You are on page 1of 42

Daftar Isi

Daftar isi........................................................................................................................1
Pendahuluan.................................................................................................................2
Belajar mandiri terarah...............................................................................................3
Anamnesis.....................................................................................................................4
Pemeriksaan ...................................................................................................................7
Diagnosis.....................................................................................................................19
Etiologi.........................................................................................................................23
Patogenesis..................................................................................................................25
Epidemiologi...............................................................................................................27
Preventif......................................................................................................................28
Penatalaksanaan.........................................................................................................29
Prognosis.....................................................................................................................42
Daftar Pustaka............................................................................................................43

Pendahuluan
1

Artritis reumatoid merupaka suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun
manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan
seluruh organ tubuh. Artritis reumatoid dapat pula menunjukan gejala konstitusional berupa
kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan organ nonartikular lainnya.1
Artritis reumatoid kira-kira 2,5 kali lebih sering menyerang wanita daripada pria. Insiden
meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita. Insiden puncak adalah antara usia
40 sampai 60 tahun. Penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar luas diseluruh dunia serta
melibatkan semua ras dan kelompok etnik.2,3

Jakarta, 29 Maret 2010

Skenario Musculoskeletal II
2

Ny.A 22 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada kedua lengannya sejak 6
bulan SMRS. Nyeri ini dirasakan pasien semakin lama semakin berat, setiap bagun pagi pasien
mengeluh kedua tangannya kaku dan dapat digerakkan dengan normal setelah kurang lebih
1,5jam. 2 bulan SMRS pasien mengeluh kedua tangannya terlihat sangat kemerahan dan sangat
nyeri jika ditekan, pasien mengaku terjadi kontraktur pada jari pasien sehingga lengan pasien
semakin sukar digerakkan. Lama kelamaan pasien mengaku lengannya terlihat bertambah kecil.
Pemeriksaan fisik :
Lengan bawah :
Inspeksi : terlihat kemerahan pada lengan bawah, otot pada lengan bawah atrofi.
Step 1. Identifikasi istilah yang tidak diketahui
1. Kontraktur : keadaan patologis tahanan otot yang meninggi terhadap regangan pasif.4
Step 2. Identifikasi masalah
Kedua lengan bawah terasa nyeri, terlihat bertambah kecil dan kedua tangan kaku serta
kemerahan dan jari mengalami kontraktur.
Step 3. Analisa masalah
Pemeriksaan :
Prognosis

Anamnesis

1. Fisik
2.Penunjang

Penatalaksanaan :
1. Medika-mentosa
2. Non medika-mentosa
Preventif

Kedua lengan bawah nyeri,


bertambah kecil dan kedua
tangan kaku, kemerahan
serta jari mengalami
kontraktur

Epidemiologi

Patogenesis

Step 4. Hipotesis
3

Diagnosis :
1. WD
2. DD
Etiologi

Kedua lengan bawah terasa nyeri, terlihat bertambah kecil dan kedua tangan kaku serta
kemerahan dan jari mengalami kontraktur bisa merupakan gejala reumatoid artritis (RA).
Step 5. Sasaran pembelajaran
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan (fisik dan penunjang)
3. Diagnosis
4. Etiologi
5. Patogenesis
6. Epidemiologi
7. Preventif
8. Penatalaksanaan (medika-mentosa dan non medika-mentosa)
9. Prognosis
Step 6. Belajar mandiri
I.

Anamnesis

Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sangat penting dalam langkah awal diagnoosis semua penyakit,
termasuk pula penyakit reumatik. Sebagaimana biasany

diperlukan riwayat penyakit yang

deskriptif dan kronologis; ditanyakan pula faktor yang memperberat penyakit dan hasil
pengobatan untuk mengurangi keluhan pasien.5

Umur
4

Penyakit reumatik dapat menyerang semua umur, tetapi frekuensi setiap penyakit terdapat
pada kelompok umur tertentu. Misalnya osteoartritis lebih sering ditemukan pada pasien usia
lanjut dibandingkan dengan usia muda. Sebaliknya lupus eritematosus sistemik lebih sering
ditemukan pada wanita usia muda dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.5
Jenis Kelamin
Pada penyakit reumatik perbandingan jenis kelamin berbeda pada beberapa kelompok
penyakit. Perbedaan jenis kelamin pada penyakit reumatik :
Artritis reumatoid
Lupus eritematosus sistemik
Artritis gout
Osteoartritis lutut dan tangan

Pria < wanita ( 1 : 3 )


Pria < wanita
Pria > wanita
Pria < wanita

Nyeri sendi
Nyeri sendi merupakan keluhan utama pasien reumatik. Pasien sebaiknya diminta
menjelaskan lokasi nyeri serta punctum maximumny, karena mungkin sekali nyeri tersebut
menjalar ketempat jauh merupakan keluhan karakteristik yang disebabkan oleh penekanan radiks
saraf. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis dengan nyeri
yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitas dan hilang setelah iistirahat serta
tidak timbul pada waktu pagi hari merupakan tanda nyeri mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi
akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur disertai kaku sendi atau nyeri yang sangat
hebat pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan aktivias. Pada artritis reumatoid, nyeri
yang paling berat biasanya pada pagi hari, membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada
malam hari. Sebaliknya pada osteoartritis nyeri paling berat pada maam hari, pagi hari terasa
lebih ringan dan membaik pada siang hari. Pada artritis gout nyeri yang terjadi biasanya berupa
serangan yang hebat pada waktu bangun pagi hari, sedangkan malam hari sebelumnya pasien
tidak merasakan apa-apa, rasa nyeri ini biasanya self limiting dan sangat responsif dengan
pengobatan. Nyeri malam hari terutama bila dirasakan seperti suatu regangan merupakan nyeri
akibat peninggian tekanan intra-artikular akibat suatu nekrosis avaskular atau kolaps tulang
akibat artritis yang berat. Nyeri yang menetap sepanjang hari ( siang dan malam) pada tulang
merupakan tanda proses keganasan.5
5

Kaku sendi
Kaku sendi merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa sukar untuk menggerakan sendi
(worn off). Keadaan ini biasanya akibat desakan cairan yang berada diantara sekitar jaringan
yang mengalami inflamasi ( kapsul sendi, sinovia atau bursa ). Kaku sendi makin nyata pada
pagi hari atau setelah istirahat. Setelah digerak-gerakan, cairan akan menyebar dari jaringan yang
mengalami inflamasi dan pasien merasa terlepas dari ikatan (wears off). Lama dan beratnya kaku
sendi pada pagi hari atau setelah istirahat biasanya sejajar dengan beratnya inflamasi sendi ( kaku
sendi pada artritis reumatoid lebih lama dari osteoartritis; kaku sendi pada artritis reumatoid
berat lebih lama daripada artritis reumatoid ringan).5
Bengkak sendi dan Deformitas
Pasien yang sering mengalami bengkak sendi, ada perubahan warna, perubahan bentuk
atau perubahan posisi struktur ekstremitas. Biasanya yang dimaksud pasien dengan deformitas
ialah posisi yang salah, dislokasi atau sublukasi.5
Disabilitas dan Handicap
Disabilitas terjadi apabila suatu jaringan, organ atau sistem tidak dapat berfungsi secara
adekuat. Handicap terjadi apabila disabilitas mengganggu aktivitas sehari-hari, aktivitas sosisal
atau mengganggu pekerjaan/jabatan pasien. Disabilitas yang nyata belum tentu menyebabkan
handicap (seorang yang amputasi kakinya diatas lutut mungkin tidak akan mengalami kesukaran
bila pekerjaan yang bersangkutan dapat dilakukan sambil duduk saja). Sebaliknya disabilitas
ringan justru dapat mengakibatkan handicap.5
Gejala sistemik
Penyakit sendi inflamatoir baik yang disertai maupun yang tidak disertai keterlibatan
multisistem lainnya akan mengakibatkan peningkatan reaktan fase akut seperti peninggia LED
atau CRP. Selain itu akan disertai gejala sistemik seperti panas, penurunan berat badan,
kelelahan, lesu, dan mudah terangsang. Kadang-kadang pasien mengeluh hal yang tidak spesifik,
seperti merasa tidak enak badan. Pada orang usia lanjut sering disertai gejala kekacauan mental.5
Gangguan tidur dan Depresi
6

Faktor yang berperan dalam gangguan pola tidur antara lain : nyeri kronik, terbentuknya
fase reaktan, obat anti inflamasi nonsteroid (indometasin). Pada artropati berat terutama pada
koksae dan lutut akan berakibat gangguan aktivitas seksual yang akhirnya akan menimbulkan
problem perkawinan dan sosial. Perlu diperhatikan pula adanya gejala depresi terselubung seperti
retardasi psikomotor, konstipasi, mudah menangis, dsb.5
II.

Pemeriksaan

A. Pemeriksaan Jasmani/Fisik
Pemeriksaan jasmani khusus pada sistem muskuloskeletal meliputi :
a. Inspeksi pada saat diam / istirahat.
b. Inspeksi pada saat gerak.
c. Palpasi.5
Deformitas
Walaupun deformitas sudah tampak jelas pada keadaan diam, tetapi akan lebih nyata pada
keadaan gerak. Perlu dibedakan apakan deformitas tersebut dapat dikoreksi (misal disebabkan
gangguan jaringan lunak) atau tidak lain apat dikoreksi (misalnya restriksi kapsul sendi atau
kerusakan sendi). Berbagai deformitas di lutut dapat terjadi antara genu varus, genu valgus, genu
rekurvatum, subluksasi tibia posterior dan deformitas fleksi. Demikian pula deformitas fleksi di
siku. Pada jaringan tangan antara lain boutonniere finger, swan neck finger, ulnar deviation,
subluksasi sendi metakarpal dan pergelangan tangan. Pada ibu jari tangan ditemukan unstable-Zshaped thumbs. Pada kaki ditemukan telapak kaki bagian depan melebar dan miring ke samping
disertai subluksasi ibu jari kaki ke atas. Pada pergelangan kaki terjadi valgue ankle.5

Perubahan Kulit
Kelainan kulit sering menyertai penyakit reumatik atau penyakit kulit sering pula disertai
penyakit reumatik. Kelainan kulit yang sering ditemukan antara lain psoriasis dan eritema
nodosum. Kemerahan disertai deskuamasi pada kulit di sekitar sendi menunjukkan adanya
inflamasi periartikular, yang sering pula merupakan tanda artritis septik atau artritis kristal.5
7

Kenaikan Suhu Sekitar Sendi


Pada perubahan dengan menggunakan punggung tangan akan dirasakan adanya kenaikan
suhu disekitar sendi yang mengalami inflamasi.5
Bengkak Sendi
Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang. Cairan sendi
yang terbentuk biasanya akan menumpuk di sekitar daerah kapsul sendi yang resistensinya
paling lemah dan mengakibatkan bentuk yang khas pada tempat tersebut, misalnya :
a. Pada efusi lutut maka cairan akan mengisi cekungan medial dan kantung suprapatelar
mengakibatkan pembengkakan diatas dan sekitar patela yang berbentuk seperti ladam
kuda.
b. Pada sendi interfalang pembengkakan terjadi pada sisi posterolateral di antara tendon
ekstensor dan ligamen kolateral bagian lateral.
c. Efusi sendi glenohumeral akan mengisi cekungan segitiga di antara klavikula dan otot
deltoid di atas otot pektoralis.
d. Pada efusi sendi pergelangan kaki akan terjadi pembengkakan pada sisi anterior.5
Nyeri Raba
Menentukan lokasi nyeri raba yang tepat merupakan hal yang penting untuk menentukan
penyebab keluhan pasien. Nyeri raba kapsular / artikular terbatas pada daerah sendi merupakan
tanda artropati atau penyakit kapsular. Nyeri raba periartikular agak jauh dari batas daerah sendi
merupakan tanda bursitis atau entesopati.5

Pergerakan
Pada pemeriksaan perlu dinilai luas gerak sendi pada keadaan pasif dan aktif dan
dibandingkan kiri dan kanan.5
Sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi pada semua arah.
Tenosinovitis atau lesi periartikular hanya menyebabkan berkurangnya gerak sendi pada satu
8

arah saja. Artropati akan memberikan gangguan yang sama dengan sinovitis. Bila gerakan pasif
lebih luas, dibandingkan dengan gerakan aktif maka kemungkinan ada gangguan pula pada otot
atau tendon. Nyeri gerak merupakan tanda diagnostik yang bermakna, nyeri ringan hingga
sedang yang meningkat tajam bila dilakukan gerakan semaksimal mungkin sampai terasa
tahanan disebut sebagai stress pain. Bila didapatkan stress pain pada semua arah gerak, maka
keadaan tersebut merupakan tanda khas untuk gangguan yang berasal dari luar sendi
(tenosinovitis). Nyeri yang dirasakan sama kualitasnya pada semua arah gerak sendi, lebih
menunjukkan gangguan mekanik dari nyeri inflamasi. Resisted active movement merupakan
suatu cara pemeriksaan untuk menemukan adanya gangguan periartikular. Pemeriksaan tersebut
dilakukan dengan cara pasien melawan gerakan yang dilakukan oleh tangan pemeriksa,
akibatnya terjadi kontraksi otot tanpa disertai gerakan sendi.5
Krepitus
Krepitus merupakan bunyi berderak yang dapat diraba sepanjang gerakan struktur yang
terserang. Krepitus halus merupakan krepitus yang dapat didengar dengan menggunakan
stetoskop dan tidak dihantarkan ke tulang di sekitarnya. Keadaan ini ditemukan pada radang
sarung tendon, bursa atau sinovia. Pada krepitus kasar, suaranya dapat terdengar dari jauh tanpa
bantuan stetoskop dan dapat diraba sepanjang tulang. Keadaan ini disebabkan kerusakan rawan
sendi atau tulang.5
Bunyi Lainnya
Ligamentosus snaps merupakan suara tersendiri yang keras tanpa rasa nyeri. Keadaan ini
merupakan hal yang biasa terdengar di sekitar femur bagian atas sebagai clicking hips. Cracking
merupakan bunyi yang diakibatkan tarikan pada sendi, biasanya pada sendi jari tangan, keadaan
ini disebabkan terbentuknya gelembung gas intraartikular. Cracking tidak dapat diulang selama
beberapa menit sebelum gas tersebut habis diserap. Cloncking merupakan suara yang
ditimbulkan oleh permukaan yang tidak teratur (iregular), suara ini ditemukan misalnya pada
gesekan antara skapula dengan iga.5
Atrofi dan Penurunan Kekuatan Otot

Atrofi otot merupakan tanda yang sering ditemukan. Pada sinovitis segera terjadi
hambatan refleks spinal lokal terhadap otot yang bekerja untuk sendi tersebut. Pada artropati
berat dapat terjadi atrofi periartikular yang luas. Sedangkan pada jepitan saraf, gangguan tendon
atau otot terjadi atrofi lokal. Perlu dinilai kekuatan otot, karena ini lebih penting dari besar otot.5
Ketidakstabilan / Goyah
Sendi yang tidak stabil / goyah dapat terjadi karena proses trauma atau radang pada
ligamen atau kapsul sendi. Pada artropati dapat terjadi sendi goyah sebagai akibat kerusakan
rawan sendi atau inflamasi kapsul atau ruptur ligamen / perlu dibandingkan sendi yang goyah
dengan sendi sisi lainnya.5
Gangguan Fungsi
Fungsi sendi dinilai dengan observasi pada penggunaan normal; seperti bangkit dari kursi
dan berjalan dapat digunakan untuk menilai sendi koksae, lutut dan kaki. Kekuatan genggam dan
ketepatan menjepit benda halus untuk menilai tangan. Sedangkan aktivitasnya hidup sehari-hari
(activities of daily living = ADL) seperti menggosok gigi, buang air besar, memasak dan
sebagainya lebih tepat dinyatakan dengan kuesioner daripada diperiksa langsung.5
Nodul
Nodul sering ditemukan pada berbagai artropati, umumnya ditemukan pada permukaan
ekstensor (punggung tangan, siku, tumit belakang, sakrum). Nodul sering ditemukan pada
arthritis gout (tofi) dan arthritis rheumatoid (nodul reumatoid).5
Perubahan Kuku
Perubahan kuku sering ditemukan pada penyakit reumatik, antara lain :

Jari tabuh (clubbing finger) berhubungan dengan osteoartropati hipertrofik pulmoner dan
alveolitis fibrotic.

Thimble pitting onycholysis (lisis kuku berbentuk lubang) dan distrofi kuku berhubungan
dengan artropati psoriatic dan penyakit Reiter kronik.

Serpihan berdarah (splinter haemorhages) pada vaskulitis pembuluh darah kecil.5


10

Lesi Membran Mukosa


Keadaan ini sering tanpa gejala (pada penyakit Reiter atau artropati reaktif) atau dengan
gejala (lupus eritematosus sistemik, vaskulitis, sindrom Behcet). Perlu diperhatikan adanya ulkus
pada oral, genital dan mukosa hidung, telangiektasia.5
Gangguan Mata
Gangguan mata meliputi :

Episkleritis dan skleritis pada arthritis rheumatoid, vaskulitis dan polikondritis.

Iritis pada spondilitis ankilosis dan penyakit Reiter kronik.

Irdosklitis pada arthritis juvenile kronik jenis pausiartikular.

Konjungtivitis pada penyakit Reiter akut dan sindrom sika.5

Evaluasi Sendi Satu per Satu


Sendi Temporomandibular (temporomandibular joint = TMJ)
TMJ terletak di anterior liang telinga, dibentuk oleh kondilus mandibula dan fossa
temporalis. Sendi ini dapat dipalpasi dengan meletakkan jari di anterior liang telinga dan
menyuruh pasien untuk membuka dan menutup mulut dan menggerakkan mandibula ke lateral
kiri dan kanan bergantian. Gerak vertical TMJ dapat diukur dengan mengukur jarak gigi seri atas
dan bawah pada waktu pasien membuka mulut secara maksimal, normal sekitar 3-6 cm. berbagai
arthritis dapat mengenai TMJ, seperti arthritis kronik juvenilis yang dapat menyebabkan
pertumbuhan tulang mandibula terhenti dan mengakibatkan mikrognatia. Pada arthritis yang
berat, dapat dipalpasi dan diauskultasi bunyi krepitus atau clicking.5
Sendi Sternoklavikular, Manubriosternal dan sternokostal
Sendi sternoklavikular dibentuk oleh ujung medial klavikula dan kedua sisi batas atas
sternum. Di keduanya terdapat sendi sternikostal I. Sendi manubriosternal terletak setinggi sendi
sternokostal II. Sendi sternokostal III sampai dengan VII terletak sepanjang kedua sisi sternum di
distal sendi sternokostal II. Dari ketiga sendi tersebut, hanya sendi sternoklavikular yang bersifat
11

diartrosis, sedangkan sendi yang lain merupakan amfiartrosis atau sinkondrosis. Sendi
sternoklavikular, berada tepat di bawah kulit, sehingga sinovitis pada sendi ini akan mudah
dilihat dan dipalpasi. Sendi ini juga sering terserang spondilitis ankilosa, arthritis rheumatoid dan
osteoarthritis. Pada sendi sternokostal, sering didapatkan nyeri pada sendi tersebut atau rawan
iga, keadaan ini disebut osteokondritis.5
Sendi akromioklavikular (acromioclavicular joint = ACJ)
ACJ dibentuk oleh ujung lateral klavikula dan tepi medial prosesus akromion scapula.
Pada orang tua sering didapatkan penebalan tulang pada sendi ini. Nyeri lokall pada bahu
bersamaan dengan aduksi lengan melewati depan dinding dada, menunjukkan adanya kelainan
pada ACJ.5
Sendi Bahu
Sendi bahu merupakan sendi peluru yang dibentuk oleh kaput humeri dan fossa glenoid
scapula. Nyeri pada bagian lateral sendi ini mungkin berasal dari bursa subdeltoid, sedangkan
nyeri sepanjang kaput longus bisep biasanya berasal dari tendinitis bisipitalis. Efusi, bila terlihat,
akan menggembung ke anterior. Palpasi sendi bahu dan struktur-struktur di sekitarnya harus
diikuti dengan pemeriksaan lingkup gerak sendi. Pertama kali, pemeriksa harus memeriksa
kemungkinan cedera dan rotator cuff.5
Tes Speed dilakukan pada posisi siku ekstensi, kemudian pasien melakukan fleksi sendi
bahu sementara pemeriksa menahannya. Tes ini positif bila pasien merasa nyeri pada bahunya.
Pada ted Tegarsson, siku pasien difleksikan 90o, kemudian pasien melakukan supinasi, sementara
pemeriksa berusaha menahan agar supinasi tidak terjadi. Tes positif bila pasien kesakitan. Pada
resisted active abduction pasien melakukan abduksi sendi bahu dan pemeriksa menahannya. Tes
positif bila pasien kesakitan. Bila pasien nyeri pada lateral sendi bahu tetapi resisted active
abduction pasien tidak menimbulkan nyeri, maka nyeri berasal dari bursa subakromnion. Pada
resisted active external rotation pasien melakukan rotasi eksternal sendi bahu dan pemeriksa
menahannya. Tes positif bila pasien kesakitan, sedangkan resisted active internal rotation pasien
melakukan rotasi internal sendi bahu dan pemeriksa menahannya. Tes positif bila pasien
kesakitan. Selain kelainan di atas, juga harus dicari kemungkinan robekan rotator cuff yang dapat
12

diperiksa dengan drop-arm sign, yaitu pasien tidak mampu menahan abduksi pasif 90 o sendi
bahu.5
Sendi Siku
Sendi siku dibentuk oleh 3 sendi, yaitu sendi humeroulnar yang merupakan sendi engsel
serta sendi radiohumeral dan radioulnar proksimal yang memungkinkan rotasi lengan bawah.
Untuk memeriksa sendi siku, jempol pemeriksa diletakkan di antara epikondilus lateral dan
lateral sulkus paraolekranon, sedangkan 1 atau 2 jari lainnya pada medial olekranon. Siku harus
dalam keadaan santai, digerakkan fleksi, ekstensi dan rotasi secara pasif, dicari keterbatasan
greak dan krepitus. Bursitis olekranon, akan tampak dan teraba di atas olekranon, biasanya
timbul setelah trauma atau akibat arthritis. Pada siku pasien gout juga dapat timbul tofus. Nyeri
pada epikondilus lateral dan medial menandakan adanya epikondilitis lateral (tennis elbow).5
Dalam keadaan normal, sendi siku dapat difleksikan 150o-160o dan ekstensi 0o. Gangguan
ekstensi penuh menunjukkan tanda awal sinovitis. Hiperekstensi lebih dari 5 o menunjukkan
hipermobilitas.5
Pergelangan Tangan
Pergelangan tangan merupakan sendi yang kompleks. Tulang-tulang karpal, terdiri dari 8
tulang pendek skafoid, lunatum, trikuetrum, pisiform, trapezium, trapezoid, kapitatum dan
hamatum. Kedelapan tulang tersebut, di proksimal bersendi dengan radius dan ulna, sedangkan
di distal bersendi dengan tulang-tulang metacarpal. Tendon otot-otot fleksor longus tangan
melewati bagian folar pergelangan tangan di dalam sarung tendon di bawah fleksor retinakulum
(ligament transversum karpal). Fleksor retinakulum dan dasar tulang-tulang karpal membentuk
terowongan karpal. Nervus medianus melalui terowongan ini superficial terhadap tendon fleksor.
Aponeurosis palmar juga menyebar keluar ke daerah palma manus dari fleksor retinakulum. 5
Pada kontraktur Dupuytren, aponeurosis palmar menebal dan kontraktur sehingga jari-jari
terfleksi pada sendi-sendi metacarpal. Yang sering terkena adalah jari ketiga, disusul jari keempat
dan kelima. Jari pertama dan kedua jarang terkena. Pada sisi dorsal pergelangan tangan, sering
timbul pembesaran kistik yang disebut ganglion. Sinovitis pada pergelangan tangan, lebih mudah
terlihat dari sisi dorsal, karena banyak tendon pada sisi folar yang tumpang tindih. Dalam
keadaan normal, deviasi ulnar 50o dan deviasi radial 30o.5
13

Arthritis rheumatoid merupakan kelainan yang sering terjadi pada pergelangan tangan
dan tangan yang sitandai oleh pembengkakan pada sendi interfalang proksimal menyebabkan jari
berbentuk fusiformis; deviasi ulnar; deformitas swan neck yang merupakan fleksi kontraktur
sendi MCP, hiperekstensi sendi PIP dan fleksi sendi DIP; dan deformitas boutonniere yang
merupakan kontraktur fleksi sendi PIP dan hiperekstensi sendi. Selain itu dapat juda ditemukan
deformitas Z jari I yang merupakan kombinasi fleksi sendi metakarpofalangeal I dan
hiperekstensi interfalang I. Pada osteoarthritis tangan sering didapatkan adanya nodus Herberden
pada sendi interfalang distal dan nodus Bouchard pada sendi interfalang proksimal.5
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboraturium terdapat:
a. Sekitar 85% pasien artritis reumatoid autoantibodi didalam serumnya yang dikenal
sebagai faktor reumatoid, terutama bila masi aktif.
b. Protein C-reaktif biasanya positif.
c. LED meningkat (100mm/jam atau lebih tinggi lagi)
d. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
e. Anemia normositik normokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
f. Trombosit meningkat.
g. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
h. Pemeriksaan cairan sinovial pada artritis reumatoid kehilangan viskositasnya dan
hitung sel darah putih meningkat mencapai 15.000 20.000/mm3, sehingga membuat
cairan ini menjadi tidak jernih.1,6
C. Pemeriksaan Radiologi
Teknik pencitraan dapat mampu penegakkan diagnosis, memungkinkan penilaian
aktifitas/beratnya penyakit, distribusi penyakit, respons terhadap pengobatan secara objektif,
menilai komplikasi dan kelainan ekstra-artikuler serta meningkatkan pemahaman baru
tentang proses penyakit. Beberapa pemeriksaan pencitraan yang penting dalam bidang
reumatologi adalah foto polos, tomografi, computerized tomography (CT-Scan), MRI,
ultrasound, radionuclide imaging, artografi, pengukuran densitas tulang dan angiografi.7
Foto Polos

14

Pemeriksaan foto polos merupakan titik tolak sebagian besar pemeriksaan pencitraan
penyakit penyakit reumatik walaupun mungkin setelah itu akan dilakukan pemeriksaan
MRI. Biaya murah dan resolusi spatial tinggi, sehingga detil trabekula dan erosi kecil tulang
dapat dilihat dengan baik. Jika diperlukan, resolusi dapat ditingkatkan dengan teknik
pembesaran. Resolusi kontrasnya memang tidak sebaik CT-scan atau MRI. Keterbatasan ini
terutama dirasakan jika kita ingin mengevaluasii jaringan lunak. Meskipun foto polos
merupakan sarana yang berguna untuk menilai penaruh masssa jaringan lunak terhadap
tulang yang berdekatan atau untuk mendeteksi kalsifikasi dalam jaringan lunak, teknik ini
tidak cocok untuk mengevaluasi jaringan lunak.7
Pemeriksaan radiologi konvensional mudah di dapat dan menyenangkan. Tambahan
lagi,pengetahan tentang kelainan radiologi (konvensional) pada bermacam macam penyakit
reumatik sudah banyak diketahui dan sudah tersebar luas.7
Tomografi
Teknik ini sangat berguna untuk pemeriksan daerah dengan anatomi yang kompleks,
dimana struktur yang berhimpitan akan mengaburkan gambaran anatomi. Biayanya hampir
sama dengan CT-scan. Resolusi struktur tulang sedikit lebih baik, sedangkan visualisasi
jaringan lunak jauh lebuh buruk. Dosis radiasi lebih tinggi daripada CT-scan. Dalam
praktek,teknik ini telah digantikan oleh CT-scan.7

Computed Tomography
Meskipun relative mahal, CT-scan lebih murah daripada MRI. Resolusi spatial lebih
baik daripada MRI, tetapi lebih buruk daripada foto konvensional.CT-scan dapat
memperlihatkan kelainan jaringan lunak lebih baik daripada foto konvensional, walaupun
tidak sebaik MRI. CT tersebar luas dan banyak dokter dapat membaca hasil fotonya.7
CT-scan merupakan teknik yang sangat baik untuk mengevaluasi penyakit
degenerative diskus interverterbalis dan kemungkinan herniasi diskus pada orang tua.
Penekanan tulang pada kanalis spinalis dan foramen intervertebralis lebih mudah dievaluasi
daripada MRI. Myelografi CT dan CT-scan dengan bahan kontras intravena merupakan
15

teknik tomografi lain yang digunakan untuk mengevaluasi penyakit diskus intervertebralis
dan kelainan vertebra lain. MRI lebih disukai sebagai pilihan kedua-setelahfoto polos- untuk
menentukan penyakit diskus intervertebralis, tetapi CT scan merupakan alternatif yang baik
dan mungkin bermanfaat pada situasi dimana keterangan lebih lanjut tentang osteofit sangat
diperlukan. CT scan juga bermanfaat untuk mengevaluasi struktur di daerah dengan anatomi
yang kompleks dimana struktur yang saling berhimpitan menyulitkan pandangan pada foto
konvensional.7
Berhubung sejumlah penyakit reumatik berkaitan dengan kelainan paru-paru, cukup
beralasan bahwa pemeriksaan CT scan dengan resolusi tinggi pada paru-paru dapat
memperlihatkan detil penyakit yang tidak dapat dilihat dengan CT scan irisan tebal.
Terlihatnya infiltrate ground glass menunjukkan proses aktif yang mungkin memberikan
respons terhadap pengobatan.7
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI membawa keuntungan besar bagi pencitraan muskuloskeletal karena
kesanggupannya memperlihatkan struktur jaringan lunak yang tidak dapat diperlihatkan oleh
pemeriksaan radiologi konvensional. Teknik ini memperoleh informasi struktur berdasarkan
densitas proton dalam jaringan dan hubugan proton ini dengan lingkungan terdekatnya. MRI
dapat memberikan penekanan pada jaringan atau status metabolic yang berbeda-beda.
Dengan kata lain, pencitraan yang berbeda dapat diperoleh dari tempat anatomi yang sama
dengan mengubah parameter tertentu.7
MRI relatif lebih mahal daripada pemeriksaan pencitraan lain, terutama karena harga
peralatan dan waktu yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan. Dimasa depan, perlu
dipertimbangkan pengurangan sekuens pencitraan sehingga dapat menurunkan biaya
pemeriksaan. Juga perlu dikembangkan sekuens pencitraan yang lebih cepat yang dapat
mengurangi waktu dan biaya MRI disamping memungkinkan studi dinamika gerakan sendi.7
MRI bebas dari bahaya ionisasi akibat radiasi, suatu keuntungan dalam memeriksa
bagian sentral tubuh dimana pemeriksaan radiologi menimbulkan dosis radiasi yang tinggi.
Meskipun demikian, ada juga beberapa bahayanya. Medan magnet yang kuat dapat
menggerakan objek metal seperti logam asing dalam mata menyebabkan gangguan alat pacu
16

jantung, memanaskan bahan logam sehingga menimbulkan luka bakar dan menarik bahan
logam kedalam magnet. Bahan logan yang berdekatan dengan medan magnet juga dapat
mempengaruhi kualitas pencitraan MRI. Karena itu, operator MRI harus menyaring pasien
dan pengunjung lain dengan teliti. Pasien yang kurang cocok dengan gadolinium, suatu
bahan kontras yang digunakan pada pemeriksaan MRI, perlu dilengkapi dengan proteksi
telinga karena pengaktifan medan magnet menimbulkan bising.7
Struktur lunak jaringan sendi dapat diperlihatkan dengan jelas. Jaringan sinovium
juga dapat dapat dilihat, terutama dengan menggunakan bahan kontras paramagnetik
intravena seperti gadolinium. Demikian juga kelainan lain seperti efusi sendi, kista poplitea,
ganglioma, kista meniskus dan bursitis dapat dilihat dengan jelas dan integritas tendo dapat
dinilai. MRI makin populer untuk mengevaluasi ligament antara tulang-tulang karpan dan
fibrokartilagotrianguler.7
Pada masa awal penyakit, foto polos tidak menunjukkan kelainan. MRI juga
merupakan cara terbaik untuk mengevaluasi luasnya neoplasma jaringan lunak dan tulang,
dan telah menggantikan CT scan dalam hal ini meskipun foto polos tetap merupakan cara
terbaik untuk mendiagnosis tumor tulang.7

Syntigrafi
Teknik ini merupakan cara yang mudah untuk melihat pola keterlibatan sendi dan
keadaan aktifitas penyakit. Syntigrafi setelah pemberian intravena beberapa bahan seperti
99m teknisium metilen difosfat (99mTc MDP) untuk scan tulang, 99mTc sulfur koloid untuk
scan sumsum tulang, gallium sitrat (67Ga sitrat) dan leukosit yang diberi label dengan
indium (111In-labeled WBCs) berguna untuk mengevaluasi berbagai macam kelaianan
musculoskeletal. Biaya pemeriksaannya hampis sama dengan CT scan dan dosis radiasinya
sebanding dengan pemeriksaan CT scan abdomen.7
Ultrasonografi
USG relatif murah, mudah didapat dan bebas dari bahaya radiasi. Resolusi spatial
sama dengan CT scan dan MRI, bergantung kepada tranducer. Tetapi resolusi dibatasi oleh
17

dalamnya jaringan yang diperiksa. Kekurangan USG ialah ketergantungannya kepada


operator. Seorang peneliti tidak selalu dpaat mengulang hasil pemeriksaan peneliti lain.
Karena USG tidak memiliki gambaran potongan lintang yang lengkap untuk menentukan
orientasi, sulit bagi orang yang tidak hadir pada waktu pemeriksaan dilakukan
menginterpretasikan hasil pemeriksaan orang lain.7
Artrografi
Pada artrografi diperlukan suntikan bahan kontras dalam sendi, diikuti oleh
pemeriksaan radiologi. Pada artrografi konvensional, ruang sendi diisi dengan bahan kontras
yang mengandung yodium dan kadang-kadang udara. Biaya pemeriksaan lebih mudah
daripada CT scan atau MRI dan dapat dilakukan jika tersedia flouroskopi.
Artrografi dengan kontras digunakan untuk memastikan lokasi jarum intraartikuler
setelah aspirasi cairan sendi dari sendi yang diduga terinfeksi. Artrografi merupakan satusatunya cara yang dapat diandalkan untuk memastikan asal spesimen.7
Angiografi
Angiografi berguna dalam mendiagnosis penyakit reumatik dimana terdapat
komponen vaskular. Biaya angiografi lebih tinggi daripada MRI dan merupakan prosedur
invasif. Sebaiknya hanya dilakukan pada situasi tertentu dimana cara lain tidak dapat
memberikan data diagnotik yang diperlukan.7
III.

Diagnosis

Gejala Klinis
Gejala klinis utama AR adalah poliartritis yang mengakibatkan terjadinya kerusakan
pada rawan sendi dan tulang disekitarnya. Kerusakan ini terutama mengenai sendi perifer
pada tangan dan kaki yang umum nya bersifat simetris. Pada kasus AR yang jelas diag-nosis
tidak begitu sulit untuk ditegakkan. Akan tetapi pada masa permulaan penyakit, seringkali
gejala AR tidak bermanifestasi dengan jelas, sehingga kadang kadang timbul kesulitan dalam
menegakkan diagnosis.8
18

Kriteria Diagnosis
Pembagian AR sebagai classic, definite, probable dan possible, secara klinis juga
dianggap tidak relevan lagi. Hal ini disebabkan karena dalam praktek sehari hari, tidak perlu
dibedakan penata-laksanaan AR yang classic dari AR definite. Selain itu seringkali penderita
yang terdiagnosis sebagai menderita AR probable ternyata menderita jenis artritis yang lain.1
Manifestasi Intra Artikular :
1987 Revised A.R.A. Criteria for Rheumatoid Arthritis
Kriteria

Definisi

1. Kaku pagi hari

Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya,


sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal

2. Artritis pada 3
daerah

Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi


(bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi
secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter. Dalam
kriteria ini terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria
yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan, siku pergelangan kaki
dan MTP kiri dan kanan.

3. Artritis pada
persendian tangan

Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian


tangan seperti yang tertera diatas.

4. Artritis simetris

Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada


kriteria 2 pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP atau
MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat
simetris.

5. Nodul rheumatoid

Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan


ekstensor atau daerah juksta-artrikular yang diobservasi oleh
seorang dokter.

6. Faktor
rheumatoid serum

Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang


diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang
dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa.

7. Perubahan
gambaran

Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi


arthritis reumotoid pada periksaan sinar X tangan
19

posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus


menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang
berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan
sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak memenuhi
persyaratan).

Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita artritis reumatoid jika ia


sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus
terdapat minimal selama 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis tidak dieksklusikan.
Pembagian diagnosis sebagai artritis reumatoid klasik, definit, probable atau possible
tidak perlu dibuat.1
* PIP : Proximal Interphalangeal,

MCP : Metacarpophalangeal,

MTP:

Metatarsophalangeal

Manifetasi Ekstra Artikular :


1.

Kulit
akan dijumpai nodul yang terbentuk di bawah kulit, terlebih khusus pada lokasi

yang banyak menerima tekanan (olekranon, permukaan ekstensor lengan, tendo


achiles). Terdapat juga vasikulitis sebagai lesi purpura dan nekrosis kuku.
2. Mata
Dijumpai keratokonjungtivis sicca. Biasanya juga dijumpai beberapa episode
episkleritis yang sangat ringan dan dapat sembuh secara spontan, gejala skleritis (nodul
rheumatoid) yang menyebabkan erosi skelra sampai dengan kebutaan.
3. System respiratorik
Peradangan pada sendi krikoaritenoid. Keterlibatan system ini berupa nyeri
tenggorokan, nyeri menelan (disfonia) yang terasa lebih berat saat pagi hari.
4. System kardiovaskuler
Biasanya dijumpai gejala perikarditis berupa nyeri dada, gangguan faal jantung,
gejala perikardiris konstriktif berat, lesi inflamasi (nodul rheumatoid) pada katup
jantung yang menyebabkan fenomena embolisasi, disfungsi katup, gangguan konduksi,
aortitis, kardiomiopati.
5. System gastrointestinal
20

Sering dijumpai gastritis dan ulkus peptic.


6. Ginjal
Pada ginjal jarang ditemukan gejala AR. Bila ditemukan proteinuria, hal tersebut
dikarenakan efek samping dari pengobatan (garam emas dan d-penisilamin), atau terjadi
sekunder akibat amiloidosis.
7. System saraf
Pada umumnya sering dijumpai mielopati akibat instabilitas vertebra, cervikal,
neuropati jepitan, atau neuropati iskemik akibat vasikulitis.
8. System hematologis
Biasanya akan dijumpai anemia akibat penyakit kronik (eritrosit normositiknormokromik).1
Differential Diagnosis (DD)
1. Penyakit Gout

Rasa sakit pada sendi dengan permulaan eksplosif dan khas menyerang sendisendi kecil terutama jari-jari kaki.

Rasa sakit biasanya selalu berulang-ulang.

Riwayat keluarga sakit seperti penderita.

Sendi-sendi yang terkena bengkak, panas kemerahan dan sakit, sering dijumpai
thopi.

Sering terdapat batu ginjal

Laboratorium : kadar asam urat meningkat, ditemukannya kristal-kristal asam


urat dan cairan snovial sendi yang terserang.

Foto rontgen : adanya lubang-lubang pada phalanx dan pembengkakan jaringan


lunak.1,6

2. Osteoartritis

Rasa kaku dan nyeri pada sendi yang terkena.

Timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri
dan akan berkurang dengan istirahat.

Nyeri ini terutama terasa saat bergerak.

Fungsi sendi menjadi berkurang dan otot atrofi


21

Terdapat pembesaran sendi dan krepitasi tulang.

Sendi yang terkena adalah sendi yang menahan berat badan tubuh yaitu lutut,
pergelangan kaki, panggul, sakroiliaka, vertebrata, lumbalis dan servikalis.

Sering tidak merah dan tidak panas.

Tidak timbul ankilosis.

Pada pemeriksaan sendi nyeri pada pergerakan pasif dan aktif, gerakan ini
terbatas.

Laboratorium : LED yang meninggi.

Foto rontgen : penyempitan rongga sendi dan sklerosis tepi persendian, adangkadang tampak spur formation, lipping tepi tulang dan adanya tulang-tulang
yang lepas, dan terjadi deformitas, osteophytosis atau pembentukan kista juxta
artikuler. 1,6

3. Polimialgia reumatik

Suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan kekakuan yang terutama
mengenai otot ekstremitas proksimal, leher, bahu, dan panggul.

Terutama mengenai sekitar umur 50 tahun keatas.

Dapat timbul ebagai prodormal dari berbagai penyakit, seperti penyakit jaringan
ikat, keganasan, infeksi, giant cell tumor.

Kekakuan terutama mengganggu tidur dan isirahat.

Tidak terdapat kelelahan otot.

Sering disertai depresi.

Laboratorium : anemia normokrom normositik, leukositosis ringa, peninggian


LED.

IV.

Foto rontgen : foto sendi pada umumnya normal. 1,6

Etiologi

22

Walaupun faktor penyebab maupun patoenesis AR yang sebenarnya hingga kini


belum diketahui dengan pasti, faktor genetik seperti produk kompleks histokompabilitas
utama kelas II (HLA - DR) dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperanan
dalam timbulnya penyakit ini.8
Kompleks Histokompatibilitas Utama kelas II
Telah lama diketahui bahwa AR lebih sering dijumpai pada kembar monozygotic
dibandingkan kembar dizygotic. Akan tetapi bukti terkuat menunjukkan bahwa AR memiliki
presdiposisi genetik diketahui dari terdapatnya hubungan antara kompleks histokompabilitas
utama kelas II (MHC Class II determinants), khususnya HLA DR4 dengan AR seropositif.
Data dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengemban HLA - DR4
memiliki resiko relative 4:1 untuk menderita penyakit ini.8
Molekul antigen MHC Class II dapat dideteksi secara serologis, baik dengan cara
mencampurkan limfosit pasien dengan antibody humoral terhadap HLA tertentu atau dengan
melakukan mixed lymphocyte culture (MLC). Dengan cara MLC saat ini sekurang
kurangnya telah diketahui memiliki 5 subtype dari HLA DR4 yaitu Dw4, Dw10, Dw13,
Dw14 dan Dw15. Perbedaan subtype HLA DR4 ini ditentukan oleh susunan rantai
polipeptida pada variable dominan 1. Kerentanan populasi manusia terhadap AR ternyata
berbeda pada berbagai ras. Pada orang kulit putih kerantanan terhadap AR diketahui
berhubungan dengan subtype Dw4 dan orang Jepang berhubungan dengan Dw15. Berbeda
dengan pola yang lazim, selain berhubungan dengan Dw10, kerantanan bangsa Yahudi
terhadap AR ternyata tidak berhubungan dengan HLA DR4 akan tetapi HLA DR1. Hal ini
dapat diterangkan karena HLA DR1 ternyata memiliki susunan rantai polipeptida variable
domain 1 yang identik dengan subtype Dw14.8
Hubungan Hormom Seks dengan Artritis Reumatoid
Berbagai observasi telah menimbulkan dugaan bahwa hormone seks merupakan salah
satu faktor presdiposisi penyakit ini. Sebagai contoh, prevalensi AR diketahui 3 kali lebih
banyak diderita kaum wanita disbanding pria. Resiko ini dapat mencapai 5:1 pada wanita
dalam usia subur. Demikian pula remisi seringkali dijumpai pada pasien yang sedang hamil.
Akan tetapi, walaupun masih banyak kontrovesi dalam hal ini, beberapa observasi telah
23

menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral atau penggunaan preparat eostrogen


eksternal bagi wanita yang telah menimbulkan kesan terjadinya penurunan insidens penyakit
ini. Walaupun demikian, dari meta-analisis yang dilakukan oleh Romiaeu dan kawan kawan
telah dapat disimpulkan bahwa walaupun penggunaan kontraseptif oral mengesankan adanya
suatu efek protektif terhadap terjadinya AR, secara statistic hal ini tidak bermakna.8
Faktor Infeksi Sebagai Penyebab Artritis Reumatoid
Sejak tahun 1930, faktor infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Pada saat itu
Anna Svartz seorang ahli dari Swedia telah menciptakan sulfasalazine (salicyl-azosulfapyridine) yang terdiri dari gabungan dua konstituen kimia yaitu sulphapyridine yang
bersifat antimikroba dan asam 5-aminosalisilat yang memiliki khasiat seperti obat
antiinflamasi non steroid. Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab AR juga timbul karena
umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh
gambaran inflamasi yang mencolok. Dengan demikian timbul dugaan kuat bahwa penyakit
ini sangat mungkin disebabkan oleh tercetusnya suatu proses autoimun oleh suatu antigen
tunggal atau beberapa antigen tertentu saja. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab
AR antara lain adalah bakteri, mycoplasma atau virus. Walaupun hingga saat ini belum
berhasil dilakukan isolasi suatu mikrooranisme dan jaringan synovial, hal ini tidak
menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen petidoglikan atau endotoksin
mikro organisme yang dapat mencetuskan terjadinya AR.8
V.

Patogenesis

Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis AR terjadi akibat rantai peristiwa
imunologis sebagai berikut :
Suatu antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial, akan diproses oleh
antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A,
sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada
membran selnya. Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD 4+
bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC
tersebut membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan

24

bantuan interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.1,9
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi
reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+
akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan
menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD 4+ ini akan
berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD 4+
yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon,
tumor necrosis factor b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocytemacrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja
merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang
proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini
dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4. 1,9
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan
membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi.
Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan
membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor
kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih
banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan
histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada
AR adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN
dan pengendapan fibrin pada membran sinovial. 1,9
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan
pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral
(collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. 8,10
Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen
bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi. 1,9
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang
terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-b.
25

Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab
dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR, antigen atau komponen
antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi
akan berlangsung terus.10 Tidak terhentinya destruksi persendian pada AR kemungkinan
juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu
autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor
reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga
proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan
terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan
berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat. 1,9
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks imun
menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam
patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang
berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara histopatologis pada
daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak
dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan. 1,9
VI.

Epidemiologi
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh sinovitis erosif yang

simetris dan pada beberapa kasus disertai beberapa keterlibatan jaringan ekstraartikular.
Sebagian besar kasus perjalanannya kronik fluktuatif yang mengakibatkan kerusakkan sendi
yang progresif, kecacatan dan bahkan kematian dini.10
Prevalensi dan insidens penyakit ini bervariasi antara populasi satu dengan lainnya, di
Amerika Serikat, Kanada dan beberapa kawasan Eropa prevalensi AR sekitar 1% pada
kaukasia dewasa. Di Indonesia dari hasil penelitian Malang pada penduduk berusia di atas 40
tahun didapatkan prevalensi AR 0.5% di daerah Kotamadya dan 0.6% di daerah Kabupaten.
Di Poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 2000 kasus
baru AR merupakan 4.1% dari seluruh kasus baru. 10

26

Dampak penting dari AR adalah kerusakkan sendi dan kecacatan. Kerusakkan sendi
pada AR terjadi terutama dalam 2 tahun pertama. Kerusakkan ini dapat dicegah atau
dikurangi dengan pemberian DMRAD, sehingga diagnosis dini dan terapi agresif sangat
penting untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien AR. Pada sisi lain diagnosis dini
sering menghadapi kendala yaitu pada masa dini sering belum diketahui gambaran
karakteristik AR karena gambaran karakteristik AR berkembang sejalan dengan waktu
dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat. Diagnosis AR
hingga saat ini masih mengacu pada kriteria diagnosis menurut ACR tahun 1987, tetapi di
Indonesia gejala klinis nodul rheumatoid sangat jarang dijumpai. Berdasarkan hal ini perlu
dipikirkan untuk membuat kriteria diagnosis AR versi Indonesia pada masa yang akan datang
berdasarkan data pola klinis AR di Indonesia. Artritis Reumatoid sering mengenai penduduk
pada usia produktif sehingga member dampak sosial dan ekonomi yang besar. 10
VII.

Preventif

1. Istirahat yang cukup.


2. Pakailah kaos kaki atau sarung tangan sewaktu tidur malam.
3. Kurangi aktivitas yang berat secara perlahan-lahan.
Lakukan Diet
Tujuan diet Artritis Reumatoid adalah untuk mencapai dan mempertahankan status
gizi optimal serta mengurangi peradangan pada sendi.12
Syarat-syarat Diet Artritis Reumatoid
1. Protein cukup
2. Lemak sedang
3. Cukup vitamin dan mineral
4. Cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Rata-rata asupan cairan
yang dianjurkan adalah 2-2,5 liter/hari
27

5. Karbohidrat dapat diberikan lebih banyak, yaitu 65-75% dari kebutuhan energi total.12
Bahan makanan yang harus dikurangi atau dihindari oleh penderita :
Bila kadar asam urat diatas 7 mg %, makanan yang dihindari adalah :
1. Alkohol (bir, wiski, anggur, tape, tuak), remis, udang, tiram, kepiting
Pernah dilaporkan bahwa alkohol dapat mempengaruhi peradangan secara umum
dan artritis pada khususnya dikarenakan alkohol telah diketahui dapat menghilangkan
respon terhadap imunogen pada hewan dan juga pada manusia. Alkohol dapat
menurunkan produksi molekul pro-inflamasi melalui pengaruhnya terhadap sistem
kekebalan tubuh. Penambahan alkohol ke dalam air minum tikus percobaan
memperlihatkan penurunan tanda-tanda klinis artritis dan destruksi persendian.12
Pada orang-orang dengan moderate alcohol consumption, dilaporkan bahwa
terdapat penurunan risiko RA sebanyak 40-45% dibandingkan dengan orang-orang yang
tidak minum alkohol atau hanya minum pada saat-saat tertentu. Pada orang-orang dengan
konsumsi alkohol yang tinggi, terdapat penurunan risiko RA sebanyak 50-55 %.12
2. Makanan kaleng : Corned beff, sarden, dll.
3. Jeroan : hati, ginjal, jantung, otak, paru, limpa, usus
4. Ekstra daging : Kaldu kental
5. Beberapa buah-buahan : durian, apokat dan air kelapa.12
Makanan yang dibatasi adalah :
1. Ikan
2. Daging : kambing, sapi, ayam
3. Kacang,belinjo/emping, oncom, tempe
4. Beberapa jenis sayuran : brokoli, bayam, kangkung, kol, taoge.12
28

VIII. Penatalaksanaan
Walaupun hingga kini belum berhasil didapatkan suatu cara pencegahan dan
pengobatan AR yang sempurna, saat ini pengobatan pada penderita AR ditujukan untuk:
1. Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik
2. Mencegah terjadinya destruksi jaringan
3. Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian agar tetap dalam
keadaan baik.
4. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang terlibat agar sedapat mungkin
menjadi normal kembali.8
Peranan Pendidikan dalam Pengobatan AR
Penerangan tentang kemungkinan faktor etiologi, patogenesis, riwayat alamiah
penyakit dan penatalaksanaan AR kepada penderita merupakan hal yang amat penting untuk
dilakukan. Dengan penerangan yang baik mengenai penyakitnya, penderita AR diharapkan
dapat melakukan kontrol atas perubahan emosional, motivasi dan kognitif yang terganggu
akibat penyakit ini. 8
Trend Pengobatan AR Saat Ini
Berbeda dengan trend pada dekade yang lalu, saat ini banyak di antara para ahli
penyakit reumatik yang telah meninggalkan cara pengobatan tradisional yang menggunakan
piramida terapeutik. Beberapa ahli bahkan menganjurkan untuk menggunakan pendekatan
step down bridge dengan menggunakan kombinasi beberapa jenis DMARD yang dimulai
pada saat yang dini untuk kemudian dihentikan secara bertahap pada saat aktivitas AR telah
dapat terkontrol. 8
Penggunaan OAINS dalam Pengobatan AR
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umumnya diberikan pada penderita AR
sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi
29

yang seringkali dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain
dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgesik yang sangat baik. 8
OAINS terutama bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase sehingga
menekan sintesis prostaglandin. OAINS berkerja dengan cara:
a. Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal
b. Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin, serotonin, enzim
lisosomal dan enzim lainnya).
c. Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan
d. Menghambat proliferasi seluler
e. Menetralisasi radikal oksigen
f. Menekan rasa nyeri. 8
Selama ini telah terbukti bahwa OAINS dapat sangat berguna dalam pengobatan AR,
walaupun OAINS bukanlah merupakan satu satunya obat yang dibutuhkan dalam pengobatan
AR. Hal ini di sebabkan karena golongan OAINS tidak memiliki khasiat yang dapat
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat AR. Untuk mengatasi proses
destruksi tersebut masih diperlukan obat obatan lain yang termasuk dalam golongan
DMARD. 8
Efek Samping OAINS pada Pengobatan Penderita AR
Semua OAINS secara potensial umumnya bersifat toksik. Toksisitas OAINS yang
umum dijumpai adalah efek sampingnya pada traktus gastrointestinalis terutama jika OAINS
digunakan bersama obat obatan lain, alkohol, kebiasaan merokok atau dalam keadaan stress.
Usia juga merupakan suatu faktor risiko untuk mendapatkan efek samping gastrointestinal
akibat OAINS. Pada penderita yang sensitif dapat digunakan preparat OAINS yang berupa
suppositoria, pro drugs, enteric coated, slow release atau non-acidic. Akhir akhir ini juga
sedang dikembangkan OAINS yang bersifat selektif terhadap jalur COX-2 metabolisme asam
30

arakidonat. OAINS yang selektif terhadap jalur COX-2 umumnya kurang berpengaruh buruk
pada mukosa lambung dibandingkan dengan preparat OAINS biasa. 8
Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan OAINS antara lain
adalah reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta penekanan sistem
hematopoetik. 8
Selama duapuluh tahun terakhir ini, berbagai jenis OAINS baru dari berbagai
golongan dan cara penggunaan telah dapat diperoleh di pasaran. Dalam memilih suatu
OAINS untuk digunakan pada seorang penderita AR, seorang dokter umumnya harus
mempertimbangkan beberapa hal seperti:
a. Khasiat anti inflamasi
b. Efek samping obat
c. Kenyamanan / kepatuhan penderita
d. Biaya. 8

Golongan OAINS :
1. Asam mafenamat dan meklofenamat
Analgesiknya baik, anti inflamasi di bandingkan dengan aspirin masi kurang,
ikatan proteinnya sangat kuat sehingga obat bebas yang banyak mengakibatkan interaksi
yang dapat menimbulkan efek toksik, tidak dianjurkan pada anak dibawah 14 tahun dan
wanita hamil, untuk penyakit sendi 200-400mg/hari
2. Diklofenak
Absorpsi oral cepat dan lengkap, 90% terikat oleh protein plasma sehingga
interaksinya lebih kecil, efek samping terdapat pada saluran GI, dosis 50-150mg/hari, dan
kontraindikasi pada wanita hamil.
3. Fenbufen
31

Suatu pro-drug, t setengahnya panjang (10jam) jadi bat di berikan 1-2x/hari,


absorpsinya baik, dosis 300mg/1x sehari, dan efek samping terdapat pada saluran GI.
4. Ibuprofen
Analgesik dan anti inflamasi setara aspirin, dosis 1200-2400mg/hari, absorpsi oral
cepat, t setengah 2 jam, 90% terikat protein, tidak boleh di kmbinasi dengan warfarin
karena menyebabkan pendarahan gangguan tromboxan, mengurangi efek diuresis dan
efek anti hipertensi, efek samping terdapat pada iritasi saluran GI, hipersensitivitas,
trombositopeni, kontraindikasi pada wanita hamil dan menyusui.

5. Ketoprofen
Bersifat anti inflamasi yang sedang, efektivitasnya setara dengan ibuprofen, dan
absorpsi oralnya baik ( t setengahnya 2 jam).
6. Naproksen
Insiden efek samping kecil untuk terjadi, absorpsi oral baik, ikatan dengan protein
plasma 98-99%, naproksen dan ibu profen paling tidak bersifat toksik, efek samping :
disepsi pusink, ototoksisitas.
7. Indometasin
Obat ini sangat bersifat toksis, paling banyak menyebabkan pendarahan, derivat
indol as. Asetat, efektik untuk inflamasi tetapi bersifat toksis sehingga harus dibatasi
penggunaannya, anti inflamasi dan analgesik setara dengan aspirin, absorpsi baik, ikatan
protein tinggi, t setengah 2-4 jam, dan ekskresi melalui urine dan empedu.
Efek samping cukup sering terjadi :
a. Saluran GI : iritasi, pendarahan, diare, pankreatitis
b. Sakit kepala hebat, depresi
32

c. Halusinasi dan psikosis


d. Agranulositosis, anemia aplastik, trombosiopenia
e. Alergi
f. Mengurangi natriuretik dari tiazid dan furosemid
g. Mengurangi efek hipotensif beta-bloker
8. Urikosurik
Hanya digunakan apabila obat lain yang sudah digunaakan tidak bermanfaat.
Kontraindikasi : anak-anak, ibu hamil dan menyusui, psikosis dan penderita penyakit
saluran GI
9. Piroksikam (gol.oksikam)
Absorpsi oral cepat, kadar plasma = sinovial, t setengah 45jam, ikatan protein
plamsa 99%, efek samping jarang ditemkan apabila ada berarti gangguan saluran GI,
indikasi : hanya anti inflamasi RA, OA, spondilitis ankilosa, kontra indikasi : wanita
hamil, tukak lambung; terapi anti koag.
10. Nabumeton
Efektivitasnya setara AINS yang lain untuk OA dan RA, efeksamping relatif
berkurang karena bersifat asam.
11. Sulindac
Pro-drug seperti diklofenak, siklus entero memperpanjang lama kerja (1216jam), indikasi AINS yl, efek samping : steven jhonson, epidermal nekolysis, nefrotic
syndrome, trombositopenia, agran, dll
12. Tolmetin

33

DOC RA pada usia muda, setara dengan aspirin, di pakai untuk juvenile-adult
RA, dan t setengahnya pendek.
13. Etodolac
AINS yl, mengurangi iritasi lambung
14. Ketorulac
Terutama untuk analgesik bukan untuk anti inflamsi, digunaakan sebagai
pengganti morfin, terapi lama gastric ulcer dan gangguan ginjal

Contoh generik OAINS :


a. Aspirin (asam asetil salisilat 500mg/tablet). Pasien dibawah 65tahun dapat
dimulai dengan dosis 3-4 x 1g/hari, kemudan dinaikan 0,3-0,6 g per minggu
sampai terjadi perbaikan. Dosis terapi 20-30mg/dl.
b. Voltaren (Na-dilofenak 25 mg). Dosis permulaan: 100-150mg/hari; kasus sedang:
75-100mg/hari.
c. Voren ( Na-dilofenak 25 mg; 50 mg). Dosis dewasa 75-100mg/hari.
d. Ibufen ( Ibuprofen 200mg; 400mg/kaplet). Dewasa 3x200mg/hari; 3x400mg/hari;
20mg/kg bb dalam dosis terbagi.
e. Indene (piroksikam 10 mg; 20 mg/kapsul). Dewasa dosis tunggal 20mg/hari. 8
Penggunaan DMARD (Desease Modifying Anti Rheumatoid Drugs) pada Penderita AR
Tujuan terapi

Untuk merangsang remisi penuh (komplit)


34

Mengurangi pembengkakan, kekakuan dan nyeri sendi


Mempertahankan gerakan sendi yang baik, serta meningkatkan Quality of Life
Mencegah komplikasi sistemik
Memperlambat perubahan / deformitas sendi

Terapi farmakologi
Disease modifying antirheumatic drugs (DMARD)
o Harus dimulai dalam 3 bulan dari saat onset gejala terapi dini ini menghasilkan
efek yang lebih baik dan menurunkan mortalitas
o Harus diberikan kepada semua pasien, kecuali yang mempunyai kontraindikasi
atau RA kelas IV
Fist line = Metotrexat, Hidroxyklorokuin, Sulfasalazine, dan Leflunomid
Yang lain = Azatioprin, Pensilamin, Garam emas (gold salt Auranofin), Monisiklin,
Siklosporin, dan Siklofosfamid
Kombinasi 2 atau lebih DMARD, Bila terapi tunggal tidak efektif :
-

Metotrexate + Siklosporin
Metotrexate + Sulfasalazin + Hidroxyklorokuin

Metotrexate (MTX) (obat imunosupresif atau imunoregulator)


Mekanisme kerja : Menghambat produksi dan biosintesis purin dan produksi sitokin yang
diduga menyebabkan reaksi inflamasi.
Farmakokinetik :
-

Onset cepat : 2-3 minggu


Efek dapat bertahan 5-7 tahun pada 45-67% pasien dan dipakai pada kasus berat

Efek samping :
-

Gastrointestinal (stomatitis, diare, N. V)


Hematologis (trombositopenia, lekopenia)
Paru-paru (fibrosis dan pneumonitis)
Hepar (GOT dan GPT meningkat, sirhosis)
Teratogenik untuk perempuan harus dilindungi kontrasepsi
35

Efek samping ini biasanya dapat diatasi dengan mengurangi dosis atau menghentikan
pemberian MTX.

Kontraindikasi :
-

Ibu hamil dan menyusui


Penyakit hati kroni, imunodefisiensi
Efusi pleura dan peritoneal
Gangguan darah persisten
Creatinine clearance < 40 ml / menit
Methotrexate (MTX) adalah suatu sitostatika golongan antagonis asam folat yang banyak

digunakan sejak 15 tahun yang lalu. Obat ini sangat mudah digunakan dan rentang waktu yang
dibutuhkan untuk dapat mulai bekerja relatif lebih pendek (3 - 4 bulan) jika dibandingkan dengan
DMARD yang lain. Dalam pengobatan penyakit keganasan, MTX bekerja dengan menghambat
sintesis thymidine sehingga menyebab-kan hambatan pada sintesis DNA dan proliferasi selular. 8
Pemberian MTX umumnya dimulai dalam dosis 7.5 mg (5 mg untuk orang tua) setiap
minggu. Walaupun dosis efektif MTX sangat bervariasi, sebagian besar penderita sudah akan
merasakan manfaatnya dalam 2 sampai 4 bulan setelah pengobatan. Jika tidak terjadi kemajuan
dalam 3 sampai 4 bulan maka dosis MTX harus segera ditingkatkan. 8
Leflunomid (ARAVA)
Mekanisme kerja : menghambat sintesa pirimidine menurunkan proliferasi limfosit
dan modulasi reaksi inflamasi.
Efektifitas : setara dengan MTX
Dosis :
-

Loading dose : 100 mg / hari untuk 3 hari pertama


Dosis maintenance : 20 mg / hari

Efek samping :
-

Gastrointestinal
Distress
36

Toksisitas liver hepatitis dan alopesia

Kontraindikasi :
-

Penyakit hati monitor SGPT tiap bulan


Kehamilan oleh karena teratogenik

Toksis pada sumsum tulang hitung sel darah dan trombasit tiap bulan selama 6 bulan
Hidroxyklorokuin
Dibandingkan dengan DMARD yang lain, hidroxyklorokuin ini kurang menyebabkan
mielosupresif, gangguan hepar dan toksisitas ginjal.
Efektifitasnya baru nyata setelah 6 minggu.
Efek samping :
-

Gastrointestinal : N, V. D
Mata : gangguan akomodasi, deposit kornea benign, pengelihatan kabur, skotoma, buta

senja dan retinopati


Kulit : rash, pigmentasi
Rambut : alopesia
Saraf : sakit kepala, vertigo insomnia
Klorokuin merupakan DMARD yang paling banyak digunakan di Indonesia. Hal ini

disebabkan karena klorokuin sangat mudah didapat dengan biaya yang amat terjangkau sesuai
dengan kebijaksanaan pemerintah Indonesia dalam hal eradikasi penyakit malaria. 8
Dosis yang dianjurkan untuk pengobatan AR adalah klorokuin fosfat 250 mg/hari atau
hidroksiklorokuin 400 mg/hari. Pada dosis ini jarang sekali terjadi komplikasi penurunan
ketajaman penglihatan. Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada penggunaan antimalaria
adalah dermatitis makulopapular, nausea, diare dan anemia hemolitik. Walaupun sangat jarang
dapat pula terjadi diskrasia darah atau neuromiopati pada beberapa penderita. 8
Sulfasalazin
Efek reumatik baru terlihat setelah 1-2 bulan. Penggunaan terbatasi oleh efek samping :
37

Gastrointestinal : A, N, V. D
Kulit : rash, urtikaria
Hematologi : lekopenia dan agranulositosis
Hepar : meningkatkan enzyme hati
Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam bentuk enteric coated tablet digunakan mulai

dari dosis 1 x 500 mg / hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai
mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2 g / hari, dosis diturunkan
kembali sehingga mencapai 1 g /hari untuk digunakan dalam jangka panjang sampai remisi
sempurna terjadi. Jika sulfasalazine tidak menunjukkan khasiat yang di kehendaki dalam 3 bulan,
obat ini dapat dihentikan dan digantikan dengan DMARD lain atau tetap digunakan dalam
bentuk kombinasi dengan DMARD lainnya. 8
Kurang lebih 20% penderita AR menghentikan pengobatan SASP karena mengalami
nausea, mun-tah atau dispepsia. Gangguan susunan syaraf pusat seperti pusing atau iritabilitas
dapat pula dijumpai. Neutropenia, agranulositosis dan pansitopenia yang reversibel telah pernah
dilaporkan terjadi pada penderita yang mendapatkan SASP. Penurunan jumlah sel spermatozoa
yang reversibel juga pernah dilaporkan. 8
Beberapa jenis DMARD yang lain yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah:
D-penicillamine
D-penicillamine (DP) mulai meluas penggunaannya sejak tahun tujuhpuluhan. Walaupun
demikian, karena obat ini bekerja sangat lambat, saat ini DP kurang disukai lagi untuk digunakan
dalam pengobatan AR. Umumnya diperlukan waktu pengobatan kurang lebih satu tahun untuk
dapat mencapai keadaan remisi yang adekwat, dan rentang waktu ini dianggap terlalu lama. 8
Dalam pengobatan AR, DP (Cuprimin 250 mg atau Trolovol 300 mg) digunakan dalam
dosis 1 x 250 sampai 300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4 minggu
sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250 sampai 300 mg/hari. Efek
samping DP antara lain adalah ruam kulit urtikarial atau morbilformis akibat reaksi alergi,
stomatitis dan pemfigus. DP juga dapat menyebabkan trombositopenia, lekopenia dan
agranulositosis. Pada ginjal DP dapat menyebabkan timbulnya proteinuria ringan yang reversible
38

sampai pada suatu sindroma nefrotik. Efek samping lain yang juga dapat timbul adalah lupus
like syndrome, polimiositis, neuritis, miastenia gravis, gangguan mengecap, nausea, muntah,
kolestasis intrahepatik dan alopesia. 8
Garam emas
Auro Sodium Thiomalate (AST) intramuskular telah dianggap sebagai suatu gold
standard bagi DMARD sejak 20 tahun terakhir ini. Khasiat obat ini tidak diragukan lagi,
walaupun penggunaan obat ini seringkali menyertakan efek samping dari yang ringan sampai
yang cukup berat. 8
AST (Tauredon ampul 10, 20 dan 50 mg) diberikan secara intramuskular yang dimulai
dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, disusul dengan dosis percobaan kedua sebesar
20 mg setelah 1 minggu kemudian. Setelah 1 minggu, dosis penuh diberikan sebesar 50 mg /
minggu selama 20 minggu. Jika respons penderita belum memuaskan setelah 20 minggu,
pengobatan dapat dilanjutkan dengan pemberian dosis tambahan sebesar 50 mg setiap 2 minggu
sampai 3 bulan. Kalau masih diperlukan AST kemudian dapat diberikan dalam dosis sebesar 50
mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi yang memuaskan dapat tercapai. 8
Efek samping AST antara lain adalah pruritus, stomatitis, proteinuria, trombositopenia
dan aplasia sumsum tulang. 8
Cyclosporin - A
Cyclosporin - A (CS-A), adalah suatu undeca-peptida siklik yang di isolasi dari jamur
Tolypocladium inflatum Gams pada tahun 1972. Dalam dosis rendah, CS-A telah terbukti
khasiatnya sebagai DMARD dalam mengobati penderita AR. Pengobatan dengan CS-A terbukti
dapat menghambat progresivitas erosi dan kerusakan sendi. Kendala utama penggunaan obat ini
adalah sifat nefrotoksik yang sangat bergantung pada dosis yang digunakan. Gangguan fungsi
ginjal ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar kreatinin serum atau hipertensi. Efek
samping lain CS-A adalah gangguan fungsi hati, hipertrofi gingiva, hipertrikosis, rasa terbakar
pada ekstremitas dan perasaan lelah. 8

39

Dosis awal CS-A yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah 2,5 mg/KgBB/hari
yang diberikan terbagi dalam 2 dosis setiap 12 jam. Dosis dapat ditingkatkan sebesar 25% dosis
awal setelah 6 minggu hingga mencapai 4 mg/KgBB/hari sehingga sehingga tercapai kadar CS-A
serum sebesar 74 - 150 ng/ml atau jika kadar kreatinin serum meningkat mencapai lebih dari
50% nilai basal. Dosis peme-liharaan rata rata berkisar antara 4 mg/KgBB/hari. Dalam dosis
tersebut ternyata terjadi perbaikan yang bermakna dalam beberapa outcome yang diukur. 8
Kortikosteroid
Generiknya Prednison, yang hanya dipakai untuk pengobatan AR dengan komplikasi
berat dan mengancam jiwa. Dalam dosis rendah (seperti prednison 5-7,5mg satu kali sehari).
Efek samping sangat berat. 8
Karena beragamnya efek dari pengobatan dengan DMARD, maka cara pencegahannya
adalah sebelum DMARD ini digunakan, modalitas pengobatan yang lain seperti istirahat,
penggunaan NSAID/OAINS dan terapi fisis harus dilakukan terlebuh dahulu. 8
Rehabilitas
Bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya dengan mengistirahatkan
sendi yang terlibat, latihan, pemanasan dan sebagainya. Fisioterapi ini dilakukan segera setelah
rasa sakit pada sendi berkurang atau minimal. 8
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan pasien AR
dengan cara:.
a.

Mengurangi rasa nyeri

b. Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi.


c. Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot.
d. Mencegah terjadinya deformitas.
e. Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri.
f. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang lain. 8
Pembedahan
40

Dilakukan jika dengan berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil, serta
terdapat alasan yang cukup kuat dalam melakukan pembedahan. 8
IX.

Prognosis
Pejalanan peyakit ini sangan bervariasi, bergantung pada ketaatan pasien untuk berobat

dalam jangka waktu yang lama. Sekitar 50 75% pasia AR akan mengalami remisi dalam 2
tahun. Selebihnya akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Golongan ini umumnya
meninggal 10 15 tahun lebih cepat daripada orang tanpa AR. Penyebab kematiannya adalah
infeksi, penyakit jantung, gagal pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna. Umumnya
memiliki keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 sendi yang mengalami peradangan, dengan
menifestasi ekstaartikular, dan tingkat pendidikan yang rendah.11
Untuk menentukan kemajuan pengobatan dipakai parameter :
a. Lamanya morning stiffness
b. Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan/berjalan
c. Waktu yang diperlukan untu berjalan 10-15 meter.
d. Peningkatan LED.
e. Jumlah obat-obat yang digunakan.11

Daftar Pustaka
1. Noer H.M.S., Waspadji S., Rachman A.M., et al, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid 1, edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Universitas Indonesia. 1996.
2. Adnan HM. Artritis Reumatoid. Dalam Suparman dkk, eds. Ilmu Penyakit Dalam
Indonesia, edisi pertama, Jakarta, 1989; Jilid I : 694-713.
41

3. Anderson RJ. Rheumatoid Artritis. Clinical features and laboratory. Dalam : Schumacher
Jr. HR, Klippel JH. Koopman WJ, eds Primer on the Rheumatis desease. The Artritis
Foundation Atlanta, 1993; 90-95.
4. Fery. Penyunting : Soemarno M., Hendra L., Sulistiaa G. Kamus Kedokteran Edisi 5.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.
5. Isbagio H, Setiyohadi B. Anamnesia dan Pemeriksaan Fisis Penyakit Muskuloskeletal.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia,2006.h.1139-43
6. Edmonds JP, Scoot DL, Furst DE, et al. Antirheumatoid Drugs : a propoed new
classification. Editorial. Arthritis Rheum 1993; 36 (3): 336-39.
7. Zuljasri Albar. Pemeriksaan pencitraan dalam bidang reumatologi. Sudoyo AW (Eds.)
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, Pusat Penerbitan Dept. Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, 2006, hal 1159-65.
8. Daud R. Artritis Reumatoid. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK,
Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2006.h.1174-81.
9. Price S.A., Wilson L.M., Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit Buku II.
Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005.
10. Nasution AR, Sumariyono. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK,
Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2006.h.1073.
11. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Artritis Reumatoid. Edisi ketiga jilid I. Jakarta :
FK UI, 2000.h.536-9.
12. Diet pada penyakit artritis reumatoid. Diunduh dari:
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/diet-pada-penyakit-artritis-reumatoid/, 27
Maret 2010.

42

You might also like