Professional Documents
Culture Documents
OLEH
I GST AYU PRAMITARESTHI
0602105003
http://www.juraganmedis.com/wp-content/upload/2009/02/cholesterol
2. EPIDEMIOLOGI
Penyebab syok kardiogenik yang terbanyak adalah IMA (infark miokard akut)
dimana terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium akibat terjadinya
nekrosis. Insiden syok kardiogenik sebagai komplikasi sindrom koroner akut
bervariasi.
Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tak stabil dan 2,1%
pasien IMA non-elevasi ST. Median waktu perkembangan menjadi syok pada
pasien ini adalah 76 jam dan 96 jam, dimana yang tersering adalah 48 jam. Syok
lebih sering dijumpai sebagai komplikasi IMA dengan elevasi ST daripada tipe
lain dari sindrom koroner akut. Pada studi besar di negara maju, pasien IMA
yang mendapat terapi trombolitik tetap ditemukan kejadian syok kardiogenik
yang berkisar antara 4,2% sampai 7,2%.
3. ETIOLOGI
Menurut Sylvia A. Price, 2006
A. Disebabkan oleh disritmia
1. Bradidisritmia
2. Takidisritmia
B. Disebabkan oleh faktor mekanisme jantung
1. Lesi regurgitasi
a. Insufisiensi aorta atau mitralis akut
b. Ruptur septum interventrikularis
c. Aneurisma ventrikel kiri masif
2. Lesi obstruktif
a. Obstruksi saluran keluar ventrikel kiri, seperti stenosis katup aorta
kongenital atau didapat, dan kardiomiopati hipertropi obstruktif.
b. Obstruksi saluran masuk ventrikel kiri, seperti stenosis mitralis,
miksoma atrium kiri, trombus atrium.
C. Miopati
1. Gangguan kontraktilitas ventrikel kiri, seperti pada infark miokardium
akut atau kardiomiopati kongestif
cairan
ekstraseluler
berpindah
ke
intertisial
sehingga
c. Timbul tiba-tiba 2-10 hari setelah infark disertai dengan timbulnya bising
mitral sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektromekanik. Tahap ini dapat
disertai atau tanpa disertai nyeri dada, tetapi sering disertai dengan sesak
nafas akut.
d. Keluhan nyeri dada pada IMA biasanya di daerah substernal, terasa seperti
ditekan, diperas, diikat, dicekik, dan disertai rasa takut. Rasa nyeri menjalar
ke leher, rahang, lengan, dan punggung. Nyeri biasanya hebat, berlangsung
lebih dari setengah jam, tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat.
Gejala syok kardiogenik berdasarkan etiologi lain:
a. Diaporesis (keringat dingin)
b. Takipnea (pernafasan cepat dan dalam)
c. Denyut nadi cepat (kecuali dijumpai Blok AV)
d. Ronchi akibat bendungan paru
e. Bunyi jantung lemah
f. Prekordium diskinetik
g. Bising jantung bila syok berasal dari disfungsi valvular (aorta atau mitral)
h. Ulsus paradoksus pada infark miokard atau temponade jantung.
Tanda awal dan lanjutan syok kardiogenik
Tanda
Tekanan darah
Awal
Tekanan nadi menurun.
Lanjut
Tekanan darah meningkat
Haluaran urine
natrium urine.
Peningkatan osmolaritas
Perubahan asam basa
urine.
Respiratori alkalosis
Alkalosis metabolik
meningkat.
Asidosis metabolik.
Perfusi jaringan
kering.
Sensori kabur.
Agak gelisah.
8. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan fisik tergantung derajat shock:
a. Tahap kompensasi :
-
Perubahan perfusi perifer : kulit pucat atau mottle dgn sianosis perifer
ringan, diaporesis, nadi sangat lemah (mungkin tdk ada), CRT terlambat
tekanan nadi,
Perubahan perfusi perifer : kulit dingin, pucat, atau mottle, dan sianosis,
kulit lembab & basah, nadi perfer tidak teraba, CRT lambat
9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan AGD: pemeriksaan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan
dapat dilakukan pada saat pemasang kateter Swan-Ganz, yang juga dapat
mendeteksi adanya defek septal ventrikel. Bila terdapat pintas darah yang
kaya oksigen dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan maka akan terjadi saturasi
oksigen yang step-up bila dibandingkan dengan saturasi oksigen vena dari
vena cava dan arteri pulmonal.
b. Pemeriksaan EKG: menunjukkan peninggian gelombang ST, penurunan
atau datarnya gelombang T, dan adanya gelombang Q patologis.
c. Foto Roentgen Dada: pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan
tanda-tanda kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang
berat.
d. Elektrokardiografi: penting untuk menilai hipokinesis berat ventrikel difus
atau segmental (bila berasal dari infark miokard), efusi perikardial, katup
mitral dan aorta, ruptur septum dan pintasan intrakardiak.
e. Pemantauan hemodinamik: penggunaan kateter Swan-Ganz untuk
mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler
khususnya untuk memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta
sebagai indikator evaluasi terapi yang diberikan.
10. KRITERIA DIAGNOSIS
Menurut Arif Mansjoer,dkk, 1999
Dari segi hemodinamik diagnosa syok kardiogenik ditegakan dengan adanya
kombinasi dari:
a. Tekanan darah sistol yang rendah (<90mmHg atau 30mmHg di bawah
tekanan darah basal)
b. Peningkatan arterio venous oksigen diferens (> 5,5ml/dL)
tanpa
infark ventrikel
kanan,
underfilling
ventrikel
kiri,
Bila PCWP atau PAEDP <15 mmHg (atau CVP <12 cmH 2O), sulit untuk
mengatakan adanya pump failure dan sebelum penanganan lebih lanjut,
volume cairanintravaskuler harus ditingkatkan hingga LVEDP mencapai
18mmHg. Pada keadaan ini, diberikan initial test volume sebanyak
100ml cairan melalui infus dalam waktu 5 menit. Bila ada respon, berupa
peningkatan tekanan darah, peningkatan diuresis, perbaikan syok secara
klinis, tanda-tanda kongesti paru tidak ada atau tidak bertambah berat.
Dan bila PCWP tidak berubah atau tidak meningkat >2 mmHg di atas
nilai awal, maka diberikan cairan sebanyak 200ml dalam 10 menit.
Bila selanjutnya PCWP stabil atau tidak meningkat >2mmHg atau diatas
16 mmHg (atau jika CVP tetap <15 cmH 2O), tekanan darah tetap stabil
atau meningkat, atau tanda-tanda kongesti paru tidak timbul atau
bertambah parah, maka infus dilanjutkan dengan memberikan cairan
500-1000 ml/jam sampai tekanan darah dan tanda klinis syok
menghilang. Periksa PCWP, tekanan darah, paru setiap 15 menit.
Diharapkan PCWP akan meningkat 15-18 mmHg.
Jika pada pemeriksaan awal didapat PCWP antara 15-18 mmHg (atau
nilai CVP 12-18 cmH2O), maka diberikan infus cairan 100 ml dalam
waktu 10 menit.
Jika nilai PCWP pada awalnya 20mmHg atau lebih maka tidak boleh
dilakukan test toleransi cairan intravena , dan pengobatan dimulai dengan
pemberian vasodilator.
Jika PCWP menunjukan nilai yang rendah (<5 mmHg) infus cairan dapat
diberikan walaupun didapat edema paru akut.
Jika pasien menunjukan edema paru dengn nilai PCWP rendah dan
dalam penanganan diberikan infus cairan menyebabkan peningkatan
kongesti paru serta perburukan keadaan klinis, maka infus cairan harus
dihentikan dan keadaan pasien harus dievaluasi kembali.
h. Pada pasien dengan perfusi jaringan tidak adekuat dan volume intravaskuler
yang adekuat harus dicari kemungkinan adanya temponade jantung sebelum
pemberian obat-obatan inotropik atau vasopresin dimulai.
i. Penanganan pump failure dibagi berdasarkan subset hemodinamik dan
pasien dapat berpindah dari subset satu ke subset lainnya dan memerlukan
perubahan dalam regimen terapi.
j. Subset 1: LVEDP >15 mmHg, tekanan sistolik arteri > 100 mmHg, dan
indeks jantung < 2,5 liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan adanya gagal
jantung kiri dengan tekanan arteri cukup tinggi, sehingga mengurangkan
afterload dapat dilakukan sebagai terapi pertama.
-
Pemberian
nitrogliserin
mempunyai
peranan
lebih
kecil
dalam
tetap,
maka
pemberian
deuretik
secara
perlahan
dapat
dipertimbangkan.
k. Subset 2: tekanan arteri sistolik <90mmHg, LVEDP >15mmHg, dan index
jantung <2,5 L/menit/m2. Keadaan ini menunjukan tanda klasik adanya syok
akibat hipotensi pada pasien infark miokard akut, dimana tim ballon perlu
digerakan dan sarana untuk kateterisasi harus disiapkan untuk menerima
pasien ini.
-
Bila tekanan darah pasien sudah stabil, maka terapi selanjutnya yang
terbaik adalah dobutamin yang dapat diberikan bersama-sama dopamin
untuk mengurangi kebutuhan dosis dopamin. Dopamin tidak bisa
digunakan secara tunggal pada pasien dengan hipotensi berat.
Jika dengan terapi cairan dan obat inotropik tidak ada perubahan, maka
dianjurkan pemasangan IABP counterpulsation.
PENGKAJIAN
1. Pengkajian awal
a. Airways
DS: adanya laporan verbal dari klien atau keluarga mengenai suara
yang mengorok, adanya dahak yang sulit untuk dikeluarkan
DO: suara nafas ronchi, terjadi penurunan reflek batuk dan
menelan.
b. Breathing
DS: adanya laporan verbal dari klien atau keluarga mengenai
kesulitan bernafas, sesak nafas, nyeri saat bernafas
DO: RR >24 x/menit, pernafasan cepat dan dalam, adanya
penggunaan otot bantu nafas, adanya respon non verbal klien saat
bernafas dengan wajah tampak meringis.
c. Circulation
DS: adanya laporan verbal dari klien atau keluarga mengenai
keluhan rasa dingin pada telapak tangan dan kaki, sering
berkeringat berlebihan (keringat dingin), adanya keluhan pusing
atau nyeri kepala.
DO: TD sistol yang rendah (<90mmHg atau 30mmHg di bawah
tekanan darah basal), nadi cepat dan lemah, diaporesis, sianosis,
hipoksia (CRT > 2 detik).
2. Pengkajian terus-menerus
Breathing
DS
Adanya laporan
DO
Jalan nafas tidak
paten, adanya
keluarga mengenai
obstruksi oleh
kesulitan bernafas,
bernafas, adanya
Masalah Keperawatan
- Bersihan jalan nafas
tidak efektif
-
Nyeri akut
untuk dikeluarkan
sesak nafas,
pernafasan cuping
hidung, retraksi otot
bantu nafas, RR >
24 x/menit, pasien
tampak meringis
saat bernafas
Blood
Adanya laporan
TD sistol yang
rendah (<90mmHg
keluarga mengenai
atau 30mmHg di
100x/menit, dan
berkeringat
lemah, diaporesis,
berlebihan (keringat
sianosis, hipoksia
dingin), adanya
nyeri kepala
Perubahan perfusi
jaringan perifer
Resiko penurunan
curah jantung
Kelebihan volume
cairan
lambat.
Brain
Adanya laporan
Kesadaran menurun,
GCS< 9, pupil
keluarga mengenai
(+).
PK penurunan
kesadaran
Resiko cedera
Gangguan eliminasi
kepala, mata
berkunang-kunang
Bladder
Adanya laporan
Oliguria, frekwensi
keluarga mengenai
kesulitan untuk
urine
berkemih
Bowel
Adanya laporan
Nafsu makan
Ketidakseimbangan
keluarga mengenai
kebutuhan tubuh
3x/hari
Adanya laporan
Pasien tampak
keluarga mengenai
latihan 4,berpindah
kelemahan saat
4.
Intoleransi aktivitas
beraktifitas, aktivitas
sehari-hari yang
dibantu
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
mukus
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah balik ventrikel kiri
4. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas otot jantung
5. Nyeri akut berhubungan dengan terbentuknya asam laktat
6. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan cairan overload dalam
tubuh
7. PK penurunan kesadaran
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Ni Luh Gede Yasmin, 1993. Proses Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: EGC
Carpenito-Moyet, Lynda Juall, 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Ed. 10.
Jakarta: EGC
Doenges, M.E., Marry, F..M
and
Asuhan