You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN
Deafness atau ketulian adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk
mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga.1
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness)
serta tuli campur (mixed deafness).Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat
menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli
sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea.2
Tuli konduktif, disebabkan oleh kelainan yang terdapat di telinga luar atau
telinga tengah. Teling aluar yang menyebabkan tuli konduktif ialah atresia liang
telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, osteoma liang telinga.
Kelainan di telingah tengah yang menyebabkan tuli konduktif ialah tuba katar/
sumbatan

tuba

eustachius,

otitis

media,

otosklerosis,

timpanosklerosis,

hemotimpanum dan dislokasi tulang pendengaran.


Tuli sensorineural (perseptif) dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan
retrokoklea. Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital),
labirintitis (oleh balteri/ virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin,
neomisin, kina, asetosal atau alkohol. Selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli
mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising. Tuli
sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons
serebelum, myeloma multipel, cedera otak, perdarahan otak dan kelainan otak lainnya.
Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras dan usia lanjut akan
menyebabkan kerusakan pada penerimaan nada tinggi di bagian basal koklea.
Presbikusis ialah penurunan kemampuan mendengar pada usia lanjut.2

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

2.1.

Anatomi Telinga
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.2

2.1.1. Telinga Luar


Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan
dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira kira 2 - 3
cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit
liang telinga.
Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.2

Gambar 1. Anatomi Telinga Luar

2.1.2. Telinga Tengah


Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
o batas luar

: membran timpani

o batas depan

: tuba eustachius

o batas bawah

: vena jugularis (bulbus jugularis)

o batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis


o batas atas

: tegmen timpani (meningen / otak)

o batas dalam

: berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar


(round window) dan promontorium
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus besilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pers tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
luar dan sirkuler pada bagian dalam.2
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah
cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani
terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan
timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya ini
dinilai, misalnya bila letak refleks cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada
tuba eustachius.2
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menraik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawahbelakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.2

Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah


belakang membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran timpani. Di daerah
ini tidak terdapat tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang
pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes.2
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus
melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan
koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.2
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat
aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum
mastoid.2
Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah.2

Gambar 2. Anatomi Telinga Tengah

Gambar 3. Membran Timpani Kanan

2.1.3. Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang teridiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus
koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda
dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut
sebagai membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.2

Gambar 4. Anatomi Telinga Dalam

2.2.

Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya bunyi oleh daun telinga

dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getara melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.
Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39 40) di lobus temporalis.2

Gambar 5. Fisiologi Pendengaran

2.3.

Gangguan Fisiologi Telinga


Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif,

sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas
tuli koklea dan tuli retrokoklea.
Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan
terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan
menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung.
Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialisis yang disebut korda
timpani. Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda timpani
terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap.
Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat perdengaran.
Obat-obat dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf pendengaran rusak, dan
terjadi tuli sensorineural. Setelah pemakaian obat ototoksik seperti streptomisin, akan
terdapat gejala gangguan pendengaran berupa tuli sensoneural dan gangguan
keseimbangan.2
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness)
serta tuli campur (mixed deafness).

Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh


kelainan penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli sensorineural
(perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat
pendengaran, sedangkan tuli campur, disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan
tuli sensorineural. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya radang
telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit
yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah
(tuli konduktif).
Jadi jenis ketulian sesuai dengan letak kelainan.
Suara yang didengar dapat dibagi dalam bunyi, nada murni dan bising.
Bunyi (frekuensi 20 Hz 18.000 Hz) merupakan frekuensi nada murni yang
dapat didengar oleh telinga normal.
Nada murni (pure tone), hanya satu frekuensi, misalnya dari garpu tala,
piano.
Bising (noise) dibedakan antara : NB (narrow band), terdiri atas beberapa
frekuensi, spektrumnya terbatas dan WN (white noise), yang terdiri dari banyak
frekuensi.2

2.4.

Cara Pemeriksaan Pendengaran


Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui

udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni.
Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada
kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis
liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga tengah.
Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural koklea atau
retrokoklea.
Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 Hz sampai 18.000
Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Oleh
karena itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garputala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Penggunaan ke tiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila

salah satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya gangguan
pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil
512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising di
sekitarnya.
Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan mempergunakan
garpu tala dan kuantitatif dengan mempergunakan audiometer.2

UJI PENALA
Satu perangkat penala yang memberikan skala pendengaran dari frekuensi rendah
hingga tinggi akan memudahkan survey kepekaan pendengaran. Perangkat yang
lazim mengambil beberapa sampel nada C dari skala music, yaitu 128, 256, 512,
1024, 2048, 4096 dan 8192 Hz. Hz adalah singkatan dari hertz yang merupakan
istilah kontemporer dari siklus per detik, sebagai satuan frekuensi. Semakin tinggi
frekuensi, makin tinggi pula nadanya. Dengan membatasi survey pada frekuensi
bicara, maka frekuensi 512, 1024 dan 2048 Hz biasanya memadai.3
Penala dipegang pada tangkainya, dan salah satu tangan garpu tala dipukul
pada permukaan yang berpegas seperti punggung tangan atau siku. Perhatikan jangan
memukulkan penala pada ujung meja atau benda keras lainnya karena akan
menghasilkan nada berlebihan, yang adakalanya kedengaran dari jarak yang cukup
jauh dari penala dan bahkan dapat menyebabkan perubahan menetap pada pola getar
penala. Penala dipegang di dekat telinga dan pasien diminta melaporkan saat bunyi
tidak lagi terdengar. Sesudah itu garpu dipindahkan dekat telinga pemeriksa dan
dilakukan penghitungan selang waktu antara saat bunyi tidak lagi didengar pasien
dengan saat bunyi tidak lagi didengar pemeriksa. Prosedur ini tidak saja memberikan
estimasi kasar tentang kepekaan pendengaran relative, tapi juga suatu pola kepekaan
nada tinggi jika penala tersedia dalam berbagai frekuensi.3

Uji Schwabach
Uji Schwabach membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa. Pasien
diminta melaporkan saat penala bergetar yang ditempelkan pada mastoidnya tidak

lagi dapat didengar. Pada saat itu, pemeriksa memindahkan penala ke mastoidnya
sendiri dan menghitung berapa lama (dalam detik) ia masih dapat menangkap bunyi.3
Uji Scwabach dikatakan normal bila hantaran tulang pasien dan pemeriksa
hamper sama. Uji Schwabach memanjang atau meningkat bila hantara tulang pasien
lebih lama dibandingkan pemeriksa, misalnya pada kasus gangguan pendengaran
konduktif. Jika telinga pemeriksa masih dapat mendengar penala setelah pasien tidak
lagi mendengarnya, maka dikatakan Schwabach memendek.3

HASIL UJI

STATUS

LOKUS

SCHWABACH

PENDENGARAN

Normal

Normal

Tak ada

Memanjang

Tuli konduktif

Telinga luar dan/ atau tengah

Memendek

Tuli sensorineural

Koklearis dan/ atau retrokoklearis

Uji Rinne
Uji Rinne membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pendengaran pasien.
Tangkai penala yang bergetar ditempelkan pada mastoid pasien (hantaran tulang)
hingga bunyi tidak lagi terdengar; penala kemudian dipindahkan ke dekat telinga sisi
yang sama (hantaran udara). Telinga normal masih akan mendengar penala melalui
hantaran udara, temuan ini disebut Rinne positif (HU > HT). hasil ini dapat dijelaskan
sebagai hambatan yang tak sepadan.3

Gambar 6. Tes Rinne

10

Pasien dengan gangguan pendengaran sensorineural juga akan memberi Rinne


positif seandainya sungguh sungguh dapat mendengar bunyi penala, sebab
gangguan sensorineural seharusnya mempengaruhi baik hantaran udara maupun
hantaran tulang (HU > HT).3
Istilah Rinne negatif dipakai bila pasien tidak dapat mendengar melalui
hantaran udara setelah penala tidak lagi terdengar melalui hantaran tulang (HU < HT).
HASIL UJI RINNE

STATUS PENDENGARAN

Positif HU HT

Normal

Negatif HU < HT

atau

LOKUS

gangguan Tak ada atau koklearis-

sensorineural

retrokoklearis

Gangguan konduktif

Telinga luar atau tengah

Uji Weber
Uji Weber adalah seperti mengingat kembali pengalaman yang tidak asing, yaitu
dapat mendengarkan suara sendiri lebih keras bila satu telinga ditutup. Gagang penala
yang bergetar dotempelkan di tengah dahi dan pasien diminta melaporkan apakah
suara terdengar di telinga kiri, kanan atau keduanya.3

Gambar 7. Tes Weber


Umumnya pasien mendengar bunyi penala pada telinga dnegan konduksi
tulang yang lebih baik atau dengan komponen konduktif yang lebih besar. Jika nada
terdengar pada telinga yang dilpaorkan lebih buruk, maka tuli konduktif perlu
dicurigai pada telinga tersebut. Jika terdengar pada telinga yang lebih baik, maka
dicurigai tuli sensorineural pada telinga yang terganggu. Fakta bahwa pasien
mengalami lateralisasi pendengaran pada telinga dengan gangguan konduksi dan

11

bukannya pada telinga yang lebih baik mungkin terlihat aneh bagi pasien dan kadangkadang juga pemeriksa.3
Uji weber sangat bermanfaat pada kasus-kasus gangguan unilateral, namun
dapat meragukan bila terdapat gangguan konduktif maupun sensorineural (campuran),
atau bila hanya menggunakan penala frekuensi tunggal. Klinis harus melakukan uji
weber bersama uji lainnya dan tidak boleh diinterpretasi secara tersendiri.3
Uji Bing
Uji Bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi, di mana penala
terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup. Bila liang telinga ditutup dan dibuka
bergantian saat penala yang bergetar ditempelkan pada mastoid, maka telinga normal
akan menangkap bunyi yang mengeras dan melemah (Bing positif). Hasil serupa akan
didapat pada gangguan pendengaran sensorineural, namun pada pasien dengan
perubahan mekanisme konduktif seperti penderita otitis media atau otosklerosis, tidak
menyadari adanya perubahan kekerasan bunyi tersebut (Bing negatif).3
TES BERBISIK
Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar.
Hal yang perlu diperhatikan ialah ruangan cukup tenang, dengan panjang minimal 6
meter. Pada nilai normal tes berbisik : 5/6 6/6.2
AUDIOMETRI NADA MURNI
Pada pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal seperti ini, nada
murni, bising NB (narrow band) dan WN (white noise), frekuensi, intensitas bunyi,
ambang dengar, nilai nol audiometrik, standar ISO dan ASA, notasi pada audiogram,
jenis dan derajat ketulian serta gap dan masking. Untuk membuat audiogram
diperlukan alat audiometer.2
AUDIOMETRI AMBANG BICARA
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya
bisa dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku

12

kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu. Dilakukan
perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata kata
yang diucapkan dengan benar.2
DISKRIMINASI
Dengan diskriminasi, dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan
kata-kata yang bunyinya hampir sama. Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku
kata, yang bunyinya hampir sama. Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi
kata-kata yang diulang dengan benar) biasanya berada dalam abtas normal. Pada tuli
sensori, nilai diskriminasi berada di bawah normal. Pada tuli neural, nila diskriminasi
berada jauh di bawah normal.4
TIMPANOMETRI
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan
terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk membantu
penyebab dari tuli konduktif. Prosedur ini tidak memerlukan partisipasi aktif dari
penderita dan biasanya digunakan pada anak anak. Timpanometer terdiri dari
sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang tersu menerus menghasilkan suara
dan dipasang di saluran telinga. Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara
yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali
sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.4
Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa : penyumbatan
tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian
belakang), cairan di dalam telinga tengah, kelainan pada rantai ketiga tulang
pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah.4
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot
stapedius, yang melekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran dit elinga
tengah). Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara suara
yang keras/ gaduh (refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan
melindungi telinga tengah. Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka

13

refleks akustik akan berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot
stapedius tidak dapat tetap berkontraksi selama telinga menerima suara yang gaduh.4

RESPON AUDITROIS BATANG OTAK


Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan
pada saraf pendengaran. Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk
memantau fungsi otak tertentu pada penderita koma atau penderita yang menjalani
pembedahan otak.4
ELEKTROKOKLEOGRAFI
Elektrokokleografi digunakan untuk

mengukur aktivitas

koklea dan saraf

pendengaran. Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari


penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Elektrokokleografi dan respon auditoris
batang otak dapat tigunakan untuk menilai pendengaran pada penderita yang tidak
dapat atau tidak mau meberikan respon bawah sadar terhadap suara. Misalnya untuk
mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk memeriksa hipakusis
psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).4
Beberapa pemeriksaan khusus yang dilakukan pada anak anak adalah :
1. Free field test
Dilakukan pada ruangan kedap suara dan diberikan rangsangan suara dalam
berbagai frekuensi untuk menilai respons anak terhadap bunyi.
2. Behavioral observation (0-6 bulan)
Pada pemeriksaan ini diamati respons terhadap sumber bunyi berupa
perubahan sikap atau refleks pada bayi yang sedang diperiksa
3. Conditioned test (2-4 tahun)
Anak dilatih untuk melakukan suatu kegiatan saat mendengar suara stimuli
tertentu.
4. B.E.R.A (brain evoked response audiometry)
Dapat menilai fungsi pendengaran anak atau bayi yang tidak kooperatif.2

14

BAB III
DEAFNESS
3.1.

Definisi
Deafness atau ketulian adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk

mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga.1


Pada beberapa negara, istilah deafness digunakan kemampuan mendengar
sangat sedikit atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali. Namun pada beberapa
negara, deafness disamakan dengan hearing loss, dimana tidak terdapat batasan yang
baku dari keduanya. Mereka menggunakan istilah deafness untuk menandakan derajat
hearing loss tanpa memperhitungkan tingkat keparahannya. Pada tahun 1980, WHO
merekomendasikan bahwa penggunaan kata deaf harus digunakan hanya untuk
individual yang gangguan pendengarannya berat sehingga mereka tidak dapat menilai
amplifikasi.5,6
3.2.

Klasifikasi
a. Tuli Konduktif
Pada tuli konduktif, ambang batas (thresholds) hantaran tulang dalam batas
normal tetapi ambang batas (thresholds) hantaran udara lebih rendah paling
tidak 10dB dibandingkan ambang batas (thresholds) normal.4
Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh
kelainan atau penyakit di telinga luar atau telinga tengah. Hal tersebut
menurunkan tingkat intensitas gelombang suara untuk mencapai koklea, tapi
hal ini tidak mempengaruhi hantaran tulang. Contoh hal-hal yang dapat
menyebabkan tuli konduktif yaitu serumen atau benda asing, infeksi telinga
tengah, perforasi membran timpani,dll.4
Terjadi pada 8% dari seluruh kejadian gangguan pendengaran. Disebabkan
oleh kondisi patologis pada kanal telinga eksterna, membran timpani, atau
telinga tengah sehingga terjadi gangguan transmisi suara secara mekanik.4

15

Gangguan pendengaran konduktif tidak melebihi 60 dB karena dihantarkan


menuju koklea melalui tulang (hantaran melalui tulang) bila intensitasnya
tinggi. Penyebab tersering gangguan pendengaran jenis ini pada anak adalah
otitis media dan disfungsi tuba eustachius yang disebabkan oleh otitis media
sekretori. Kedua kelainan tersebut jarang menyebabkan kelainan gangguan
pendengaran melebihi 40 dB.4,5
b. Tuli Sensorineural.
Merupakan jenis yang paling banyak terjadi yaitu sebesar 90% dari seluruh
kejadian gangguan pendengaran. Disebabkan oleh kerusakan atau malfungsi
koklea, saraf pendengaran dan batang otak sehingga terjadi kegagalan untuk
memperkuat gelombang suara sebagai impuls saraf secara efektif pada koklea
atau mengirimkan impuls tersebut melalui nervus vestibulocochlearis.4
Bila kerusakan terbatas pada sel rambut di koklea, maka sel ganglion dapat
bertahan atau mengalami degenerasi transneural. Bila sel ganglion rusak,
maka nervus VIII akan mengalami degenerasi Wallerian. Penyebabnya antara
lain adalah : kelainan bawaan, genetic, penyakit/ kelainan pada saat anak
dalam kandungan, proses kelahiran, infeksi virus, pemakaian obat yang
merusak koklea (kina, antibiotika seperti golongan makrolid), radang selaput
otak, hipoksia, dan kadar bilirubin yang tinggi. Penyebab utama gangguan
pendengaran ini disebabkan genetik atau infeksi, sedangkan penyebab yang
lain lebih jarang.4
Pada tuli sensorineural, ambang batas hantaran tulang dan udara masingmasing 10-25dB. Dan kelainannya terdapat pada nervus VIII atau di pusat
pendengaran karena telinga luar dan dalam tidak mengurangi gelombang
suara yang masuk. Bersifat permanen.4,5
c. Tuli campuran, merupakan kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural.
3.3.

Tuli Konduktif
Tuli konduktif adalah tuli yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat di

telinga luar atau telinga tengah. Segala penyakit yang terjadi yang mana

16

menginterfensi konduksi dari suara untuk mencapai koklea akan menyebabkan


gangguan pendengaran konduktif. Lesi dapat terjadi pada telinga luar dan membran
timpani, telinga tengah atau osikula sampai sendi stapediovestibular.5,7
Karakteristik dari gangguan pendengaran konduktif adalah :
1. Test Rinne negatif, HT > HU
2. Tes weber lateralisasi ke telinga yang bermasalah
3. Konduksi tulang absolut normal
4. Frekuensi rendah lebih mempengaruhi
5. Audiometri menunjukkan hantaran tulang lebih baik dibandingkan hantaran
udara dengan air-bone gap. Semakin besar air-bone gap, semakin berat
gangguan konduktifnya.
6. Gangguan pendengaran tidak lebih dari 60 dB.
7. Diskriminasi berbicara baik.5
3.3.1. Etiologi
Hal ini dapat terjadi secara kongenital ataupun didapat. Penyebab kongenital
diantara nya meatal atresia, fication of stapes footplate, dication of malleus head,
ossicular discontinuity, congenital cholesteatoma.
Penyebab yang didapat diantaranya :
o Telinga luar : obstruksi di kanal telinga, seperti : wax foreign body, furunkel,
acute inflammatory swelling, tumor benigna atau maligna atau atresia kanal.
o Telinga tengah :
-

Perforasi dari membran timpani, traumatic atau infektif

Cairan di telinga tengah, seperti otitis media akut, otitis media serosa atau
hemotimpanum.

Massa di telinga tengah, seperti tumor benigna atau maligna

Gangguan pada osikula, seperti trauma pada rangkaian osikula, OMSK,


kolesteatoma.

Fiksasi dari osikula, seperti otosklerosis, timpanosklerosis, otitis media


adesif.

17

Sumbatan tuba eustakius, seperti membran timpani yang retraksi, otitis


media serosa.5,8

3.3.2. Manajemen
Kebanyakan kasus dari gangguan pendengaran konduktif dapat ditangani
secara medikal atau pembedahan. Penanganan diantaranya termasuk :
1. Removal of canal obstructions,e.g. impacted wax, foreign body, osteoma or
exostosis, keratotic mass, benign or malignant tumours, meatal atresia.
2. Removal of fluid. Myringitomy dengan atau tanpa insersi grommet.
3. Removal of mass from middle ear tumours or cholesteatoma behind intact
drum.
4. Stapedectomy, as in otosclerotic fixation of stapes footplate.
5. Tympanoplasty. Perbaikan dari perforasi, rangkaian osikula atau keduanya.
6. Hearing aid. Pada kasus dimana pembedahan tidak mungkin dilakukan,
ditolak atau telah gagal.5
3.4.

Tuli Sensorineural
Tuli sensorineural disebabkan dari adanya lesi di koklea, nervus VIII atau

pathway auditori sentral. Dapat disebabkan sejak lahir (kongenital) atau didapat
(acquired).5
Karakteristik dari gangguan pendengaran sensorineural adalah :
1. Test rinne positif, dimana hantaran udara > hantaran tulang
2. Test weber lateralisasi ke telinga yang lebih baik
3. Hantaran tulang berkurang pada Sxhwabach dan tes konduksi tulang absolut.
4. Lebih sering mempengaruhi pada frekuensi tinggi.
5. Tidak ada gap diantara konduksi udara dan tulang dalam kurva sudiometri
6. Kehilangan pendengaran dapat melebihi 60 dB
7. Diskriminasi suara buruk.5
3.4.1. Etiologi

18

Secara kongenital, dapat disebabkan akibat adanya anomali dari telinga


bagian dalam atau kerusakan dari sistem pendengaran karena faktor prenatal atau
perinatal.5
Secara acquired, dapat disebabkan genetik maupun nongenetik. Penyebab
genetik dapat bermanifestasi lambat (delayed onset) dan hanya mempengaruhi
pendengaran atau bagian dari suatu sindrom yang mempengaruhi sistem tubuh lain.
Penyebab tersering dari gangguan pendengaran sensorineural termasuk :
1. Infeksi dari labirin virus, bakteri atau spirokaeta,
2. Trauma dari labirin atau nervus VIII, seperti fraktur tulang temporal atau
trauma labirin saat operasi teling.
3. Noise-induced hearing loss.
4. Obat ototoksik
5. Presbikusis
6. Penyakit Meniere
7. Neuroma akustik
8. Sudden hearing loss
9. Gangguan sistemik, seperti diabetes, hipotiroid, penyakit ginjal, gangguan
autoimun, multipel sclerosis, diskrasia darah.5,8,9
Sedangkan, Soepardi (2009) membagi tuli sensorineural (perseptif) ke dalam
tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Dimana berdasarkan etiologi nya, tuli
sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri/
virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal
atau alkohol. Selain itu dapat disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness),
trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising. Tuli sensorineural retrokoklea
disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, myeloma multipel,
cedera otak, perdarahan otak dan kelainan otak lainnya.2
3.4.2. Diagnosis
1. Riwayat, adalah sangat penting untuk mengetahui apakah penyebab
dikarenakan kongenital

atau acquired, tak berubah atau progresif,

19

berhubungan dengan sindrom lainnya atau tidak, mempengaruhi anggota


keluarga lainnya atau tidak dan faktor etiologic yang memungkinkan.
2. Severity of deafness, (mild, moderate, moderately severe, severe, profound,
total). Hal ini dapat ditemukan pada audiometri.
3. Jenis audiogram, apakah gangguan terjadi pada frekuensi tinggi, frekuensi
rendah, frekuensi sedang atau tipe darat.
4. Letak lesi, seperti koklea, retrokoklea atau sentral.
5. Tes laboratorium. Tergantung dari etiologi yang diduga, seperti foto radiologi
dari tulang temporal untuk bukti adanya destruksi tulang (kolesteatoma
kongenital, tumor glomus, keganasan telinga tengah atau neuroma akustik),
darah lengkap (leukemia), gula darah (diabetes), serologi sifilis, fungsi tiroid
(hipotiroidisme), tes fungsi ginjal, dll.5
3.4.3. Manajemen
Deteksi dini dari gangguan pendengaran sensorineural adalah penting karena
data dilakukan tindakan sedini mungkin untuk menghentikan progresi nya,
mengembalikan atau memulai program rehabilitasi sejak awal, untuk kepentingan
komunikasi.5
Sifilis yang mempengaruhi telinga dalam dapat diobati dengan dosis tinggi
penisilin dan steroid dengan adanya perbaikan dari pendengaran. Gangguan
pendengaran karena hipotiroid dapat ditangani dengan terapi pengganti. Labirintitis
serosa dapat ditangani dengan memberi perhatian serius terhadap infeksi telinga
tengah dan menanganinya. Penanganan dini dari penyakit Meniere dapat mencegah
episode lanjut dari vertigo dan gearing loos. Gangguan pendengaran sensorineural
karena fistula perilimfe dapat dikoreksi secara pembedahan dengan sealing the fistula
in the oval or round window with fat.5
Obat ototoksik harus dihentikan jika menyebabkan gangguan pendengaran.
Pada banyak kasus, adalah mungkin untuk memperbaiki kembali fungsi pendengaran,
total atau parsial, jika obat yang menyebabkan gangguan dihentikan penggunaannya.
Noise induce hearing loss dapat dicegah dengan menghindari paparan kebisingan.5

20

3.5.

Beberapa Bentuk Spesifik dari Gangguan Pendengaran

3.5.1. Tuli Konduktif pada Geriatri


Pada telinga luar dan telinga tengah, proses degenerasi dapat menyebabkan
perubahan atau kelainan berupa, (1) berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya
ukuran pinna daun telinga, (2) atrofi dan bertambah kakunya liang telinga, (3)
penumpukan serumen, (4) membran timpani bertambah tebal dan kaku, (5) kekakuan
sendi tulang-tulang pendengaran.2
Pada usia lanjut, kelenajr kelenjar serumen mengalami atrofi, sehingga
produksi kelenjar serumen berkurang dan menyebabkan serumen menjadi lebih
jerungm sehingga sering terjadi serumen prop yang akan mengakibatkan tuli
konduktif. Membran timpani yang bertambah kaku dan tebal juga akan menyebabkan
gangguan konduksi, demikian pula halnya dengan kekakuan yang terjadi pada
persendian tulang-tulang pendengaran.2
3.5.2. Tuli Saraf pada Geriatri (Presbikusis)
Prebikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya terjadi mulai
usia 65 tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan. Presbikusis dapat mulai pada
frekuensi 1000 Hz atau lebih.2
Etiologi
Umumnya diketahui bahwa presbiskusis merupakan akibat dari proses degenerasi.
Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter,
pola makanan, metabolism, arteriosclerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat
multifactor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek
kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut di atas.
Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Progresifitas penurunan
pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-laki lebih cepat
dibandingkan dengan perempuan.2

21

Patologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N.VIII. Pada koklea
perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada
organ Corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskular juga terjadi pada stria
vaskularis. Selain itu terdapat pula perubaha, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran
sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson saraf.2
Gejala Klinik
Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-lahan
dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya pendengaran tidak
diketahui pasti.2
Keluhan lainnya adalah telinga

berdenging (tinnitus nada tinggi). Pasien

dapat mendengar suara pecakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila
diucapkan dengan cepat di tempat dnegan latar belakang yang bising (cocktail party
deafness). Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini
disebabkan oleh actor kelelahan saraf (recruitment).2
Diagnosis
Dengan pemeriksaan otoskopik, tampak membran timpani suram, mobilitasnya
berkuang. Pada tes penala didapatkan tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometri
nada murni menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris.2
Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi
2000 Hz. Gambaran ini khas pada presbikusis jenis sensorik dan neural.2
Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolic dan mekanik lebih
mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada
semua jenis presbikusis tahap lanjut terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih
rendah.2
Pemeriksaan audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi
wizara (speech discrimination). Keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis
neural dan koklear.2

22

Penatalaksanaan
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan
pemasangan alat bantu dengar (hearing aid).2
Adakalanya pemasangan alat bantu dengar perlu dikombinasikan dengan
latihan membaca ujaran (speech reading) dan latihan mendengar (auditory training);
prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist).2

Gambar 8. Beberapa jenis alat bantu dengar


3.5.3. Tuli Mendadak
Tuli mendadak (sudden deafness) ialah tuli yang terjadi secara tiba-tiba. Jenis
ketuliannya adalah sensorineural, penyebabnya tidak dapat langsung diketahui,
biasanya terjadi pada satu telinga. Beberapa ahli mendefinisikan tuli mendadak
sebagai penurunan pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih, paling sedikit tiga
frekuensi berturut-turut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu
kurang dari 3 hari.2,11,12
Kerusakan terutama di koklea dan biasnaya bersifat permanen, keluhan ini
dimasukkan ke dalam keadaan darurat neurotologi.2,11
Gejala
Timbulnya tuli pada iskemia koklea dapat bersifat mendadak atau menahun secara
tidak jelas. Kadang-kadang bersifat sementara atau berulang daam serangan, tetapi
biasnaya menetap. Tuli yang bersifat sementara biasanya tidak berat dan tidak
berlangsung lama. Kemungkinan sebagai pegangan harus diingat bahwa perubahan

23

yang menetap akan terjadi sangat cepat. Tuli dapat unilateral atau bilateral, dapat
disertai dengan tinnitus dan vertigo.2,11
Diagnosis
Diagnosis tuli mendadak ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeiksaan fisik dan
THT, audiologi, laboratorium serta pemeriksaan penunjang lain. Anamnesis yang
teliti mengenai proses terjadinya ketulian, gejala yang menyertai serta faktor
predisposisi penting untuk mengarahkan diagnosis. Pemeriksaan fisik termaduk
tekanan darah sangat diperlukan. Pada pemeriksaan otoskopi tidak dijumpai kelainan
pada telinga yang sakit.2,11
Penatalaksanaan
o Tirah baring sempurna (total bed rest) istirahat fisik an mental selama dua
minggu untuk menghilangkan atau mengurangi stress yang besar pengaruhnya
pada keadaan kegagalan neurovascular
o Vasodilatansia injeksi yang cukup kuat disertai dengan pemberian tablet
vasodilator oral tiap hari.
o Prednisone (kortikosteroid) 4x10 mg (2 tablet), tapering off tiap 3 hari
o Vitamin C 500 mg 1x1 tablet/ hari, vitamin E 1x1 tablet
o Neurobion (neurotonik) 3x1 tablet/ 1 hari
o Diit rendah garam dan rendah kolesterol
o Inhalasi oksigen 4x15 menit (2 liter/ menit). Obat anti virus sesuai dengan
virus penyebab.
o Hiperbarik oksigen terapi.2
3.5.4. Noise Induced Hearing Loss
Sejak publikasi pada tahun 1989 dari American College of Occupational and
Environtmental Medicine (ACOEM), noise-induced hearing loss menjadi salah satu
dari kondisi okupasional yang paling umum terjadi, hal ini dikarenakan fakta bahwa
suara bising tersebut adalah yang paling sering ditemukan pada berbagai industri
pekerjaan.13,14

24

Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) ialah


gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras
dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising
lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya
terjadi pada kedua telinga.2,14
Secara umum, bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologik
bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang
intesitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor
pendengaran Corti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat
corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hertz sampai dengan 6000 Hertz
dan yang terberat kerusakan alat corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000
Hz.2,14
Gejala
Kurang pendengaran disertai tinnitus (berdengung di telinga) atau tidak. Bila sudah
cukup berat disertai keluhan sukar menangkap eprcakapan dengan kekerasan biasa
dan bila sudah lebih berat percakapan yang keraspun suakr dimengerti. Secara klinis
pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbuljan reaksi adaptasi,
peningkatan ambang dengar sementara (temporary threshold shift) dan peningkatan
ambang dengar menetap (permanent threshold shift).2,14
Patologi
Telah diketahui secara umum bahwa bising menimbulkan kerusakan di telinga dalam.
Lesinya snagat bervariasi dari disosiasi organ corti, ruptur 25embrane, perubahan
stereosilia dan organel subseluler. Bising juga menimbulkan efek pada sel ganglion,
saraf, 25 embrane tektoria, pembuluh darah dan stria vaskularis. Pada observasi
kerusakan organ corti dengan mikroskop electron ternyata bahwa sel-sel sensor dan
sel penunjang merupakan bagian yang paling peka di telinga dalam.2

25

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik
dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri.2
Penatalaksanaan
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari
lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat
pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear
muff) dan pelindung kepala (helmet).2
Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli sensorineural koklea yang bersifat
menetap (irreversible), bila gangguan pendengaran sudah emngakibatkan kesulitan
berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu
dengar/ ABD (hearing aid). Apabila pendegarannya telahs edemikian buruk, sehingga
dnegan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat perlu
dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran
(auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara
efisien dibantu dengan memabca ucapan bibir (lip reading), mimic dan gerakan
anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Di samping itu, oleh
karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga
diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan.2
Pada pasien yang telah mengalami tuli tital bilateral dapat dipertimbangkan
untuk pemasangan implant koklea (cochlear implant).2
3.5.5. Gangguan Pendengaran Akibat Obat Ototoksik
Ototoksik sudah lama dikenal sebagai efek samping pengobatan kedokteran,
dan dengan bertambahnya obat-obatan yang lebih poten daftar obat-obatan ototoksik
makin bertambah.2
Gejala
Tinnitus, gangguan pendengaran dan vertigo merupakan gejala utama ototoksisitas.
Tinnitus biasanya menyertai segala jenis tuli sensorineural oleh sebab apapun, dan
seringkali mendahului serta lebih mengganggu daripada tulinya sendiri.2
26

Tinnitus yang berhubungan dengan ototoksisitas cirinya kuat dan bernada


tinggi, berkisar antara 4 KHz sampai 6 KHz. Pada kerusakan yang menetap, tinnitus
lama kelamaan tidak begitu kuat, tetapi juga tidak pernah hilang.2
Tuli akibat ototoksik yang menetap malah dapat terjadi berhari-hari,
berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah selesai pengobatan. Biasanya tuli
bersifat bilateral, tetapi tidak jarang yang unilateral.2
Aminoglikosida
Tuli yang diakibatkannya bersifat bilateral dan bernada tinggi, sesuai dengan
kehilangan sel-sel rambut pada putaran basal koklea. Dapat juga terjadi tuli unilateral
dan dapat disertai gangguan vestibular.
Obat- obatan tersebut adalah : streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin,
tobramisin, amikasin dan yang baru adalah netilmisin dan sisomisin. Entimisin
mempunyai efek seperti gentamisin tetapi sifat ototoksisitasnya jauh lebih kecil.
Sisomisin juga mempunyai efek ototoksisitas yang jauh lebih ekcil dibandingkan
dengan aminoglikosida-aminoglikosida lain.
Khusus untuk pemakaian streptomisin memerlukan perhatian yang lebih. Hal
ini harus dilakukan oleh karena streptomisin merupakan salah satu obat golongan
amiboglikosida, yang sampai saat ini masih digunakan sebagai terapi antituberkulosis karegori II. Penggunaan obat ini masih menjadi dilemma, karena efek
samping streptomisin dapat menyebabkan tuli sensorineural dengan gejala tersering
rinitus atau rasa penuh pada telinga dan gangguan keseimbangan sedangkan obat ini
perlu diberikan pada jangka waktu tertentu yang tidak boleh putus.2
Eritromisin
Gejala pemberian eritromisin IV terhadap telinga adalh kurangnya pendengaran
subjektif tinnitus yang meniup dan kadan-kadang disertai vertigo.2
Loop diuretics
Biasanya ganguan pendengaran yang terjadi ringa, tetapi pada kasus-kasus tertentu
dapat menyebabkan tuli permanen.2

27

Obat anti inflamasi


Salisilat termasuk aspirin dapat mengakibatkan tuli sensorineural berfrekuensi tinggi
dan tinnitus. Tetapi bila pengobatan dihentikan, pendengaran akan pulih dan tinnitus
akan hilang.2,15
Obat anti malaria
Kina dan klorokuin adalah obat anti malaria yang biasa digunakan. Efek
ototosisitasnya berupa gangguan pendengaran dan tinnitus. Tetapi bila pengobatan
dihentikan biasanya pendengaran akan pulih an tinitusnya hilang. Perlu dicatat bahwa
kina dan klorokuin dapat melalui plasenta.2
Penatalaksanaan
Tuli yang diakibatkan oleh obat-obat ototoksik tidak dapat diobati. Bila pada waktu
pemberian obat-obat ototoksik terjadi gangguan pada telinga dalam (dapat diektahui
secara audiometric), maka pengobatan dengan obat-obatan tersebut harus segera
dihentikan. Berat ringannya ketulian yang terjadi tergantung kepada jenis obat,
jumlah dan lamanya pengobatan. Kerentanan pasien termasuk yang menderita
insufisiensi ginjal dan sifat obat itu sendiri.2,15
Apabila ketulian sudah terjadi dapat dicoba melakukan rehabilitasi antara lain
dengan alat bantu dengar (ABD), psikoterapi, auditory training, termasuk cara
menggunakan sisa pendengaran dengan alat bantu dengar, belajar komunikasi total
dengan belajar membaca bahasa isyarat. Pada tuli total bilateral mungkin dapat
dipertimbangkan pemasangan implant koklea (cochlear implant).2

28

BAB III
KESIMPULAN
Deafness atau ketulian adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk
mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga.1
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness)
serta tuli campur (mixed deafness).Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat
menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli
sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea.
Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh
kelainan penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli sensorineural
(perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat
pendengaran, sedangkan tuli campur, disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan
tuli sensorineural. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya radang
telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit
yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah
(tuli konduktif).
Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, ditambah
dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan yaitu berupa
pemeriksaan dengan garpu tala, audiometri, audiometri ambang bicara, diskriminasi,
timpanometri, respon auditoris batang otak, dan elektrokokleografi.
Pengobatan

untuk

gangguan

fungsi

pendengaran

tergantung

pada

penyebabnya. Jika gangguan pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan


di telinga tengah atau kotoran di saluran teling, maka dilakukan pembuangan cairan
dan kotoran tersebut. Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat
bantu dengar atau kadang dapat dilakukan pencangkokan koklea.

29

DAFTAR RUJUKAN
1. MNT. What is deafness? What is hearing loss ?. Updated : 21 August 2012.
Available from : http://www.medicalnewstoday.com/articles/249285.php
2. Soepardi EA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
& Leher Edisi Keenam. 2009. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Boies L. R, Adams G L HiglerP A, Wijaya C, effendi H, Santoso R A K, dkk.
Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.
Jakarta.
4. Anonym. Gangguan pendengaran. 2007. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
5. Dhingra PL. Diseases of Ear, Nose and Throat Fourth Edition. ElSevier. 2010.
6. World Health Organization. Deafness and Hearing Loss. Updated February
2014.

Available

from

http://www.emedicinehealth.com/hearing_loss/article_em.htm
7. BetterHealthChannel. Deafness a range of causes. Updated 2014. Available
from

http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Deafness__a_range_of_causes
8. Emedicine health. Hearing loss. Updated : 4th June 2014. Available from :
http://www.emedicinehealth.com/hearing_loss/article_em.htm
9. Acoem Evidence-Based Statement. Noise-induced Hearing Loss. JOEM.
Volume 45, Number 6, June 2003.
10. CDC Centers for Disease Control and Prevention. Hearing Loss in Children.
Updated

2013.

Available

from

http://www.cdc.gov/ncbddd/hearingloss/articles.html
11. JAMA Patient Page. Adult Hearing Loss. The Journal of the American
Medical Association. JAMA, March 21, 2012 Vol. 307, No. 11.

30

12. Munilson J, Yurni. Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuli Mendadak.


Departemen Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Fakultas
Kedokteran Unand.
13. Shargorodsky J, Curhan SG, Curhan GC, Eavey R. change in prevalence of
hearing loss in US adloescents. JAMA, August 18, 2010 vol 304, No.7.
14. Soemardi R. deaf in the workplace. Sains Medika, Vol. 1, No.1, Januari Juni
2009.
15. Curhan SG, Eavey R, Shargorodsky J, Curhan GC. Analgesic use and the risk
of hearing loss in men. The American Journal of Medicine, Vol. 123, No.3,
March 2010.

31

You might also like