Professional Documents
Culture Documents
A.
LATAR BELAKANG
pricing memiliki 2 pengertian. Pertama berasumsi bahwa transfer pricing adalah murni
merupakan strategi dan taktik bisnis tanpa motif pe ngurangan beban pajak. Kedua
berasumsi bahwa transfer pricing
secara keseluruhan dengan taktik, anta ra lain: menggeser laba ke negara yang beban
pajaknya kecil. (Gunadi, 1994:56).
Menurut pasal 18 ayat (2) Undang- Undang No. 36 tahun 2008
tentang Pajak
Penghasilan mengisyaratkan adanya kemungkinan pendistribusian laba oleh para wajib pajak
yang memiliki hubungan istimewa. Transfer pricing merupakan instrumen yang dapat
dipakai untuk melaksanakan maksud tersebut, sehingga transaksi tersebut dapat berpengaruh
terhadap besar kecilnya pajak yang akan dibayar. Pajak penghasilan yang akan dipungut
dihitung berdasarkan laba kena pajak, yaitu laba kotor dikurangi biaya - biaya yang terdapat
dalam pasal (6) Undang- Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Untuk
menghindari maksud tersebut, maka transaksi yang memiliki hubungan istimewa perlu diteliti
secara seksama.
1
B.
TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui bagaimana praktek transfer pricing di Indonesia dan bagaimana
pengaruhnya terhadap perpajakan Indonesia.
2. Memenuhi tugas mata kuliah Pajak Internasional
PEMBAHASAN
ASPEK TRANSFER PRICING DALAM PERPAJAKAN INDONESIA
A.
B.
Tujuan penetapan Transfer pricing adalah untuk mentransmisikan data keuangan di antara
departemen-departemen
atau
divisi-divisi
perusahaan
pada
waktu
mereka
saling
menggunakan barang dan jasa satu sama lain. Selain itu transfer pricing terkadang digunakan
untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli
menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Menurut Horngren, Datar dan Foster (2008:375) penetapan Transfer pricing (transfer
pricing) seharusnya membantu mencapai strategi dan tujuan perusahaan dan sesuai dengan
struktur organisasi perusahaan. Secara khusus, transfer pricing seharusnya mendukung
kesesuaian tujuan dan tingkat usaha manajemen puncak. Subunit yang menjual produk atau
jasa seharusnya dimotivasi untuk menurunkan biaya mereka; subunit yang membeli produk
atau jasa seharusnya dimotivasi untuk memperoleh dan menggunakan input secara efisien.
Transfer Pricing seharusnya juga membantu manajemen puncak mengevaluasi kinerja dari
subunit individual dan manajer mereka. Jika manajemen puncak mendukung tingkat
desentralisasi yang tinggi, harga transfer seharusnya mendukung tingkat otonomi subunit
yang tinggi dalam pengambilan keputusan. Ini berarti manajer subunit yang ingin
memaksimalkan laba operasi dari sub unitnya seharusnya memiliki kebebasan untuk
melakukan transaksi dengan subunit lain dari perusahaan (atas dasar harga transfer) atau
untuk melakukan transaksi dengan pihak eksternal.
Menurut Suryana dalam Zenit (2012), tujuan dilakukannya transfer pricing, pertama
untuk mengakali jumlah profit sehingga pembayaran pajak dan pembagian dividen menjadi
rendah. Kedua, menggelembungkan profit untuk memoles (window-dressing) laporan
keuangan. Negara dirugikan triliunan rupiah karena praktik transfer pricing perusahaan asing
di Indonesia (Kontan, 20 Juni 2012).
C.
Barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik dalamkondisi
yang sebanding; atau
Barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;
Bentuk transaksi adalah penyediaan jasa Apabila tak ada kondisi di atas yang sesuai,
maka metode CPM tidak dapat digunakan dan Wajib Pajak harus menggunakan
metode lainnya yang sesuai.
Tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa, khususnya tingkat kesebandingan berdasarkan hasil
analisis fungsi, meskipun barang/jasa yang diperjualbelikan berbeda dan
Pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan atas
barang atau jasa yang diperjualbelikan.
Laba dari transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dapat
diketahui dengan cara melakukan analisis fungsi atas kegiatan usaha yang
dilakukannya.
Metode ini juga digunakan apabila data pembanding tidak cukup lengkap.
Membandingkan laba bersih dengan Harga Pokok Penjualan (HPP), Penjualan atau
aktiva yang dipergunakan untuk menghasilkan laba bersih tersebut, setelah itu laba
bersih atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
3. Metode Lainnya
OECD Guidelines tidak memperkenankan metode lainnya untuk menentukan harga
pasar wajar karena metode ini tidak mencerminkan harga pasar wajar yang sesungguhnya.
Metode ini terdiri dari global split method dan juga formulary apportionment method.
Dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh, dinyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang
untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang
sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan
kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan
metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali,
metode biaya-plus atau metode lainnya.
Maksud diadakannya ketentuan ini (pasal 18 ayat 3 UU PPh) adalah untuk mencegah
terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila
terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari
semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian,
D.
negara
karena
perusahaan
multinasional
cenderung
menggeser
kewajiban
perpajakannya dari negara-negara yang memiliki tarif pajak yang tinggi (high tax countries)
ke negara-negara yang menerapkan tarif pajak rendah (low tax countries). Di pihak lain dari
sisi bisnis, perusahaan cenderung berupaya meminimalkan biaya-biaya (cost efficiency)
termasuk di dalamnya minimalisasi pembayaran pajak perusahaan (corporate income tax).
Kunci utama keberhasilan transfer pricing dari sisi pajak adalah adanya transaksi karena
adanya hubungan istimewa.
Hubungan istimewa adalah hubungan kepemilikan antara satu perusahaan dengan
perusahaan lain dan hubungan ini terjadi karena adanya keterkaitan, pertalian atau
ketergantungan satu pihak dengan pihak yang lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa,
Oleh karena itu faktor hubungan istimewa akan menjadi penting dalam menentukan besarnya
penghasilan dan/atau biaya yang akan dibebankan untuk menghitung penghasilan kena pajak.
Pengertian mengenai hubungan istimewa menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK No.7) adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan yang melalui satu atau lebih perantara (intermediaries), mengendalikan,
atau dikendalikan oleh, atau berada di bawah pengendalian bersama, dengan
perusahaan pelapor (termasuk holding companies, subsidiaries dan fellow
subsidiaries)
2. Perusahaan asosiasi (associated company)
3. Perorangan yang memiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung, suatu
kepentingan hak suara di perusahaan pelapor yang berpengaruh secara signifikan, dan
anggota keluarga dekat dari perorangan tersebut (yang dimaksudkan dengan anggota
keluarga dekat adalah mereka yang dapat diharapkan mempengaruhi atau dipengaruhi
perorangan tersebut dalam transaksinya dengan perusahaan pelapor)
4. Karyawan kunci, yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab
untuk merencanakan, memimpin dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor
yang meliputi anggota dewan komisaris, direksi dan manajer dari perusahaan serta
anggota keluarga dekat orang-orang tersebut
5. perusahaan di mana suatu kepentingan substansial dalam hak suara dimiliki baik
secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang yang diuraikan dalam 3 atau
4, atau setiap orang tersebut mempunyai pengaruh signifikan atas perusahaan tersebut.
E. PENTINGNYA
ISU
TRANSFER
PRICING
DAN
BAGAIMANA
MENGANTISIPASINYA
pihak luar negeri, terutama yang berkedudukan di Tax Haven Countries (negara yang tidak
memungut/memungut pajak lebih rendah dari Indonesia).
Dari sudut pandang Dirjen Pajak, tidak diragukan lagi bahwa tansfer pricing sangat
berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara. Berdasarkan perhitungan Dirjen Pajak
dinyatakan bahwa negara berpotensi telah kehilangan 1.300 Triliun Rupiah akibat dari
praktik tranfer pracing. Bahkan lebih dipertegas lagi menurut informasi internal Dirjen Pajak
bahwa kehilangan tersebut kebanyakan akibat adanya pembayaran Bunga, Royalti serta
Intragroup Service, sehingga Dirjen Pajak percaya bahwa dengan menyetop pembayaran
tersebut negara sudah tidak perlu menambah hutang lagi.
transfer pricing menjadi penting bagi wajib pajak karena setiapWajibPajak yang
mempunyai transaksi afiliasi diwajibkan mengisi form 3A atau 3B pada SPT badannya,
sehingga dari isian form ituDirjenPajak akan mudah mengetahui adanya transaksi transfer
pricing yang nantinya akan dijadikan bahan pemeriksaan. Meskipun sejak tahun 1993
keharusan itu telah ada, namun mulai tahun 2009 keharusan itu menjadi penting karena
format isian form 3A atau 3B lebih detail dan memaksa wajib pajak lebih transparan dalam
menginformasikan transfer pricing.
Skema transfer pricing sering dijadikan metode penghindaran pajak oleh perusahaan
multinasional dengan menggunakan berbagai cara. Skema transfer pricing yang sering
dilakukan oleh perusahaan multinasional adalah dengan cara mengalihkan laba mereka dari
negara yang tarif pajaknya tinggi ke negara yang tarif pajaknya rendah. Untuk mencegah
adanya pengalihan atas laba adalah dengan berbagai macam cara antara lain:
1. Otoritas pajak di berbagai Negara membuat aturan transfer pricing yang ketat seperti
penerapan hukuman atau sanksi.
2. Persyaratan dokumen yang lengkap.
3. Pemeriksaan pajak terhadap perusahaan yang melakukan praktik transfer pricing
Dalam hal pemeriksaan terhadap perusahaan yang melakukan praktik transfer pricing,
Direktorat Jenderal Pajak telah mengeluarkan surat Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor
: KEP-01/PJ.7/1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak yang
Mempunyai Hubungan Istimewa, dalam Surat Keputusan ini diatur mengenai tahap-tahap
pemeriksaan yang perlu dilakukan oleh pihak yang berwenang berkaitan dengan adanya
praktek transfer pricing yaitu :
1. Mempelajari berkas Wajib Pajak dan berkas data. Tahap ini dilakukan dengan
mempelajari akte notaris dan perubahannya. Harus diteliti apakah dari struktur
pemilikan saham-saham Wajib Pajak yang diperiksa tampak adanya hubungan istimewa
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak
Penghasilan No. 10 Tahun 1994 dan Undang-Undang No. 11 tentang Pajak
Pertambahan Nilai pasal 2 ayat (1).
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui gambaran umum Wajib Pajak yang
antara lain adalah :
Mempelajari sifat dan jenis kegiatan usaha Wajib Pajak. Sedapat mungkin
digambarkan aktivitas usaha Wajib Pajak sejak adanya order hingga
penyelesaian order, baik itu mengenai pembelian maupun mengenai penjualan.
2. Menganalisa SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak. Tujuan dilaksanakan analisa ini
adalah untuk mendeteksi ketidak-wajaran harga penjualan atau pembelian diantara
pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut. Untuk melakukan hal ini
digunakan analisa rasio yang berlaku secara umum.
10
diakui
sulit
dideteksi
oleh
Direktorat
Jenderal
Pajak.
Hal tersebut diungkapkan Dirjen Pajak Mochammad Tjiptarjo di DPR RI, Selasa (31/8).
"Berapa hitung-hitungnya susah kita deteksi karena itu kan per kasus, dan relatif pada waktu
kita inventarisir, persoalan transfer pricing ditangani secara administratif kita kalah mulu di
tingkat peradilan," ujarnya. Sebagai informasi, Pemerintah telah melakukan upaya-upaya dalam
mengurangi potensi kerugian negara atas praktik penghindaran pajak melalui transfer pricing,
seperti melakukan diklat transfer pricing kepada para pemeriksa, Account Representative (AR),
adanya Kepala KPP Madya, Khusus, dan LTO, serta Penelaah Keberatan dan Petugas banding,
baik di dalam maupun di luar negeri. Total pegawai yang telah diberikan diklat transfer pricing
sampai
dengan
bulan
Agustus
2010
mencapai
lebih
dari
1.100
pegawai.
Selain itu, adanya kewajiban untuk setiap KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar, KPP di
lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya di seluruh Indonesia untuk
melakukan pemeriksaan khusus transfer pricing minimal 4 wajib pajak untuk setiap KPP.
Setiap Kanwil Ditjen Pajak yang berada di Wilayah Jakarta diwajibkan untuk melakukan
pemeriksaan simultan terhadap perusahaan-perusahaan yang berada di bawah satu grup,
minimal 1 grup untuk setiap Kanwil.
11
F.
KEP-01/PJ.7/1993
SE-04/PJ.7/1993
PER-43/PJ/2010
S-153/PJ.04/2010
PER-48/PJ/2010
PER-69/PJ/2010
PER-32/PJ/2011
PRAKTEK TRANSFER PRICING DI INDONESIA
Sebenarnya praktek transfer pricing ini sudah banyak dilakukan oleh banyak
perusahaan. Hanya saja tidak terlalu terasa efek pengurangan pajaknya apabila dilakukan
antar divisi dalam satu perusahaan yang sama. Lain halnya apabila transfer pricing itu
digunakan untuk menilai kinerja divisi.Pertanyaan yang timbul adalah mengapa transfer
pricing tidak terlalu berarti dari sisi pajak apabila dipraktekkan pada divisi yang sama dalam
suatu perusahaan.
Jawabannya adalah hal ini disebabkan karena praktek transfer pricing akan
memberikan hasil maksimal dalam hal ini meminimalkan jumlah pajak yang terutang apabila
timbul pengenaan tarif yang berbeda. Oleh karena itu apabila praktek tersebut dilakukan antar
divisi tidak memberikan hasil yang maksimal karena tarif pajak yang berlaku sama.
Adanya hubungan istimewa merupakan faktor penyebab utama timbulnya praktek
transfer pricing. Hubungan istimewa adalah hubungan kepemilikan antara satu perusahaan
dengan perusahaan lain dan hubungan ini terjadi karena adanya keterkaitan, pertalian atau
ketergantungan satu pihak dengan pihak yang lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa,
faktor kepemilikan atau penyertaan, adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan
teknologi, adanya hubungan darah atau karena perkawinan merupakan faktor penyebab
utama timbulnya hubungan istimewa. Oleh karena itu faktor hubungan istimewa akan
12
menjadi penting dalam menentukan besarnya penghasilan dan atau biaya yang akan
dibebankan untuk menghitung penghasilan kena pajak.
Praktek transfer pricing ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan atau dasar
pengenaan pajak dan atau biaya dari satu wajib pajak ke wajib pajak lainnya, yang dapat
direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas wajib pajak-wajib pajak
yang mempunyai hubungan istimewa tersebut.
Kekurangwajaran dari adanya transfer pricing ini dapat terjadi atas (berdasarkan surat edaran
Dirjen Pajak No.SE-04/PJ.7/1993 tanggal 3 maret 1993) :
1.
2.
13
3.
a.
Biaya training karyawan BUT di Indonesia yang diselenggarakan kantor pusat di luar negeri
b.
c.
Biaya administrasi atau manajemen lainya dari kantor pusat yang merupakan biaya
penyelenggaraan perusahaan
d.
4.
5.
14
6.
7.
Kekurangwajaran Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang
kurang atau tidak mempunyai subtansi usaha (misalnya dummy company, letter box
company atau reinvoicing center)
PT I di Indonesia yang mempunyai hub.istimewa dengan H Ltd di Hongkong.duaduannya adalah anak perusahaan K di Korea.Dalam usahannya PT I mengekspor barang yang
langsung dikirim ke X di Amerika serikat atas peermintaan H Ltd di Hongkong.Harga pokok
barang tersebut adalah Rp 100 dan PT I di Indonesia selalu menagih dengan harga Rp 110.
Sedang H Ltd Hongkong menagih X di Amerika Serikat. Informasi yang diperoleh dari
Amerika Serikat menunjukkan bahwa X membeli barang dengan harga Rp 175. Keterangan
lebih lanjut menunjukkan bahwa H Ltd hongkong hanya berupa Letter Box Company
(reinvoicing centre) tanpa substansi bisnis. Oleh karena tarif pajak di Hongkong lebih rendah
dari di Indonesia,maka terdapat petunjuk adanya usaha wajib pajak untuk mengalihkan laba
kena pajak dari Indonesia ke hongkong agar diperoleh penghematan pajak. Dengan
memperhatikan fungsi (substansi bisnis) dari H Ltd Hongkong, maka perantara transaksi
demikian (untuk penghitungan pajak) dianggap tidak ada, sehingga harga jual PT di
Indonesia dikoreksi sebesar Rp 65 (Rp 175-Rp 110)
15
PENUTUP
Transfer Pricing didefinisikan sebagai harga yang ditentukan oleh satu bagian dari
sebuah organisasi atas penyerahan barang atau jasa yang dilakukannya kepada bagian lain
dari organisasi yang sama. Transfer pricing dapat juga diartikan sebagai nilai atau harga jual
khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi
penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division). Dilihat dari aspek
perpajakan, pengertian transfer pricing adalah harga yang dibebankan oleh suatu perusahaan
atas barang, jasa, harta tak berwujud kepada perusahaan yang mempunyai hubungan
istimewa.
Tujuan penetapan harga transfer adalah untuk mentransmisikan data keuangan di antara
departemen-departemen
atau
divisi-divisi
perusahaan
pada
waktu
mereka
saling
menggunakan barang dan jasa satu sama lain. Selain itu transfer pricing terkadang digunakan
untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli
menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Namun dalam praktik, seringkali ditemukan transaksi antar anggota perusahaan multinasional
yang tidak luput dari rekayasa transfer pricing. Bagi perusahaan berskala global
(multinational corporations), transfer pricing dipercaya menjadi salah satu strategi yang
efektif untuk memenangkan persaingan dalam memperebutkan sumber daya yang terbatas.
Perusahaan cenderung berupaya meminimalkan biaya-biaya (cost efficiency) termasuk di
dalamnya minimalisasi pembayaran pajak perusahaan (corporate income tax). Hal ini telah
mendorong dilakukannya praktik transfer pricing untuk menghindari pajak (tax avoidance).
Transfer pricing diyakini mengakibatkan berkurang atau hilangnya potensi penerimaan pajak
suatu
negara
karena
perusahaan
multinasional
cenderung
menggeser
kewajiban
perpajakannya dari negara-negara yang memiliki tarif pajak yang tinggi (high tax countries)
ke negara-negara yang menerapkan tarif pajak rendah (low tax countries).
Untuk mencegah praktik penghindaran pajak karena penentuan harga tidak wajar (non
arm's length price), maka Dirjen Pajak menetapkan pedoman penentuan harga transfer yang
membahas penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arms length principles) terkait
transaksi antara wajib pajak dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Aturan ini
mengharuskan wajib pajak untuk menggunakan nilai pasar wajar dalam bertransaksi dengan
16
pihak berelasi (related parties). Dirjen Pajak memiliki kewenangan untuk menentukan harga
transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (Advance Pricing
Agreement/APA) yaitu kesepakatan antara Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak
mengenai harga jual wajar produk yang dihasilkannya kepada pihak-pihak yang mempunyai
hubungan berelasi (related parties). Dengan ditetapkannya APA, diharapkan dapat
mengurangi
terjadinya
praktik
penyalahgunaan
transfer
pricing
oleh
perusahaan
multinasional.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi praktik transfer pricing
(Suryana, 2012) antara lain dengan mengaktifkan peran akuntan publik untuk menguji
kewajaran perhitungan jumlah related parties transaction yang diungkapkan dalam laporan
keuangan, memperluas kriteria transfer pricing tidak hanya related parties, tetapi melebar ke
semua transaksi yang diindikasikan di bawah harga pasar wajar, termasuk dengan perusahaan
non afiliasi, menggunakan data pembanding eksternal dari pelaporan DHE (Devisa Hasil
Ekspor) untuk mendeteksi aliran dana dan underlying transaksi ekspor, mengumumkan ke
publik tentang proses banding oleh wajib pajak yang melakukan transfer pricing, sebagai
bentuk tekanan moral, menyediakan data center, seperti Indonesian Coal Index, serta
membentuk single document window (SDW) antar negara yang telahNmenerapkan tax treaty,
dan forum multilateral, seperti APEC.
17
DAFTAR PUSTAKA
Horngren, Datar dan Foster. (2008). Akuntansi Biaya, Penekanan Manajerial. Jilid 2 ed 12.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Zenit. (2012). Aspek Perpajakan Dalam Transfer Pricing dan Problematika Praktik
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance). jurnal akuntansi keuangan.vol. 1 no. 3,
desember 2012 hal 210-221.
http://tikettraining.com/info-training/makalah-transfer-pricing
http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=10051
http://spectrumkonsul.blogspot.com/2008/08/konsep-transfer-pricing-dalam.html
http://shantykie.blogspot.com/2011/09/transfer-pricing.html
18