Professional Documents
Culture Documents
I. Tujuan
- Mengetahui efek obat terhadap konvulsi pada hewan yang diberi striknin
berdasarkan pengamatan waktu timbulnya dan lamanya konvulsi.
II.
Prinsip
Penyuntikan antikonvulsi secara intraperitonial pada mencit menyebabkan
tubuh.Penderita
juga
bisa
merasakan
perubahan
kesadaran,
kehilangan
Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik
atau depolarisasi abnormal yang eksesif, terjadi di suatu focus dalamotak yang menyebabkan
bangkitan paroksismal. Fokus ini merupakan neuronepileptic yang sensitif terhadap rangsang
disebut neuron epileptic. Neuron inilah yang menjadi sumber bangkitan epilepsi .Pada dasarnya,
epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1. Bangkitan umum primer (epilepsi umum)
a. Bangkitan tonik-konik (epilepsi grand mall)
b. Bangkitan lena (epilepsi petit mal atau absences)
c. Bangkitan lena yang tidak khas (atypical absences, bangkitan tonik, bangkitanklonik
2. Bangkitan pasrsial atau fokal atau lokal (epilepsy parsial atau fokal)
a. Bangkitan parsial sederhana
b. bangkitan parsial kompleks
c. Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
3. Bangkitan lain-lain ( Utama dan Gan, 2007 ).
Mekanisme dasar terjadinya bangkitan umum primer adalah karena adanya cetusan
listrik di fokal korteks. Cetusan listrik tersebut akan melampaui ambang inhibisi neuron
disekitarnya., kemudian menyebar melalui hubungan sinaps kortiko-kortikal. Kemudian, cetusan
korteks tersebut menyebar ke korteks kontralateral melalui jalur hemisfer dan jalur nukleus
subkorteks. Timbul gejala klinis, tergantung bagian otak yang tereksitasi. Aktivitas subkorteks
akan diteruskan kembali ke focus korteks asalnya sehingga akan meningkatkan aktivitas eksitasi
dan terjadi penyebaran cetusan listrik ke neuron-neuron spinal melalui jalur kortikospinal dan
retikulospinal sehingga menyebabkan kejang tonik-klonik umum. Setelah itu terjadi diensefalon
( Utama dan Gan, 2007 ).
Sedangkan mekanisme dasar terjadinya bangkitan parsial meliputi dua fase,yakni fase
inisiasi dan fase propagasi. Fase inisiasi terdiri atas letupan potensial aksifrekuensi tinggi yang
melibatkan peranan kanal ion Ca ++ dan Na+ serta hiperpolarisasi/hipersinkronisasi yang
dimediasi oleh reseptor GABA atau ion K+. Fase propagasi terjadi peningkatan K+ intrasel
(yang mendepolarisasi neuron disekitarnya), akumulasi C++ pada ujung akhir pre sinaps
(meningkatkan pelepasan neurotransmitter), serta menginduksi reseptor eksitasi NMDA dan
2
meningkatkan ion Ca++ sehingga tidak terjadi inhibisi oleh neuron-neuron di sekitarnya.
Kemudian akan dilanjutkan dengan penyebaran dari korteks hingga spinal, sehingga dapat
menyebabkan epilepsy umum/epilepsy sekunder ( Arief, 2000 ).
Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat inimerupakan obat
konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada hewan cobakonvulsi ini berupa ekstensif
tonik dari badan dan semua anggota gerak. Gambarankonvulsi oleh striknin ini berbeda dengan
konvulsi oleh obat yang merangsanglangsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang
striknin ialah kontraksiekstensor yang simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik
yaitupendengaran, penglihatan dan perabaan. Konvulsi seperti ini juga terjadi padahewan yang
hanya mempunyai medula spinalis. Striknin ternyata juga merangsangmedula spinalis secara
langsung. Atas dasar ini efek striknin dianggap berdasarkankerjanya pada medula spinalis dan
konvulsinya disebut konvulsi spinal ( Louisa dan Dewoto, 2007 ).
Medula oblongota hanya dipengaruhi striknin pada dosis yang menimbulkan
hipereksitabilitas seluruh SSP. Striknin tidak langsung mempengaruhi sistemkardiovaskuler,
tetapi bila terjadi konvulsi akan terjadi perubahan tekanan darahberdasarkan efek sentral striknin
pada pusat vasomotor. Bertambahnya tonus ototrangka juga berdasarkan efek sentral
striknin.pada hewan coba dan manusia tidakterbukti adanya stimulasi saluran cerna. Striknin
digunakan sebagai perangsang nafsu makan secara irasional berdasarkan rasanya yang pahit
( Louisa dan Dewoto, 2007 ).
Striknin mudah diserap dari saluran cerna dan tempat suntikan, segerameninggalkan
sirkulasi masuk ke jaringan. Kadar striknin di SSP tidak lebih daripada di jaringan lain. Stirknin
segera di metabolisme oleh enzim mikrosom sel hati dan diekskresi melalui urin. Ekskresi
lengkap dalam waktu 10 jam, sebagian dalambentuk asal ( Gilman,2006 ).
Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku otot muka danleher. Setiap
rangsangan sensorik dapat menimbulkan gerakan motorik hebat. Padastadium awal terjadi
gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi, akhirnya terjadikonvulsi tetanik. Pada stadium ini
badan berada dalam sikap hiperekstensi (opistotonus), sehingga hanya occiput dan tumit saja
yang menyentuh alas tidur. Semua otot lurik dalam keadaan kontraksi penuh. Napas terhenti
karena kontraks iotot diafragma, dada dan perut. Episode kejang ini terjadi berulang; frekuensi
3
bayi dan anak di bawah 11 tahun dapat menghasilkan kadar 500 g/mL dalam waktu 2-6 menit
bagi anak yang lebih besar dan orang dewasa pemberian rectal tidak bermanfaat untuk
mengatasi kejang akut, karena kadar puncak lambat tercapaidan kadar plasmanya rendah.
Walaupun diazepam telah sering digunakan untuk mengatasi konvulsi rekuren, belum dapat
dipastikan kelebihan manfaatnya dibandingkan obat lain, seperti barbiturat atau anastesi umum;
untuk ini masih diperlukan suatu uji terkendali perbandingan efektivitas ( Muzafar,2011 ).
Mekanisme kerja diazepam adalah dengan pengikatan GABA (asam gama
aminobutirat) ke reseptornya pada membrane sel akan membuka salutan klorida, meningkatkan
efek konduksi korida. Aliran ion klorida yang masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemah
menurunkan potensi postsinaptik dari ambang letup dan meniadakan pembentukan kerja
potensial. Benzodiazepin terikat pada sisi spesifik dan berafinitas tinggi dari membrane sel, yang
terpisah tetapi dekat reseptor GABA. Reseptor benzodiazepine terdapat hanya pada SSP dan
lokasinya sejajar dengan neuron GABA. Peningkatan benzodiazepine mamacu afinitas reseptor
GABA untuk neurotransmitter yang bersangkutan, sehingga saluran klorida yang berdekatan
lebih sering terbuka. Keadaan tersebut akan memacu hiperpolarisasi dan menghambat letupan
neuron ( Mycek, 2001 ).
Efek samping berat dan berbahaya dan menyertai penggunaan diazepam intravena
ialah obstruksi saluran napas oleh lidah, akibat relaksasi otot. Di samping ini dapat terjadi depresi
napas sampai henti napas, hipotensi, henti jantung dan kantuk ( Katzung,1997 ).
Alat
a ) Alat suntik 1 ml
c ) Stopwatch
Bahan
dari
setiap
kelompok
diberi
perlakuan
sesuai
dengan
dosis
II.
Pemberian
obat
atau
zat
dilakukan
secara
Data Pengamatan
Kelompok
I
Kontrol
(PGA )
II
Obat Uji
( Diazepam dosis
I)
III
Obat Uji
( Diazepam dosis
II )
VII.
Mencit
Berat
1
10.5
2
19.0
3
16.4
4
20.3
Rata-rata
1
10.4
2
21.0
3
14.1
4
20.5
Rata-rata
1
10.8
2
20.0
3
17.0
4
20.5
Rata-rata
Onset time
6.30
5.26
8.21
8.00
7.03
7.32
3.45
14.00
10.00
8.69
10.43
14.26
15.00
14.00
13.42
Death time
11.11
7.44
23.21
12.00
13.44
32.60
5.30
40.00
53.00
32.72
11.10
30.33
53.00
56.00
37.60
Perhitungan
Dosis = weight ( g )
20
1
2
Kontrol
1.
2.
3.
4.
10.5/20
19.0/20
16.4/20
20.3/20
X
X
X
X
0.5 =
0.5 =
0.5 =
0.5 =
0.26 ml
0.47 ml
0.41 ml
0.50 ml
X
X
X
X
0.5 =
0.5 =
0.5 =
0.5 =
0.26 ml
0.52 ml
0.35 ml
0.51 ml
0.5 =
0.5 =
0.5 =
0.5 =
0.27 ml
0.50 ml
0.42 ml
0.51 ml
10.4/20
21.0/20
14.1/20
20.5/20
10.8/20
20.0/20
17.0/20
20.5/20
X
X
X
X
Dosis = weight ( g )
20
1
4
Kontrol
1. 10.5/20 X 0.25 = 0.13 ml
2. 19.0/20 X 0.25 = 0.23 ml
8
10.4/20
21.0/20
14.1/20
20.5/20
X
X
X
X
0.25 =
0.25 =
0.25 =
0.25 =
0.13 ml
0.26 ml
0.17 ml
0.25 ml
0.25 =
0.25 =
0.25 =
0.25 =
0.13 ml
0.25 ml
0.21 ml
0.25 ml
10.8/20
20.0/20
17.0/20
20.5/20
X
X
X
X
onset kontrol
100%
Obat dosis I
8.69 7.03
100%
7.03
23.61 %
Obat dosis II
13.42 7.03
100%
7.03
90.89 %
Obat dosis I
32.72 13.44
100%
13.44
143.45 %
Obat dosis II
10
100%
37.60 13.44
100%
13.44
179.76 %
Grafik
VIII.
Perbahasan
Percobaan kali ini memiliki tujuan untuk mengetahui efek obat
Aktivitas yang diamati adalah waktu konvulsi pada mencit sampai waktu mencit
tersebut mati. Pada percobaan kali ini obat penginduksi yang digunakan agar
terjadi konvulsi yaitu striknin, sedangkan obat yang akan diuji efektivitas
antikonvulsinya adalah diazepam.
Konvulsi adalah gerakan tidak normal akibat kontraksi oto yang
berlebihan dan tak terkendali yang diakibatkan oleh meningkatnya eksitabilitas
sistem sarafnya sampai pada batas tertentu. Konvulsi dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, salah satunya adalah induksi obat tertentu, seperti yang digunakan
dalam percobaan kali ini yaitu striknin. Striknin termasuk dalam obat perangsang
susunan saraf pusat. Striknin merupakan obat penginduksi terjadinya konvulsi
yang paling kuat dengan sifat kejang yang khas.
Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonis kompetitif terhadap
transmitor penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan pasca sinaps.
Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian sistem saraf pusat.
Konvulsi yang disebabkan oleh striknin berupa ekstensi tonik dari badan dan
semua anggota gerak. Sifat khas kejang oleh striknin yaitu kontraksi ekstensor
yang simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik seperti pendengaran,
penglihatan dan perabaan serta dapat terjadi pada hewan yang hanya mempunyai
medula spinalis.
Obat antikonvulsi yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah
diazepam. Diazepam merupakan obat yang terbukti paling efektif dalam
mengatasi konvulsi. Diazepam dapat melawan kejang tanpa menimbulkan
potensiasi terhadap depresi post ictal seperti pada penggunaan barbiturat atau
depresi non-selektif lain. Diazepam terutama digunakan sebagai terapi epilepsi.
Parameter yang digunakan dalam percobaan ini adalah pengamatan waktu
saat kejang pertama hingga waktu saat hewan percobaan yang digunakan mati.
Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan yang mempunyai bobot
kurang lebih 20 gram. Mula-mula hewan dibagi menjadi tiga kelompok yang
terdiri dari mencit kontrol, mencit uji I dan mencit uji II, kemudian masingmasing mencit ditimbang, untuk menyesuaikan dosis intraperitonial (i.p.) yang
diberikan dengan berat badan mencit Setelah ditimbang, mencit kontrol disuntik
12
dengan NaCl fisiologis 1-2 % secara intraperitonial . Mencit uji I disuntik dengan
diazepam dosis I secara intraperitonial sebanyak . Mencit uji II disuntik dengan
diazepam dosis II secara intraperitonial .
Setelah pemberian obat tersebut, mencit didiamkan selama 30 menit,
dengan estimasi bahwa pada 30 menit obat tersebut telah bekerja di dalam tubuh
mencit. Pada mencit uji kontrol hanya digunakan NaCl fisiologis yang tidak
memiliki efek antikonvulsi. Mencit uji I diberikan diazepam pada dosis yang lebih
tinggi, sedangkan mencit uji II diberikan diazepam pada dosis yang lebih rendah.
Obat diazepam ini diberikan untuk mengatasi konvulsi yang diinduksi striknin.
Setelah 30 menit waktu pendiaman, mencit segera diinduksi dengan
striknin. Pada beberapa saat akan muncul konvulsi pertama dan dicatat waktu
konvulsi pertama tersebut, dan dicatat pula waktu saat konvulsi pertama hingga
waktu kematian mencit tersebut. Waktu konvulsi pertama setelah pemberian
striknin disebut onset, sedangkan waktu dari saat konvulsi pertama sampai
terjadinya kematian mencit disebut death time.
Berdasarkan
perlakuan
pemberian
penginduksi
dan
antikonvulsi,
13
VIII.
Kesimpulan
Daripada percobaan kali ini,efek obat terhadap konvulsi pada hewan diberi
Daftar pustaka
15
4 Mei 2012 ]
http://www.
farmasiku
.com/index.php?target=categories&category_id=171 [ Diakses
pada
4 Mei 2012 ]
Mycek,2000
,Bagian
Farmakologi
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia
16
17