You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan

negara berkembang

yang sedang

giat-giatnya

melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan, salah satunya


adalah di bidang teknologi. Berbagai teknologi saat ini diberbagai bidang mulai
giat-giatnya melakukan berbagai riset dan penelitian tak terkecuali dalam bidang
farmasi.
Farmasi merupakan suatu cabang ilmu pada kesehatan dimana farmasi
mengkaji tentang obat-obatan. Farmasi merupakan salah satu bidang profesional
kesehatan yang mempunyai kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia.
Dalam farmasi tidak hanya mempelajari cara membuat, mencampur, meracik
formulasi obat, dan mengidentifikasi bahan obat, tetapi juga mempelajari ilmu
kimia. Salah satu ilmu kimia yang dipelajari oleh seorang farmasis adalah kimia
analisis.
Analisis Farmasi merupakan cabang dari ilmu kimia yang mempelajari teori
dan cara-cara melakukan analisis kimia baik kualitatif maupun kuantitatif.
Analisis

kualitatif

bertujuan

untuk

mengetahui

senyawa-senyawa

yang

terkandung dalam sampel yang dianalisis, sedangkan analisis kuantitatif bertujuan


untuk mengetahui kadar yang terkandung dalam suatu sampel.
Pada farmasi biasanya analisis farmasi dilakukan untuk mengidentifikasi dan
mengukur kadar dari suatu zat aktif atau sediaan farmasi sebelum dipasarkan.
Sediaan-sediaan yang beredar di pasaran tidak diketahui berapa kadar senyawa
aktif yang terkandung di dalamnya karena suatu sediaan tidak hanya mengandung
zat aktifnya saja tetapi juga mengandung bahan tambahan lainnya yang berfungsi
untuk menjaga kestabilan dari sediaan tersebut agar dapat memberikan efek
farmakologi yang baik.
Salah satu zat aktif yang biasa digunakan dalam farmasi adalah antibiotik.
Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati suatu

infeksi karena bakteri. Akan tetapi, istilah antibiotik sebenarnya mengacu pada
zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi, yang
menghambat pertumbuhan atau membunuh organisme yang lain.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara penentuan kadar antibiotic golongan antibiotic golongan
aminoglikosida, beta lactam dan tetra siklin secara kuantitatif?
2. Bagaimana cara penentuan kadar antibiotic golongan antibiotic golongan
aminoglikosida, beta lactam dan tetra siklin secara kualitatif?
I.3 Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah guna mengetahui uji kuantitatif dan
kualitatif penentuan kadar aminoglikosida, beta lactam dan tetra siklin.

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Antibiotik
Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme
(khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang dapat
membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain
sedangkan Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi
mikroba pada manusia. Antibiotika merupakan segolongan senyawa, baik
alami maupun sintetik, yamg mempunyai efek menekan atau menghentikan
suatu proses suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam
proses infeksi oleh bakteri.
Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme
(khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang dapat
membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain
sedangkan Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi
mikroba pada manusia. Antibiotika merupakan segolongan senyawa, baik
alami maupun sintetik, yamg mempunyai efek menekan atau menghentikan
suatu proses suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam
proses infeksi oleh bakteri.
1. Golongan Beta-Laktam
Diantaranya

golongan

karbapenem

(ertapenem,

imipenem,

meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim,


sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan
penisilin (penisilin, amoksisilin). Salah satu contoh dari golongan betalaktam ini adalah golongan sefalosporin dan golongan sefalosporin ini ada
hingga generasi ketiga dan seftriakson merupakan generasi ketika dari
golongan sefalosporin.

2. Golongan Aminoglikosida
Antibiotika golongan aminoglikosid bekerja dengan menghambat
sintesis protein dari bakteri. Aminoglikosid merupakan senyawa yang terdiri
dari 2 atau lebih gugus gula amino yang terikat lewat ikatan glikosidik pada
inti heksosa. Aminoglikosid merupakan produk streptomises atau fungus
lainnya. Seperti Streptomyces griseus untuk Streptomisin, Streptomyses
fradiae untuk Neomisin, Streptomyces kanamyceticus untuk Kanamisin,
Streptomyces tenebrarius untuk Tobramisin, Micromomospora purpures
untuk Gentamisin dan Asilasi kanamisin A untuk Amikasin. Aminoglikosid
dari sejarahnya digunakan untuk bakteri gram negatif. Aminoglikosid
pertama yang ditemukan adalah Streptomisin. Antibiotika lain untuk bakteri
gram negatif adalah golongan Sefalosporin generasi 3 yang lebih aman,
akan tetapi karena harganya masih mahal banyak dipakai golongan
Aminoglikosid.
Aktivitas bakteri Aminoglikosid dari Gentamisin, Tobramisin,
Kanamisin, Netilmisin dan Amikasin terutama tertuju pada basil gram
negatif yang aerobic (yang hidup dengan oksigen). Masalah resistensi
merupakan kesulitan utama dalam penggunaan Streptomisin secara kronik
misalnya pada terapi Tuberkulosis atau endokarditis bakterial subakut.
Resistensi terhadap Streptomisin dapat cepat terjadi, sedangkan resistensi
terhadap Aminoglikosid lainnya terjadi lebih berangsur-angsur.
3. Antibiotika Golongan Tetrasiklin
Bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri. Tetrasiklin
pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Tetrasiklin merupakan
antibiotika yang memberi harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu
penemuan antibiotika penting. Antibiotika golongan tetrasiklin yang
pertama

ditemukan

adalah

Klortetrasiklin

yang

dihasilkan

oleh

Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan Oksitetrasiklin dari

Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari


Klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies Streptomyces lain.
Mekanisme

Kerja

Tetrasiklin:

Golongan

Tetrasiklin

termasuk

antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan


menghambat sintesis protein kuman. Golongan Tetrasiklin menghambat
sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses
dalam masuknya antibiotika Tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram
negatif; pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua
ialah sistem transportasi aktif. Setelah antibiotika Tetrasiklin masuk ke
dalam ribosom bakteri, maka antibiotika Tetrasiklin berikatan dengan
ribosom dan menghalangi masuknya komplek tRNA-asam amino pada
lokasi asam amino, sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Pada
umumnya efek antimikroba golongan Tetrasiklin, namun terdapat perbedaan
kuantitatif dari aktivitas masing-masing derivat terhadap kuman tertentu.
Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi antibiotika
Tetrasiklin.
II.2 Uji Kualitatif dan Kuantitatif golongan beta-laktam
Uji Kualitatif:
1. Reaksi oksidasi-reduksi (amoxicillin). Titrasi-titrasi redoks berdasarkan
pada perpindahan elektron antara titran dan analit. Jenis titrasi ini biasanya
menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun
demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan
adanya kelebihan titran juga sering digunakan.
Uji kuantitatif:
1. Titrasi alkalimetri
2. Titrasi bebas air
3. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
4. Spektrofotometri UV

Dasar dari metode spektrofotometri UV untuk penetapan kadar sefadroksil


ini adalah adanya gugus fenil yang berlaku sebagai kromofor dan gugus
hidroksil yang berfungsi sebagai auksokrom. Penetapan kadar sefadroxil
secara spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi etil asetoasetat dan
formaldehid. Metode spektrofotometri visibel dapat digunakan sebagai
alternatif untuk menentukan kadar sefadroksil dalam sediaan farmasi.
Metode ini didasarkan pada terbentuknya produk berwarna kuning (maks
367 nm) dari reaksi antara sefadroksil dengan hasil kondensasi 2 mol etil
asetoasetat dan 1 mol formaldehid dalam suasana asam (pH 3,5) pada 45C
selama 20 menit.
5. Penetapan Kadar Amoxicilin dengan Titrasi Iodometri Metode titrasi
iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan
iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah
berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah
natrium thiosulfat. Garamini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat
Na2S2O3.5H2O.
V.3 Uji Kualitatif dan Kuantitatif golongan tetrasiklin
Uji Kualitatif:
1. Sampel

paha,

hati

dan

telur

dihomogenisasi

menggunakan

homogeniser. Kertas cakram dilembabkan dengan cara disisipkan pada


homogenat, selanjutnya kertas cakram diletakkan di atas media agar
yang telah dicampur dengan biakan bakteri uji. Media diinkubasi pada
suhu 37o C selama 16 18 jam. Sampel dinyatakan positif mengandung
residu antibiotic (tetrasiklin), bila zona hambat yang terbentuk lebih
besar atau sama dengan 1 cm (dengan paper disc) yang diukur dengan
caliper.

Jika sampel

dinyatakan

positif,

maka dilanjutkan

dengan

pemeriksaan secara kuantitatif untuk menghitung kandungan residu


menggunakan HPLC.

Uji kuantitatif:
1. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
Sampel yang dinyatakan positif secara kualitatif ditimbang sebanyak 5
g, ditambah dengan 30 mL dapar MC-Ilvaine EDTA dimasukkan ke dalam
tabung sentrifus 50 mL dan dihomogenkan kemudian disentrifus pada 4000
rpm selama 15 menit. Supernatan dipisahkan, tahapan ini diulangi sebanyak
2 kali, masing-masing dengan 20 mL dan 10 mL larutan dapar MC-Ilvaine
EDTA terhadap sedimen. Supernatan disatukan dan dialirkan ke dalam
catridge SepPak C-18 yang sebelumnya telah diaktifkan terlebih dahulu
dengan 20 mL metanol dan 20 mL air suling. Kemudian catridge SepPak
C-18 dicuci dengan 20 mL air suling, selanjutnya dielusi dengan 10
mL larutan asam oksalat 0,01 M dalam metanol. Sebanyak 50L
larutan ini disuntikkan ke dalam HPLC menggunakan kolom C-18
dengan detector UV-350 nm, laju alir 1 mL/menit dan fase gerak berupa
campuran metanol, asetonitril dan asam oksalat dihidrat 0,01 M (1:1:8).
V.4 Uji Kualitatif dan Kuantitatif neomisin
Analisis antibiotic aminoglikosida sulit dilakukan karena tidak ada kromofor
dan juga antibiotic biasanya merupakan campuran beberapa komponen.
Penetpan kadar BP tetes mata neomisin melakukan suatu pemeriksaan identitas
terhadap komponen neomisinB dan neomisin C dalam tetes mata dengan cara
menderivisasikannya sehingga komponen tersebut dapat dideteksi dengan
pemantauan UV. Polaritas gula-gula amino yang sangat polar berkurang
menjadi beberapa tingkat dengan cara derivatisasi sehingga gula amino tersebut
dapat digerakkan pada kolom gel silica dalam fase gerak yang terdiri atas
kloroform dan etanol.
Dalam jurnal Yuningsih (2010) analisis kualitatif dan kuantitatif yang
digunakan untuk menganalisis semyawa antibiotic dalam suatu produk ternak
digunakan beberapa analisis berikut:

High Pressure Liquid Chromatography


(HPLC) atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Hampir semua golongan
antibiotika dapat dianalisis dengan mempergunakan alat ini, misalnya golongan
makrolida,

laktam,

khloramfenikol

dan

antibiotika

lainnya

seperti

aminoglikosida.
Thin Layer Chromatography (TLC) atau Khromatografi Lapis Tipis (KLT).
Metoda ini kurang sensitif kualitatif/ semi kuantitatif) dibandingkan dengan
KCKT (kuantitatif), tetapi pemeriksaan lebih cepat terutama dalam uji screening
dari beberapa macam (golongan) antibiotika yang dapat dilakukan dalam satu kali
analisis.
Gas Chromatography (GC) atau Khromatografi Gas (KG), dapat dipergunakan
untuk analisis antibiotika golongan khloramfenikol. Prinsip analisis residu
antibiotika diperlukan 3 tahapan, yaitu:
Tahap ekstraksi, pemisahan antibiotika dari matriks lain (lemak, protein dsb)
dengan bahan larutan buffer atau bahan organik lain (pelarut antibiotika)
dengan cara pengocokan, biasanya menggunakan alat shaker atau vortex.
Tahap pemurnian, kebanyakan dilakukan dengan teknik yang cepat dan
efisien dalam pemakaian bahan kimia, yaitu teknik solid phase extraction
(SPE), dengan mempergunakan catridge dan paling banyak menggunakan
catridge C18.
Tahap deteksi, yaitu hasil pemurnian diinjeksikan pada alat KCKT atau KG
atau spotting pada plat KLT dan diikuti dengan injeksi larutan standar
antibiotika sebagai pembanding dan larutan fase gerak yang spesifik tiap jenis
antibiotika. Beberapa pemeriksaan residu antibiotika dengan cara cepat, uji
screening berdasarkan hambatan mikroba dan telah dikembangkan untuk
deteksi residu antibiotika dan golongan sulphonamida dalam jaringan yaitu Calf
Antibiotic and Sulfonamide Test (CAST) dan Fast Antimicrobial Screen Test

(FAST) yang masing- masing memerlukan waktu dalam 18 jam dan 6 jam
(DEY et al., 2005).

BAB III
PENUTUP

III.1 kesimpulan
Berdasarkan makalah yang dibuat dapat disimpulkan bahwa uji
kualitatif dan kuantitatif dari antibiotik golongan beta-laktam, aminoglikosida
dan tetrasiklin dapat dilakukan dengan cara reaksi oksidasi-reduksi,reaksi
iodometri, penetapan kadar BP, dan HPLC.
III.2 Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut lagi dalam uji senyawa kualitatif
dan kuantitatif golongan antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA
Journal of Pharmaceutical and Biomedical. Vol 7 N0. 12, 1998. Determination of
residues of tetracycline antibiotics in animal tissues by high-performance
liquid chromatography.
Susidarti dkk. 2008. Penetapan Kadar Sefadroxil Secara Spektrofotometri Visibel
Menggunakan Pereaksi Etil Asetoasetat Dan Formaldehid. Yogyakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Windiarti,Rai Devi. 2013. Penetapan Kadar Tetrasiklin HCL Dengan Metode
Spektrofotometri Uv-Vis. Tasikmalaya: STIKES Bakti Tunas Husada.
Yuningsih. 2010. Keberadaan Residu Antibiotika Dalam Produk Peternakan (Susu
Dan Daging). Bogor: Balai Penelitian Veteriner

You might also like