You are on page 1of 12

HEMATEMESIS

Pendahuluan
Pendarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah merupakan keadaan garurat yang sering
dijumpai di rumah sakit di seluruh dunia. Pasien dapat datang dalam keadaan stabil atau
datang dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat.
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan dari saluran makanan atas
(proksimal) sampai ligamentum Treitz (sekitar duodenum). Perdarahan ini dapat berupa
hematemesis (muntah darah), melena (BAB berdarah dengan

tinja hitam), hematokezia

(pendarahan merah cerah waktu BAB) ataupun perdarahan yang tidak nampak (perdarahan
terselubung atau occult bleeding)1.

Definisi
Hematemesis

adalah

muntah

darah.

Darah

bisa

dalam

keadaan

bentuk

segar

(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam
lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi1,2. Memuntahkan sedikit
darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran yang nonspesifik dari muntah
berulang dan tidak selalu menandakan pendarahan saluran cerna bagian atas yang signifikan.
Hemetemesis terjadi apabila adanya pendarahan dibagian proksima jejunum atau di atas
lihamen Treitz / pada jungsi denojejunal, dan bisa diikuti dengan keluhan BAB berdarah
dengan tinja berwarna hitam (melena)

Etiologi
Antara penyebab dari terjadinya pendarah saluran cerna bagian atas adalah3 :
1.

Pecahnya varises esophagus


Merupakan penyebab tersering SCBA di Indonesia (50-70%). Esofagus bagian bawah
merupakan saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal.
Vena esofagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan
dibawah diafragma vena esofagus masuk ke dalam vena gastrika. Hubungan antara vena
porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati pada kasushipertensi porta.
Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuk varises esofagus. Vena
yang melebar ini dapat pecah dan menyebabkan pendarahan yang bersifat fatal.

2.

Pendarahan tukak peptik (ulkus peptikum)


Pendarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang sering terjadi, sedikitnya
ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit. Walaupun ulkus disetiap
tempat dapat mengalami pendarahan, namun tempat perdarahan tersering adalah dinding
posterior

bulbus

duodenum,

karena

ditempat

ini

dapat

terjadi

erosi

arteri

pankreatikoduodenalis atau arteri gastroduodenalis.

3.

Gastritis (terutama gastritis erosive OAINS)


Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan/pendarahan mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronis, difus atau lokal. Banyak sekali etiologi penyebab gastritis, antara
lain endotoxin bakteria, kafien, alkohol, aspirin dan infeksi H. Pylori.

4.

Gastropathi hipertensi portal

5.

Esofagitis refluks kronis


Bentuk esofagitis paling sering ditemukan secara klinis. Gangguan ini disebabkan oleh
sphingter esophagus bagian bawah yang bekerja dengan kurang baik sehingga
menyebabkan terjadinya refluks asam lambung atau getah alkali usus ke dalam esofagus
berulang kali/dalam masa yang lama sehingga menyebabkan peradangan, pendarahan dan
jaringan parut di esofagus

6.

Sindroma Mallory- Weiss


Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti gejala muntah berat yang
berlangsung beberapa jam atau hari, dapat menyebabkan satu atau beberapa laserasi
mukosa lambung.

7.

Keganasan
Misalnya kanker lambung

8.

Angiodiplasia
Kelainan vaskular kecil

Epidemiologi
Di negara barat insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per 100.000 penduduk/tahun,
laki-laki lebih banyak dari wanita.Insidensi ini meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.
Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Dari catatan medik
pasien-pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun
1996-1998,pasien yang dirawat karena perdarahan SCBA sebesar 2,5% - 3,5% dari seluruh
pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam2,3. Berbeda dengan di negera barat dimana
perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan
karena ruptura varises gastroesofagei merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%,
gastritis erosiva hemoragika sekitar 25- 30%,tukak peptik sekitar 10-15% dan karena sebab
lainnya < 5%.Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi karena
pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak sebagai penyebab perdarahan SCBA
yang datang ke UGD RS Hasan Sadikin. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu
sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian
pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebahagian besar penderita perdarahan SCBA
meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena penyakit lain yang ada
secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis,
pneumonia dan sepsis

Patofisiologi
Patofisiolofi pada pendarahan saluran cerna atas sebenarnya tergantung dari penyebab
dan lokasi pendarahan. Secara garis besar, patofisiologi tersebut sebagai satu proses
keseimbangan tekanan vena porta5.
Misalnya, pada sirosis hepar kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan darah vena porta mengakibatkan terbentuknya saluran kolateral dalam
submukosa esophagus dan rectum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan
darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut
varises).Varises ini dapat pecah, mengakibatkan pendarahan gastrointestinal massif. Bila
pendarahan ini berlebihan, akan mengakibatkan perfusi jaringan3,4,5.
Varises esophagus yang pecah akan menimbulkan pendarahan tergantung pada
beratnya hipertensi porta dan besarnya varises. Darah dari varises yang pecah akan masuk ke
dalam lambung dan bercampur dengan asam lambung menyebabkan darah menjadi warna
kehitaman. Jika dimuntahkan maka bermanifestasi sebagai hematemesis. Selain dimuntahkan,

darah ini bias masuk ke usus bersama makanan dan kemudian keluar bersama feces yang akan
bermanifestasi sebagai melena (tinja kehitaman)

Asam dalam lumen + empedu, ASA, alkohol, lain-lain


Penghancuran sawar epitel
Asam kembali berdifusi kemukosa
Penghancuran sel mukosa
Pepsinogen Pepsin

Asam

Histamin

Rangsang kolinergik
Fungsi sawar

Motilitas
Pepsinogen

Destruksi kapiler dan vena


Perdarahan

Vasodilatasi

Permeabilitas terhadap protein


Plasma bocor ke lumen lambung
Dan interstisium
edema

Ulkus

Aspirin, alcohol, garam empedu dan zat-zat lain yang merusak mukosa lambung
mengubah permeabilitas sawar kapiler, sehingga memungkinkan difusi balik asam klorida
yang mengakibatkan kerusakan jaringan, terutama pembuluh darah. Apabila ini terjadi,
histamine akan dikeluarkan oleh tubuh sebagai satu respon pertahanan yang seterusnya akan
merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut yang megakibatkan permeabilitas kapiler
terhadap protein. Mukosa seterusnya akan menjadi edema dan sejumlah protein plasma dapat
hilang. Mukosa kapiler seterusnya menjadi rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi
interstitial dan pendarahan.

Diagnosis
Diagnosis pada gejla hematemesis bertujuan mencari tahu tentang2,4 :

Kemungkinan penyebab utama dari pendarahan SCBA

Lokasi yang tepat sumber pendarahan

Sifat pendarahan (sedang atau telah berlangsung, banyak atau sedikit)

Derajat gangguan yang ditimbulkan oleh sebab pendarahan pada organ lain, seperti
syok, koma, kegagalan fungsi organ (hati, jantung, ginjal)

Diagnosis ditegakkan melalui


1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan diagnostic seperti :
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan endoskopi (gold standard)
Pemeriksaan ultrasonorgrafi dan screening hati

Anamnesis
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti dan bila keadaan penderita lemah atau
kesadarannya menurun dapat diambil alloanamnesa dari keluarganya. Beberapa hal yang
perlu ditanyakan antara lain5 :
-

Apakah penderita pernah menderita atau sedang dalam perawatan karena penyakit hati
seperti hepatitis kronis, sirosis hati, penyakit lambung atau penyakit lain?

Apakah perdarahan ini yang pertama kali atau sudah pernah mengalami sebelumnya?

Apakah penderita minum obat-obat analgetik antipiretik atau kortison? Apakah minum
alkohol atau jamu-jamuan?

Apakah ada rasa nyeri di ulu hati sebelumnya, mual-mual atau muntah?

Apakah timbulnya perdarahan mendadak dan berapa banyaknya atau terjadi terus menerus
tetapi sedikit-sedikit?

Apakah timbul BAB berdarah atau tinja berwarna hitam (melena) ? Jika ya di tanyakan
konsistensi, frekuensi dan jumlahnya.

Apakah timbul hematemesis dahulu baru diikuti melena atau hanya melena saja?

Pemeriksaan fisik
Setibanya di rumah-sakit atau puskesmas, penderita perlu segera diperiksa keadaan
umumnya yaitu derajat kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu badan dan apakah
ada tanda-tanda syok, anemi, payah jantung, kegagalan ginjal atau kegagalan fungsi hati
berupa koma. Penderita dalam keadaan umum yang buruk atau syok perlu segera ditolong dan
diatasi dahulu syoknya, sedangkan pemeriksaan penunjang diagnosis ditunda dahulu sampai
keadaan umum membaik. Bila dugaan penyebab perdarahan SCBA adalah pecahnya varises
esofagus, perlu dicari tanda-tanda sirosis

hati dengan hipertensi portal seperti:

hepatosplenomegali, ikterus, asites, edema tungkai dan sakral, spider nevi,eritema palmarum,
ginekomasti, venektasi dinding perut. Bila pada palpasi ditemukan massa yang padat di
daerah epigastrium, perlu dipikirkan kemungkinan keganasan lambung atau keganasan hati
lobus kiri5.

Pemeriksaan penunjang diagnosis


-

Pemeriksaan laboratorik1,3
Pemeriksaan laboratorik dianjurkan dilakukan sedini mungkin, tergantung dari lengkap
tidaknya sarana yang tersedia. Disarankan pemeriksaan-pemeriksaan seperti golongan
darah, Hb, hematokrit, jumlah eritrosit, lekosit, trombosit, waktu perdarahan, waktu
pembekuan, morfologi darah tepi dan fibrinogen.
Pemeriksaan tes faal hati bilirubin, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, gama GT kolinesterase,
protein total, albumin, globulin, HBSAg, AntiHBs.
Pemeriksaan yang diperlukan pada komplikasi kegagalan fungsi ginjal, koma atau syok
adalah kreatinin, ureum, elektrolit, analisa gas darah, gula darah sewaktu, amoniak.

Menegakkan diagnosis etiologi dari perdarahan saluran cerna bagian atas dilakukan dengan
Endoskopi gastrointestinal
Radiologis dengan barium
Radionuklir

Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan sedini mungkin bila perdarahan telah berhenti. Mulamula dilakukan pemeriksaan esofagus dengan menelan bubur barium, diikuti dengan
pemeriksaan lambung dan doudenum, sebaiknya dengan kontras ganda. Pemeriksaan
dilakukan dalam berbagai posisi dan diteliti ada tidaknya varises di daerah 1/3 distal
esofagus, atau apakah terdapat ulkus, polip atau tumor di esofagus, lambung, doudenum.

Pemeriksaan endoskopik1,2,3
Pemeriksaan ini dianggap sebagai gold standard bagi perawatan pendarahan saluran cerna
bagian atas. Pemeriksaan endoskopik dengan fiberpanendoskop dewasa ini juga sudah
dapat dilakukan di beberapa rumah sakit besar di Indonsia. Dari publikasi pengarangpengarang luar negeri dan juga ahli-ahli di Indonsia terbukti pemeriksaan endoskopik ini
sangat penting untuk menentukan dengan tepat sumber perdarahan SCBA. Tergantung
ketrampilan dokternya, endoskopi dapat dilakukan sebagai pemeriksaan darurat sewaktu
perdarahan atau segera setelah hematemesis berhenti. Pada endoskopik darurat dapat
ditentukan sifat dari perdarahan yang sedang berlangsung. Beberapa ahli langsung
melakukan terapi sklerosis pada varises esofagus yang pecah, sedangkan ahli-ahli lain
melakukan terapi dengan laser endoskopik pada perdarahan lambung dan esofagus.
Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto
slide, film atau video untuk dokumentasi, juga dapat dilakukan aspirasi serta biopsi untuk
pemeriksaan sitologi.

Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati


Pemeriksaan ultrasonografi dapat menunjang diagnosa hematemesis/melena bila diduga
penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus, karena secara tidak langsung memberi
informasi tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis hati dengan hipertensi portal,
keganasan hati dengan cara yang non invasif dan tak memerlukan persiapan sesudah
perdarahan akut berhenti. Dengan alat endoskop ultrasonografi, suatu alat endoskop
mutakhir dengan transducer ultrasonografi yang berputar di ujung endoskop, maka
keganasan pada lambung dan pankreas juga dapat dideteksi. Pemeriksaan scanning hati
hanya dapat dilakukan di rumah sakit besar yang mempunyai bagian kedokteran nuklir.
Dengan pemeriksaan ini diagnosa sirosis hati dengan hipertensi portal atau suatu
keganasan di hati dapat ditegakkan.

Perbedaan pendarahan saluran cerna bagian atas dan bawah


Perdarahan SCBA
Manifestasi klinik pada
umumnya
Aspirasi nasogastrik
Ratio ( BUN/kreatinin )
Auskultasi usus

Hematemesis dan atau


melena

Perdarahan SCBB

Hematokesia

Berdarah

Jernih

Meningkat > 35

< 35

Hiperaktif

Normal

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada
umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi. Tujuan
pokoknya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik, mnghentikan perdarahan, dan
mencegah perdarahan ulang.
Penatalaksanaa perdarahan saluran cerna bagian atas, terbagi menjadi2,3 :
1. Non-Endoskopis
-

Pemberian Vitamin K
Boleh diberikan dengan pertimbangan tidak merugikan dan relatif murah.

Vasopressin
Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek vasokostriksi pembuluh
darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan vena porta menurun. Dapat digunakan
pada pasien perdarahan akut varises esofagus. Terdapat dua bentuk sediaan yaitu, pitresin
(vasopressin murni) dan preparat pituitary gland (vasopressin dan oxcytocin). Pemberian
vasopressin dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose
5%, diberikan 0.5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam, atau
setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0.1-0.5 U/menit. Vasopressin dapat
memberikan efek samping berupa insufisiensi koroner mendadak, maka disarankan
bersamaan preparat nitrat.

Somatostatin dan analognya (octreotide)


Dapat digunakan untuk perdarahan varises esofagus dan perdarahan nonvarises.
Pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama
12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti, sedangkan untuk octreotide, dosis bolus 100
mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai peradarahan
berhenti.

Obat Anti sekresi asam


Bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA. Diawali bolus omeprazol 80
mg/iv dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pada perdarahan SCBA,
antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dapat diberikan untuk penyembuhan lesi
mukosa penyebab perdarahan.

Balon Tamponade
Sengstaken Blakemore tube (SB-tube) mempunyai tiga pipa serta dua balon masingmasing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube antara lain
pnemoni aspirasi, laserasi sampai perforasi.

Sklerosis varises endoskopik


Sejak 1970 ahli-ahli mencoba menghentikan perdarahan varises esofagus dengan
penyuntikan bahan-bahan sklerotik seperti etanolamin, polidokanol, sodium morrhuate
melalui esofagoskop kaku atau serat optik. Karena pemakaian esofagoskop kaku
membutuhkan anestesi umum, dan sebagai komplikasi dapat terjadi ruptur esofagus, maka
metoda ini telah ditinggalkan. Sekarang lebih banyak digunakan endoskop serat optik baik
yang umum maupun yang khusus dengan 2 saluran, sehingga sewaktu penyuntikan
dilakukan melalui saluran pertama, penghisapan perdarahan yang mungkin terjadi dapat
dilakukan melalui saluran kedua. Teknik penyuntikan dapat paravasal atau intravasal.
Terapi ini dapat dilakukan segera setelah hematemesis berhenti, tetapi tergantung dari
keahlian dokternya dapat dilakukan juga pada penderita yang sedang mengalami
perdarahan akut, bila tindakan medik intensif lainnya tidak berhasil. Di sini perdarahan
dapat dihentikan pada 80-100%, perdarahan ulang terjadi pada 10-40% sedangkan
mortalitas selama dirawat mencapai 30%. Bila perdarahan dapat dihentikan dengan SB
Tube atau infus vasopresin, terapi sklerosis ini dilakukan beberapa hari kemudian. Varises
yang luas umumnya membutuhkan 2-3 x terapi dengan jangka waktu 7-10 hari. Mortalitas

penderita yang diterapi dalam stadium interval ini lebih rendah 4-14%. Komplikasi
metoda ini yang pernah dilaporkan adalah nyeri retrosternal, ulserasi, nekrosis, striktur
dan stenosis dari esofagus, effusi pleura, mediastinitis.
-

Embolisasi varises transhepatik


Caranya, dengan tuntunan ultrasonografi dimasukkan jarum ke dalam hati sampai
mencapai vena porta yang melebar, kemudian disorong kateter melalui mandrin tersebut
sepanjang vena porta sampai mencapai vena koronaria gastrika dan disuntikkan kontras
angiografin. Pada transhepatik portal-venografi ini akan terlihat vena-vena kolateral utama
termasuk varises esofagus. Selanjutnya sebanyak 30-50 cc Dextrose 50% disuntikkan
melalui kateter diikuti dengan suntikan trombin, ditambah gel foam atau otolein.
Perdarahan varises esofagus umumnya segera berhenti. Metoda ini belum banyak
laporannya dalam kepustakaan, karena tekniknya sukar dan sering mengalami kegagalan
yang disebabkan trombosis vena porta atau adanya asites. Komplikasi yang
membahayakan adalah perdarahan intraperitoneal dari bekas tusukan jarum tersebut.
Seorang peneliti melaporkan bahwa 5 bulan sesudah embolisasi timbul varises esofagus
yang baru.

2. Endoskopis
Terapi ini ditujukan untuk perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan
pembuluh darah yang tampak. Metode terapi meliputi : 1) Contact thermal (monopolar
atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe), 2) Noncontact thermal (laser), dan 3)
Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alcohol, cyanoacrylate, atau
pemakaian klip).
Terapi endoskopis yang relatif mudah dan tanpa banyak peralatan pendukung ialah
penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan menggunakan adrenalin 1:10000
sebanyak 0.5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%)
tidak melebihi1 ml. Keberhasilan terapi endoskopis mencapai di atas 95% dan tanpa terapi
tambahan, perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15-20%.
Pilihan pertama untuk mengatasi varises esofagus adalah ligasi varises. Terapi
pilihan adalah hemostasis endoskopi. Ligasi varises mengurangi efek samping dari

pemakaian sklerosan, serta lebih menurunkan frekuensi terjadinya ulserasi dan striktur.
Bila ligasi sulit dilakukan, skeloterapi dapat digunakan sebagai terapi alternatif.
-

Koagulasi laser endoskopik


Bila pemberian vasopresin, pemasangan SB Tube dan sklerosis varises endiskopik gagal
dalam menghentikan perdarahan varises esofagus, mungkin dapat diterapkan terapi
koagulasi dengan Argon/Neodym Yag Laser secara endoskopik. Ada ahli yang
melaporkan keberhasilan sampai 91,3% (116 dari 127 penderita). Hanya alat ini sangat
mahal. Demikian juga perdarahan SCBA lainnya seperti pada ulkus peptikum dan
keganasan ternyata dapat dihentikan dengan koagulasi laser endoskopik.

3. Terapi Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlansung dan
belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan
pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostasis yang bisa dilakukan dengan
penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan
fasilitas

dimungkinkan,

pada

perdarahan

varises

dapat

dipertimbangkan

TIPS

(Transjugular Intrahepatic Portosystemic shunt).

4. Pembedahan
Pembedahan dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan radiologi dinilai
gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim multidisipliner pada
pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan waktu yang tepat kapan tindakan
bedah sebaiknya dilakukan.

Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/terganggu sehingga
setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak
faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah
selama perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka
kematian penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas dipengaruhi oleh faktor
kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus,
ensefalopati dan golongan menurut kriteria Child. Mengingat tingginya angka kematian dan
sukarrnya dalam menanggulangi perdarahan saluran cerna bagian atas maka perlu
dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis
hati.

Daftar pustaka
1. Djumhana A. Perdarahan akut saluran cerna bagian atas. Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RS Dr Hasan Sadikin. Bandung; 2003.
2. Adi, Pangestu. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 4. Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. Hal 289-92.
3. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Oxford : Blackwell Science Ltd. 2006. Hal 3637.
4. Lindseth, Glenda N. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume
1 Edisi 6. Michigan : Elsevier Science. 2006. Hal 428.
5. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Oxford : Blackwell
Science Ltd. 2007. Hal 65.

You might also like