Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Deafness atau ketulian adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk
mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga.1
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness)
serta tuli campur (mixed deafness).Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat
menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli
sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea.2
Tuli konduktif, disebabkan oleh kelainan yang terdapat di telinga luar atau
telinga tengah. Teling aluar yang menyebabkan tuli konduktif ialah atresia liang
telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, osteoma liang telinga.
Kelainan di telingah tengah yang menyebabkan tuli konduktif ialah tuba katar/
sumbatan
tuba
eustachius,
otitis
media,
otosklerosis,
timpanosklerosis,
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA
2.1.
Anatomi Telinga
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.2
: membran timpani
o batas depan
: tuba eustachius
o batas bawah
o batas dalam
2.2.
Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getara melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.
Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39 40) di lobus temporalis.2
2.3.
sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas
tuli koklea dan tuli retrokoklea.
Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan
terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan
menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung.
Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialisis yang disebut korda
timpani. Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda timpani
terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap.
Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat perdengaran.
Obat-obat dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf pendengaran rusak, dan
terjadi tuli sensorineural. Setelah pemakaian obat ototoksik seperti streptomisin, akan
terdapat gejala gangguan pendengaran berupa tuli sensoneural dan gangguan
keseimbangan.2
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness)
serta tuli campur (mixed deafness).
2.4.
udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni.
Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada
kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis
liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga tengah.
Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural koklea atau
retrokoklea.
Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 Hz sampai 18.000
Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Oleh
karena itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garputala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Penggunaan ke tiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila
salah satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya gangguan
pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil
512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising di
sekitarnya.
Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan mempergunakan
garpu tala dan kuantitatif dengan mempergunakan audiometer.2
UJI PENALA
Satu perangkat penala yang memberikan skala pendengaran dari frekuensi rendah
hingga tinggi akan memudahkan survey kepekaan pendengaran. Perangkat yang
lazim mengambil beberapa sampel nada C dari skala music, yaitu 128, 256, 512,
1024, 2048, 4096 dan 8192 Hz. Hz adalah singkatan dari hertz yang merupakan
istilah kontemporer dari siklus per detik, sebagai satuan frekuensi. Semakin tinggi
frekuensi, makin tinggi pula nadanya. Dengan membatasi survey pada frekuensi
bicara, maka frekuensi 512, 1024 dan 2048 Hz biasanya memadai.3
Penala dipegang pada tangkainya, dan salah satu tangan garpu tala dipukul
pada permukaan yang berpegas seperti punggung tangan atau siku. Perhatikan jangan
memukulkan penala pada ujung meja atau benda keras lainnya karena akan
menghasilkan nada berlebihan, yang adakalanya kedengaran dari jarak yang cukup
jauh dari penala dan bahkan dapat menyebabkan perubahan menetap pada pola getar
penala. Penala dipegang di dekat telinga dan pasien diminta melaporkan saat bunyi
tidak lagi terdengar. Sesudah itu garpu dipindahkan dekat telinga pemeriksa dan
dilakukan penghitungan selang waktu antara saat bunyi tidak lagi didengar pasien
dengan saat bunyi tidak lagi didengar pemeriksa. Prosedur ini tidak saja memberikan
estimasi kasar tentang kepekaan pendengaran relative, tapi juga suatu pola kepekaan
nada tinggi jika penala tersedia dalam berbagai frekuensi.3
Uji Schwabach
Uji Schwabach membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa. Pasien
diminta melaporkan saat penala bergetar yang ditempelkan pada mastoidnya tidak
lagi dapat didengar. Pada saat itu, pemeriksa memindahkan penala ke mastoidnya
sendiri dan menghitung berapa lama (dalam detik) ia masih dapat menangkap bunyi.3
Uji Scwabach dikatakan normal bila hantaran tulang pasien dan pemeriksa
hamper sama. Uji Schwabach memanjang atau meningkat bila hantara tulang pasien
lebih lama dibandingkan pemeriksa, misalnya pada kasus gangguan pendengaran
konduktif. Jika telinga pemeriksa masih dapat mendengar penala setelah pasien tidak
lagi mendengarnya, maka dikatakan Schwabach memendek.3
HASIL UJI
STATUS
LOKUS
SCHWABACH
PENDENGARAN
Normal
Normal
Tak ada
Memanjang
Tuli konduktif
Memendek
Tuli sensorineural
Uji Rinne
Uji Rinne membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pendengaran pasien.
Tangkai penala yang bergetar ditempelkan pada mastoid pasien (hantaran tulang)
hingga bunyi tidak lagi terdengar; penala kemudian dipindahkan ke dekat telinga sisi
yang sama (hantaran udara). Telinga normal masih akan mendengar penala melalui
hantaran udara, temuan ini disebut Rinne positif (HU > HT). hasil ini dapat dijelaskan
sebagai hambatan yang tak sepadan.3
10
STATUS PENDENGARAN
Positif HU HT
Normal
Negatif HU < HT
atau
LOKUS
sensorineural
retrokoklearis
Gangguan konduktif
Uji Weber
Uji Weber adalah seperti mengingat kembali pengalaman yang tidak asing, yaitu
dapat mendengarkan suara sendiri lebih keras bila satu telinga ditutup. Gagang penala
yang bergetar dotempelkan di tengah dahi dan pasien diminta melaporkan apakah
suara terdengar di telinga kiri, kanan atau keduanya.3
11
bukannya pada telinga yang lebih baik mungkin terlihat aneh bagi pasien dan kadangkadang juga pemeriksa.3
Uji weber sangat bermanfaat pada kasus-kasus gangguan unilateral, namun
dapat meragukan bila terdapat gangguan konduktif maupun sensorineural (campuran),
atau bila hanya menggunakan penala frekuensi tunggal. Klinis harus melakukan uji
weber bersama uji lainnya dan tidak boleh diinterpretasi secara tersendiri.3
Uji Bing
Uji Bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi, di mana penala
terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup. Bila liang telinga ditutup dan dibuka
bergantian saat penala yang bergetar ditempelkan pada mastoid, maka telinga normal
akan menangkap bunyi yang mengeras dan melemah (Bing positif). Hasil serupa akan
didapat pada gangguan pendengaran sensorineural, namun pada pasien dengan
perubahan mekanisme konduktif seperti penderita otitis media atau otosklerosis, tidak
menyadari adanya perubahan kekerasan bunyi tersebut (Bing negatif).3
TES BERBISIK
Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar.
Hal yang perlu diperhatikan ialah ruangan cukup tenang, dengan panjang minimal 6
meter. Pada nilai normal tes berbisik : 5/6 6/6.2
AUDIOMETRI NADA MURNI
Pada pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal seperti ini, nada
murni, bising NB (narrow band) dan WN (white noise), frekuensi, intensitas bunyi,
ambang dengar, nilai nol audiometrik, standar ISO dan ASA, notasi pada audiogram,
jenis dan derajat ketulian serta gap dan masking. Untuk membuat audiogram
diperlukan alat audiometer.2
AUDIOMETRI AMBANG BICARA
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya
bisa dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku
12
kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu. Dilakukan
perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata kata
yang diucapkan dengan benar.2
DISKRIMINASI
Dengan diskriminasi, dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan
kata-kata yang bunyinya hampir sama. Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku
kata, yang bunyinya hampir sama. Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi
kata-kata yang diulang dengan benar) biasanya berada dalam abtas normal. Pada tuli
sensori, nilai diskriminasi berada di bawah normal. Pada tuli neural, nila diskriminasi
berada jauh di bawah normal.4
TIMPANOMETRI
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan
terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk membantu
penyebab dari tuli konduktif. Prosedur ini tidak memerlukan partisipasi aktif dari
penderita dan biasanya digunakan pada anak anak. Timpanometer terdiri dari
sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang tersu menerus menghasilkan suara
dan dipasang di saluran telinga. Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara
yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali
sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.4
Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa : penyumbatan
tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian
belakang), cairan di dalam telinga tengah, kelainan pada rantai ketiga tulang
pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah.4
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot
stapedius, yang melekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran dit elinga
tengah). Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara suara
yang keras/ gaduh (refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan
melindungi telinga tengah. Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka
13
refleks akustik akan berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot
stapedius tidak dapat tetap berkontraksi selama telinga menerima suara yang gaduh.4
mengukur aktivitas
14
BAB III
DEAFNESS
3.1.
Definisi
Deafness atau ketulian adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk
Klasifikasi
a. Tuli Konduktif
Pada tuli konduktif, ambang batas (thresholds) hantaran tulang dalam batas
normal tetapi ambang batas (thresholds) hantaran udara lebih rendah paling
tidak 10dB dibandingkan ambang batas (thresholds) normal.4
Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh
kelainan atau penyakit di telinga luar atau telinga tengah. Hal tersebut
menurunkan tingkat intensitas gelombang suara untuk mencapai koklea, tapi
hal ini tidak mempengaruhi hantaran tulang. Contoh hal-hal yang dapat
menyebabkan tuli konduktif yaitu serumen atau benda asing, infeksi telinga
tengah, perforasi membran timpani,dll.4
Terjadi pada 8% dari seluruh kejadian gangguan pendengaran. Disebabkan
oleh kondisi patologis pada kanal telinga eksterna, membran timpani, atau
telinga tengah sehingga terjadi gangguan transmisi suara secara mekanik.4
15
Tuli Konduktif
Tuli konduktif adalah tuli yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat di
telinga luar atau telinga tengah. Segala penyakit yang terjadi yang mana
16
Cairan di telinga tengah, seperti otitis media akut, otitis media serosa atau
hemotimpanum.
17
3.3.2. Manajemen
Kebanyakan kasus dari gangguan pendengaran konduktif dapat ditangani
secara medikal atau pembedahan. Penanganan diantaranya termasuk :
1. Removal of canal obstructions,e.g. impacted wax, foreign body, osteoma or
exostosis, keratotic mass, benign or malignant tumours, meatal atresia.
2. Removal of fluid. Myringitomy dengan atau tanpa insersi grommet.
3. Removal of mass from middle ear tumours or cholesteatoma behind intact
drum.
4. Stapedectomy, as in otosclerotic fixation of stapes footplate.
5. Tympanoplasty. Perbaikan dari perforasi, rangkaian osikula atau keduanya.
6. Hearing aid. Pada kasus dimana pembedahan tidak mungkin dilakukan,
ditolak atau telah gagal.5
3.4.
Tuli Sensorineural
Tuli sensorineural disebabkan dari adanya lesi di koklea, nervus VIII atau
pathway auditori sentral. Dapat disebabkan sejak lahir (kongenital) atau didapat
(acquired).5
Karakteristik dari gangguan pendengaran sensorineural adalah :
1. Test rinne positif, dimana hantaran udara > hantaran tulang
2. Test weber lateralisasi ke telinga yang lebih baik
3. Hantaran tulang berkurang pada Sxhwabach dan tes konduksi tulang absolut.
4. Lebih sering mempengaruhi pada frekuensi tinggi.
5. Tidak ada gap diantara konduksi udara dan tulang dalam kurva sudiometri
6. Kehilangan pendengaran dapat melebihi 60 dB
7. Diskriminasi suara buruk.5
3.4.1. Etiologi
18
19
20
3.5.
21
Patologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N.VIII. Pada koklea
perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada
organ Corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskular juga terjadi pada stria
vaskularis. Selain itu terdapat pula perubaha, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran
sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson saraf.2
Gejala Klinik
Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-lahan
dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya pendengaran tidak
diketahui pasti.2
Keluhan lainnya adalah telinga
dapat mendengar suara pecakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila
diucapkan dengan cepat di tempat dnegan latar belakang yang bising (cocktail party
deafness). Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini
disebabkan oleh actor kelelahan saraf (recruitment).2
Diagnosis
Dengan pemeriksaan otoskopik, tampak membran timpani suram, mobilitasnya
berkuang. Pada tes penala didapatkan tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometri
nada murni menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris.2
Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi
2000 Hz. Gambaran ini khas pada presbikusis jenis sensorik dan neural.2
Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolic dan mekanik lebih
mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada
semua jenis presbikusis tahap lanjut terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih
rendah.2
Pemeriksaan audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi
wizara (speech discrimination). Keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis
neural dan koklear.2
22
Penatalaksanaan
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan
pemasangan alat bantu dengar (hearing aid).2
Adakalanya pemasangan alat bantu dengar perlu dikombinasikan dengan
latihan membaca ujaran (speech reading) dan latihan mendengar (auditory training);
prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist).2
23
yang menetap akan terjadi sangat cepat. Tuli dapat unilateral atau bilateral, dapat
disertai dengan tinnitus dan vertigo.2,11
Diagnosis
Diagnosis tuli mendadak ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeiksaan fisik dan
THT, audiologi, laboratorium serta pemeriksaan penunjang lain. Anamnesis yang
teliti mengenai proses terjadinya ketulian, gejala yang menyertai serta faktor
predisposisi penting untuk mengarahkan diagnosis. Pemeriksaan fisik termaduk
tekanan darah sangat diperlukan. Pada pemeriksaan otoskopi tidak dijumpai kelainan
pada telinga yang sakit.2,11
Penatalaksanaan
o Tirah baring sempurna (total bed rest) istirahat fisik an mental selama dua
minggu untuk menghilangkan atau mengurangi stress yang besar pengaruhnya
pada keadaan kegagalan neurovascular
o Vasodilatansia injeksi yang cukup kuat disertai dengan pemberian tablet
vasodilator oral tiap hari.
o Prednisone (kortikosteroid) 4x10 mg (2 tablet), tapering off tiap 3 hari
o Vitamin C 500 mg 1x1 tablet/ hari, vitamin E 1x1 tablet
o Neurobion (neurotonik) 3x1 tablet/ 1 hari
o Diit rendah garam dan rendah kolesterol
o Inhalasi oksigen 4x15 menit (2 liter/ menit). Obat anti virus sesuai dengan
virus penyebab.
o Hiperbarik oksigen terapi.2
3.5.4. Noise Induced Hearing Loss
Sejak publikasi pada tahun 1989 dari American College of Occupational and
Environtmental Medicine (ACOEM), noise-induced hearing loss menjadi salah satu
dari kondisi okupasional yang paling umum terjadi, hal ini dikarenakan fakta bahwa
suara bising tersebut adalah yang paling sering ditemukan pada berbagai industri
pekerjaan.13,14
24
25
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik
dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri.2
Penatalaksanaan
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari
lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat
pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear
muff) dan pelindung kepala (helmet).2
Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli sensorineural koklea yang bersifat
menetap (irreversible), bila gangguan pendengaran sudah emngakibatkan kesulitan
berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu
dengar/ ABD (hearing aid). Apabila pendegarannya telahs edemikian buruk, sehingga
dnegan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat perlu
dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran
(auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara
efisien dibantu dengan memabca ucapan bibir (lip reading), mimic dan gerakan
anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Di samping itu, oleh
karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga
diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan.2
Pada pasien yang telah mengalami tuli tital bilateral dapat dipertimbangkan
untuk pemasangan implant koklea (cochlear implant).2
3.5.5. Gangguan Pendengaran Akibat Obat Ototoksik
Ototoksik sudah lama dikenal sebagai efek samping pengobatan kedokteran,
dan dengan bertambahnya obat-obatan yang lebih poten daftar obat-obatan ototoksik
makin bertambah.2
Gejala
Tinnitus, gangguan pendengaran dan vertigo merupakan gejala utama ototoksisitas.
Tinnitus biasanya menyertai segala jenis tuli sensorineural oleh sebab apapun, dan
seringkali mendahului serta lebih mengganggu daripada tulinya sendiri.2
26
27
28
BAB III
KESIMPULAN
Deafness atau ketulian adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk
mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga.1
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness)
serta tuli campur (mixed deafness).Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat
menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli
sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea.
Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh
kelainan penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli sensorineural
(perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat
pendengaran, sedangkan tuli campur, disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan
tuli sensorineural. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya radang
telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit
yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah
(tuli konduktif).
Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, ditambah
dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan yaitu berupa
pemeriksaan dengan garpu tala, audiometri, audiometri ambang bicara, diskriminasi,
timpanometri, respon auditoris batang otak, dan elektrokokleografi.
Pengobatan
untuk
gangguan
fungsi
pendengaran
tergantung
pada
29
DAFTAR RUJUKAN
1. MNT. What is deafness? What is hearing loss ?. Updated : 21 August 2012.
Available from : http://www.medicalnewstoday.com/articles/249285.php
2. Soepardi EA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
& Leher Edisi Keenam. 2009. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Boies L. R, Adams G L HiglerP A, Wijaya C, effendi H, Santoso R A K, dkk.
Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.
Jakarta.
4. Anonym. Gangguan pendengaran. 2007. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
5. Dhingra PL. Diseases of Ear, Nose and Throat Fourth Edition. ElSevier. 2010.
6. World Health Organization. Deafness and Hearing Loss. Updated February
2014.
Available
from
http://www.emedicinehealth.com/hearing_loss/article_em.htm
7. BetterHealthChannel. Deafness a range of causes. Updated 2014. Available
from
http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Deafness__a_range_of_causes
8. Emedicine health. Hearing loss. Updated : 4th June 2014. Available from :
http://www.emedicinehealth.com/hearing_loss/article_em.htm
9. Acoem Evidence-Based Statement. Noise-induced Hearing Loss. JOEM.
Volume 45, Number 6, June 2003.
10. CDC Centers for Disease Control and Prevention. Hearing Loss in Children.
Updated
2013.
Available
from
http://www.cdc.gov/ncbddd/hearingloss/articles.html
11. JAMA Patient Page. Adult Hearing Loss. The Journal of the American
Medical Association. JAMA, March 21, 2012 Vol. 307, No. 11.
30
31