Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Pendarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah merupakan keadaan garurat yang sering
dijumpai di rumah sakit di seluruh dunia. Pasien dapat datang dalam keadaan stabil atau
datang dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat.
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan dari saluran makanan atas
(proksimal) sampai ligamentum Treitz (sekitar duodenum). Perdarahan ini dapat berupa
hematemesis (muntah darah), melena (BAB berdarah dengan
(pendarahan merah cerah waktu BAB) ataupun perdarahan yang tidak nampak (perdarahan
terselubung atau occult bleeding)1.
Definisi
Hematemesis
adalah
muntah
darah.
Darah
bisa
dalam
keadaan
bentuk
segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam
lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi1,2. Memuntahkan sedikit
darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran yang nonspesifik dari muntah
berulang dan tidak selalu menandakan pendarahan saluran cerna bagian atas yang signifikan.
Hemetemesis terjadi apabila adanya pendarahan dibagian proksima jejunum atau di atas
lihamen Treitz / pada jungsi denojejunal, dan bisa diikuti dengan keluhan BAB berdarah
dengan tinja berwarna hitam (melena)
Etiologi
Antara penyebab dari terjadinya pendarah saluran cerna bagian atas adalah3 :
1.
2.
bulbus
duodenum,
karena
ditempat
ini
dapat
terjadi
erosi
arteri
3.
4.
5.
6.
7.
Keganasan
Misalnya kanker lambung
8.
Angiodiplasia
Kelainan vaskular kecil
Epidemiologi
Di negara barat insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per 100.000 penduduk/tahun,
laki-laki lebih banyak dari wanita.Insidensi ini meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.
Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Dari catatan medik
pasien-pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun
1996-1998,pasien yang dirawat karena perdarahan SCBA sebesar 2,5% - 3,5% dari seluruh
pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam2,3. Berbeda dengan di negera barat dimana
perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan
karena ruptura varises gastroesofagei merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%,
gastritis erosiva hemoragika sekitar 25- 30%,tukak peptik sekitar 10-15% dan karena sebab
lainnya < 5%.Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi karena
pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak sebagai penyebab perdarahan SCBA
yang datang ke UGD RS Hasan Sadikin. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu
sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian
pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebahagian besar penderita perdarahan SCBA
meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena penyakit lain yang ada
secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis,
pneumonia dan sepsis
Patofisiologi
Patofisiolofi pada pendarahan saluran cerna atas sebenarnya tergantung dari penyebab
dan lokasi pendarahan. Secara garis besar, patofisiologi tersebut sebagai satu proses
keseimbangan tekanan vena porta5.
Misalnya, pada sirosis hepar kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan darah vena porta mengakibatkan terbentuknya saluran kolateral dalam
submukosa esophagus dan rectum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan
darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut
varises).Varises ini dapat pecah, mengakibatkan pendarahan gastrointestinal massif. Bila
pendarahan ini berlebihan, akan mengakibatkan perfusi jaringan3,4,5.
Varises esophagus yang pecah akan menimbulkan pendarahan tergantung pada
beratnya hipertensi porta dan besarnya varises. Darah dari varises yang pecah akan masuk ke
dalam lambung dan bercampur dengan asam lambung menyebabkan darah menjadi warna
kehitaman. Jika dimuntahkan maka bermanifestasi sebagai hematemesis. Selain dimuntahkan,
darah ini bias masuk ke usus bersama makanan dan kemudian keluar bersama feces yang akan
bermanifestasi sebagai melena (tinja kehitaman)
Asam
Histamin
Rangsang kolinergik
Fungsi sawar
Motilitas
Pepsinogen
Vasodilatasi
Ulkus
Aspirin, alcohol, garam empedu dan zat-zat lain yang merusak mukosa lambung
mengubah permeabilitas sawar kapiler, sehingga memungkinkan difusi balik asam klorida
yang mengakibatkan kerusakan jaringan, terutama pembuluh darah. Apabila ini terjadi,
histamine akan dikeluarkan oleh tubuh sebagai satu respon pertahanan yang seterusnya akan
merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut yang megakibatkan permeabilitas kapiler
terhadap protein. Mukosa seterusnya akan menjadi edema dan sejumlah protein plasma dapat
hilang. Mukosa kapiler seterusnya menjadi rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi
interstitial dan pendarahan.
Diagnosis
Diagnosis pada gejla hematemesis bertujuan mencari tahu tentang2,4 :
Derajat gangguan yang ditimbulkan oleh sebab pendarahan pada organ lain, seperti
syok, koma, kegagalan fungsi organ (hati, jantung, ginjal)
Anamnesis
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti dan bila keadaan penderita lemah atau
kesadarannya menurun dapat diambil alloanamnesa dari keluarganya. Beberapa hal yang
perlu ditanyakan antara lain5 :
-
Apakah penderita pernah menderita atau sedang dalam perawatan karena penyakit hati
seperti hepatitis kronis, sirosis hati, penyakit lambung atau penyakit lain?
Apakah perdarahan ini yang pertama kali atau sudah pernah mengalami sebelumnya?
Apakah penderita minum obat-obat analgetik antipiretik atau kortison? Apakah minum
alkohol atau jamu-jamuan?
Apakah ada rasa nyeri di ulu hati sebelumnya, mual-mual atau muntah?
Apakah timbulnya perdarahan mendadak dan berapa banyaknya atau terjadi terus menerus
tetapi sedikit-sedikit?
Apakah timbul BAB berdarah atau tinja berwarna hitam (melena) ? Jika ya di tanyakan
konsistensi, frekuensi dan jumlahnya.
Apakah timbul hematemesis dahulu baru diikuti melena atau hanya melena saja?
Pemeriksaan fisik
Setibanya di rumah-sakit atau puskesmas, penderita perlu segera diperiksa keadaan
umumnya yaitu derajat kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu badan dan apakah
ada tanda-tanda syok, anemi, payah jantung, kegagalan ginjal atau kegagalan fungsi hati
berupa koma. Penderita dalam keadaan umum yang buruk atau syok perlu segera ditolong dan
diatasi dahulu syoknya, sedangkan pemeriksaan penunjang diagnosis ditunda dahulu sampai
keadaan umum membaik. Bila dugaan penyebab perdarahan SCBA adalah pecahnya varises
esofagus, perlu dicari tanda-tanda sirosis
hepatosplenomegali, ikterus, asites, edema tungkai dan sakral, spider nevi,eritema palmarum,
ginekomasti, venektasi dinding perut. Bila pada palpasi ditemukan massa yang padat di
daerah epigastrium, perlu dipikirkan kemungkinan keganasan lambung atau keganasan hati
lobus kiri5.
Pemeriksaan laboratorik1,3
Pemeriksaan laboratorik dianjurkan dilakukan sedini mungkin, tergantung dari lengkap
tidaknya sarana yang tersedia. Disarankan pemeriksaan-pemeriksaan seperti golongan
darah, Hb, hematokrit, jumlah eritrosit, lekosit, trombosit, waktu perdarahan, waktu
pembekuan, morfologi darah tepi dan fibrinogen.
Pemeriksaan tes faal hati bilirubin, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, gama GT kolinesterase,
protein total, albumin, globulin, HBSAg, AntiHBs.
Pemeriksaan yang diperlukan pada komplikasi kegagalan fungsi ginjal, koma atau syok
adalah kreatinin, ureum, elektrolit, analisa gas darah, gula darah sewaktu, amoniak.
Menegakkan diagnosis etiologi dari perdarahan saluran cerna bagian atas dilakukan dengan
Endoskopi gastrointestinal
Radiologis dengan barium
Radionuklir
Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan sedini mungkin bila perdarahan telah berhenti. Mulamula dilakukan pemeriksaan esofagus dengan menelan bubur barium, diikuti dengan
pemeriksaan lambung dan doudenum, sebaiknya dengan kontras ganda. Pemeriksaan
dilakukan dalam berbagai posisi dan diteliti ada tidaknya varises di daerah 1/3 distal
esofagus, atau apakah terdapat ulkus, polip atau tumor di esofagus, lambung, doudenum.
Pemeriksaan endoskopik1,2,3
Pemeriksaan ini dianggap sebagai gold standard bagi perawatan pendarahan saluran cerna
bagian atas. Pemeriksaan endoskopik dengan fiberpanendoskop dewasa ini juga sudah
dapat dilakukan di beberapa rumah sakit besar di Indonsia. Dari publikasi pengarangpengarang luar negeri dan juga ahli-ahli di Indonsia terbukti pemeriksaan endoskopik ini
sangat penting untuk menentukan dengan tepat sumber perdarahan SCBA. Tergantung
ketrampilan dokternya, endoskopi dapat dilakukan sebagai pemeriksaan darurat sewaktu
perdarahan atau segera setelah hematemesis berhenti. Pada endoskopik darurat dapat
ditentukan sifat dari perdarahan yang sedang berlangsung. Beberapa ahli langsung
melakukan terapi sklerosis pada varises esofagus yang pecah, sedangkan ahli-ahli lain
melakukan terapi dengan laser endoskopik pada perdarahan lambung dan esofagus.
Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto
slide, film atau video untuk dokumentasi, juga dapat dilakukan aspirasi serta biopsi untuk
pemeriksaan sitologi.
Perdarahan SCBB
Hematokesia
Berdarah
Jernih
Meningkat > 35
< 35
Hiperaktif
Normal
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada
umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi. Tujuan
pokoknya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik, mnghentikan perdarahan, dan
mencegah perdarahan ulang.
Penatalaksanaa perdarahan saluran cerna bagian atas, terbagi menjadi2,3 :
1. Non-Endoskopis
-
Pemberian Vitamin K
Boleh diberikan dengan pertimbangan tidak merugikan dan relatif murah.
Vasopressin
Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek vasokostriksi pembuluh
darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan vena porta menurun. Dapat digunakan
pada pasien perdarahan akut varises esofagus. Terdapat dua bentuk sediaan yaitu, pitresin
(vasopressin murni) dan preparat pituitary gland (vasopressin dan oxcytocin). Pemberian
vasopressin dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose
5%, diberikan 0.5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam, atau
setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0.1-0.5 U/menit. Vasopressin dapat
memberikan efek samping berupa insufisiensi koroner mendadak, maka disarankan
bersamaan preparat nitrat.
Balon Tamponade
Sengstaken Blakemore tube (SB-tube) mempunyai tiga pipa serta dua balon masingmasing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube antara lain
pnemoni aspirasi, laserasi sampai perforasi.
penderita yang diterapi dalam stadium interval ini lebih rendah 4-14%. Komplikasi
metoda ini yang pernah dilaporkan adalah nyeri retrosternal, ulserasi, nekrosis, striktur
dan stenosis dari esofagus, effusi pleura, mediastinitis.
-
2. Endoskopis
Terapi ini ditujukan untuk perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan
pembuluh darah yang tampak. Metode terapi meliputi : 1) Contact thermal (monopolar
atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe), 2) Noncontact thermal (laser), dan 3)
Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alcohol, cyanoacrylate, atau
pemakaian klip).
Terapi endoskopis yang relatif mudah dan tanpa banyak peralatan pendukung ialah
penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan menggunakan adrenalin 1:10000
sebanyak 0.5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%)
tidak melebihi1 ml. Keberhasilan terapi endoskopis mencapai di atas 95% dan tanpa terapi
tambahan, perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15-20%.
Pilihan pertama untuk mengatasi varises esofagus adalah ligasi varises. Terapi
pilihan adalah hemostasis endoskopi. Ligasi varises mengurangi efek samping dari
pemakaian sklerosan, serta lebih menurunkan frekuensi terjadinya ulserasi dan striktur.
Bila ligasi sulit dilakukan, skeloterapi dapat digunakan sebagai terapi alternatif.
-
3. Terapi Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlansung dan
belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan
pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostasis yang bisa dilakukan dengan
penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan
fasilitas
dimungkinkan,
pada
perdarahan
varises
dapat
dipertimbangkan
TIPS
4. Pembedahan
Pembedahan dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan radiologi dinilai
gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim multidisipliner pada
pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan waktu yang tepat kapan tindakan
bedah sebaiknya dilakukan.
Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/terganggu sehingga
setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak
faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah
selama perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka
kematian penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas dipengaruhi oleh faktor
kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus,
ensefalopati dan golongan menurut kriteria Child. Mengingat tingginya angka kematian dan
sukarrnya dalam menanggulangi perdarahan saluran cerna bagian atas maka perlu
dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis
hati.
Daftar pustaka
1. Djumhana A. Perdarahan akut saluran cerna bagian atas. Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RS Dr Hasan Sadikin. Bandung; 2003.
2. Adi, Pangestu. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 4. Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. Hal 289-92.
3. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Oxford : Blackwell Science Ltd. 2006. Hal 3637.
4. Lindseth, Glenda N. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume
1 Edisi 6. Michigan : Elsevier Science. 2006. Hal 428.
5. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Oxford : Blackwell
Science Ltd. 2007. Hal 65.