pendahuluan dilakukan dengan
mereaksikan KSCN 0,002 M dan Fe(NO
3
)
3
0,2 M yang hasilnya akan
dibagi kedalam empat tabung reaksi. Reaksi yang terjadi adalah :
Fe(NO
3
)
3
+ 3 KSCN = FeSCN
2+
+ 3 KNO
3
+ 2 SCN
-

Pada tabung reaksi I digunakan sebagai pembanding, yaitu
larutan yang digunakan sebagai acuan pembanding dengan larutan
pada tabung II, III, dan IV. Larutan pembanding hanya berisi
campuran antara Fe (NO
3
)
3
dan KSCN saja. Hasil campuran tersebut
menghasilkan larutan yang berwarna kuning bening.
Pada tabung reaksi II berisi Fe(NO
3
)
3
+ KSCN (larutan
pembanding) yang ditambah dengan KSCN pekat. Hasil dari
pencampuran tersebut menghasilkan larutan yang berwarna hitam
gelap, hal ini disebabkan karena pembentukan kompleks kation
FeSCN
2+
. perubahan warna terebut sesuai dengan asas le
cathelier.
Setelah dibandingkan dengan larutan pembanding, hasilnya
dapat diketahui bahwa konsentrasi larutan pada tabung II lebih pekat
daripada larutan pembanding.
Pada tabung reaksi III berisi larutan pembanding yang ditambah
dengan Fe(NO
3
)
3
berlebih. Hasilnya larutan tersebut menjadi lebih
pekat daripada larutan pembanding, warnanya lebih kuning dar larutan
pembanding. Hal ini juga sesuai dengan asas le cathelier.
Pada tabung reaksi IV berisi larutan pembanding yang
ditambah dengan Na
2
HPO
4
. Dari pencampuran tersebut dihasilkan
larutan yang berwarna putih keruh dan timbul endapan. Na
2
HPO
4
dalam percobaan ini berfungsi sebagai reaktan untuk mengurangi
pembentukan kompleks kation FeSCN
2+
, sehingga warna larutan
berubah dari kuning jernih menjadi putih keruh dan timbul endapan.
Hal tersebut merupakan salah satu gejala bahwa kompleks kation tidak
terbentuk.

5.2 Penentuan Tetapan Kesetimbangan Reaksi Pembentukan FeSCN
2+

Dalam percobaan ini, kita melibatkan alat, yaitu
KOLORIMETER DUBOSCQ yang bertujuan untuk menentukan
konsentrasi suatu larutan dengan cara membandingkan konsentrasi
suatu larutan berdasarkan kepekatan warnanya dengan larutan
standarnya untuk mendapatkan ketebalan larutan dan sebagai
pengamatnya adalah mata. Untuk mengukur ketebalan larutannya,
yaitu dengan cara menaik-turunkan skala hingga diperoleh warna yang
sama pada kedua larutan yang diperbandingkan. Dari ketebalan yang
diperoleh, kita dapatkan skala yang berfungsi dalam mencari
konsentrasi FeSCN2+.

Pada percobaan ini, direaksikan 4 ml KSCN 0,002M dengan 5
ml Fe(NO3)3 yang berbeda-beda konsentrasinya pada tiap tabung.

Tabung I : 4 ml larutan KSCN 0,002 M + 5 ml larutan Fe(NO3)3
0,2 M
(menghasilkan larutan berwarna oranye)
Tabung II : 4 ml larutan KSCN 0,002 M + 5 ml larutan hasil
pengenceran 10 ml larutan Fe(NO3)3
hingga volumenya menjadi 25 ml
(menghasilkan larutan yang berwarna oranye yang
lebih muda)
Tabung III : 4 ml larutan KSCN 0,002M + 5 ml larutan hasil
pengenceran dari 10 ml hasil pengenceran larutan
Fe(NO3)3 pada tabung II hingga volumenya
menjadi 25 ml
(menghasilkan larutan yang berwarna kuning)
Tabung IV : 4 ml larutan KSCN 0,002M + 5 ml larutan hasil
pengenceran dari 10 ml hasil pengenceran larutan
Fe(NO3)3 pada tabung III hingga volumenya
menjadi 25 ml
(menghasilkan larutan yang berwarna kuning muda)
Tabung V : 4 ml larutan KSCN 0,002M + 5 ml larutan hasil
pengenceran dari 10 ml hasil pengenceran larutan
Fe(NO3)3 pada tabung IV hingga volumenya
menjadi 25 ml
(menghasilkan larutan berwarna kunig lebih muda dari
tabung IV

Warna yang terbentuk pada hasil reaksi tersebut disebabkan
oleh karena terbentuknya senyawa koordinasi , yaitu pada senyawa
FeSCN2+. Senyawa koordinasi adalah senyawa kovalen antara atom
pusat yang berupa ion logam pusat dengan ion negatif atau ligan.
Berikut reaksinya :
3 KSCN + Fe(NO3)3 FeSCN2+ +2 SCN- + 3 KNO3
reaksi ion : Fe3+ + SCN- FeSCN2+

Dari reaksi pada keempat tabung tersebut, tampak warna
larutan produk semakin pudar. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
pengaruh pengenceran pada kesetimbangan kimia. Pengenceran yang
dilakukan dalam percobaan ini telah memperkecil konsentrasi larutan
Fe(NO3)3 sehingga warna yang dihasilkan semakin memudar seiring
berkurangnya konsentrasi.
Kolorimetri dilakukan dengan menggunakan alat
KOLORIMETER DUBOSCQ. Tabung pertama dijadikan sebagai
larutan pembanding dan ditetapkan pada skala 5 mm. Setelah itu,
tabung kedua diletakan di tempat larutan yang akan dibandingkan
pada kolorimeter tersebut. Pengamatan dilakukan dengan
menaik-turunkan skala kolorimeter tabung kedua hingga dilihat
warna yang sama pada kedua larutan yang diperbandingkan. Hal
yang sama juga dilakukan pada tabung III, IV dan, V. Setelah
semua tabung dibandingkan dengan tabung I, diperoleh data sebagai
berikut :

Tabung II :

Tabung III :

Tabung IV :

Tabung V :

Dari data yang diperoleh, tampak adanya kesalahan dalam
percobaan ini. Ketebalan skala yang didapat tidak konstan. Dengan
kata lain, tidak ada kesinambungan antara semakin rendahnya
konsentrasi dengan skala kolorimeternya. Seharusnya, semakin rendah
konsentrasi, maka semakin tebal larutan yang terukur pada
kolorimeter. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kesalahan
dalam percobaan ini, antara lain :
1) Proses pengenceran yang tidak tepat
2) Pengamatan yang tidak cermat dalam melakukan pengukuran skala
kolorimetri
3) Kotornya dinding wadah sebelah luar yang digunakan dalam
pengamatan kolorimetri

VI. KESIMPULAN
VII. DAFTAR PUSTAKA


KOLORIMETRI

I. TUJUAN
Mempelajari beberapa metoda kolorimeter.
Menerapkan metoda Sistem Silender Hehner dan Bajerum Komparator dalam
penentuan kadar ion Cu
2+.

Menentukan konsentrasi Cu
2+
dalam larutan / cuplikan tugas.

II. TEORI
Kolorimetri merupakan suatu metoda analisa kimia yang didasarkan pada
tercapainya kesamaan besaran warna antara larutan sampel dengan larutan standar
dengan menggunakan sumber cahaya polikromatis dan detektor mata. Metoda ini
didasarkan pada penyerapan cahaya tampak dan energi radiasi lainnya oleh suatu
larutan.
Metoda ini dapat diterapkan untuk penentuan komponen zat warna ataupun
komponen yang belum bewarna, namun dengan menggunakan reagen pewarna yang
sesuai dapat menghasilkan senyawa bewarna yang merupakan fungsi dari kandungan
komponennya. Jika telah tercapai kesamaan warna berarti jumlah molekul zat
penyerap yang dilewati sinar pada kedua sisi tersebut telah sama dan ini dijadikan
dasar perhitungan. Contohnya adalah larutan nitrit dibuat berwarna dengan pereaksi
sulfanilamida dan N-(1-naftil)-etilendiamin. Jumlah radiasi yang diserap berbanding
lurus dengan konsentrasi zat penyerap dalam larutan.
Absorbsi sinar UV atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya
menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang gelombang absorbsi
maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada pada molekul yang
sedang diselidiki. Oleh karena itu spektroskopi serapan molekul berharga untuk
mengindentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul. Akan
tetapi yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan ultra violet dan
sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa-senyawa yang mengandung gugus-
gugus pengabsorbsi.

Kolorimetri terbagi atas 2 metoda, yaitu :
a) Kolorimetri visual
Menggunakan mata sebagai detektor.
b) Fotometri
Menggunakan fotosel sebagai detektornya.
Metoda kolorimetri visual merupakan metoda yang konvensional dan sudah jarang
digunakan karena tidak akurat. Hal ini disebabkan karena mata hanya sebagai
detektor untuk melihat kesamaan warna, bukan sebagai alat ukur intensitas absorbsi.
Metoda analisa kolorimetri visual ada 4 macam yaitu :
1) Metoda standar seri (metoda nesler) : pada metoda ini dibuat sederetan larutan
standar dalam tabung yang berukuran sama dengan jenis yang sama pula.
2) Metoda keseimbangan
Pada metoda ini dilakukan dengan cara membandingkan larutan sampel dengan
larutan standar yang didasarkan pada ketebalan larutan standar yang divariasikan.
Metoda ini dibagi tiga, yaitu :
- sistem slinder hechner
- bajerum comperator
- dubosq colorimetri
3) Metoda pengenceran : menggunakan satu zat standar dan sejumlah buret yang
berisi blanko. Kosentrasi standar diencerkan dengan blanko sampai terjadi
kesamaan warna.
4) Metoda standar sintesis : zat yang diselidiki diperoleh dengan cara penambahan
sejumlah komponen standar terhadap suatu larutan blanko sampai terjadi
kesamaan warna.
Syarat-syrat menentukan kosentrasi dengan metoda kolorimetri visual adalah
sebagai berikut :
A. Tinggi larutan konstan (Constant Depht Methods)
terbagi menjadi dua metoda :


1. Tabung Nessler
Pada metoda ini digunakan beberapa tabung reaksi berbentuk silinder.
Masing-masing tabung diisi dengan larutan standar dengan konsentrasi
terukur dan bervariasi dengan tinggi larutan yang sama. Tabung ini disusun
pada rak tabung bercat hitam yang tidak mengkilat, agar tidak memantulkan
sinar yang datang pada tabung. Kemudian larutan sampel dengan tinggi yang
sama diletakkan di sela tabung-tabung tersebut dan bandingkan warna
larutan standar dan sampel dengan melihat dari atas tabung (vertikal). Jika
ada warna larutan standar yang sama dengan sampel, berarti konsentrasi
sampel sama dengan larutan standar tersebut. Atau jika warnanya berada
diantara 2 warna larutan standar yang berdekatan, berarti konsentrasi sampel
berada dalam range dari konsentrasi kedua larutan tersebut.
2. Bajerum Comparator
Pada alat ini, untuk mencapai kesamaan warna antara larutan sampel
dengan larutan standar dilakukan dengan cara menggeser larutan sampel
disepanjang skala yang berada di atas bajerum. Bajerum comparator ini
merupakan suatu kotak transparan persegi panjang yang dibagi dua menurut
diagonal bidangnya. Bagian depan dimana skala tertera, diisi dengan larutan
standard an bagian lainnya diisi dengan blanko. Pengamatan dialakukan dari
bagian depan (horizontal).

B. Tinggi larutan berbeda (Variable Depth Methods)
terbagi menjadi dua metoda :
1. Tabung Herner
Tabung Herner berupa sepasang silinder dengan keran untuk
mengeluarkan larutan dari dalam silinder yang warna larutannya lebih
pekat sehingga tingginya berubah, agar didapatkan warna yang sama pada
kedua silinder.
2. Kolorimeter Dubosq
Pada alat ini kesamaan warna didapatkan dengan cara mengatur tinggi
rendahnya pemberat (plunger), agar tinggi larutan dalam bejana berubah
sehingga didapatkan intensitas warna yang sama pada spiltfield.

Syarat metoda kolorimetri adalah larutan harus bewarna. Jika larutan tidak
bewarna maka dilakukan dahulu pengomplekan dengan penambahan reagen pewarna.
Sedangkan syarat pewarnaan ini antara lain :
- warna yang terbentuk harus stabil
- reaksi pewarnaan harus selektif
- larutan harus transparan
- kesensitifannya tinggi
- ketepatan ulang tinggi
- warna yang terbentuk harus merupakan fungsi dari konsentrasi.















III. PROSEDUR KERJA
3.1 Alat dan bahan
Sepasang labu ukur 100 mL yang identik
Pipa kaca berbentuk U
Slang karet dan penjepitnya
Satu set alat Bajerum Komperator
Larutan standar Cu
2+
1000 ppm
NH
4
OH 1:1
Aquadest

3.2 Cara kerja
A. Pembuatan larutan standar
1. Buat larutan standar Cu
2+
100 ppm dengan memipet 25 mL larutan standar induk
1000 ppm ke dalam labu 250 mL, lalu tambahkan 25 mL NH
4
OH 1:1 dan
encerkan sampai tanda batas dengan aquades. Siapkan untuk 2 buah.
2. Untuk silinder hehner, dengan bantuan slang dan pipa U isap larutan ini ke dalam
gelas ukur I sehingga membentuk sistem bejana berhubungan.
3. Larutan tugas diisikan sebanyak 50 mL ke dalam gelas ukur II/silinder sampel,
lalu pasangkan bergandengan dengan silinder berisikan standar yang telah
membentuk sistem bejana berhubungan terhadap labu ukur standar dengan latar
belakang warna putih.
4. Lakukan pengamatan secara vertikal terhadap kedua larutan. Untuk mendapatkan
kesamaan warna dilakukan dengan mengatur tinggi rendahnya larutan standar.
5. Untuk ketepatan pengamatan, alaslah gelas ukur tersebut dengan kertas putih dan
tempatkan kedua gelas ukur berdekatan.
6. Jika telah tercapai kesamaan warna, maka ukurlah ketinggian larutan standar.
Konsentrasi sampel didapatkan dengan persamaan :
skala larutan standar
skala larutan sampel



B. Untuk Bajerum Comparator
x C standar Cx =
1. Masukkan larutan standar ke dalam sisi Bajerum bagian depan, pada sisi
belakangnya diisikan larutan balnko pada ketinggian yang sama.
2. Masukkan larutan sampel ke dalam wadahnya dengan isi lebih kurang 2/3
bagian.
3. Tempatkan wadah sampel pada bagian atas alat bajerum comperator.
4. Lakukan pengamatan secara horizontal lalu geser kedudukan larutan sampel
sedemikian rupa sampai didapatkan tepat kesamaan pengamatan warna pada
kedua sisi atas / bawah dengan latar belakang warna putih.
5. Setelah didapatkan kesamaan warna, bacalah posisi skalanya dan konsentrasi
tugas dapat dinyatakan sebagai berikut :
skala yang

terbaca
skala larutan sampel

















x C standar
Cx =




3.3 Skema alat
1. Silinder hehner




2. Bajerum komperator






DAFTAR PUSTAKA

Kennedy.John. 1986. Analytical Chemistry Principle. Harcount Grace. New York :
Javanovich Publisher
Underwood, A.L. dan R.A. Day. 1999. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi ke-5. Jakarta
: Erlangga
Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi ke-4. Jakarta : EGC



IV. PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan
Pembuatan larutan standar 100 ppm dari larutan induk 1000 ppm dalam labu
250 mL
V
1
. M
1
=

V
2
. M
2

V
1
. 1000 ppm = 250 mL . 100 ppm
V
1
= 25 mL

Penentuan konsentrasi larutan sampel
Silinder Hehner
C
x
=


=



= 21 ppm

Bajerum Comperator
C
x
=

x 100 ppm = 68,5 ppm



Persentase kesalahan
% kesalahan =


=



= 14,16 %








4.2 Pembahasan
Pada praktikum mengenai kolorimeter ini, digunakan kolorimeter visual
metoda yang digunakan adalah sistem silinder Hehner dan bajerum comperator. Pada
sistem silinder Hehner, alat yang digunakan yaitu 2 buah gelas ukur yang persis
sama. Gelas ukur 1 digunakan sebagai tempat larutan sampel, sedangkan gelas ukur
lainnya berisi larutan standar. Gelas ukur yang berisi larutan standar ini dihubungkan
dengan pipa U dan selang sehingga membentuk sistem bejana berhubungan.
Kesamaan warna diperoleh dengan memvariasikan tinggi larutan standar dengan
mengurangi warna larutan yang paling pekat diantara keduanya larutan standar atau
larutan sampel. Detektor yang digunakan adalah mata, dengan melihat secara vertikal.
Pada bajerum comperator, sisi diagonal depannya diisi dengan larutan
standar dan pada diagonal belakangnya diisi dengan larutan blanko dengan ketinggian
yang sama. Sampel diisikan dalam wadah dan diletakkan diatas bajerum. Kesamaan
warna diamati dengan membandingkan warna larutan sampel dengan larutan standar
pada bajerum comperator. Warna yang sama merupakan fungsi dari konsentrasi.
Dilihat secara horizontal dengan menggunakan detektor mata.
Larutan sampel dibuat dengan mengencerkan larutan Cu
2+
1000 ppm
menjadi 100 ppm. Pada pembuatan larutan standar Cu
2+
ini juga ditambahkan
NH
4
OH 1:1 sebagai pengomplek dan terbentuklah komplek tetra amino kuprat (II).
Selain itu penambahan NH
4
OH ini juga bertujuan untuk reagen pewarba yaitu
mempertajam warna Cu sehingga warna yang akan diamati menjadi lebih jelas.
Logam Cu bereaksi dengan amonia membentuk senyawa komplek, yaitu :



Faktor-faktor yang mempengaruhi warna pada metoda kalorimetri adalah:
Untuk mendapatkan warna spesifik dibutuhkan kondisi tertentu.
Kepekaan detektor mata masing-masing orang berbeda.
Volume reagen pewarna sebanding dengan volume larutan Cu
2+
yaitu sama-sama
25 mL.
Dari percobaan di dapatkan konsentrasi sampel dengan metoda Silinder
Hehner adalah 21 ppm dan konsentrasi sampel dengan metoda Bajerum Komperator
adalah 68,5 ppm. Dengan persentase kesalahan adalah 14,16 %.






















V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Kolorimetri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada tercapainya
kesamaan warna antara larutan sampel dengan larutan standar menggunakan
sinar polikromatis dengan detektor mata.
2) Larutan standar yang digunakan pada percobaan ini adalah Cu
++
dan sebagai
pengompleknya digunakan NH
4
OH sehingga terbentuk komplek tetra amino
kuprat (II).
3) Konsentrasi sampel dengan metoda Silinder Hehner adalah 21 ppm dan
konsentrasi sampel dengan metoda Bajerum Komperator adalah 68,5 ppm.
4) Persentase kesalahan adalah 14,16 %.

5.2 Saran
Teliti dalam pengenceran larutan standar Cu.
Teliti dalam mengamati kesamaan warna antara larutan sampel dengan larutan
standar.
Pahami prinsip percobaan dengan baik.


PERCOBAAN 5
ANALISIS KUANTITATIF BERDASARKAN WARNA LARUTAN :
KOLORIMETRI

I. TUJUAN
1.1 Mampu membandingkan konsentrasi larutan berdasarkan kepekatan
warnanya.
1.2 Mampu menentukan konsentrasi larutan FeSCN
2+
.
1.3 Mampu menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN
2+
.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ilmu Kimia
Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari komposisi, struktur,
perubahan, dan energi yang terlibat dalam perubahan tersebut. Bila suatu
zat atau beberapa dibiarkan atau dicampurkan maka dapat terjadi
perubahan yang disebut dengan reaksi kimia. Persoalan yang timbul adalah
bagaimana menentukan jumlah zat yang mengalami perubahan tersebut.
Jumlah zat dapat langsung ditimbang bila zat awal adalah padat atau cair
dan zat hasil perubahan adalah gas. Jumlah zat juga dapat ditentukan
melalui tekanan dan warna. Untuk menentukan jumlah zat melalui tekanan
adalah dengan persamaan :
PV = nRT
Dengan :
P = tekanan
V = volume
N = mol zat terlarut
R = tetapan gas ideal
T = temperatur
Cara lain untuk menentukan jumlah zat adalah dengan metode
kolorimetri. Kolorimetri atau pengukuran jumlah zat dari warnanya adalah
salah satu metode analisa kimia yang didapatkan pada perbandingan
intensitas warna suatu larutan dengan warna larutan standar. Metode
analisa ini merupakan bagian dari analisa kimia fotometri.
(Damin, 1997)

2.2 Kolorimetri
Kolorimetri adalah suatu metode analisa kimia yang didasarkan pada
perbandingan intensitas warna suatu larutan dengan warna larutan standar.
Metode analisa ini adalah bagian dari analisa fotometri. Pengukuran zat
dan warnanya yaitu dengan melewatkan sinar melalui pelarutnya.
Pengamatan dilakukan dengan memakai mata kita yang disebut fotosel.
Cahaya masuk dari sebelah kiri.


larutanC

sensor mata
Cahaya masuk dari bawah
Mata ( fotosel )
Cahaya yang diteruskan

Cahaya masuk
Jika sinar, baik monokromatis maupun polikromatis, mengenai suatu
media, maka intensitasnya akan berkurang. Berkurangnya intensitas sinar
terjadi karena adanya serapan media tersebut dan sebagian kecil
dipantulkan atau dihamburkan.
I
0
= I
a
+ I
f
+ I
r

Larutan C
Keterangan :
I
0
= intensitas mula-mula
I
a
= sinar yang diserap

I
f
= sinar yang diteruskan
I
r
= sinar yang dipantulkan
(Underwood, 1998)
Analisis fotometrik dibagi menjadi empat metode :
a. Analisa kolorimetri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar
tampak.
b. Analisa turbudimetri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar
terusan.
c. Analisa nefelometri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar
hambur koloid.
d. Analisa fluometri, apabila intensitas sinar yang digunakan adalah sinar
UV, maka mengalami fluorensi.
(Damin, 1997)

2.3 Hukum Bougrer Lambert
Apabila sinar monokromatis melalui media yang transparan, maka
berkurangnya intensitas sebanding dengan bertambahnya tebal media yang
dilewati.
DI = K.I.d
i

Dengan :
I = Intensitas sinar mula-mula
K = koefisien senapan
T = tebal media yang ditembus
(Khopkar, 1990)
2.4 Hukum Beer
Menyelidiki suau hubungan antara intensitas serapan dan konsentrasi
media berupa larutan pada tebak media tetap degan persamaan :
Log (
Po
/
P
)= bc = A
Keterangan :
A = absorbansi
B = tebal media
c = konsentrasi materi
= absorbansi edar
Syarat syarat untuk penggunaan hukum Beer adalah :
a) Syarat konsentrasi
Konsentrasi harus rendah karena hukum Beer baik pada larutan
yang encer.
b) Syarat kimia
Zat yang diukur harus stabil.
c) Syarat cahaya
Cahaya yang digunakan harus yang monokromatik.
d) Syarat kejernihan
Larutan yang akan diukur harus jernih.
(Khopkar, 1990)
2.5 Hukum Lambert Beer
Hubungan antara jumlah zat / cahaya yang diserap olah larutan disebut
absorban () dengan jumlah zat zat c dapat dinyatakan dengan :
A = abc
Keterangan :
a = tetapan semua jenis zat
b = tebal atau tinggi larutan yang dilalui sinar
Dua jenis larutan dari zat yang sama dengan absorbannya akan tampak
secara visual dengan kepekatan warna yang sama, dirumuskan :
A
1
= a
1
b
1
c
1
A
2
= a
2
b
2
c
2

Bila kepekatan sama, A
1
= A
2
maka :
C
2
=


(Brady, 1984)
2.6 Senyawa Kompleks
Keistimewaan yang khas dari atom-atom logam transisi grup d adalah
kemampuannya untuk membentuk senyawa kompleks. Pembentukan ini
dengan berbagai molekul netral, fosfin tersubtitusi, aisin dan stibin, karbon
monoksida, isosianida, nitrat oksida dan berbagai jenis molekul dengan
orbital yang terdelokalisasi, seperti piridin, 2.2 hipiridin dan 1,10
fenantrolin. Dalam banyak kompleks ini, atom logam berada dalam
oksidasi formal yang positif rendah, nol atau bahkan negatif. Ini adalah
kekhasan ligan-ligan yang dapat menstabilkan keadaan oksidasi yang
rendah.
(Cotton, 1989)
2.7 Metode Kolorimetri
Metode kolorimetri merupakan metode spektroskopi sinar tampak,
berdasarkan panjang sinar tampak oleh suatu larutan berwarna, hanya
senyawa berwarna yang dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa tak
berwarna dapat dibuat berwarna dengan pereaksi yang menghasilkan
senyawa berwarnya, misalnya ion Fe
3+
dan SCN
-
menghasilkan larutan
berwarna merah. Lazimnya, kolorimetri dilakukan dengan membandingkan
larutan standar dengan cuplikan yang dibuat pada keadaan yang sama
dengan menggunakan tabung Messler atau kolorimetri Dubuscog. Dengan
kolorimetri elektronik, jumlah cahaya yang diserap berbanding lurus
dengan konsentrasi larutan. Metode ini sering digunakan untuk
menentukan konsentrasi besi di dalam air minum.
(Damin, 1997)
2.8 Metode Kolorimetri
2.8.1 Metode Deret Standar (Tabung Messier)
Digunakan untuk penampung larutan berwarna dengan jumlah volume
tertentu. Kemudian dibandingkan dengan larutan standar yang dibuat dari
komponen yang sama dengan yang dianalisis tetapi konsentrasinya telah
diketahui. Pengukuran Messier bekerja berdasarkan prinsip perbandingan
warna.
2.8.2 Metode Pengenceran (Metode Silinder Hehner)
Larutan sampel dan larutan standar dengan konsentrasi C
x
dan C
y

ditempelkan pada tabung kaca dengan ukuran yang sama. Larutan yang
lebih pekat diencerkan sampai warnanya memiliki intensitas yang sama
dengan yang lebih encer. Untuk memperoleh kesamaan intensitas tinggi
larutan akan dihitung b
y
(b
2
) dapat divariasikan sedemikian rupa sehingga :
C
x
. b
x
= C
y
. b
y
atau Cy =


2.8.3 Metode Kesetimbangan (Kolorimetri Duboscq)
Pada metode ini, C
x
b
y
dijaga agar tetap dan konsentrasi larutan yang
diukur adalah C
y
, panjang jalan yang ditempuh sinar divariasikan hingga
intensitas warna pada kedua tabung sama.
(Sumardjo, 1997)
2.9 Kolorimetri Visual
Pada kolorimetri, suatu duplikasi warna dilakukan dengan larutan
yang mengandung sejumlah zat yang sama pada kolom dengan acameter
penampang yang sama serta tegak lurus dengan arah sinar. Biasanya zat-zat
yang bisa menimbulkan warna ialah ion-ion kompleks, dimana warna
tersebut timbul karena adanya elektron-elektron yang tidak berpasangan.
Konsentrasi larutan berwarna dapat diperkirakan secara visual dengan
membandingkan cuplikan dengan sederet larutan yang diketahui
konsentrasinya yang disebut larutan standar. Cara menentukan
konsentrasinya antara lain dengan menggunakan kolorimetri visual
dubuscq dengan mengukur kepekatan melaui mata. Pada alat ini ditemui
dua tabung yang dapat dinaikkan dan diturunkan. Jumlah zat pada suatu
sampel dapat ditentukan dengan Hukum Leimber Beer, dimana salah
satu larutan telah diketahui konsentrasinya untuk kedua larutan tersebut,
maka :
A
1
= a.b
1
.c
1

A
2
= a.b
2
.c
2

Keterangan :
a = tetapan jenis zat
b = tebal larutan yang disinar
c = konsentrasi zat
Bila kedua larutan tersebut memiliki kepekatan yang sama maka
A
1
= A
2
a.b
1
.c
1
= a.b
2
.c
2

b
1
.c
1
= b
2
.c
2


(Khopkar, 1990)
2.10 Spektrofometri
Spektrofometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari
visual suatu studi lebih mngenai penyerapan energy cahaya oleh spesies
kimia yang memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam perincian
dan pengukuran kuantitatif. Dengan menggunakan mata manusia dan
dengan depektor. Depektor lain dimungkinkan study adsorbs (serapan) di
luar daerah spektrum tampak dan sering kali eksperimen spektrometri
dilakukan secara autometik.
(Underwood, 1983)
2.11 Faktor yang Mempengaruhi Kolorimetri
Pemakaian indikator tidak mempengaruhi pH kolorimetri, karena
umumnya indikator adalah asam atau basa yang sangat lemah. Faktor lain
yang mempengaruhi adalah pemakaian indikator yang tidak cocok dengan
pH larutan. Dengan adanya protein dan asam amino, karena bersifat
amfoter sehingga dapat bereaksi dengan indikator asam maupun basa.
(Sukardjo, 1986)
2.12 Komposisi dan Kompleks Berwarna
Komposisi dan kompleks berwarna dapat ditentukan dengan
spektrofometri. Metode yang biasa digunakan adalah metode perbandingan
Molle Job. Pada perbandingan mol adsorbansinya diukur pada deret larutan
yang bervariasi konsentrasi salah satu konstituen baik logamnya maupun
reagennya, sedangkan jumlah zat lain tetap. Pada metode job variasi
kontinyu sederet larutan dengan berbagai fraksi mol logam

atau
pereaksi

dimana jumlah antara keduanya tetap. Semua metode ini


memiliki keterbatasan dan tidak dapat digunakan untuk menentukan
komposisi spesies berwarna. Aplikasi lain untuk spektrofometri adalah
menentukan pH larutan dengan persamaan :
pH = pKa + log



(Khopkar, 1991)
2.13 Tetapan Kesetimbangan
Tetapan kesetimbangan adalah suatu reaksi untuk mendapatkan
tetapan derajat lengkap. Reaksi itu berjalan pada seperangkat kondisi-
kondisi yang diberikan konsentrasi keseimbangan menunjukkan
kecenderungan intrinsik atom-atom berada pada molekul pereaksi atau
hasil reaksi.
Untuk mendapat reaksi umum dalam air :
A
(aq)
+ B
(aq)
C
(aq)
+ D
(aq)

K = ; K = tetapan kesetimbangan
(Underwood,1996)
2.14 Faktor faktor Kesetimbangan
2.14.1 Luas Permukaan Bidang Sentuh
Pada reaksi kimia terjadi tumbukan antar partikel atom unsur atau
antar partikel molekul-molekul senyawa. Jika ada tumbukan terjadi
maka ada bidang sentuh yang beraksi. Luas permukaan sentuh makin
besar maka makin besar pula kesetimbangannya.
(Keenan, 1990)
2.14.2 Konsentrasi Pereaksi
Konsentrasi yang besar akan meningkatkan frekuensi tumbukan antar
molekul karena molaritas semakin pekat. Semakin besar konsentrasi,
kesetimbangan makin besar.
(Keenan,1990)
2.14.3 Katalis
Katalis merupakan zat yang dapat mempercepat kesetimbangan tetapi
zat itu tidak mengalami perubahan yang tepat. Makin tinggi nilai
aktifasi, makin kecil fraksi molnya. Dengan demikian, kesetimbangan
pun makin lambat.
(Petrucci, 1985)
2.14.4 Suhu
Kesetimbangan dapat juga dipercepat dengan mengubah suhunya.
Reaksi akan berlangsung cepat jika suhunya lebih tinggi dan oleh
sebab itu tumbukan yang terjadi akan lebih sering.
(Petrucci, 1985)
2.15 Analisa Bahan
2.15.1 Fe(NO
3
)
3

Berbentuk kristal, berwarna ungu tua sampai putih keabu-abuan, titik
didih 47
O
C, dipakai untuk reagen dalam kimia analisa.
(Budaveri, 1989)
2.15.2 KSCN
Berupa kristal berwarna, titik lebur 172
O
C, lembaran garamnya secara
bergilir dari coklat, hijau, biru lalu kembali putih dalam keadaan
pendinginan. Digunakan dalam percetakan dan pencucian tekstil,
menyebabkan iritasi bagi kulit.
(Parker,1993)
2.15.3 Na
2
HPO
4

Berupa bubuk higroskopis dalam udara terbuka, mampu menyerap 2-7
mol H
2
O, bergantung pada kelembaban suhu, kelarutan lebih besar di air
panas, dalam bentuk kristal, stabil di udara, larutan bersifat alkali dengan
pH 9,8.
(Budaveri, 1989)
2.15.4 Aquades (H
2
O)
Tidak berwarna, pH netral = 7, jernih, titik didih 100
O
C, titik beku 0
O
C,
pelarut universal.
(Budaveri, 1989)


III. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat
1. Gelas kimia
2. Tabung reaksi
3. Gelas ukur
4. Pipet tetes
5. Labu ukur
6. Corong


3.2 Bahan
1. Fe(NO
3
)
3

2. KSCN
3. Aquades (H
2
O)

3.3 Gambar Alat
a. Gelas kimia b. Gelas ukur c. Tabung reaksi



e. Pipet tetes f. Labu ukur g. Corong



3.4 Skema Kerja
3.4.1 Reaksi- reaksi pendahuluan
10 mL KSCN 0,002 M
Gelas kimia



Campuran I

Campuran II Campuran III
Campuran
IV
Tabung
reaksi
Tabung
reaksi

Tabung
reaksi

Tabung
reaksi
Sebagai penambahan penambahan penambahan
pembanding 1 tetes KSCN 3 tetes Fe(NO
3
)
3
sebutir
Pekat 0,2 M Na
2
HPO
4

Hasil Hasil hasil hasil


3.4.2 Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN
2+
5 mL Fe(NO
3
)
3
0,2 M


Labu ukur

Penambahan 0 mL KSCN 0,002 M

Penggojogan campuran
Penambahan aquades
Penggojogan hingga bercampur
Penuangan dalam tabung reaksi I
Hasil

5 mL Fe(NO
3
)
3
0,2 M


Labu ukur

Penambahan 1 mL KSCN 0,002 M

Penggojogan campuran
Penambahan aquades
Penggojogan hingga bercampur
Penuangan dalam tabung reaksi II
Hasil

5 mL Fe(NO
3
)
3
0,2 M


Labu ukur

Penambahan 2 mL KSCN 0,002 M

Penggojogan campuran
Penambahan aquades
Penggojogan hingga bercampur
Penuangan dalam tabung reaksi III
Hasil

5 mL Fe(NO
3
)
3
0,2 M


Labu ukur

Penambahan 3 mL KSCN 0,002 M

Penggojog ancampuran
Penambahan aquades
Penggojogan hingga bercampur
Penuangan dalam tabung reaksi IV
Hasil

5 mL Fe(NO
3
)
3
0,2 M


Labu ukur

Penambahan 4 mL KSCN 0,002 M

Penggojogan campuran
Penambahan aquades
Penggojogan hingga bercampur
Penuangan dalam tabung reaksi V
Hasil

5 mL Fe(NO
3
)
3
0,2 M


Labu ukur

Penambahan 5 mL KSCN 0,002 M

Penggojogan campuran
Penambahan aquades
Penggojogan hingga bercampur
Penuangan dalam tabung reaksi VI
Hasil

5 mL Fe(NO
3
)
3
0,2 M


Labu ukur

Penambahan larutan x

Penggojogan campuran
Penambahan aquades
Penggojogan hingga bercampur
Penuangan dalam tabung reaksi VII
Hasil

IV. DATA PENGAMATAN
4.1 Reaksi reaksi Pendahuluan
Tabung
Reaksi
Perlakuan Hasil
1
10 mL KSCN 0,002 M + 3mL lar
Fe(NO3)3 0,2 M
Warna larutan merah
pekat.
2
10 mL KSCN 0,002 M +3 mL lar
Fe(NO3)3 0,2 M + 1 tetes KSCN pekat
Waran larutan merah
pekat, sedikit lebih
encer dari tabung reaksi
sebelumnya.
3
10 mL KSCN 0,002 M + 3mL lar
Fe(NO3)3 0,2 M + 3 tetes Fe(NO3)3 0,2
M
Warna larutan merah
pekat, lebih encer.
4
10 mL KSCN 0,002 M + 3mL lar
Fe(NO3)3 0,2 M + 1 butir Na2HPO4
Warna larutan kuning,
encer dan terdapat
endapan putih.

4.2 Penentuan Tetapan Kesetimbangan Reaksi Pembentukan FeSCN
2+

Tabung
Reaksi
Perlakuan Pengamatan
1 4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL Fe(NO
3
)
3
Warna larutan kuning.
0,2 M
2
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan
dari pengenceran (10 mL Fe(NO
3
)
3
0,2
M ) + aquades hingga 25 mL
pembanding dengan kalorimetri
duboscq ).
Warna larutan merah tua,
encer.
3
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan
hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran
2 + aquades hingga 25 mL pembanding
dengan kalorimetri duboscq ).
Warna larutan merah tua,
sedikit lebih pekat dari
tabung reaksi
sebelumnya.
4
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan
hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran
3 + aquades hingga 25 mL pembanding
dengan kalorimetri duboscq ).
Warna larutan merah tua,
lebih pekat.
5
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan
hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran
4 + aquades hingga 25 mL pembanding
Warna larutan merah tua
dan semakin pekat.
dengan kalorimetri duboscq ).





V. PEMBAHASAN
5.1 Reaksi reaksi Pendahuluan
Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan konsentrasi larutan
berdasarkan kepekatan warna yang dilakukan dengan menggunakan campuran
bahan uji 10 mL KSCN 0.002 M dan 3 mL Fe(NO
3
)
3
0,2 M.
Larutan dibagi ke dalam 4 tabung reaksi. Tabung reaksi I digunakan
sebagai pembanding, tampak warna merah pekat. Reksi :
KSCN + Fe(NO
3
)
3
3KNO
3
+ Fe(SCN)
2+
+ 2SCN
-
Warna merah adalah warna ion Fe(SCN)
2+
. Tabung reaksi I digunakan
sebagai pembanding. Untuk tabung reaksi yang lain karena pada percobaan ini
menggunakan metode deret standar yang mana larutan yang akan dianalisa
dibandingkan warnanya dengan suatu larutan standar yang volume larutannya
sama.
(Fatih, 2008)
Pada tabung reaksi II ditambahkan 1 tetes KSCN pekat, warna larutan
tetap merah pekat namun lebih encer. Hal ini disebabkan penambahan volume
larutan yang mengakibatkan konsentrasi berubah dan mempengaruhi
kepekatan, sesuai dengan persamaan :
V
1

.
N
1
= V
2

.
N
2

Keterangan :
V
1
= volume larutan standar
V
2
= volume larutan sesudah

N
1
= normalitas asli
N
2
= normalitas yang diubah
(Brady, 1990)
Begitu juga pada tabung reaksi III yang ditambahkan 3 tetes Fe(NO
3
)
3
0,2 M
warna larutan tetap merah tua namun kepekatanya bertambah.
Sedangkan pada tabung reaksi IV yang ditambahkan sebongkah
Na
2
HPO
4
menunjukan warna larutan menjadi kuning dan sangat encer. Selain
itu, muncul endapan berwarna putih yang merupakan Na. Reaksi :
Fe(NO
3
)
3
+ 3KSCN + Na
2
HPO
4
3KNO
3
+ Fe(SCN)
2+
+ 2SCN
-
+ HPO
4
2+
+
2Na

5.2 Penentuan Tetapan Kesetimbangan Reaksi Pembentukan (FeSCN)
2+

Percobaan ini diawali dengan menyediakan 7 labu ukur ukuran 10 mL.
Kemudian masing masing diisi dengan 5 mL larutan Fe(NO
3
)
3
0,2 M.
Untuk labu ukur pertama, larutan berwarna kuning dan digunakan
sebagai larutan pembanding. Konsentrasi ion Fe
3+
dapat dihitung :
Fe(NO
3
)
3
Fe
3+
+ 3NO
3
-

Mol = M . V
Keterangan :
M = konsentrasi larutan
V = volume larutan
Karena dalam hal ini volume larutan adalah 1 atau konstan sehingga
mol ~M. Mol sendiri berbanding lurus terhadap koefisien persamaan reaksi,
maka :
Perbandingan koefisien perbandingan mol perbandingan M
(Chang, 1994)
Fe(NO
3
)
3
Fe
3+
+ 3NO
3
-

0,2 M 0,2 M
Sehingga diperoleh konsentrasi ion Fe
3+
sebesar 0,2 M. Setelah ditambahkan
air hingga 10 mL, konsentrasi ion Fe
3+
tersebut akan berubah menjadi :
M
2
= =
M
2
= 0,1 M
Pada tabung reaksi ditambahkan 1 mL larutan KSCN 0,002 M, warna
yang dihasilkan adalah merah tua dan encer. Pada tabung reaksi sebelumnya
(tabung reaksi I), larutan ditambahkan aquades hingga batas labu ukur 10 mL
dan dilakukan penggojongan yang bertujuan agar larutan menjadi homogen.
Reaksi :
Fe(NO
3
)
3
+ 3KSCN 3KNO
3
+ Fe(SCN)
2+
+ 2SCN
-
Konsentrasi ion Fe3+ :
M
1
. V
1
= M
2
. V
2

M
2
= =
M
2
= 0,1 M
Keterangan :
M
1
= konsentrasi awal
V
1
= volume awal
M
2
= konsentrasi akhir
V
2
= volume akhir
Sedangkan konsentrasi ion (FeSCN)
2+
:
Fe(NO
3
)
3
+ 3KSCN 3KNO
3
+ (FeSCN)
2+
+ 2SCN
-

Awal 1 0,002 - - -
Bereaksi 0.0007 0,002 0,002 0,0007 0,002

Setimbang 0,0003 0,38 0,002 0,0007 0,002
Mol (FeSCN)
2+
= 0,007 mmol, konsentrasinya,
M =
M =
M = 0,00011 M
Sehingga konsentrasi (FeSCN)
2+
dalm 10 mL larutan (ditambah aquades hingga batas
labu ukur) adalah :
M
1
. V
1
= M
2
. V
2

M
2
= = =
M
2
= 0,0007 M
Pada tabung reakdi III ditambahkan 3 mL larutan KSCN 0,002 M kemudian
ditambahkan aquades hingga batas labu ukur. Warna larutan yang diperoleh adalah merah
agak pekat.
Konsentrasi ion Fe
3+
:
M
1
. V
1
= M
2
. V
2

M
2
= =
M
2
= 0,1 M
Konsentrasi ion (FeSCN)
2+
adalah :
Fe(NO
3
)
3
+ 3KSCN 3KNO
3
+ (FeSCN)
2+
+ 2SCN
-

Awal 0,01 0,004 - - -
Bereaksi 0,0013 0,004 0,004 0,0013 0,004
Setimbang 0,0087 - 0,004 0,0013 0,004
Mol (FeSCN)
2+
= 0,0013 mmol
Konsentrasinya, M = =
M = 0,0013 mmol
Konsentrasi (FeSCN)
2+
dalam larutan :
M
1
. V
1
= M
2
. V
2

M
2
= =
M
2
= 0,00013 M
Tetapan kesetimbangan :
K
c
=
K
c
=
K
c
= 612,0459 x 10
-21

Pada tabung reaksi IV ditambahkan masing masing 3; 4 dan 5 mL larutan
KSCN 0,002. Perubahan yang terjadi secara berurutan adalah warna pada tabung reaksi
IV menjadi merah pekat. Pada tabung reaksi V, larutan berwarna makin pekat dan pada
tabung reaksi VI warna larutan paling pekat. Hali ini juga menunjukan bahwa konsentrasi
(FeSCN)
2+
pada masing masing tabung reaksi berubah, seperti pembuktian pada tabung
reaksi II dan III. Seangkan pada tabung reaksi ke VII yang mana penambahan larutan
KSCN belum diketahui, diperoleh warna larutan yang sama dengan tabung reaksi IV
yang ditambahkan 3 mL larutan KSCN 0,002 M.















VI. KESIMPULAN
6.1 Pembandingan konsentrasi larutan dilakukan dengan pengamatan sesuai dengan
kepekatan warnanya.
6.2 Konsentrasi larutan FeSCN
2+
dapat ditentukan dengan metode kolorimetri.
6.3 Menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN
2+
.













DAFTAR PUSTAKA

Brady, James E. 1990. General Chemistry Principle and Structure. United States : Wiley.
Budaveri, Susan. 1989. The Merck Index Second Edition. USA : The Merck Index Co.
Chang, Raymond. 1994. Chemistry Fifth Edition. USA : Mc Grawhill.
Cotton, Albert F. 1989. Kimia Organik Dasar. Jakarta : UI Press.
Fatih, Ahmad. 2008. Kamus Kimia. Jakarta : Panji Pustaka.
Keenan, Wood. 1990. Kimia Universitas. Jakarta : Erlangga.
Khopkar, S.M, terjemahan oleh Saptoraharjo, a., 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik.
Jakarta : UI Press.
Sukardjo. 1985. Kimia Anorganik. Yogyakarta : Bina Aksara.
Sumarjo, Damin. 1997, 1998. Petunjuk Praktikum Kimia Dasar. Semarang : UNDIP
Press.
Parker, Sybil P. 1993. Encyclopedia of Chemistry. Mc. Graw Hill : USA.
Petrucci, Ralph H. 1985. General Chemistry. Jakarta : Erlangga.
Underwood, A L. 1998. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Ke-6. Jakarta : Erlangga.















LEMBAR PENGESAHAN

Semarang, 16 Desember 2009
Mengetahui
Asisten,


M. Perdana
J2C006035

Praktikan 1,



Okky Amelia Pratiwi
J2C009036

Praktikan 2,



Laksmi Dewi Paramitha
J2C009037

Praktikan 3,



Nike Septia Mayang Asri
J2C009038

Praktikan 4,



Dewiana Purbosari
J2C009039



Praktikan 5,



Palupi Dyah Arumsari
J2C009040

Praktikan 6,



Indah Murtikarini
J2C009041

Praktikan 7,



Abdul Rakhman Nurmanto
J2C009042

Praktikan 8,



Pinkan Arin Prastiwi
J2C009043


PERCOBAAN 5
ANALISIS KUANTITATIF BERDASARKAN
WARNA LARUTAN :
KOLORIMETRI




LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR I
PERCOBAAN V
ANALISIS KUANTITAIF BERDASARKAN WARNA LARUTAN : KOLOROMETRI
Laporan ini dibuat untuk memenuhi nilai praktikum Kimia Dasar I
Disusun oleh :
Okky Amelia P (J2C009036)
Laksmi Dewi P (J2C009037)
Nike Septia MA (J2C009038)
Dewiana Purbosari (J2C009039)
Palupi Dyah A (J2C009040)
Indah Murtikarini (J2C009041)
A. Rakhman Nurmanto (J2C009042)
Pinkan Arin P (J2C009043)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2009

PERCOBAAN I
KOLORIMETRI
NAMA : SURYA APRIANI
STAMBUK : NH 01 06 110
KELOMPOK : I (SATU)
LABORATORIUM BIOKIMIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2008

BAB I
PENDAHULUAN
1. A. LATAR BELAKANG
Metode kalorimetri dan spektrofotometri merupakan salah satu metode yang penting dalam
analisa kuantitatif. Kedua metode ini didasarkan atas penyerapan cahaya tampak dan energi
radiasi lain oleh suatu larutan, jumlah radiasi yang diserap berbanding lurus dengan dengan
konsentrasi zat yang konsentrasi dalam larutan. Analisa kalorimetri adalah penentuan kuantitatif
suatu zat berwarna dari kemampuannya untuk menyerap cahaya. Intensitas/kepekatan warna
tersebut diukur dengan warna yang pekat terhadap impuls cahaya yaitu foto sel. Foto sel akan
menyebabkan perubahan potensial bila diberi impuls cahaya yaitu cahaya tergantung pada
konsentarasi zat dalam larutan yang menyerap cahaya tersebut. Cahaya monokromatis
merupakan cahaya satu warna yang mempunyai satu panjang gelombang. Hubungan antara
konsentrasi dengan cahaya yang diserap dinyatakan dalam hukum Beer Lambert.
1. B. TUJUAN
1. Menentukan serapan maksimum suatu larutan pada panjang gelombang tertentu.
2. Membuktikan Hukum Beer Lambert, di tuangkan dalam bentuk kurva.
3. Menentukan kadar zat dalam larutan
C. JENIS PERCOBAAN
1. 1. Penentuan Panjang Gelombang Yang Menunjukkan Serapan Maksimum
Dasar :
Setiap zat menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu.
Alat Dan Bahan Pereaksi :
1. Tabung reaksi ( buret )
2. Rak tabung
3. Spektrofotometer Spektronik- 21
4. Pipet ukur
5. Pipet volumetric
6. Larutan Kobal Nitrat 1 %
7. Aquadest
2. Hubungan Serapan Dengan Kadar Zat Dalam Larutan (Hukum Beer Lambert).
Dasar :
Jumlah cahaya yang di serap oleh suatu zat pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan
kadar zat tersebut dalam larutan .
Alat Dan Bahan Pereaksi :
1. Tabung reaksi ( buret )
2. Rak tabung
3. Spektrofotometer spektronik- 21
4. Pipet ukur
5. Pipet volumetric
6. Larutan kobal nitrat 0,5 %, 1%, 1,5%, 2%, 3%.
7. Aquadest
3. Penentuan Kadar Suatu Zat Dalam Larutan.
Dasar :
Kadar suatu zat dalam larutan dapat diketahui dengan membandingkannya dengan kadar standar
pada kurva standar.
Alat Dan Bahan Pereaksi :
1. Tabung reaksi ( buret ) dan aquadest
2. Rak tabung
3. Spektrofotometer Spektronik- 21
4. Pipet ukur
5. Pipet volumetric
6. Larutan Kobal Nitrat ( yang telah ditetapkan : U1, U2, U3)
BAB II
HASIL PENGAMATAN
1. A. PENENTUAN PANJANG GELOMBANG YANG MENUNJUKKAN SERAPAN MAKSIMUM
Hasil Percobaan :
No ( nm ) Serapan Larutan Kobal Nitrat 1 %
1 440 0,09
2 450 0,12
3 460 0,14
4 470 0,17
5 480 0,18
6 490 0,20
7 500 0,21
8 510 0,22
9 520 0,19
10 530 0,17
11 540 0,12
Kesimpulan :

1. Kobalt nitrat menunjukkan serapan maksimum adalah pada gelombang 510
1. a. Bahwa tidak selamanya semakin panjang gelombangnya semakinbesar pula serapannya
karena pada panjang gelambang tertentu memiliki nilai serapan maksimum yang menjadi titik
balik.

1.

1. Setiap zat menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu.
B.HUBUNGAN SERAPAN DENGAN KADAR ZAT DALAM LARUTAN ( HUKUM
BEER LAMBERT )
Hasil Percobaan :
NO Kadar Larutan Kobalt-Nitrat Serapan Pada ( A= 510 )
1 0,5% 0,10
2 1% 0,22
3 1,5% 0,23
4 2% 0,30
5 3% 0,45
Kesimpulan :
emakin tinggi kadar larutan kobalt-Nitrat maka makin tinggi pula panjang gelombang yang
dihasilkan. Hal ini berarti hubungan kadar dan panjang gelombang (serapan) tergantung dari
tingkat kadar larutan
C. PENENTUAN KADAR SUATU ZAT DALAM LARUTAN
Hasil Percobaan :
No Larutan Serapan Kadar (%)
1 U1 0,11 0,55%
2 U2 0,22 1%
3 U3 0,29 1,95%
Kesimpulan:
Kadar suatu zat dalam larutan dapat diketahui dengan membandingkannya dengan kadar standar
pada kurva standar. Serapan larutannya berbanding lurus dengan kadar zatnya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. FOTOMETER
1. 1. Pengertian
Fotometer adalah alat untuk mengukur absorbsi sinar dalam larutan.
1. 2. Jenis fotometer
Fotometer umumnya dibedakan menurut sinar dan pembiasannya :
Spektrofotometer
Spektrolinifotometer
Filter Fotometer.
Spektrofotometer.
Untuk mendapatkan spectrum serapan, angka serapan (Extinction) suatu bahan harus diukur
pada panjang gelombang tertentu yang diketahui. Teknik yang dipakai menggunakan prinsip
tegangan listrik yang terbebtuk pada sel fotoelektron setara dengan jumlah radiasi sinar yang
mengenainya.
Sinar kontinyu akan dibiaskan oleh suatu prisma atau kisi-kisi, dan dengan suatu celah
diafragma panjang gelombang yang diinginkan dapat diisolasi.
Keuntungan dari alat ini adalah dapat mengukur sinar dengan semua panjang gelombang
terutama derah ultra violet.
Kerugian, kandang karena intensitas sinar yang sangat lemah , maka dibutuhkan penguat yang
baik sekali untuk arus foto dan ini harganya mahal.
Gangguan pada Spektrofotometer, setiap elemen fungsional dari spektrofotometer dapat
menimbulkan gangguan-gangguan tersendiri yang mempunyai pengaruh yang berbeda-beda
terhadap pengukuran fotometris.
Jenis-Jenis Gangguan
1. 1. Lampu yang sudah tua ,
Ini dapat mengakibatkan terutama penurunan intensitas sinar dan dengan demikian sensitifitas
dari fotometer menjadi berkurang.
1. 2. Kekeliruan penyetelan dari panjang gelombang ,
Berarti ada pergeseran dari titik berat filter, yang dapat mengakibatkan penyimpangan pada
absorbsi yang diukur dari absorbsi yang sebenarnya. Penyimpangan tersebut dapat berupa
ketinggian/kerendahan . Hal ini tergantung dari spectrum absorbsi dari larutan yang diukur.
1. 3. Penyimpangan dari linearitas,
Terutama pada absorbsi (daerah konsentrasi) yang tinggi,pada pengukuran fotometris. Ini
merupakan gangguan fotometer yang paling sering terjadi . Penyimpangan tersebut dapat
terlihat pada kurva baku dalam pengukuran larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda-
beda ( dari konsentrasi rendah hingga konsentrasi tinggi ). Peningkatan absorbsi tidak lagi linier
atau proporsional ( sebanding ) dengan konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi larutan standar.
Semakin kecil peningkatan absorbsinya. Penyimpangan linier dapat disebabkan oleh efek kimia
fisik dari larutan yang diukur dan kualitas filter atau monokhromator yang buruk menghasilkan
sinar yang tidak monokhromatis.
B. HUKUM BEER LAMBERT
1. Hukum Lambert
Menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melalui suatu medium transparent , maka
kecepatan penurunan intensitasnya terhadap ketebalan medium sebanding dengan intensitas
cahaya tersebut atau dengan kata lain intensitas cahaya yang di emisikan akan menurun secara
eksponensial bila ketebalan medium penyerap meningkat secara aritmatik. Ini berarti setiap
lapisan dari ketebalan medium penyebaran mengabsorbsi fraksi/bagian yang sama dari sinar
dating yang mengenalnya
2. Hukum Beer
Beer menemukan hubungan antara konsentrasi dari suatu konsistensi berwarna yang terdapat
dalam larutan dengan transmisi cahaya dan mengemukakan bahwa intensitas cahaya
monokromatis akan menurun secara eksponensial bila konsentrasi substansi penyerap cahaya
meningkat secara aritmatik.
3. Hukum Beer Lambert
Pada ketebalan medium tertentu, hubungan antara konsentrasi substansi penyerap dengan
serapan atau absorbennya merupakan garis lurus (hubungan linier) dengan kemiringan. Bila
cahaya monokromatis melalui suatu larutan berwarna, jumlah cahaya yang di serap menurunkan
secara eksponensial, sebanding dengan :
Panjang lintasan / kolom cahaya yang melalui larutan
Kadar zat terlarut dalam larutan yang menyerap cahaya
Keterangan :
A = Absorbens atau Extingsi
K = Koefisien penyerapan ( Extinnction ) molar dari bahan penyerap pada panjang gelombang
tertentu ( dm
3
/ mol cm ).
c = Konsentrasi molar dari senyawa penyerap ( mol/L)


A = K . c . d

d = Jarak yang dilalui sinar dalam senyawa penyerap (cm)
C. MENENTUKAN KADAR SUATU ZAT DALAM LARUTAN
Dari percobaan yang dilakukan, ternyata U1, U2 dan U3 yang sebelumnya tidak diketahui
dengan mengukur serapan (A.) dari larutan tersebut pada ujung gelombang maksimal dan
memasukan kedalam kurva hubungan kadar dengan serapan.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kadar suatu zat dalam larutan dapat
diketahui dengan membandingkannya dengan kadar standar pada kurva standar.
BAB IV
PENUTUP
1. A. KESIMPULAN
1. Serapan maksimum larutan Kobalt Nitrat 1 % pada panjang gelombang 510 nm.
2. Semakin tinggi konsentrasi suatu larutan, maka semakin tinggi absorben. Ini sesuai
dengan Hukum Beer-Lambert yaitu jumlah cahaya yang diserap oleh suatu zat pada
gelombang tertentu sebanding dengan kadar zat tersebut dalam larutan.
3. Kadar suatu zat dalam larutan dapat diketahui dengan memakai kurva kalibrasi dari
larutan standar.
B. SARAN
1. Untuk praktikum selanjutnya kami mohon adanya asisten yang membantu / membimbing dalam
praktikum, kurang lebih satu asisten tiap kelompok.
2. Untuk rekan-rekan mahasiswa , sebaiknya dalam praktik laboratorium saling berbagi / memberi
kesempatan dalam praktikum (Penggunaan alat, observasi hasil) ini agar seluruh praktikum
dapat aktif dan mengerti dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
K. Murray. 2003. Biokimia Harper. Edisi 25 : EGC. Jakaerta.
Kwenang, A. D,2005 Penuntun / Laporan Biokomia Ners B. Bagian Biokimia, FK-UNHAS.
Makassar.
Prijanti, A,R, dkk.1999. Penuntun Praktikum Biokimia Untuk Mahasiswa Keperawatan.
Widya medika, Jakarta.
Sadikin Muh., 2003, Biokimia Enzim : Widya Medika. Jakarta.
Anonim, Hukum Beer-Lambert, http://www.Ubaya/Mipa/Article.Com

I. PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum
Kolorimetri

B. Tujuan Praktikum
Menentukan konsentrasi suatu senyawa dengan metode kolorimetri


II. METODE

A. Alat dan Bahan
Alat
1. Tabung reaksi
2. Pro pipet
3. Rak tabung reaksi
4. Labu ukur
Bahan
1. Larutan NH
4
Fe(SO
4
)
2
10ml
2. Larutan Akuades
3. Larutan KCNS 10% 5ml
4. Larutan Cupikan A dan B 10ml

B. Cara Kerja
Pembuatan larutan standar Fe
Larutan NH
4
Fe(SO
4
)
2
10ml dimasukan kedalam labu ukur 100ml. Kemudian, tambahkan
akuades hingga tanda batas. Larutan kemudian dikocok. Setelah itu, larutan diambil 1ml, 2ml,
4ml, 6ml, dan 8ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi. setelah itu tambahkan KCNS 10%
sebanyak 5ml kedalam tabung reaksi tadi. Tiap tabung ditambahkan akuades sampai 20ml.
Setelah itu, masing- masing tabung divorteks agar larutan menjadi homogen. Amatilah
perubahan yang terjadi.
Pembuatan konsentrasi larutan cuplikan
Larutan cuplikan A dan B 10ml diambil. Kemudian bandingkan warna cuplikan dengan
larutan standar. Konsentasi ion Fe larutan cuplikan dihitung.


III. HASIL dan PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 1. Perhitungan Deret Larutan Standart
No Vol.
NH
4
Fe(SO
4
)
2

Vol.
KCNS
Vol.
Akuades
Vol. Akhir Normalitas
NH
4
Fe(SO
4
)
2

1 1ml 5ml 14ml 20ml 0,0005N
2 2ml 5ml 13ml 20ml 0,001N
3 4ml 5ml 11ml 20ml 0,002N
4 6ml 5ml 9ml 20ml 0,003N
5 8ml 5ml 7ml 20ml 0,004N

Tabel 2. Perhitungan Larutan Cuplikan
Cuplikan Vol. Cuplikan Vol. KCNS Sesuai tabung
deret standart
Kansentrasi
cuplikan
A 20ml 5ml 3 0,0015N
B 20ml 5ml 5 0,0025N

B. Pembahasan
Kolorimetri merupakan suatu metoda analisa kimia yang didasarkan pada tercapainya
kesamaan besaran warna antara larutan sampel dengan larutan standar dengan menggunakan
sumber cahaya polikromatis dan detektor mata. Metoda ini didasarkan pada penyerapan cahaya
tampak dan energi radiasi lainnya oleh suatularutan. Metoda ini dapat diterapkan untuk
penentuan komponen zat warna atau pun komponen yang belum bewarna, namun dengan
menggunakan reagen pewarna yang sesuai dapat menghasilkan senyawa bewarna yang
merupakan fungsi dari kandungan komponennya. Jika telah tercapai kesamaan warna berarti
jumlah molekul zat penyerap yang dilewati sinar pada kedua sisi tersebut telah sama dan ini
dijadikan dasar perhitungan ( Yurna, n. d)
Kolorimetri mempunyai berbagi macam metode. Diantaranya, menurut Yurna (n.d), Kolorimetri
terbagi atas 2 metoda, yaitu :
1. Kolorimetri visual Menggunakan mata sebagai detektor.
2. Fotometri menggunakan fotosel sebagai detektornya.Metoda kolorimetri visual merupakan
metoda yang konvensional dan sudah jarang digunakan karena tidak akurat. Hal ini disebabkan
karena mata hanya sebagai detektor untuk melihat kesamaan warna, bukan sebagai alat ukur
intensitas absorbsi.
Ada pun juga metode kolorimetri menurut Busser (1960) :
1. Metode deret baku
Larutan yang diamati dan yang terkandung dalam tabung, dibandingkan warnanya dengan suatu
deret serupa semuanya dalam isi yang sama mengandung jumlah zat yang diketahui.
2. Metode penitraan kolorimetri
Dalam suatu tabung lain terdapat sejumlah air yang sama yang telah ditambahi pereaksi, lalu
suatu deret renik ditambahkan setetes demi setetes larutan baku, sehingga wara dalam kedua
tabung menjadi sama.
3. Metode penyeimbangan
Metode penyeimbangan bede dengan metode yang lainya, dikarenakan metode deret standart
penitraan selalu t
1
dan t
2
sama, sehingga bila warna sama dapat disimpulkan bahwa c
1
= c
2
.
Dalam metode ini tebal lapisan menjadi t
1
c
1
=t
2
c
2

4. Metode penetralan
Larutan- larutan contoh dan baku masing masing dalam tabung Nessler diencerkan sampai jika
dilihat dari samping warnanya sama. Secara itu tinggi cairan menjadi ukuran untuk
kepekatannya.

5. Metode fotolistrik
Dalam kolorimetri moderen digunakan sel fotolistik, yang menghasilkan arus yang kekuatanya
ergantug pada banyaknya cahaya kena sel. Secara dapat diukur dengan teliti banyaknya cahaya
yang diserap oleh larutan yang diperiksa.
Larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui dengan pasti. Larutan
baku biasanya ditempatkan pada alat yang namanya buret, yang sekaligus berfungsi sebagai alat
ukur volume larutan baku. Larutan yang akan ditentukan konsentrasinya atau kadarnya, diukur
volumenya dengan menggunakan pipet seukuran/ gondok(pipet volumetri) dan ditempatkan di
Erlenmeyer. Larutan baku ini ada 2 jenis yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder (
Mufida. n. d).
Menurut Mufida (n. d.), Larutan baku dapat dibuat dengan cara penimbangan zatnya lalu
dilarutkan dalam sejumlah pelarut(air). Larutan baku ini sangat bergantung pada jenis zat yang
ditimbangnya/dibuat. Larutan yang dibuat dari zat yang memenuhi syarat-syarat tertentu disebut
larutan baku primer. Syarat agar suatu zat menjadi zat baku primer adalah:
1. memiliki tingkat kemurnian yang tinggi;
2. kering, tidak terpengaruh oleh udara/lingkungan(zat tersebut stabil);
3. mudah larut dalam air;
4. mempunyai massa ekivalen yang tinggi.
Larutan baku primer biasanya dibuat hanya sedikit, penimbangan yang dilakukanpun
harus teliti, dan dilarutkan dengan volume yang akurat. Pembuatan larutan baku primer ini
biasanya dilakukan dalam labu ukur yang volumenya tertentu (Mufida, n. d).


Keuntungan dari metode kolorimetri menurut Bassett dkk (1994), adalah:
1. Metode kolorimetri seringkali akan memberikan hasil yang lebih tepat pada konsentrasi
rendah dibandingkan prosedur titrimetri atau pun gravimetri padanannya. Juga lebih
sederhana dilakukan.
2. Suatu metode kolorimetri seringkali dapat diterapkan pada kondisi- kondisi dimana tidak
terdapat prosedur gravimetri atau pun titrimetri yang memuaskan, misalnya untuk zat zat
hayati tertentu.
3. Prosedur kalorimetri mempunyai keunggulan untuk penetapan rutin dari beberapa
komponen dalam sejumlah contih yang serupa oleh karena cepatnya dapat dilakukan;
seringkali tak ada pengorbanan ketetapan yang serius( demi kecepatan itu) dibandingkan
prosedur gravimetri atau puntitrimetri, asal saja kondisi eksperimen itu dikendalikan
dengan etat.
Menurut Khopkar (1990), Keuntungan dari metode kolorimetri dibandingan dengan
metode analisa kimia lainnya adalah penggunaan waktu, biaya, bahan- bahan kimia, dan
cuplikan yang digunakan sangatlah sedikit.Metode kolorimetri ini digunakan untuk menganalisa
zat atau senyawa yang terdapat dalam culikan, tetapi dapat disayangkan harga alatnya yang
terhitung mahal menjadi kekurangan pada metode kolorimetri.
Menurut Day dan Underwood (1989), hukum- hukum yang mendasari kolorimetri
adalah:
1. Hukum Bougner Lambert
Jika kita membiarkan ketebalan medium bertambah secar tidak terhingga, maka daya radiasi
diteruskan harus endekaati nol. Tetapi, daya itu, tak dapt menjadi nol jika ada suatu fraksi yang
cukup besar sama sekali tidak diserap.



2. Hukum Beer
Menyelidiki hubungan antara intensitas serapan dan konsentrasi media yang berupa larutan
dengan tebal media tetap. Dihasilkan hubungan yang sama dengan hukum Lambert.
3. Hukum Bougner Lambert- Beer
Uatu alaur absorbans vs konsentrasi molar akan brupa garis lurus dengan arah lereng. Tetapi
seringkali pengukuran terhadap sistem kimia riil menghasilkan alur hukum Beer yang tidak
linear sepanjang seluruh jangka konsentrasi yang diminati. Penyimpangan linear darihukum Beer
dalam praktek analisis dibebankan pada kegagalan atau ketidak mampuan mengawasi kedua
aspek ini, karena itu dapat dikatakan sebagai penyimpangan semu karena ini lebih
mencerminkan kesukaran eksperimen dari pada tidak memadainya hukum Beer.
Pada percobaan kali ini terdapat berbagai perlakuan seperti pengocokan, pengenceran dan
divorteks. Perlakuan pengocokan dilakukan agar larutn dapat bercampur dan bereaksi. Perlakuan
pengenceran dilakukan agar dapat dibuat berbagai variasi konsentrasi yang bertujuan untuk
memudahkan membandingakan larutan cuplikan. Sedangkan divorteks berfungsi untuk lebih
mencampur larutan sehingga warnanya bercampur dan tidak ada gradasi warna pada lautan.
Dengan kata lain, larutan menjadi homogen( Day dan Underwood, 1989).
Menurut Day dan Underwood (1989), fungsi penambahan KCNS 10% adalah untuk
pereaksi ion CNS dapat bereaksi dengan ion Fe agar membuat warna larutan standar menjadi
merah bata. Ketika terjadi reaksi antara dua ion ini, yang terjadi adalah reaksi bolak balik yang
menghasilkan Fe(CNS)
6
yang berwarna merah dengan persamaan reaksi:
Fe
3+
+ 6CNS [Fe(CNS)
6
]
3-

Selain sebagai pereaksi agar larutan berwarna merah, KCNS berfungsi juga agar reaksi
berlangsung kekanan. Untuk menghindari terjadinya hidrolisis, diperlukan akuades, karena
fungsi akuades untuk menghidrolosis Fe sehingga Fe yang tersisa menjadi sedikit, kemudian Fe
semakin aktif mengikat kompleks warna merah. Persamaan reaksi:
Fe
3+
+ 3H
2
O Fe(OH)
3
+ 3H
3+

(Day dan Underwood, 1989).
Semakin bayak digunakan air dalam suatu larutan pembanding, maka semakin kecil
konsentrasinya. Sehingga, semakin kecil konsentrasi larutan pembanding, maka warna larutan
akan semakin tampak muda. Ini dikarenakan kerapatan atau kepekatan molekul dalam larutan
pembanding ikut berkurang (Khopkar,1990).
Pada percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi suatu senyawa dengan
metode kolorimetri. Alat dan bahan yang digunakan adalah tabung reaksi, pro pipet, rak tabung
reaksi dan juga labu ukur. Prinsip dasar percobaan kali ini adalah dengan melihat persamaan
warna antara warna larutan standart dan cuplikan.
Ada pun deret larutan standar pada volume NH
4
Fe(SO
4
)
2
berturut turut 1ml, 2ml, 4ml,
6ml, 8ml di tambahkan akudes dengan volume berturut turut 14ml, 13ml, 11ml, 9ml, dan 7 ml
lalu dikocok dalam labu ukur. Kemudian larutan tersebut dimasukan kedalam tabung reaksi.
Kemudian diberikan KCNS 10% sebagai pereaksi sebanyak 5ml sehingga larutan berubah warna
menjadi merah bata lalu ditambahkan akuades hingga 20ml. Tabung reaksi pertama warna merah
batanya agak sedikit pudar (hampir jernih) dibanding warna merah pada tabung reaksi kelima
yang memiliki warna merah bata yang pekat.
Konsentrasi yang dihasilkan pun berbeda, pada tabung pertama (1ml) sebesar 0,0005N,
pada tabung kedua ( 2ml) sebesar 0,001N, pada tabung ketiga (4ml) sebesar 0,002N, pada tabung
ke empat (6ml) sebesar 0,003, dan pada tabung ke lima (8ml) sebesar 0,004. Ini membuktikan
teori bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu larutan maka warna larutan tersebut akan semakin
pekat (Khopkar, 1990). Ketika diamati dengan membandingkan warna antara warna larutan
standart dengan cuplikan, larutan pata tabung ketiga identik dengan warna cuplikan A dengan
konsentrasi cuplikan 0,0015N, sedangkan warna larutan standart pada tabung reaksi kelima
identik dengan cuplikan B dengan konsentrasi cuplikan 0,0025N.
Fungsi dari beberapa larutan antara lain, menurut Day dan Underwood (1989) :
1. Larutan KCNS 10% untuk pereaksi Fe sehingga terbebtuk warna merah penanda penentuan
konsentrasi cuplikan.
2. Akuades berfungsi untuk menghidrolisis ion Fe agar CNS bisa mengikat Fe sehingga larutan
menjadi stabil.
3. Larutan cuplikan sebagai zat yang akan diketahui konsentrasinya.

KESIMPULAN
Pada percobaan kolorimetri ini, dapat disimpulkan
Larutan cuplikan A memiliki warna yang identik atau sama dengan warna larutan
standart pada tabung reaksi ke tiga dengn konsentrasi sebesar 0,0015N. Sedangkan larutan
cuplikan B memiliki warna yang identik atau sama dengan warna larutan standart pada tabung
reaksi ke lima dengan konsentrasi sebesar 0,0025N.

DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J., Denney, R. C., Jeffery, G. H., dan J. Mendham. 1994. Kimia Analisis
Kuantitatif Anorgnik. Kedokteran EGC. Jakarta.
Busser, H. 1960. Penuntun Analitis Jumlah. Balai Pendidikan Kimia. Bogor
Day, R. A dan A. L. Underwood. 1989. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga.
Jakarta
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI- Pres. Jakarta
Mufida, W. A. n. d. http://w-afif-mufida-fk12.web.unair.ac.id/artikel_ . Diakses
pada 6 November 2013
Yurna, R. n. d. http://www.scribd.com/doc/31356675/I-KOLORIMETRI. Diakses
pada 6 November 2013

PERHITUNGAN
Normalitas NH
4
Fe(SO
4
)
2

1. V
1
C
1
= V
2
C
2

1.0,01 = 20. C
2

C
2
= 0,0005N
2. V
1
C
1
= V
2
C
2

2.0,01 = 20. C
2

C
2
= 0,001N
3. V
1
C
1
= V
2
C
2

4.0,01 = 20. C
2

C
2
= 0,002N
4. V
1
C
1
= V
2
C
2

6.0,01 = 20. C
2

C
2
= 0,003N
5. V
1
C
1
= V
2
C
2

1.0,01 = 20. C
2

C
2
= 0,004N
Cuplikan

1. V
1
C
1
= V
2
C
2

3.0,01 = 20. C
2

C
2
= 0,0015N
2. V
1
C
1
= V
2
C
2

5.0,01 = 20. C
2

C
2
= 0,0025N

You might also like