You are on page 1of 15

MAKALAH

ASKEP SPINAL CORD INJURY





Disusun Oleh :
M. Luthfi
Weni Oktaviani




SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN AJARAN 2013/2014





KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul Asuhan Keperawatan SCI. Diharapkan
Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Asuhan Keperawatan
SCI . Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
















DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang.................................................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah............................................................................................................... 1
1.3.Tujuan Penulisan................................................................................................................. 1
1.4.Mamfaat Penulisan.............................................................................................................. 2
1.5.Metode Penulisan................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 3
2.1. Definisi............................................................................................................................... 3
2.2. Etiologi............................................................................................................................... 3
2.3. Manifestasi Klinis.............................................................................................................. 3
2.4. Patofisiologi....................................................................................................................... 3
2.5. Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................... 5
2.6. Komplikasi......................................................................................................................... 5
2.7. Penatalaksnaan Medis dan Keperawatan.......................................................................... 6
2.8. Pengkajian Keperawatan.................................................................................................... 7
2.9. Diagnosa dan Rencana Keperawatan............................................................................ .....7
BAB III PENUTUP................................................................................................................ 11
3.1. Kesimpulan...................................................................................................................... 11
3.2. Saran................................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12


BAB I PENDAHULUAN.
1.1.Latar Belakang
Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkanseringkali oleh kecelakaan lalu lintas.
Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2 atau di bawahnya maka dapat
mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilanganfungsi defekasi dan berkemih.Cidera
medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan sensasi fungsimotorik
volunter total dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan fungsi motorik volunter
(Marilynn E. Doenges,1999;338).
Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh
cedera(Suzanne C. Smeltzer,2001;2220). Data dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum
PusatFatmawati didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003
angkakejadian angka kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka
kejadian untuk cidera medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%).
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita
karenaolahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanit
a lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan
hormonal(menopause) di kutip dari Medical Surgical Nursing, Charlene J.
2.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien SCI.
2.3. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum :
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Pasien SCI
Tujuan Khusus :
1. Menjelaskan definisi SCI
2. Menjelaskan Etiologi SCI
3. Menjelaskan Manifestasi Klinis SCI
4. Menjelaskan Patofisiologi SCI

5. Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang SCI
6. Menjelaskan komplikasi SCI
7. Menjelaskan Penatalaksaan Medis dan Keperawatan
8. Menjelaskan Pengkajian Kepeperawatan
9. Menjelaskan Diagnosa Keperawatan
2.4. Mamfaat Penulisan
Mamfaat dari makalah ini adalah mengetahui Asuhan keperawatan SCI.
2.5. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah
dengan menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari sumber dari berbagai
literature baik itu buku maupun dari berbagai media elektronik.





















BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis
akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb
(Arifin cit Sjamsuhidayat, 1997).
Spinal Cord Injury (SCI) adalah cidera yang terjadi karena trauma spinal cord atau
tekanan pada spinal cord karena kecelakaan
2.2. Etiologi
Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk
merusak kord spinal serta kauda ekuina. Di bidang olah-raga, tersering karena menyelam
pada air yang sangat dangkal (Pranida, Iwan Buchori, 2007).
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian, kecelakakan
lalu lintas, kecelakakan olah raga (Arifin, 1997).
Dari kedua sumber di atas dapat disimpulkan bahwa etiologi dari Spinal Cord Injury
(SCI) adalah karena trauma.
2.3. Manifestasi Klinis
Cedera tulang belakang harus selalu diduga pada kasus di mana setelah cedera
pasien mengeluh nyeri serta terbatasnya pergerakan leher dan pinggang. Deformitas klinis
mungkin tidak jelas dan kerusakan neurologis mungkin tidak tampak pada pasien yang juga
mengalami cedera kepala atau cedera berganda. Tidak lengkap pemeriksaan pada suatu
cedera bila fungsi anggota gerak belum dinilai untuk menyingkirkan kerusakan akibat cedera
tulang belakang.
2.4. Patofisiologi
Kolumna veebralis merupakan cincin tulang sirkumferensial yang memberikan
perlindungan ideal terhadap lika tembus dan kontusio kecepatan rendah, tetapi sendi-sendi
intervetebralis merupakan titik lemah gerak fleksi,ekstensi atau beban roatsi. Menurut
Scawartz ( 1989 ) dislokasi dan fraktur yang tidak mematahkan cincin fertebralis, masih

memungkinkan vertebra bertindak sebagai titik pengungkit bagi vertebra dan menyebabkan
jaringan lunak yang berdekatan mengalami konkusio ,teregang, atau ganguan medula
spinalis.
Beben fleksi, ekstensi dan rotasi bersama dengan kelemahan relatif sendi-sendi
vertebra, menyebabkan fraktur dan dislokasi sering sekali terjadi pada titik pertemuan antara
bagian kolumna vertebralis yang relatif mobil dengan ruas yang relatif terfiksasi, yaitu antara
servikal bawah dan segmen torakal atas, antara segmen torakal bagian bawah dan segmen
lumbal atas, dan antara ssegmen lumbal bagian bawah dan sakrum. ( Scawartz 1989 ).
Sebagian besar kerusakan pada mdula spinalis terjadi pada saat cedera. Cedra medula
sepinalis sekunder terjadi karenana gerakan kolumna vetebralis yang tidak stabil, cedra yang
terjadi akibat gerakan medula spinalis terhadap fregmen tulang tajam yang menonjol dalam
yang menonjol dalam kanalis vertebralis, dan akibat tekanan yang terus menerus pada medula
spinalis.
Perubahan primer yang terjadi setelah cedera medula spinalis adalah perdarahan kecil
dalam substansia grisea akibat berkurangnya aliran darah medula spinalis dan hipoksia yang
diikuti oleh edema. Hipoksia substansia grisea merangsanga pelepasan katekolamin yang
mendukung pendarahan dan neokrosis dan menyebabkan disfungsi medula spinalis lebih
lanjut.
A. Cedra medula spinalis servikal
Stauffer dan bell ( 1978 ) membedakan cedra medula spinalis servikal dalam dua
katagori : pantaplegia respiratorius dan kuadriplegia respiratorius.
Penderita yang mengalami cedra pada tingkat fungsional C1 (artinya tingcat C1 adalah
tingkat niorologik yang dapat berfungsi normal ) diklasifikasikan sebagai pentaplegia
respiratorius. Penderita ini memiliki sedikit atau tidak memiliki sama sekali sensasi sensorik
atau kontrol motorik pada kepala , sehingga sangat tergantung pada ventilator.
Penderita cedra pada C2 atau C3 masih dapat sedikit mengendalikan lehernya, sehingga
penderita sedikit banyak masih dapat menegakkan kepala. Penderita semacam ini disebut
kuadriplegia respiratorius.
Pusat pernafasan dimedula spinalis terutama terletak pada tingkat C4. Radiks saraf
frenikus harus utuh bila penderita ingin dapat melakukan pengendalian voluntar terhadap
ventilasi. Kapasitas ventilasi pada penderita ini tidak akan normal namun tergantung oleh
faktor lain.
Penderita dengan cedra setinggi C5 dapat mengendalikan kepala, leher, bahu dan
difragma dan kadang-kadang sedikit mengendalikan siku. Pada cedra setinggi C6
pengendalian pergelangan tangan masih dapat dipertahankan.pada cedra setinggi C7
penderita dapat mengendalikan ekstensi siku dengan sempurna.


B. Cemedula spinalis torakal, lumbal, sakral
Penderita cedra ini disebut paraplegia, mekanisme cedra pada bagian ini pada umumnya
merupakan cedra fleksi akibat terjatuh pada bagian bokong, atau cedra hiperektensi dimana
keduanya menyebabkan fraktur kompresi. Untuk membuat korpus torakalis mengalami
fraktur diperlukan suatu pukulan ang kuat.
Penderita paraplegia mampu hidup independen dengan melakukan berbagai aktifitas
sehari-hari. Penderita yang mengalami cedra setinggi T2 sampai T12 tetap dapat
mengendalikan anggota gerak atas dengan sempurna, pada cedra setinggi S1 sampai S5
penderita mungkin masih mampu mengandalikantungkainya dengan sempurna tergantung
pada tingkat cedranya, penderita masih dapat mengandalikan panggul , lutut , pergelangan
kaki dan kaki sehinggga masih dapat berjalan dengan tongkat. Pada cedra setinggi S1 sampai
S5 penderita dapat cukup mengendalikan kaki tapi mengalami disfungsi kandung kemihdan
usus.
2.5. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan patofisiologi di atas, maka sangat penting dilakukan pemeriksaan
diagnostik SCI yang dapat meliputi, sbb:
1. Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)
2. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas
3. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
4. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
2.6. Komplikasi
Efek dari cedera kord spinal akut mungkin mengaburkan penilaian atas cedera lain
dan mungkin juga merubah respon terhadap terapi. 60% lebih pasien dengan cedera kord
spinal bersamaan dengan cedera major: kepala atau otak, toraks, abdominal, atau vaskuler.
Berat serta jangkauan cedera penyerta yang berpotensi didapat dari penilaian primer yang
sangat teliti dan penilaian ulang yang sistematik terhadap pasien setelah cedera kord spinal.
Dua penyebab kematian utama setelah cedera kord spinal adalah aspirasi dan syok.



2.7. Penatalaksnaan Medis dan Keperawatan
Penatalaksaan medis
Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam posisi lurus;
1. Pemakaian kollar leher, bantal psir atau kantung IV untuk mempertahankan agar
leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien.
2. Lakukan traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang meliputi penggunaan Crutchfield,
Vinke, atau tong Gard-Wellsbrace pada tengkorak.
3. Tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur servikal
stabil ringan.
4. Pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang Harrington) untuk
mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinar-x ditemui spinal tidak
aktif.
Tindakan-tidakan untuk mengurangi pembengkakan pada medula spinalis dengan
menggunakan glukortiko steroid intravena
Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian fisik didasarakan pada pemeriksaan pada neurologis, kemungkinan
didapati defisit motorik dan sensorik di bawah area yang terkena: syok
spinal, nyeri, perubahan fungsi kandung kemih, perusakan fungsi seksual pada pria,
pada wanita umumnya tidak terganggu fungsi seksualnya, perubahan fungsi defekasi
Kaji perasaan pasien terhadap kondisinya
Pemeriksaan diagnostik
Pertahankan prinsip A-B-C (Airway, Breathing, Circulation).




2.8. Pengkajian Keperawatan
Adapun beberapa hal penting yang perlu dikaji dalan Spinal Cord Injury dapat meliputi, sbb:
1. Riwayat trauma (KLL, olahraga, dll)
2. Riwayat penyakit degeneratif (osteoporosis, osteoartritis, dll)
3. Mekanisme trauma
4. Stabilisasi dan monitoring
5. Pemeriksaan fisik; KU, TTV, defisit neurologis, status kesadaran awal kejadian,
refleks, motorik, lokalis (look, feel, move).
6. Fokus; deformitas leher, memar pada leher dan bahu, memarpada muka atau abrasi
dangakal pada dahi.
7. Pemeriksaan neurologi penuh.

2.9. Diagnosa dan Rencana Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma
Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < rr =" 16-20">
Intervensi keperawatan :
1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional: pasien dengan cedera
cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan
jalan nafas.
2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.
Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan
sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.
3. Kaji fungsi pernapasan. Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi
pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.
4. Auskultasi suara napas. Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan
akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.

5. Observasi warna kulit. Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang
memerlukan tindakan segera
6. Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan
karena kelumpuhan diafragma
7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari. Rasional : membantu
mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.
8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional
: menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk
mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.
9. Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi
pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan
isufisiensi pernapasan.
11. Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan


2. Diagnosa keperawatan : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan
Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera
diatasi dengan pembedahan.
Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas
kembali secara bertahap.
Intervensi keperawatan :
1. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum
2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan
rasa aman
3. Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif
4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop
5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya
hipotensi ortostatik

6. Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko
tinggi kerusakan integritas kulit.
7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk
membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.
3. Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya
cedera.
Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan.
Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang
Intervensi keperawatan :
1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya
diatas tingkat cedera.
2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh;
kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.
3. Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara
membantu mengontrol nyeri.
4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau
untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat.
4. Diagnosa keperawatan : gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan
gangguan persarafan pada usus dan rektum.
Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi
Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali
Intervensi keperawatan:
1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.Rasional : bising usus
mungkin tidak ada selama syok spinal.
2. Observasi adanya distensi perut.

3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan
gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.
4. Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces
5. Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus
5. Diagnosa keperawatan : perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan
kelumpuhan syarat perkemihan.
Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan
Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada
Intervensi keperawatan :
1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi
ginjal
2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan
fungsi ginjal.
4. Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine
6. Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama
Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan
Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering
Intervensi keperawatan :
1. Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan
sirkulasi perifer.
2. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan: untuk mengurangi penekanan kulit
3. Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit
4. Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit
5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan : Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik&
perifer, menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.

BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis
akibat trauma, Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar disusul oleh jatuh dari
ketinggian, kecelakakan olah raga dll. Mengeluh nyeri serta terbatasnya pergerakan leher dan
pinggang merupakan tanda utama yang dapat dilihat pada pasien SCI . Kecelakaan
mengakibatkan patah tulang belakang biasanya paling banyak pada cervicalis dan lumbalis.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan
sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi
dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, blok syaraf parasimpatis pelepasan mediator
kimia, kelumpuhan otot pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan
hipoksemia syok spinal gangguan fungsi rektum, kandung kemih.
3.2. Saran
Cedera medula spinalis adalah suatu kejadian yang sering terjadi dimasyarakat.
Tingkat kejadiannya cukup tinggi karena bis terjadi pada siapa saja dan dimana saja.
Sehingga perlu tingkat kehati-hatian yang tinggi dalam melakukan setiap aktivitas agar tidak
terjadi suatu kecelakaan yang dapat mengakibatkan cedera ini.











DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Anderson.(1995). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.EGC
:Jakarta
Ahmad, Tito. Asuhan Keperawatan Spinal Cord Injury. 2009.
(http://www.scribd.com/doc/28667692/askep-spinal-cord-injury-sedera-medulaspinals).
10 april 2014
Andi. 2009. Asuhan keperawatan spinal cold injury. (http://tulus andi. blospot.
com/2009/06/ asuhan-keperawatan-spinal-cord-injury. html). 10 april 2014

You might also like