Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
KELOMPOK 8
1. Sophie Amanda
08111006025
08111006027
3. Zakiya Amilasariy
08111006031
4. M. Arief Akbar
08111006036
5. Indrawati
08111006040
6. Septalia Pratiwi
08111006042
I. PENDAHULUAN
Suatu obat sedatif mengurangi aktivitas, mengurangi keterangsangan, dan
menenangkan penerima obat, sedangkan obat hipnotik menimbulkan rasa kantuk serta
mamfasilitasi omset dan pemeliharaan keadaan tidur yang menyerupai tidur alami dalam hal
karakteristik elektroensefalografiknya, dan dari keadaan tidur ini penerima obat dapat
dibangunkan dengan mudah. Efek yang terakhir ini kadang-kadang disebut hipnosis, tetapi
tidur yang diinduksi oleh obat hipnotik tidak sama dengan keadaan pasif dengan kepekaan
yang meningkat terhadap saran yang diinduksi secara artifisial yang dapat juga disebut
hipnosis.
Obat-obat hipnotik-sedatif nonbenzodiazepin termasu dalam kelompok obat yang
mendepresi sistem saraf pusat (SSP) dengan cara yang tergantung dosis, yang secara
progresif menghasilkan penenangan atau rasa kantik (sedasi), tidur (hipnosis farmakologis),
ketidaksadaran, koma, anestesia bedah, serta depresi pernapasan dan regulasi kardiovaskular
yang fatal.
Sedasi merupakan efek samping dari banyak obat yang bukan merupakan depresan
SSP umum (misalnya antihistamin, neuroleptik). Walaupun dapat memperkuat efek epresan
SSP, biasanya obat-oabt tersebut menghasilkan efek terapeutik yang lebih spesifik pada
konsentrasi yang jauh lebih rendah daripada konsentrasi yang menyebabkan depresi SSP
yang nyata.
Khasiat dari senyawa penting dari golongan golongan obat hipnotik sedatif
menunjukkan bahwa penggunaan terapi yang utama adalah untuk menimbulkan sedasi atau
tidur. Golongan ini banyak sekali variasi kimianya, jadi ini adalah contoh klasifikasiobat
yang lebih didasari pada penggunaan klinik daripada persamaan struktur kimia atau
mekanisme kerjanya. Penggunaan kliniknya sangat luas dan obat-obat hipnotik sedatif
termasuk diantaranya obat obat yang paling banyak diresepkan didunia.
II. FARMAKOLOGI DASAR HIPNOTIK-SEDATIF
Suatu obat sedatif yang efektif seharusnya dapat mengurangi ansietas dan
menimbulkaan efek menenangkan dengan sedikit atau tidak ada efek pada fungsi motorik
atau mental. Tingkat depresi SSP disebabkan oleh sedatif minimum harus konsisten dengan
kemanjuran terapi. Obat hipnotik dapat menumbuhkan rasa ngantuk, memperlama dan
mempertahankan keadaan tidur yang sedapat mungkin menyerupai kedaan tidur yang
alamiah.Efek hipnotik lebik bersifat depresan terhadap SSP dari pada sedasi dan ini dapat
diperoleh secara mudah pada kebanyakan obat-obat sedatif dengan jalan meningkatkan dosis.
Derajat dosis yang tergantung pada depresi fungsi susunan SSP adalah karakteristik untuk
obat-obat sedatif-hipnotik.
KLASIFIKASI KIMIAWI
Benzodiazepin (gambar 21-2) adalah hipnotik-sedatif yang paling penting. Struktur
kimia beberapa obat hipnotik-sedatif lebih tua dan sedikit digunakan diperlihatkan pada
gambar 21-3. Barbiturat dianggap sebagai prototif dari golongan ini karena penggunaan
secara luas pada waktu dulu. Motivasi untuk mengembangkan benzodiazepin dan hipnotiksedatif baru yang lain dapat diartikan usaha untuk menghindari efek yang tidak diinginkan
dari barbiturat, termasuk potensi untuk menimbulkan ketergantungan psikologi dan fisik.
Golongan lain dari gambar 21-3 juga mempunyai efek sedatif. Misalnya obat penghambat
beta adalah efektif dalam keadaan ansietas dan gangguan fungsional, terutama pada keadaan
dimana gejala somatik dan autonomik menonjol. Senyawa antihistamin berada dalam
golongan sejumlah preparat obat tidur,diman efek autonomnya seperti juga lama kerjanya
dapat menimbulkan efek samping yang tidak dikehendaki.
C. Biotransformasi
Transformasi metabolik dari metabolit yang lebih larut dalam air adalah perlu untuk
membersihkan dari tubuh hampir semua obat-obat dalam golongan ini. Dalam hal ini
metabolisme obat sistem enzim mikrosom hati adalah sangat penting. Karena beberapa
hipnotik-sedatif dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk yang tidak berubah, waktu paruh
eliminasi (t) tergantung terutama pada kecepatan transformasi metaboliknya.
1. Benzodiazeoin
Metabolisme hati bertanggung jawab atas pembersihan atau eliminasi dari semua
benzodiazepin. Pola dan kecepatan metabolisme tergantung pada masing-masing obat.
Kebanyakan benzodiazepin mengalami fase oksidasi mikrosomal (reaksi fase I) kemudian
metabolisme konyugasikan (reaksi fase II) oleh glukoroniltransferase menjadi glukoronida
yang diekresikan kedalam urine.
Pembentukan metabolit aktif mempunyai arti penelitian yang rumit pada
farmakokinetik benzodiazepin pada manusia karena waktu paruh dari eliminasi obat induk
hanya sedikit mempunyai hubungan terhadap lamanya efek farmakologi. Benzodiazepin yang
obat induk mempunyai waktu paruh panjang, lebih mungkin menimbulkan efek kumulatif
dengan dosis ganda. Efek kumulatif dan efek sisa seperti ngantuk berlebihan merupakan
masalah yang ringan bagi obat-obat seperti oksazepam dan lorazepam, yang mempunyai
waktu paruh lebih pendek dan dimetabolisme langsung menjadi bentuk tidak aktif
glukoronida.
2. Barbiturat
Metabolit utamanya mengalami oksidasi oleh enzim hepar dari gugusan kimia yang
melekat pada C5 yang berbeda bagi masing-masing barbiturat. Alkohol, asam, dan keton
yang terbentuk, terdapat dalam urine sebagai konyugat glukoronida. Dengan sedikit sekali
pengecualian metabolisme barbiturat tidak memiliki aktifitas farmakologi. Semua tingkat
metabolisme didalam hati pada manusia tergantung pada masing-masing obat terapi biasanya
lambat. Waktu paruh eliminasi sakobarbital dan pentobarbital berkisar 18 sampai 48 jam
pada individu yang berbeda. Waktu paruh eliminasi fenobarbital pada manusia adalah 4-5
hari. Dosis ganda dari obat-obat ini dapat menimbulkan efek kumulatif.
D. Ekskresi
Metabolit benzodiazepin dan hipnotik-sedatif lain yang larut dalam air diekresikan
terutama melalui ginjal. Fenobarbital dieksresikan melalui urine dalam bentuk tidak berubah
sampai jumlah tertentu, dan kecepatan eliminasinya dapat ditingkatkan secara bermakna
dengan jalan akalinisasi urin. Hal ini sebagian disebabkan oleh peningkatan ionisasi pada pH
basa, karena fenobarbital adalah asam lemah dengan pKa 7,2. Hanya sejumlah kecil
benzodiazepin dan kurang dari 10% dosis hipnotik meprobamat terdapat diurine dalam
bentuk tidal berubah.
E. Faktor yang Mempengaruhi Biodisposisi
Biodisposisi hipnotik sedatif dapat dipengaruhi berbagai faktor utama perubahan pada
fungsi hati sebagai akibat penyakit, usia tua, atau peningkatan atau penurunan aktivitas enzim
mikrosom karena obat. Umumnya penurunan fungsi hati mengakibatkan pengurangan
kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme melalui melalui peristiwa oksidatif.
Kelompok ini meliputi benzodiazepin, hampir semua barbiturat, piperidinedion dan
meprobamat. Pada penderita yang sangat tua dan penderita penyakt hati yang berat, waktu
paruh eliminasi dari obat-obat ini biasanya meningkat secara bermakna. Pada kasus tertentu,
pemberian dosis normal yang berulang dari obat hipnotik-sedatifsering mengakibat efek yang
berat terhadap SSP. Metabolisme yang mengalibatkan konyugasi glukoroonida tampaknya
kurang dipengaruhi oleh usia tua atau penyakit hati dibandingkan metabolisme oksidatif.
Aktivitas metabolisme obat oleh enzim mikrosom hati mungkin meningkat pada
penderita yang terpapar obat hpnotik-sedatif tua tertentu secara menahun. Peningkatan
biofarmasi obat-obat lain oleh barbiturat merupakan suatu mekanisme yang mendasari
interaksi obat. Benzodiazepin tidak mengubah metabolisme obat oleh aktivitas enzim hati
pada penggunaan terus menerus.
GABAA adalah gliko protein hetero-oligomer (200-400 kDa) yang memiliki paling sedikit
subunt yang berbeda didalam stoikiometri yang masih belum diketahui.
Rekonstitusi saluran dengan berbagai subunit menunjukkan bahwa GABA dapat
terikat pada tempat ikatan reseptor subunit alfa atau betaa,dan interaksi ini memulai
penutupan arus saluran klorida.Kepekaan kompleks pada benzodiazepin membutuhkan
subunit gama2, yang menyokong bahwa ikatan reseptor benzodiazepin kemungkinan terletak
pada atau dekat struktur ini.Kombinasi yang berbeda dari beberapa tipe subunit alfa, beta,
gama tampaknya mengubah kepekaan benzodiazepin secara bermakna.
A. Neurofarmakologi
Asam gama aminobutirat (GABA) adalah penghambat neurotransmiter yang utama
pada SSP. Penelitian elektrofisiologi menunjukkan bahwa benzodiazepin menguatkan
neurotransmisi GABAergik pada semua tingkat neuroaksis, yang mencakup medula spinalis,
hipotalamus, hipokampus, substansia nigra, korteks serebeli, dan korteks serebri.
Benzodiazepin tampak meningkatkan efisiensi inhibisi sinaptik GABAergik (melalui
membran hiperpolarisasi), yang menyebabkan penurunan kecepatan pencetus neuron yang
kritis dalam banyak regio otak. Benzodiazepin tidak menggantikan GABA, tetapi tampaknya
meningkatkan efek GABA tanpa aktivasi reseptor GABA secara langsung atau saluran
klorida yang berhubungan.
Barbiturat juga mempermudah kerja GABA padabanyak tempat di SSP, tetapi
berbeda dengan Bezodiazepin, Barbiturat memperlama waktu terbukanya saluran pintu
GABA. Pada konsentrasi tinggi Barbituran juga bekerja sebagai GABA-mimetik,
mengaktivasi saluran klorida secera langsung. Efek ini melibatkan tempat pengikatan atau
tempat yang berbeda dari tempat pengikatan BDZ. Kerja Barbiturat kurang selektif
dibandingkan dengan benzodiazepin, karena barbiturat juga menekan kerja neurotransmiter
eksitasi dan menimbulkan efek membran nonsinaptik sejajar dengan efeknya atas
neurotransmisinya GABA.
Agonis
Agonis mempermudah kerja GABA. Efek ini khas bermanfaat pada penggunaan klinik
benzodiazepin, yang , menimbulkan efek ansiolitik dan antiklovulsi
b) Antagonis
Antagonis dikarakteristikkan oleh turunan benzodiazepin sintetik flumazenil, yang
menghambat
kerja
benzodiazepintetapi
tidak
mempengaruhi
kerja
barbiturat,
c)
Invers agonist
Invesr agonist menghasilkan ansietas dan bangkitan kejang, suatu aksi yang telah
ditunjukkan berbagai senyawa, terutama -karbolin, misalnya n-butil- -karbolin-3karboksilat (-CCB). Selain kerja langsungnya, molekul ini dapat menghambat efek
benzodiazepin.
Hipnosis
Berdasarkan definisi, semua hipnotik-sedatif akan menyebabkan tidur jika
diberikan dosi yang cukup tinggi. Tidur normal terdiri dari stadium-stadium yang
berbeda, bedasarkan tiga ukuran fisiologi : elektroenselfalogram, elektromiogram, dan
elektronistagmogram.
Efek-efek obat terhadap tidur tergantung dari beberapa faktor yang meliputi jenis
obat, Jdosis, dan frekuensi pemberian. Walupun ada beberapa perkecualian, efek
hipnotik-sedatif terhadap pola tidur normal adalah sebagai berikut :
penurunan masa laten mulainya tidur
peningkatan lamanya tidur NREM tahap 2
penurunan lamanya tidur REM
penurunan lamanya tidur gelombang lambat
2.
Sedasi
Sedasi dapat didefinisikan sebagai penurunan respons terhadap tingkat stimulus
yang tetap dengan penurunan dalam aktivitas dan ide spontan. Perubahan tingkah laku
ini terjadi pada dosis efektif hipnotik-sedatif yang terendah.
3.
Anestesi
Sepertiyang terlihat pada gambar 21-1, hipnotik-sedatif tertentu dalam dosis tinggi
akan menekan SSP ke titik yang dikenal sebagai stadium III anastesi umum. Walaupun
begitu, kecocokan obat tersebut sebagai pembantu dalam anastesi terutama tergantung
pada sifat fisikokimia yang menentukan kecepatan mulai dan lama efeknya. Diantara
barbiturat, triopental, dan metoheksital bersifat sangat l;arut dalam lemak, yang cepat
menembus jaringan otak setelah pemberian intravena. Redistribusi jaringan yang cepat,
bertanggung jawab atas singkatnya kerja obat ini, sehingga berguna dalam anastesi.
4.
Efek antikonvulsi
Kebanyakan hipnotik-sedatif sanggup menghambat perkembangan dan penyebaran
aktivitas epileptiformis dalam SSP. Ada sejumlah selektivitas pada obat tertentu yang
dapat menimbulkan efek anti konvulsi tanpa depresi SSP yang jelas sehingga aktivitas
fisik dan mental relatif tidak dipengaruhi.
5.
Relaksasi otot
Beberapa
hipnotik-sedatif,
terutama
anggota
kelompok
karbamat
dan
6.
bagi
kebanyakan hipnotik-sedatif.
Sifat yang dirasa diinginkan dari perbaikan ansietas, euforia, disinhibisi, dan
kemudahan tidur telah menyebabkan penyalahgunaan kompulsif yang pada hakekatnya bagi
semua obat yang dikelompokkan sebagai hipnotik-sedatif. Konsekuensi penyalahgunaan obat
ini dapat ditentukan dalam istilah psikologik dan fisiologik. Bila pola penggunaan hipnotiksedatif menjadi kompulsif, timbul komplikasi lebih serius, termasuk ketergantungan fisik dan
toleransi.
Zolpidem
Zolpidem merupakan suatu turunan imidazopirin, strukturnya tidak berhubungan
dengan bezodiazepin. Namun ikatan obat ini dengan reseptor BDZ mempunyai mekanisme
kerja yang mirip untuk memudahkan penghambatanmediator GABA. Jika digunakan untuk
pengobatan insomnia dalam waktu pendek, zolpidem mempunyai kemajuran terapi dan efek
samping yang sama dengan triazolam. Obat ini cepat dimetabolisme oleh hati dan
mempunyai waktu paruh kira-kira 2,4 jam. Pengurangan dosis disarankan pada penderita
gangguan fungsi hati da n penderita tua.
HIPNOTIK-SEDATIF TUA
Obat-obat ini meliputi : alkohol (ethklorvinol, kloral hidrat), piperidinedion
(glutetimid, metiprilon), dan karbamat (meprobamat) dan bahkan ion bromid inorganik.
Kebanyakan obat ini dibiotransformasikan menjaid senyawa yang larut dalam air oleh enzim
hati. Secara farmakologi, trikloroetanol adalah metabolit aktif kloral hidrat dan mempunyai
waktu paruh 6-10 jam. Walaupun begitu, metabolit toksiknya, asam trikloroasetat,
dikeluarkan sangat lambat dan dapat menimbulkan akumulasi dengan pemberian klorakhidrat
malam hari. Lebih lanjut, pemberian berulang perlu diperhatikan kemungkinan adanya efek
karsinogenik kloralhidrat sendiri, atau metabolitnya yang emnyokong bahwa obat ini tak
seharusnya digunakan sampai tersedia lebih banyak data
menghindari gangguan penampilan tugas apa saja yang memerlukan kewaspadaan mental dan
koordinasi motorik.
Obat antihipertensi klonidin juga telah digunakan dalam pengobatan keadaan ansietas,
termasuk serangan panik. Pengobatan bersama dengan obat-obat yang mempengaruhi kerja
penghambat-adrenoseptor-alfa (termasuk antidepresan trisiklik) dapat menurunkan efek
klonidin. Penyetopan klonidin setelah penggunaan lama, terutama pada dosis tinggi, dapat
menimbulkan ancaman krisis hipertensi.
B. TERAPI MASALAH TIDUR
Keluhan insomnia mencakup jenis masalah tidur yang luas, yaitu kesulitan jatuh tertidur,
sering terbangun, masa tidur yang singkat, dan tidur yang tak menyegarkan. Insomnia
adalah suatu keluhan serius yang meminta evaluasi serius dalam menemukan kemungkinan
penyebabnya (organik, psikologik, situasional, dan sebagainya) yang mungkin dapat diatasi
tanpa obat-obat hipnotik.
Obat hipnotik yang ideal yang dapat yang dapat mempermudah tidur tanpa perubahan
apapun pada pola tidur alamiah belum ditunjukkan. Obat tidur yang dipilih harus cepat
memulai tidur (menurunkan masa laten tidur) dan memnerikan tidur dalam waktu yang
mencukupi dengan efek hangover yang minimum seperti rasa mengantuk, disforia, dan
depresi mental atau motorik pada hari berikutnya. Sementara obat-obat tua seperti klora
hidrat, sekobarbital, dan pentobarbital masih digunakan, benzidiazepin umumnya lebih
disukai. Sedasi siang hari lebih sering terjadi dengan benzodiazepin yang mempunyai tingkat
eliminasi lambat dan dibiotransformasikan menjadi metabolit aktif, misalnya, flurazepam.
Sebaliknya, bangun pagi-pagi sekali dapat terjadi dengan obat kerja singkat seperti triazolam.
Jika terjadi ketergantungan fisik, obat-obat dengan kerja lebih singkat dihubungkan
dengan lebih beratnya tanda putus obat bila obat-obat dihentikan. Ini meliputi bangkitnya
kegelisahan, peningkatan aktivitas refleks, dan kemungkinan serangan bangkitam kejang.
Amnesia anterograd terjadi pada beberapa tingkat dengan semua obat-obat hipnotik
benzodiazepin. Penggunaan hipnotik jangka lama merupakan tindakan medis yang tidak
rasional dan berbahaya.
tidak nyaman seperti endoskopi, karena dosis yang tepat membuat penderita dapat bekerja
sama selama prosedur, tetapi sesudah itu melupakannya.)
Hipnotik-sedatif merupakan obat yang paing sering terlibat pada keadaan kelebihan
dosis dengan sengaja, ebagian karena ketersediaannya secara umum sebagai obat yang sangat
lazim diresepkan. Benzodizepin dianggap obat yang lebih aman karena ia mempunyai
kurva dosis yang lebih rata. Penelitian epidemiologi terhadap insiden kematian yang
berhubungan dengan obat menyokong anggapan umum ini-misalnya 0,3 kematian per juta
tablet diazepam yang diresepkan terhadap 11,6 kematian per juta kapsul sekobarbital dalam
satu penelitian.
Efek samping hipnotik sedatif yang tidak dapat dihubungkan dengan kerjanya pada
SSP jarang terjadi. Reaksi hipersensitif, termasuk kemerahan pada kulit, hanya kadag-kadang
timbul dengan kebanyakan obat golongan ini. Laporan teratogenik yang menimbulkan
deformasi janin yang menyertai penggunaan piperidinedion dan benzodiazepin tertentu
membenarkan kewaspadaan penggunaan obat ini selama kehamilan. Karena barbiturat
meningkatkan sintesis porfirin, obat ini merupakan kontraindikasi absolut pada penderita
dengan riwayat porfiria akut, variegate porfiria, koproporfiria heriditari, atau porfiria
simtomatik.
Interaksi Obat
Interaksi obat yang paling sering melibatkan hipnotik-sedatif adalah interaksi dengan
obat depresan susunan saraf pusat lain, yang enyebabkan efek adiktif. Interaksi ini
mempunyai beberapa kegunaan terapi berkenaan dengan penggunaannya sebagai premedikasi
atau tambahan obat anastesi. Tetapi obat in dapat menyebabkan efek samping serius,
termasuk peningkatan depresi dengan penggunaan banyak obat lain secara bersamaan. Efek
adiktif yang jelas dapat diramalkan dengan penggunaan minuman beralkohol, analgesik
narkotik, antikonvulsan, feotiazin, dan obat-obat hipnotik-sedatif lain. Yang kurang jelas
tetapi sama pentingnya adalah peningkatan depresi susunan saraf pusat dengan berbagai
antihistamin, obat antihipertensi, dan obat antidepresi golongan trisiklik.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Farmakologi
dan
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia.
2007.