You are on page 1of 14

Skenario :

Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam
keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang
yang di bagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya
terikat lengan baju (yang kemudian diketahui sebagai baju miliknya sendiri) dan
ujung lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan pohon perdu setingggi 60 cm.
Posisi tubuh relatif mendatar, namun leher memang terjerat oleh baju tersebut.
Tubuh mayat tersebut telah membusu, namun masih dijumpai adanya satu luka
terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang
putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri yang
memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.
Perlu diketahui bahwa rumah terdekat dari TKP adalah kira-kira 2 km. TKP adalah
suatu daerah perbukitan yang berhutan cukup lebat.
Latar Belakang
Kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan adalah permasalahan yang harus dapat dijawab,
dibuat terang dan jelas oleh dokter dan khususnya oleh penyidik. Kejelasan tersebut memang
diperlukan dan harus diusahakan oleh karena, baik kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan
membawa implikasi yang berbeda-beda, baik ditinjau dari sudut penyidikan maupun dari sudut
proses peradilan pada umumnya.1 Untuk dapat mengetahui dan dapat membantu dalam proses
penyidikan, maka dalam perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia
diperlukan pengetahuan khusus, yaitu ilmu kedokteran forensik.1 Selain bantuan ilmu kedokteran
forensik tersebut tertuang di dalam bentuk Visum et Repertum, maka bantuan dokter dengan
ilmu pengetahuan yang dimilikinya sangat diperlukan di dalam upaya mencari kejelasan dan
kebenaran materiil yang selengkap-lengkapnya tentang suatu perbuatan tindak pidana yang telah
terjadi sehingga dengan demikian proses penegakan hukumdan keadilan yang merupakan suatu
usaha ilmiah dan bukan sekedar common-sense, non-scientific baru dapat diwujudkan.1
Mengingat pentingnya kejadian yang dialami oleh korban di atas dan melihat seringnya
kasus tindak kejahatan yang terjadi dan banyak muncul pada masyarakat, maka saya menyusun
makalah ini dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai masalah tersebut baik dari

aspek hukum dan prosedur medikolegal, pemeriksaan medis pada tanatologi, identifikasi
forensik, pemeriksaan traumatologi, cara dan sebab meninggalnya korban, dan interpretasi
temuan pada korban.
Thanatologi

Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
(ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan
perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.2
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, antara lain mati somatis, mati
suri, mati seluler, mati serebral, dan mati batang otak.
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. 2
Tanda tidak pasti kematian, antara lain : 1) Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari
10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi). 2) Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi
karotis tidak teraba. 3) Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena
mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.
4) Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan
kulit menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda.
Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan
pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat yang
terlentang. 5) Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap. 6) Pengeringan
kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan
meneteskan air.2
Tanda pasti kematian, antara lain :
1) Lebam mayat (livor mortis). Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati
tempat terbawah akibat gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak
berwarna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang
tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel
pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama
intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini,

lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat
diubah.
Memucatnya lebam akan lebih cepat dan sempurna apabila penekanan atau perubahan
posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun
setelah 24 jam, darah masih tetap cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan
membentuk lebam mayat di tempat terendah yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak
perdarahan berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat
disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit
berpindah lagi. Selain itu, kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit
perpindahan tersebut.2
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab
kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna
kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi mayat
yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap; dan memperkirakan saat kematian.
Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap dilakukan
perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam mayat
baru di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada
penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan.2
Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan ini
digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi). Bila pada
daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah
akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.2
Pada pengembangan kasus, terdapat bercak merah keunguan di dada yang tidak hilang dengan
penekanan, 9 x 3 cm. Seluruh tangan kanan dan kiri, paha kanan, tungkai bawah dan kaki kiri dan
kanan.

2. Kaku mayat (rigor mortis). Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan
karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot
yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama
masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam
otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi
kaku.2

Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak kirakira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam
(sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal. Setelah
mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian
menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut
otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku
mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.2
Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum
mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu lingkungan
tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan
memperkirakan saat kematian.2
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis). Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses
pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi,
evaporasi dan konveksi.
Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban udara,
bentuk tubuh, posisi tubuh dan pakaian. Selain itu, suhu saat mati perlu diketahui untuk
perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling
yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi
terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak
kecil.2
Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui pengukuran
suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Saat ini telah
tersedia program komputer guna penghitungan saat mati melalui cara ini.2
Pada pengembangan kasus, suhu tubuh mayat sama dengan suhu lingkungan.
1. Pembusukan (decomposition, putrefaction). Pembusukan adalah proses degradasi
jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah perlunakan dan
pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh
enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.2
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke
jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Sebagian besar

bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses pembusukan
ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN, serta asam amino dan asam lemak.2
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut
kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak
dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-hemoglobin.
Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busuk
pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau
kehitaman.2
Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan
berbau busuk. Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas
yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi).
Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar
terdapat di daerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam
sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah
fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.2
Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah mengembung
dan warna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembam, bibir tebal, lidah
membengkak dan sering terjulur di antara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan wajah
asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.2
Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama bila
mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas berupa
lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.2
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 36-48
jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, di alis
mata, sudut mata, lubang hidung dan di antara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan menetas
menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies, lalat dan mengukur panjang
larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan
saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasanya secepatnya meletakkan telur setelah seseorang
meninggal (dan tidak lagi dapat mengusir lalat yang hinggap).2

Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda. Perubahan
warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu kecoklatan. Mukosa
saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh darah juga kemerahan,
akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan warna coklat
kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa
melunak dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non-gravid
merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan.
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5oC hingga sekitar suhu
normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk atau
menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga berperan. Mayat yang
terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau
dalam tanah.2
Pada pengembangan kasus, terdapat tanda-tanda pembusukan di bahu kiri bawah ukuran 55 cm,
tengah dada ukuran 42 cm, dada kiri ukuran 45 cm. Perut bawah, punggung belakang atas, ketiak
kanan, pangkal paha kanan dan kiri.

2. Adiposera atau lilin mayat.


Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak,
berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu disebut sebagai
saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena penunjukan sifat-sifat di antara lemak
dan lilin.2
Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis
lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang
tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi dan kristalkristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan
terbakar dengan nyala kuning, larut dalam alkohol dan eter.2
Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi lemak
superficial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat terlihat di
pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh berubah
menjadi adiposera.2
Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga
bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan.

Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan lemak tubuh
yang cukup, sedangkan yang meghambat adalah air yang mengalir yang membuang
elektrolit.Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan
mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan mempercepat
pembentukannya.2
Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan
dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0.5% asam lemak bebas,
tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi
70% atau lebih. Pada saat ini, adiposera menjadi jelas secara makroskopik sebagai bahan
berwana putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh. Pada
stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi
dengan analisis asam palmitat.2
3. Mummifikasi. Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan
yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan
pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak
membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mummifikasi
terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan
waktu yang lama (12-14 minggu). Mummifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.2

Pemeriksaan Medis
Pemeriksaan medis terdiri dari pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam.
Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensic, pemeriksaan
harus dilakukan dengan cermat meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium, maupun teraba,
baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu, dll. Juga terhadap tubuh
mayat sendiri.1 Sistematika pemeriksaan adalah: 1) Label mayat. 2) Tutup mayat. 3) Bungkus
mayat. 4) Pakaian. Mulai dari pakaian yang dikenakan pada bagian tubuh sebelah atas sampai
tubuh sebelah bawah, dari lapisan yang terluar sampai lapisan yang terdalam. Pencatatan
meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak atau motif dari tekstil, bentuk atau model pakaian,
ukuran, merk atau penjahit, cap binatu, monogra atau inisial serta tambahan atau tisikan bila ada.

Bila terdapat pengotoran atau robekan pada pakaian, maka ini juga harus dicatat dengan teliti
dengan mengukur letaknya yang tepat menggunakan koordinat, serta ukuran dari pengotoran dan
atau robekan yang ditemukan.
5) Perhiasan. Perhiasan yang dipakai oleh mayat harus dicatat pula dengan teliti. Meliputi
jenis perhiasan, bahan, warna, merk, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan
tersebut. 6) Benda di samping mayat. Kadangkala dalam pengiriman mayat terdapat benda di
samping mayat seperti tas atau bungkusan. Inipun dilakukan pencatatan yang teliti dan lengkap
7) Tanda kematian. Yaitu lebam mayat, kaku mayat, suhu mayat, pembusukan, dan
adiposera serta mumifikasi. 8) Identifikasi umum. Seperti: jenis kelamin, bangsa, umur, warna
kulit, keadaan gizi, tinggi, dan berat badan, keadaan zakar yang di sirkumsisi, adanya striae
albicantes pada dinding perut. 9) Identifikasi khusus. Seperti: tattoo, jaringan parut, kapalan,
kelainan pada kulit, anomaly dan cacat pada tubuh. 10) Pemeriksaan rambut. 11) Pemeriksaan
mata
12) Pemeriksaan daun telinga dan hidung. 13) Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga
mulut. 14) Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. 15) Lain-lain. 16) Pemeriksaan
terhadap tanda-tanda kekerasan atau luka. Identifikasi pada luka: letak, jenis luka, bentuk luka,
arah luka, tepi luka, sudut luka, dasar luka, sekitar luka, ukuran luka, saluran luka, lain-lain. 17)
Pemeriksaan terhadap patah tulang. 1
Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan organ atau alat tubuh biasanya dimulai dari lidah, oesofagus, trakea, dan
seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir. pemeriksaan
dalam meliputi: 1) Lidah, 2) Tonsil, 3) Kelenjar gondok, 4) Kerongkongan, 5) Batang tenggorok,
6) Tulang lidah, 7) rawan gondok, dan rawan cincin, 8) Arteri carotis interna, 9) Thymus, 10)
Paru-paru, 11) Jantung, 12) Aorta thoracalis, 13) Aorta abdominalis, 14) Anak ginjal, 15) Ginjal,
ureter, dan kandung kencing, 17) Hati dan kantung empedu, 18) Limpa dan kelenjar getah
bening,19) Lambung, usus halus, dan usus besar, 20) Pancreas, 21) Otak besar, otak kecil dan
batang otak, 22) Alat kelamin. Kemudian alat dan organ masing-masing ditimbang dan dicatat.1

Akan dibahas lebih lanjut mengenai pemeriksaan akibat tindak kekerasan, dalam hal ini
adalah luka. Luka terdiri dari luka akibat kekerasan tumpul, dan luka akibat kekerasan tajam.
A) Luka Akibat Kekerasan Tumpul. Luka yang terjadi akibat kekerasan tumpul bisa
berupa memar (kontusio, hematome), luka lecet (ekskoriasi, abrasi), dan luka terbuka atau robek
(vulnus laseratum).
Memar / Hematoma. Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis
akibat pecahnya kapiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar
kadangkala member petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya.2 Letak, bentuk dan luas luka
memar dipengaruhi oleh berbagai factor seperti besarnya kekerasan, jenis benda penyebab (karet,
kayu, besi), kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak), usia, jenis kelamin,
corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah, penyakit penyerta ( hipertensi, diastesis
hemorragik, penyakit kardiovaskular). Akibat gravitasi, lokasi hematom mungkin terletak jauh
dari letak benturan.2
Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada
saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah 4-5
hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7-10 hari, dan
akhirnya menghilang dalam 14-15 hari. Perubahan warna tersebut berlangsung mulai dari tepid
an waktunya dapat bervariasi tergantung derajat dan berbagai factor yang mempengaruhinya.2,
Dari sudut pandang medikolegal, interpretasi luka memar merupakan hal penting, apalagi
bila luka memar itu disertai luka lecet. Dengan perjalanan waktu, baik pada orang hidup atau
mati, luka memar akan memberikan gambaran yang makin jelas.
Hematoma ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya akan
menunjukkan pembengkakan dan infltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat dibedakan dari
lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit. Pada lebam mayat, darah akan mengalir
keluar dari pembuluh darah yang tersayat sehingga bila dialiri air, penampang sayatan akan
tampak bersih. Sedangkan pada hematom penampang sayatn tetap berwarna merah kehitaman.
Tetapi harus diingat bahwa pada pembusukan juga terjadi ekstravasasi darah yang dapat
mengacaukan pemeriksaan ini.2

Luka lecet (ekskoriasi / abrasi). Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang
bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing. 2 Manfaat interpretasi
luka lecet ditinju dari aspek medikolegal seringkali diremehkan, padahal pemeriksaan luka lecet
yang teliti disertai pemeriksaan TKP dapat mengungkapkan peristiwa yang sebenarnya terjadi. 2
Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet diklasifikasikan sebagai luka lecet gores
(scratch), luka lecet serut (graze), luka lecet tekan (impression) dan luka lecet geser (friction
abrasion).
Luka lecet gores diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang menggores
kulit) yang menggesar lapisan permukaan kulit (epidermis) didepannya dan menyebabkan
lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan yang terjadi.2,7 Luka lecet
serut adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan kulit
lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.2 Luka lecet tekan
disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah jaringan yang lentur,
maka bentuk kula lecet tekan belum tentu sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut,
tetapi masih memungkinkan identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk yang khas.2
Gambaran luka lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah daerah kulit yang kaku dengan
warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta
terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca kematian.2
Luka lecet geser disebabkan oleh tekananlinier pada kulit disertai gerakan bergeser.
Misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut. Luka lecet geser yang terjadi
semasa hidup mungkin sulit dibedakan dari luka lecet yang terjadi segera pasca kematian.2,7
Luka robek Merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul yang menyebabkan
kulit teregang ke satu arah dan bila batas elstisitas kulit terlampaui makan akan terjadi robekan
pada kulit. Luka ini mempunyai ciri yang umumnya tidak beraturan, tepi atau dinding tidak rata,
tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka, bentuk dasar luka tidak beraturan, sering
tampak luka lecet atau luka memar di sisi luka.2 Kekerasan benda tumpul yang cukup kuat dapat
menyebabkan patah tulang. Bila terdapat lebih dari 1 garis patah tulang yang saling
bersinggungan maka garis yang terjadi belakangan akan terhenti pada garis patah yang telah
terjadi sebelumnya.2

B) Luka Akibat Kekerasan Tajam. Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan
sifat luka seperti ini adalah benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing,
yang bervariasi dari alat-alat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca.2
Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi dan dinding luka yang rata,
berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik. Luka
akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau luka sayat, luka tusuk dan luka bacok.2
Selain gambaran umum luka di atas, luka iris atau sayat dan luka bacok mempunyai
kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip
dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik atau
akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak memutar, dapat menghasilkan luka yang tidak
selalu segaris.2,7
Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebab, apakah
berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul
berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip, luka
tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu dapat
menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung benda saja
yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dbentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.
Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya
luka lecet atau memar, kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit.2
Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam
penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda
tajam tersebut. Hali ini disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.2
C) Penjeratan. Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai,
stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya., melingkari atau mengikat leher yang makin
lama makin kuat, sehingga saluran pernapasan tertutup.2 Berbeda dengan gantung diri yang
biasanya merupakan bunuh diri, maka penjeratan biasanya adalah pembunuhan. Mekanisme
kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia atau refleks vaso-vagal (perangsangan reseptor
pada carotid body).2

Pada gantung diri, semua arteri di leher mungkin tertekan, sedangkan pada penjeratan,
arteri vertebralis biasanya tetap paten. Hal inidisebabkan oleh karena kekuatan atau beban yang
menekan pada penjeratan biasanya tidak besar.2
Bila jerat masih ditemukan melingkari leher, maka jerat tersebut harus disimpan dengan
baik sebab merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada penyidik bersama-sama dengan
Visum et Repertum-nya.
Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar jerat dapat diperbesar atau
diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Simpul harus diamankan dengan
melakukan pengikatan dengan benang agar tidak berubah pada waktu mengangkat jerat.2,6
Untuk melepaskan jerat dari leher, jerat harus digunting serong (jangan melintang) pada
tempat yang berlawanan dari letak simpul, sehingga dapat direkonstruksikan kembali di
kemudian hari. Kedua ujung jerat harus diikat sehingga bentuknya tidak berubah.
Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher dan terdapat lebih rendah
daripada jejas jerat pada kasus gantung. Jejas biasanya terletak setinggi atau di bawah rawan
gondok.2
Pemeriksaan Laboratorium Forensik
Pada kebanyakan kasus kejahatan dengan kekerasan fisik seperti pembunuhan,
penganiayaan, perkosaan dan lain-lain mungkin ditemukan darah, cairan mani, air liur, urin,
rambut, dan jaringan tubuh yang lain di tempat kejadian perkara. Bahan-bahan tersebut mungkin
berasal dari korban atau dari tersangka dan digunakan untuk membantu mengungkapkan
peristiwa kejahatan tersebut.1
Pemeriksaan Darah
Darah merupakan cairan tubuh yang paling penting karena merupakan cairan biologic
dengan sifat-sifat potensial yang spesifik untuk golongan manusia tertentu. Tujuan utama
pemeriksaan darah forensic adalah untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut, dengan
membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP pada objek, manusia dengan darah korban
atau darah tersangka pelaku kejahatan. Dari bercak yang dicurigai harus dibuktikan bahwa

bercak tersebut benar darah, darah dari manusia atau hewan, apabila dari manusia cari golongan
darah, darah menstruasi atau bukan.1
a) Pemeriksaan mikroskopik. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi dari selsel darah merah. Namun cara ini tidak dapat dilakukan apabila sel darah merah telah mengalami
kerusakan. Cara ini dilakukan dengan membuat sediaan hapus menggunakan pewarnaan Wright
atau Giemsa, dari kedua sediaan tersebut bisa dilihat bentuk dan inti sel darah merah serta sel
leukosit berinti banyak. Bila ditemukan drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05% dapat
dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita. Pemeriksaan mikroskopik terhadap
kedua sediaan tersebut dapat menentukan kelas dan bukan spesies darah tersebut. Kelas mamalia
memiliki sel darah merah berbentuk cakram dan tidak berinti, kecuali golongan unta dengan sel
darah merah berbentuk oval atau elips tetapi tidak berinti. Sedangkan kelas-kelas lainnya
berbentuk oval atau elips dan berinti.2
b) Pemeriksaan kimiawi. Cara ini dilakukan apabila sel darah merah dalam keadaan
rusak sehingga pemeriksaan mikroskopik tidak bermanfaat lagi. Pemeriksaan kimiawi terdiri dari
pemeriksaan penyaring darah dan pemeriksaan penentuan darah.
Pemeriksaan penyaring darah, yang biasa dilakukan adalah reaksi benzidin yang
menggunakan reagen larutan jenuh kristal benzindin dalam asam asetat glacial dan pemeriksaan
penyaring dengan reaksi fenoftalin dengan reagen fenoftalin 2gr + 100ml NaOH 20% yang
dipanaskan dengan biji-biji zinc.
Hasil positif pada reaksi benzidin adalah terbentuknya warna biru gelap, sedangkan pada
reaksi fenoftalin timbul warna merah muda. Apabila hasil negative pada kedua reaksi tersebut
dipastikan bahwa bercak tersebut bukan darah. Apabila positif maka bercak tersebut mungkin
darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.2
Pemeriksaan penentuan darah, berdasarkan pigmen atau Kristal hematin (hemin) dan
hemokhromogen. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah reaksi teichman dan reaksi
wagenaar hasil postif pada reaksi teichman dinyatakan dengan Kristal hemin HCl yang
berbentuk batang berwarna coklat terlihat dengan mikroskop. Sedangkan hasil positif pada reaksi
wagenaar adanya Kristal aseton nemin berbentuk batang berwarna coklat. Hasil yang negative

selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan darah juga dapat dijumpai pada bercak darah
yang struktur kimianya telah rusak.2
c) Pemeriksaan spektroskopik. Pemeriksaan ini memastikan bahan yang diperiksa adalah
darah bila dijumpai pita-pita absorpsi yang khas dari hemoglobin atau keturunannya dank has
juga spectrum warna.2
d) Pemeriksaan serologi. Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan spesies dan
golongan darah, untuk itu dibutuhkan antisera terhadap protein manusia (antihuman globulin)
serta terhadap protein hewan dan juga natisera terhadap golongan darah tertentu. Prinsip
pemeriksaan adalah reaksi antara antigen (bercak darah) dengan antibody (antiserum) yang dapat
merupakan reaksi presipitasi atau reaksi aglutinasi.1,2
daftar pustaka

1. Idries, A.M., Tjiptomartono, A.L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses
Penyidikan. Jakarta : Sagung Seto; 2008: h. 1-52.
2. Budiyanto, A.,Widiatmaka, W., Sudiono, S., Winardi, T., Idries, AM., Sidhi, dkk. Ilmu
Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia; 1997: h.
25-43.

You might also like