You are on page 1of 19

MAKALAH FARMAKOLOGI

OLEH :
KELOMPOK 8
1. Sophie Amanda

08111006025

2. Wenny Ayu Lestari

08111006027

3. Zakiya Amilasariy

08111006031

4. M. Arief Akbar

08111006036

5. Indrawati

08111006040

6. Septalia Pratiwi

08111006042

Progam Studi Farmasi


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sriwijaya
Tahun 2012

OBAT OBAT HIPNOTIK SEDATIF

I. PENDAHULUAN
Suatu obat sedatif mengurangi aktivitas, mengurangi keterangsangan, dan
menenangkan penerima obat, sedangkan obat hipnotik menimbulkan rasa kantuk serta
mamfasilitasi omset dan pemeliharaan keadaan tidur yang menyerupai tidur alami dalam hal
karakteristik elektroensefalografiknya, dan dari keadaan tidur ini penerima obat dapat
dibangunkan dengan mudah. Efek yang terakhir ini kadang-kadang disebut hipnosis, tetapi
tidur yang diinduksi oleh obat hipnotik tidak sama dengan keadaan pasif dengan kepekaan
yang meningkat terhadap saran yang diinduksi secara artifisial yang dapat juga disebut
hipnosis.
Obat-obat hipnotik-sedatif nonbenzodiazepin termasu dalam kelompok obat yang
mendepresi sistem saraf pusat (SSP) dengan cara yang tergantung dosis, yang secara
progresif menghasilkan penenangan atau rasa kantik (sedasi), tidur (hipnosis farmakologis),
ketidaksadaran, koma, anestesia bedah, serta depresi pernapasan dan regulasi kardiovaskular
yang fatal.
Sedasi merupakan efek samping dari banyak obat yang bukan merupakan depresan
SSP umum (misalnya antihistamin, neuroleptik). Walaupun dapat memperkuat efek epresan
SSP, biasanya obat-oabt tersebut menghasilkan efek terapeutik yang lebih spesifik pada
konsentrasi yang jauh lebih rendah daripada konsentrasi yang menyebabkan depresi SSP
yang nyata.
Khasiat dari senyawa penting dari golongan golongan obat hipnotik sedatif
menunjukkan bahwa penggunaan terapi yang utama adalah untuk menimbulkan sedasi atau
tidur. Golongan ini banyak sekali variasi kimianya, jadi ini adalah contoh klasifikasiobat
yang lebih didasari pada penggunaan klinik daripada persamaan struktur kimia atau
mekanisme kerjanya. Penggunaan kliniknya sangat luas dan obat-obat hipnotik sedatif
termasuk diantaranya obat obat yang paling banyak diresepkan didunia.
II. FARMAKOLOGI DASAR HIPNOTIK-SEDATIF
Suatu obat sedatif yang efektif seharusnya dapat mengurangi ansietas dan
menimbulkaan efek menenangkan dengan sedikit atau tidak ada efek pada fungsi motorik

atau mental. Tingkat depresi SSP disebabkan oleh sedatif minimum harus konsisten dengan
kemanjuran terapi. Obat hipnotik dapat menumbuhkan rasa ngantuk, memperlama dan
mempertahankan keadaan tidur yang sedapat mungkin menyerupai kedaan tidur yang
alamiah.Efek hipnotik lebik bersifat depresan terhadap SSP dari pada sedasi dan ini dapat
diperoleh secara mudah pada kebanyakan obat-obat sedatif dengan jalan meningkatkan dosis.
Derajat dosis yang tergantung pada depresi fungsi susunan SSP adalah karakteristik untuk
obat-obat sedatif-hipnotik.
KLASIFIKASI KIMIAWI
Benzodiazepin (gambar 21-2) adalah hipnotik-sedatif yang paling penting. Struktur
kimia beberapa obat hipnotik-sedatif lebih tua dan sedikit digunakan diperlihatkan pada
gambar 21-3. Barbiturat dianggap sebagai prototif dari golongan ini karena penggunaan
secara luas pada waktu dulu. Motivasi untuk mengembangkan benzodiazepin dan hipnotiksedatif baru yang lain dapat diartikan usaha untuk menghindari efek yang tidak diinginkan
dari barbiturat, termasuk potensi untuk menimbulkan ketergantungan psikologi dan fisik.
Golongan lain dari gambar 21-3 juga mempunyai efek sedatif. Misalnya obat penghambat
beta adalah efektif dalam keadaan ansietas dan gangguan fungsional, terutama pada keadaan
dimana gejala somatik dan autonomik menonjol. Senyawa antihistamin berada dalam
golongan sejumlah preparat obat tidur,diman efek autonomnya seperti juga lama kerjanya
dapat menimbulkan efek samping yang tidak dikehendaki.

III. BENZODIAZEPIN DAN BARBITURAT


1. FARMAKOKINETIK
A. Absorbsi
Jika digunakan untuk mengobati ansietas atau gangguan tidur,hipnotik-sedatif
biasanya digunakan peroral. Benzodiazepin merupakan obat-obat basa dan diabsorbsi sangat
efektif pada PH tinggi yang ditemukan didalam duodenum. Kecepatan absorpsi
benzodiazepin yang diberikan peroral berbeda tergantung pada beberapa faktor termasuk sifat
kelarutannya dalam lemak. Absorbsi peroral triazolam sangat cepat sekali dan juga diazepam
dan metabolit aktif dari klorazepat lebih cepat diabsorbsi daripada benzodiazepin lain yang
umum digunakan. Klorazepat dikonversi menjadi bentuk aktifnya, desmetildiazepam oleh
hidrolisa asam lambung. Oksazepam dan temazepam diabsorbsi lebih lambat dari pada
benzodiazepin lain.Bioavailabilitas dari beberapa benzodiazepin, termasuk klordiazepoksid
dan diazepam ,tidak dapat diandalkan setelah pemberian secara intramuskular.Barbiturat dan
piperidinedion merupakan asam lemah dan umumnya sangat cepat diabsorpsi dari lambung
kedarah, begitu juga dari usus halus.
B. Distribusi
Transport hipnotik-sedatif didalam darah adalah proses dinamik dimana banyaknya
molekul obat masuk dan meninggalkan jaringan tergantung pada aliran darah, tingginya
konsentrasi, dan permeabilitas. Kelarutan dalam lemak memegang peranan penting dalam
menentukan berapa banyak hipnotik-sedatif yang khusus masuk ke SSP. Redistribusi obat
dari susunan saraf pusat ke jaringan lain adalah gambaran yang penting dari biodisposisi
hipnotik-sedatif. Pemberian benzodiazepin dab hipnotif-sedatif lain selama kehamilan harus
dilakukan dengan mengetahui bahwa sawar uri terhadap obat-obat yang larut dalam lemak
adalah tidak lengkap dan bahwa obat obat ini mampu mencapai janin. Kecepatan dicapainya
konsentrasi dalam darah ibu dan janin yang seimbang adalah lebih lambat dari konsentrasi
dalam darah ibu dan susunan saraf pusat, sebagian disebabkan oleh aliran darah yang lambat
mencapi plasenta. Benzodiazepin dan kebanyakan hipnotik-sedatif sangat banyak terikat pada
plasma protein.

C. Biotransformasi
Transformasi metabolik dari metabolit yang lebih larut dalam air adalah perlu untuk
membersihkan dari tubuh hampir semua obat-obat dalam golongan ini. Dalam hal ini
metabolisme obat sistem enzim mikrosom hati adalah sangat penting. Karena beberapa
hipnotik-sedatif dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk yang tidak berubah, waktu paruh
eliminasi (t) tergantung terutama pada kecepatan transformasi metaboliknya.
1. Benzodiazeoin
Metabolisme hati bertanggung jawab atas pembersihan atau eliminasi dari semua
benzodiazepin. Pola dan kecepatan metabolisme tergantung pada masing-masing obat.
Kebanyakan benzodiazepin mengalami fase oksidasi mikrosomal (reaksi fase I) kemudian
metabolisme konyugasikan (reaksi fase II) oleh glukoroniltransferase menjadi glukoronida
yang diekresikan kedalam urine.
Pembentukan metabolit aktif mempunyai arti penelitian yang rumit pada
farmakokinetik benzodiazepin pada manusia karena waktu paruh dari eliminasi obat induk
hanya sedikit mempunyai hubungan terhadap lamanya efek farmakologi. Benzodiazepin yang
obat induk mempunyai waktu paruh panjang, lebih mungkin menimbulkan efek kumulatif
dengan dosis ganda. Efek kumulatif dan efek sisa seperti ngantuk berlebihan merupakan
masalah yang ringan bagi obat-obat seperti oksazepam dan lorazepam, yang mempunyai
waktu paruh lebih pendek dan dimetabolisme langsung menjadi bentuk tidak aktif
glukoronida.
2. Barbiturat
Metabolit utamanya mengalami oksidasi oleh enzim hepar dari gugusan kimia yang
melekat pada C5 yang berbeda bagi masing-masing barbiturat. Alkohol, asam, dan keton
yang terbentuk, terdapat dalam urine sebagai konyugat glukoronida. Dengan sedikit sekali
pengecualian metabolisme barbiturat tidak memiliki aktifitas farmakologi. Semua tingkat
metabolisme didalam hati pada manusia tergantung pada masing-masing obat terapi biasanya
lambat. Waktu paruh eliminasi sakobarbital dan pentobarbital berkisar 18 sampai 48 jam
pada individu yang berbeda. Waktu paruh eliminasi fenobarbital pada manusia adalah 4-5
hari. Dosis ganda dari obat-obat ini dapat menimbulkan efek kumulatif.

D. Ekskresi
Metabolit benzodiazepin dan hipnotik-sedatif lain yang larut dalam air diekresikan
terutama melalui ginjal. Fenobarbital dieksresikan melalui urine dalam bentuk tidak berubah
sampai jumlah tertentu, dan kecepatan eliminasinya dapat ditingkatkan secara bermakna
dengan jalan akalinisasi urin. Hal ini sebagian disebabkan oleh peningkatan ionisasi pada pH
basa, karena fenobarbital adalah asam lemah dengan pKa 7,2. Hanya sejumlah kecil
benzodiazepin dan kurang dari 10% dosis hipnotik meprobamat terdapat diurine dalam
bentuk tidal berubah.
E. Faktor yang Mempengaruhi Biodisposisi
Biodisposisi hipnotik sedatif dapat dipengaruhi berbagai faktor utama perubahan pada
fungsi hati sebagai akibat penyakit, usia tua, atau peningkatan atau penurunan aktivitas enzim
mikrosom karena obat. Umumnya penurunan fungsi hati mengakibatkan pengurangan
kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme melalui melalui peristiwa oksidatif.
Kelompok ini meliputi benzodiazepin, hampir semua barbiturat, piperidinedion dan
meprobamat. Pada penderita yang sangat tua dan penderita penyakt hati yang berat, waktu
paruh eliminasi dari obat-obat ini biasanya meningkat secara bermakna. Pada kasus tertentu,
pemberian dosis normal yang berulang dari obat hipnotik-sedatifsering mengakibat efek yang
berat terhadap SSP. Metabolisme yang mengalibatkan konyugasi glukoroonida tampaknya
kurang dipengaruhi oleh usia tua atau penyakit hati dibandingkan metabolisme oksidatif.
Aktivitas metabolisme obat oleh enzim mikrosom hati mungkin meningkat pada
penderita yang terpapar obat hpnotik-sedatif tua tertentu secara menahun. Peningkatan
biofarmasi obat-obat lain oleh barbiturat merupakan suatu mekanisme yang mendasari
interaksi obat. Benzodiazepin tidak mengubah metabolisme obat oleh aktivitas enzim hati
pada penggunaan terus menerus.

2. FARMAKODINAMIK BENZODIAZEPIN DAN BARBITURAT


A. FARMAKOLOGI MOLEKULAR RESEPTOR GABAA
Benzodiazepin, barbiturat, dan hipnotik sedatif baru zolpidem terikat pada saluran
molekul klorida dan fungsinya sebagai reseptor GABAA tetapi bukan pada tempat
pengikatan GABAA sendiri. Teknik kloning molekular menunjukkan bahwa reseptor

GABAA adalah gliko protein hetero-oligomer (200-400 kDa) yang memiliki paling sedikit
subunt yang berbeda didalam stoikiometri yang masih belum diketahui.
Rekonstitusi saluran dengan berbagai subunit menunjukkan bahwa GABA dapat
terikat pada tempat ikatan reseptor subunit alfa atau betaa,dan interaksi ini memulai
penutupan arus saluran klorida.Kepekaan kompleks pada benzodiazepin membutuhkan
subunit gama2, yang menyokong bahwa ikatan reseptor benzodiazepin kemungkinan terletak
pada atau dekat struktur ini.Kombinasi yang berbeda dari beberapa tipe subunit alfa, beta,
gama tampaknya mengubah kepekaan benzodiazepin secara bermakna.
A. Neurofarmakologi
Asam gama aminobutirat (GABA) adalah penghambat neurotransmiter yang utama
pada SSP. Penelitian elektrofisiologi menunjukkan bahwa benzodiazepin menguatkan
neurotransmisi GABAergik pada semua tingkat neuroaksis, yang mencakup medula spinalis,
hipotalamus, hipokampus, substansia nigra, korteks serebeli, dan korteks serebri.
Benzodiazepin tampak meningkatkan efisiensi inhibisi sinaptik GABAergik (melalui
membran hiperpolarisasi), yang menyebabkan penurunan kecepatan pencetus neuron yang
kritis dalam banyak regio otak. Benzodiazepin tidak menggantikan GABA, tetapi tampaknya
meningkatkan efek GABA tanpa aktivasi reseptor GABA secara langsung atau saluran
klorida yang berhubungan.
Barbiturat juga mempermudah kerja GABA padabanyak tempat di SSP, tetapi
berbeda dengan Bezodiazepin, Barbiturat memperlama waktu terbukanya saluran pintu
GABA. Pada konsentrasi tinggi Barbituran juga bekerja sebagai GABA-mimetik,
mengaktivasi saluran klorida secera langsung. Efek ini melibatkan tempat pengikatan atau
tempat yang berbeda dari tempat pengikatan BDZ. Kerja Barbiturat kurang selektif
dibandingkan dengan benzodiazepin, karena barbiturat juga menekan kerja neurotransmiter
eksitasi dan menimbulkan efek membran nonsinaptik sejajar dengan efeknya atas
neurotransmisinya GABA.

B. Ligan Reseptor Benzodiazepin


Interaksi tiga macam ligan reseptor benzodiazepin telah dilaporkan yaitu :
a)

Agonis
Agonis mempermudah kerja GABA. Efek ini khas bermanfaat pada penggunaan klinik
benzodiazepin, yang , menimbulkan efek ansiolitik dan antiklovulsi

b) Antagonis
Antagonis dikarakteristikkan oleh turunan benzodiazepin sintetik flumazenil, yang
menghambat

kerja

benzodiazepintetapi

tidak

mempengaruhi

kerja

barbiturat,

mepobramat, atau etanol.

c)

Invers agonist
Invesr agonist menghasilkan ansietas dan bangkitan kejang, suatu aksi yang telah
ditunjukkan berbagai senyawa, terutama -karbolin, misalnya n-butil- -karbolin-3karboksilat (-CCB). Selain kerja langsungnya, molekul ini dapat menghambat efek
benzodiazepin.

C. Efek Terhadap Organ


1.

Hipnosis
Berdasarkan definisi, semua hipnotik-sedatif akan menyebabkan tidur jika
diberikan dosi yang cukup tinggi. Tidur normal terdiri dari stadium-stadium yang
berbeda, bedasarkan tiga ukuran fisiologi : elektroenselfalogram, elektromiogram, dan
elektronistagmogram.
Efek-efek obat terhadap tidur tergantung dari beberapa faktor yang meliputi jenis
obat, Jdosis, dan frekuensi pemberian. Walupun ada beberapa perkecualian, efek
hipnotik-sedatif terhadap pola tidur normal adalah sebagai berikut :
penurunan masa laten mulainya tidur
peningkatan lamanya tidur NREM tahap 2
penurunan lamanya tidur REM
penurunan lamanya tidur gelombang lambat

2.

Sedasi
Sedasi dapat didefinisikan sebagai penurunan respons terhadap tingkat stimulus
yang tetap dengan penurunan dalam aktivitas dan ide spontan. Perubahan tingkah laku
ini terjadi pada dosis efektif hipnotik-sedatif yang terendah.

3.

Anestesi
Sepertiyang terlihat pada gambar 21-1, hipnotik-sedatif tertentu dalam dosis tinggi
akan menekan SSP ke titik yang dikenal sebagai stadium III anastesi umum. Walaupun
begitu, kecocokan obat tersebut sebagai pembantu dalam anastesi terutama tergantung
pada sifat fisikokimia yang menentukan kecepatan mulai dan lama efeknya. Diantara
barbiturat, triopental, dan metoheksital bersifat sangat l;arut dalam lemak, yang cepat
menembus jaringan otak setelah pemberian intravena. Redistribusi jaringan yang cepat,
bertanggung jawab atas singkatnya kerja obat ini, sehingga berguna dalam anastesi.

4.

Efek antikonvulsi
Kebanyakan hipnotik-sedatif sanggup menghambat perkembangan dan penyebaran
aktivitas epileptiformis dalam SSP. Ada sejumlah selektivitas pada obat tertentu yang
dapat menimbulkan efek anti konvulsi tanpa depresi SSP yang jelas sehingga aktivitas
fisik dan mental relatif tidak dipengaruhi.

5.

Relaksasi otot
Beberapa

hipnotik-sedatif,

terutama

anggota

kelompok

karbamat

dan

benzodiazepin, mempunyai efek inhibisi atas refleks polisinaptik dan transmisi


internunsius., dan pada dosis tinggi dapat menekan transmisi pada sambungan
neuromuskuler otot rangka. Kerja selektif jenis ini menyebabkan relaksasi otot mudah
diperlihatkan pada hewan dan hal ini menyatakan kegunaannya untuk merelaksasi otot
volunteryang berkontraksi pada penyakit sendiatau spasme otot.

6.

Efek pada fungsi respirasi dan kardiovaskular


Pada dosis hipnotik-sedatif penderita sehat, efek hipnotik-sedatif atas respirasi
sebanding dengan perubahan selama tidur alamiah. Walaupun begitu, hipnotik-sedatif
bahkan dalam dosis terapi, dapat menimbulkan depresi pernapasan yang bermakna pada
penderita paru obstruktif. Efek atas pernapasan berhubungan dengan dosis dan depresi
pusat pernapasan merupakan penyebab kematian yang disebabkan karena kelebihan
dosis hipnotik-sedatif.

IV. TOLERANSI : KETERGANTUNGAN PSIKOLOGI DAN FISIK


Toleransi adalah suatu penurunan dalam respons terhadap suatu obat setelah
pemaparan kontinu, merupakan gambaran umum penggunaan hipnotik sedatif. Pada beberapa
kasus, ia ungkinmemerlukan peningkatan dosis untuk mempertahankan perbaikan simptom
atau untuk mempermudah tidur. Mekanisme perkembangan toloransi hipnotik-sedatif belum
dipahami dengan baik. Perubahan dalam kecepatan menjadikan metabolit tidak aktif dengan
pemberian menahun barbiturat mungkin bertanggung jawab sebagian (toleransi metabolit),
tetapi lebih penting perubahan dalam respons SSP (toleransi farmakodinamik)

bagi

kebanyakan hipnotik-sedatif.
Sifat yang dirasa diinginkan dari perbaikan ansietas, euforia, disinhibisi, dan
kemudahan tidur telah menyebabkan penyalahgunaan kompulsif yang pada hakekatnya bagi
semua obat yang dikelompokkan sebagai hipnotik-sedatif. Konsekuensi penyalahgunaan obat
ini dapat ditentukan dalam istilah psikologik dan fisiologik. Bila pola penggunaan hipnotiksedatif menjadi kompulsif, timbul komplikasi lebih serius, termasuk ketergantungan fisik dan
toleransi.

Semua hipnotik-sedatif sanggup menimbulkan ketergantungan fisik bila digunakan


secara menahun. Ketergantungan fisik dapat digambarkan sebagai perubahan fisiologik dan
memerlukan pemberian obat kontinuuntuk mencegahtimbulnya sindrom abstinensi atau putus
obat. Walaupun begitu, keparahan gejala putus obat berbeda antara masing-masing obat dan
tergantung juga atas besar dosis yang digunakan tepat sebelum penghentian penggunaan.

ANTAGONIS BENZODIAZEPIN : FLUMAZENIL


Flumazenil adalah salah satu dari berbagai turunan 1,4-benzodiazepin dengan
afinitas yang tinggi untuk reseptor BDZ yang bekerja sebagai antagonis kompetitif. Hanya ini
satu-satunya antagonis reseptor BDZ yang tersedia untuk penggunaan klinik pada saat ini.
Obat ini menghambat berbagai kerja benzodiazepin tetapi tidak mengantagonis efek SSP
hipnotik-sedatif lain seperti etanol, opioid, atau anastetik umum. Jika diberikan secara
intravena, flumazenil bekerja dengan cepat tetapi waktu paruhnya pendek (0,7-1,3 jam).
Efek samping flumazenilmeliputi agitasi, bingung, pusing, dan nausea. Flumazenil
dapat menyebabkan sindrom precipitated abstinence yang berat pada penderita dengan ketergantungan fisik benzodiazepin. Pada penderita yang mendapat benzodiazepin bersama
dengan anti depresan trisiklik, serangan dan aritmia jantung dapat terjadi dengan pemberian
flumazenil.

V. OBAT OBAT HIPNOTIK-SEDATIF BARU


Buspiron
Buspiron memperbaiki ansietas tanpa menimbulkan sedasi. Tidak seperti
benzodiazepin, obat ini mempunyai efek hipnotik, antikonvulsi, atau pelemas otot. Berbeda
dengan benzodiazepin, efek ansilolitik buspiron tercapai setelah lebih dari satu minggu. Hal
ini membuat ibat ini tidak nyaman digunakan untuk keadaan ansietas umum. Juga efektif
pada gangguan panik.
Buspiron cepat diabsorpsi dari saluran cerna tetapi mengalami metabolisme lintas
pertama yang luas. Waktu paruh eliminasi ibat ini yaitu 2-4 jam. Sejumlah analog bus[iron
yang telah dikembangkan, misalnya ipsapiron, gepiron, dan tandospiron.

Zolpidem
Zolpidem merupakan suatu turunan imidazopirin, strukturnya tidak berhubungan
dengan bezodiazepin. Namun ikatan obat ini dengan reseptor BDZ mempunyai mekanisme
kerja yang mirip untuk memudahkan penghambatanmediator GABA. Jika digunakan untuk
pengobatan insomnia dalam waktu pendek, zolpidem mempunyai kemajuran terapi dan efek
samping yang sama dengan triazolam. Obat ini cepat dimetabolisme oleh hati dan
mempunyai waktu paruh kira-kira 2,4 jam. Pengurangan dosis disarankan pada penderita
gangguan fungsi hati da n penderita tua.

HIPNOTIK-SEDATIF TUA
Obat-obat ini meliputi : alkohol (ethklorvinol, kloral hidrat), piperidinedion
(glutetimid, metiprilon), dan karbamat (meprobamat) dan bahkan ion bromid inorganik.
Kebanyakan obat ini dibiotransformasikan menjaid senyawa yang larut dalam air oleh enzim
hati. Secara farmakologi, trikloroetanol adalah metabolit aktif kloral hidrat dan mempunyai
waktu paruh 6-10 jam. Walaupun begitu, metabolit toksiknya, asam trikloroasetat,
dikeluarkan sangat lambat dan dapat menimbulkan akumulasi dengan pemberian klorakhidrat
malam hari. Lebih lanjut, pemberian berulang perlu diperhatikan kemungkinan adanya efek
karsinogenik kloralhidrat sendiri, atau metabolitnya yang emnyokong bahwa obat ini tak
seharusnya digunakan sampai tersedia lebih banyak data

VI. FARMAKOLOGI KLINIK HIPNOTIF-SEDATIF


A. PENGOBATAN KEADAAN ANSIETAS
Respon psikologi, tingkah laku, dan fisiologi yang ditandai sebagai ansietas dapat timbil
dalam berbagai bentuk. Sevara klasik, kesadaran psikis dari ansietas disertai dengan
peningkatan kewaspadaan, tension motorik, dan hiperaktivitas autonom. Sebelum
meresepkan obat hipnoti-sedatif, perlu menganalisa gejala penderita secara seksama. Ansietas
pada banyak kasus merupakan sekunder dari keadaan-penyakit organik miokard infark akut,
angina pektoris, ulkus saluran cerna, dan sebagainya-yang memerlukan terapi spesifik.
Kelompok keadaan ansietas sekunder ain (ansietas situasi) disebabkan oleh keadaan yang
mungkin hanya ditemui satu atau beberapa kali, yang merupakan antisipasi tindakan medis
atau gigi yang menakutkan serta penyakit keluarga atau tragedi lain.
Benzodiazepin adalah obat yang umumnya digunakan untuk pengobatan ansietas.
Walaupun gejala ansietas mungkin dapat diperbaiki oleh kebanyakan sedatif, tidak selalu
mudah untuk menunjukkan keunggulan obat yang satu dari yang lain. Jadi, suatu pilihan
untuk obat yang spesifik pada situasi yang spesifik sering didasari oleh faktor-faktor lain
daripada kemanjuran ansiolitik. Satu pengecualian dari keseluruhan ini adalah alprazolam,
yang terutama efektif pada pengobatan gangguan panik dan agrofobia serta lebih selektif
untuk keadaan ini daripada benzodiazepin yang lain.
Pemilihan benzodiazepin didasarkan atas beberapa prinsip farmakologi yang baik:
1. Indeks terapi yang relatif tinggi, ditambah tersedianya flumazenil untuk pengobatan
kelebihan dosis
2. Rendahnya resiko interaksi obat yang didasarkan atas induksi enzim
3. Tingkat eliminasi yang lambat, yang mungkin membantu persistensi efek susunan
saraf pusat yang bermanfaat
4. Rendahnya resiko ketergantungan fisik dengan gejala putus obat yang ringan
Kerugian benzidiazepin meliputi kecenderungan berkembangnya ketergantungan
psikologi, pembentukan metabolit aktif, efek amnesia, dan biayanya yang lebih tinggi.
Benzodiazepin menimbulkan depresi susunan saraf pusat (SSP) yang bersifat adiktif bila
diberikan bersama obat lain, termasuk etanol. Hal ini terjadi pada semua obat golongan
hipnotik-sedatif kecuali buspiron. Penderita harus diingatkan akan kemungkinan ini untuk

menghindari gangguan penampilan tugas apa saja yang memerlukan kewaspadaan mental dan
koordinasi motorik.
Obat antihipertensi klonidin juga telah digunakan dalam pengobatan keadaan ansietas,
termasuk serangan panik. Pengobatan bersama dengan obat-obat yang mempengaruhi kerja
penghambat-adrenoseptor-alfa (termasuk antidepresan trisiklik) dapat menurunkan efek
klonidin. Penyetopan klonidin setelah penggunaan lama, terutama pada dosis tinggi, dapat
menimbulkan ancaman krisis hipertensi.
B. TERAPI MASALAH TIDUR
Keluhan insomnia mencakup jenis masalah tidur yang luas, yaitu kesulitan jatuh tertidur,
sering terbangun, masa tidur yang singkat, dan tidur yang tak menyegarkan. Insomnia
adalah suatu keluhan serius yang meminta evaluasi serius dalam menemukan kemungkinan
penyebabnya (organik, psikologik, situasional, dan sebagainya) yang mungkin dapat diatasi
tanpa obat-obat hipnotik.
Obat hipnotik yang ideal yang dapat yang dapat mempermudah tidur tanpa perubahan
apapun pada pola tidur alamiah belum ditunjukkan. Obat tidur yang dipilih harus cepat
memulai tidur (menurunkan masa laten tidur) dan memnerikan tidur dalam waktu yang
mencukupi dengan efek hangover yang minimum seperti rasa mengantuk, disforia, dan
depresi mental atau motorik pada hari berikutnya. Sementara obat-obat tua seperti klora
hidrat, sekobarbital, dan pentobarbital masih digunakan, benzidiazepin umumnya lebih
disukai. Sedasi siang hari lebih sering terjadi dengan benzodiazepin yang mempunyai tingkat
eliminasi lambat dan dibiotransformasikan menjadi metabolit aktif, misalnya, flurazepam.
Sebaliknya, bangun pagi-pagi sekali dapat terjadi dengan obat kerja singkat seperti triazolam.
Jika terjadi ketergantungan fisik, obat-obat dengan kerja lebih singkat dihubungkan
dengan lebih beratnya tanda putus obat bila obat-obat dihentikan. Ini meliputi bangkitnya
kegelisahan, peningkatan aktivitas refleks, dan kemungkinan serangan bangkitam kejang.
Amnesia anterograd terjadi pada beberapa tingkat dengan semua obat-obat hipnotik
benzodiazepin. Penggunaan hipnotik jangka lama merupakan tindakan medis yang tidak
rasional dan berbahaya.

C. PENGGUNAAN TERAPI LAINNYA


Untuk efek sedatif dan mungkin efek amnesia selama tindakan medis atau bedah seperti
endoskopi dan bronkoskopi-maupun pramedikasi sebelum anestesi-lebih disukai formula oral
bermasa kerja lebih singkat. Bila pemberian obat dilakukan dengan pengawasan ketat, maka
bahaya kelebihan dosis tak sengaja atau dengan sengaja, lebih rendah dariopada keasaan
berobat jalan dan barbiturat mungkin sama cocoknya seperti hipnotik-sedatif lain.
Obat-obat dengan masa kerja lama seperti diazepam, dan yang sedikit kurang masa
kerjanya seperti klordiazepoksid atau fenobarbital diberikan dalam dosis yang menurun
secara progresif pada penderita selama masa putus obat dari ketergantungan fisik etanol atau
hipnotik-sedatif lain.
Meprobamat dan obat lebih belakangan ini, benzodiazepin sering digunakan sebagai
pelemas otot sentral, walaupun tak cukup bukti untuk kemanjuran umum tanpa disertai
sedasi. Kecuali diazepam, yang mempunyai efek pelemas pada otot rangka yang spastik yang
berasal dari sentral.
Penggunaan benzodiazepin pada psikiatri selain dari pengobatan keadaan ansietas juga
untuk mengatasi mania dan mungkin pengobatan gangguan depresi mayor dengan
alprazolam. Hipnotik-sedatif kadang-kadang juga digunakan sebagai bantuan diagnostik
dalam neurologi dan psikiatri.

VII. TOKSIKOLOGI KLINIK HIPNOTIK-SEDATIF


Kerja Toksik Langsung
Banyak efek samping lazim obat dalam golongan ini adalah akibat depesi fungsi
susunan saraf pusat (SSP) yang berhubungan dengan dosis. Pada penderita berobat jalan,
dosis yang relatif rendah bisa menyebabkan ngantuk, kelemahan penilaian, dan b
erkurangnya keterampilan motorik, kadang-kadang dengan dampak bermakna terhadap
keterampilan mengemudi, penampilan kerja, dan hubungan pribadi. Benzodiazepin
menyebabkan amnesia anterograd yang berhubungan dengan dosis secara bermakna. Obatobat ini dapat mengganggu kemampuan untuk mempelajari informasi baru secara bermakna,
terutama yang melibatkan proses daya kognitif, melupakan kembali informasi utuh yang telah
dipelajari sebelumnya. (Efek ini digunakan untuk mendapatkan manfaat pada prosedur yang

tidak nyaman seperti endoskopi, karena dosis yang tepat membuat penderita dapat bekerja
sama selama prosedur, tetapi sesudah itu melupakannya.)
Hipnotik-sedatif merupakan obat yang paing sering terlibat pada keadaan kelebihan
dosis dengan sengaja, ebagian karena ketersediaannya secara umum sebagai obat yang sangat
lazim diresepkan. Benzodizepin dianggap obat yang lebih aman karena ia mempunyai
kurva dosis yang lebih rata. Penelitian epidemiologi terhadap insiden kematian yang
berhubungan dengan obat menyokong anggapan umum ini-misalnya 0,3 kematian per juta
tablet diazepam yang diresepkan terhadap 11,6 kematian per juta kapsul sekobarbital dalam
satu penelitian.
Efek samping hipnotik sedatif yang tidak dapat dihubungkan dengan kerjanya pada
SSP jarang terjadi. Reaksi hipersensitif, termasuk kemerahan pada kulit, hanya kadag-kadang
timbul dengan kebanyakan obat golongan ini. Laporan teratogenik yang menimbulkan
deformasi janin yang menyertai penggunaan piperidinedion dan benzodiazepin tertentu
membenarkan kewaspadaan penggunaan obat ini selama kehamilan. Karena barbiturat
meningkatkan sintesis porfirin, obat ini merupakan kontraindikasi absolut pada penderita
dengan riwayat porfiria akut, variegate porfiria, koproporfiria heriditari, atau porfiria
simtomatik.

Perubahan pada Respon Obat


Tergantung pada dosis dan lamanya penggunaan, bisa timbul berbagai tingkat
toleransi terhadap banyak efek farmakologi hipnotik-sedatif. Hal ini dapat diperlihatkan
sevara eksperimen selama penggunaan kronis pada manusia adanya perubahan dalam efek
obat-obat ini terhadap elektroensefalogram dan tanda lain dari tahap tidur.
Dengan penggunaan menahun hipnotik-sedatif, terutama sewaktu dosis ditingkatkan,
akan terjadi keadaan ketergantungan fisik. Hal ini bisa timbul sampai tingkat yang tak sejajar
oleh penggunaan menahun kelompok obat lain manapun, termasuk opioid. Gejala putus obat
hipnotik-sedatif dapat berat dan merupakan manifestasi yang mengancam jiwa. Gejala putus
obat berkisar dari kegelisahan, kelemahan, dan hipotensi ortostatik atau refleks hiperaktif dan
bangkitan kejang umum. Keparahan gejala putus obat tergantung atas batas dosis yang
digunakan tepat sebelum penghentian dan juga atas jenis obat.

Interaksi Obat
Interaksi obat yang paling sering melibatkan hipnotik-sedatif adalah interaksi dengan
obat depresan susunan saraf pusat lain, yang enyebabkan efek adiktif. Interaksi ini
mempunyai beberapa kegunaan terapi berkenaan dengan penggunaannya sebagai premedikasi
atau tambahan obat anastesi. Tetapi obat in dapat menyebabkan efek samping serius,
termasuk peningkatan depresi dengan penggunaan banyak obat lain secara bersamaan. Efek
adiktif yang jelas dapat diramalkan dengan penggunaan minuman beralkohol, analgesik
narkotik, antikonvulsan, feotiazin, dan obat-obat hipnotik-sedatif lain. Yang kurang jelas
tetapi sama pentingnya adalah peningkatan depresi susunan saraf pusat dengan berbagai
antihistamin, obat antihipertensi, dan obat antidepresi golongan trisiklik.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen

Farmakologi

dan

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia.

2007.

Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.


Gilman, Goodman. 2008. Dasar Farmakologi Terapi ; Volume 1. Jakarta : EGC.
Katzung, Bertram G. 2004. Farmakologi : Dasar dan Klinik ; Edisi 8. Jakarta : Salemba
Medika.
Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi : Dasar dan Klinik; Edisi 6. Jakarta : Salemba
Medika.
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Farkultas Kedokteras Universitas Sriwijaya. 2008.
Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : EGC.
Tjay, Tan Hoan & Rahardja Kirana. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo.

You might also like