You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAKS

I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat
terjadi kolaps. Pneumothoraks adalah pengumpulan udara dalam ruang potensial antara pleural
visceral dan parietal. (Muttaqin, Arif.2008).Pneumothoraks terjadi bila udara masuk kedalam
rongga pleura, akibatnya jaringan paru terdesak seperti halnya rongga pleura kemasukan cairan.
Lebih tepat kalau dikatakan paru kolaps ( jaringan paru elastis ). ( Tambayong, 2000 : 108 ).
Pneumothoraks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu udara atau gas
lain masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru. ( Corwin, 2009 : 550 Pneumothoraks adalah
adanya udara dalam rongga pleura, dapat terjadi spontan atau karena trauma. Dari definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa pneumothoraks adalah pengumpulan udara didalam rongga pleura yang
mengakibatkan gagal napas yang dapat terjadi secara spontan atau karena trauma.
B. Anatomi
1. Anatomi Rongga Thoraks
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :
- Depan

: Sternum dan tulang iga.

- Belakang

: 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).

- Samping

: Iga-iga beserta otot-otot intercostal.

- Bawah

: Diafragma

- Atas

: Dasar leher.

Isi :
- Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus
pleuranya.
- Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung
dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan
vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe.

C. Klasifikasi
1. Berdasarkan terjadinya.
a. Artifisial
b. Traumatik
c. Spontan
2. Berdasarkan lokasinya
a. Pneumotoraks parietalis
b. Pneumotoraks mediastinalis
c. Pneumotoraks basalis
3. Berdasarkan derajat kolaps
a. Pneumotoraks totalis
b. Pneumotoraks partialis
4. Berdasarkan jenis fistel
a. Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus yang
merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama dengan tekanan
barometer (luar ). Tekanan intra pleura disekitar nol (0 ) sesuai dengan gerakan
pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif
+ 2 ekspirasi - 2 inspirasi
b. Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang
dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak
adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura
menjadi negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada
rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif - 4 ekspirasi- 12
inspirasi.
c. Pneumotoraks ventil
Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya
fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil.Udara melalui bronchus terus ke
percabangannya dan menuju kearah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara
masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi
udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang
terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk

kedalam rongga pleura, apabila ada obstruksi dibronchus bagian proksimal dari fistel
tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan
berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh
Karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih
kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi
biasa.
D. Etiologi
Pneumotoraks terjadi disebabkan adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara
melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan dengan bronchus.Pelebaran
dari alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli yang kemudian membentuk suatu bula di dekat suatu
daerah proses non spesifik atau granulomatous fibrosis adalah salah satu sebab yang sering terjadi
pneumotoraks, dimana bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi emfisema.Penyebab
tersering adalah valve mekanisme di distal dari bronchial yang ada keradangan atau jaringan
parut. Secara singkat penyebab terjadinya pneumotorak menurut pendapat MACKLIN adalah
sebagai berikut :
Alveoli disanggah oleh kapiler yang lemah dan mudah robek, udara masuk ke arah
jaringan peribronchovaskuler apabila alveoli itu menjadi lebar dan tekanan didalam alveoli
meningkat. Apabila gerakan napas yang kuat, infeksi, dan obstruksi endobronchial merupakan
fakltor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.Selanjutnya udara yang terbebas dari
alveoli dapat menggoyakan jaringan fibrosis di peribronchovaskuler kearah hilus, masuk
mediastinum dan menyebabkan pneumotoraks atau pneumomediastinum.
E. Patofisiologi
Mengenai rongga toraks sampai rongga pleura, udara bisa masuk (pneumothorax). Terjadi
robekan Pembuluh Darah intercostal, pembuluh darah jaringan paru-paru. Karena tekanan
negative intrapleuraMaka udara luar akan terhisap masuk kerongga pleura (sucking wound)
Terjadi perdarahan :
(perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar diikuti kolaps kapiler kecil-kecil
dan atelektasi). Tahanan perifer pembuluh paru naik (aliran darah turun) Oper
penumothorax Close pneumotoraks Tension pneumotoraks
Ringan kurang 300 cc ---- di punksi
Sedang 300 - 800 cc ------ di pasang drain
Berat lebih 800 cc ------ torakotomi

Tekanan Pleura meningkat terus Mendesak paru-paru (kompresi dan dekompresi),


pertukaran gas berkurang. Sesak napas yang progresif (sukar bernapas/bernapas berat). Bising
napas berkurang/hilang Bunyi napas sonor/hipersonor Foto toraks gambaran udara lebih 1/4 dari
rongga torak.
Sesak napas yang progresif
Nyeri bernapas / pernafsan asimetris / adanya jejas atau trauma
Nyeri bernapas
Pekak dengan batas jelas/tak jelas.
Bising napas tak terdengar
Nadi cepat/lemah
Anemis / pucat
Poto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan
WSD/Bullow Drainage
Terdapat luka pada WSD
Nyeri pada luka bila untuk bergerak
Ketidak efektifan pola pernapasan
Inefektif bersihan jalan napas
Kerusakan integritas kulit
Resiko terhadap infeksi
Perubahan kenyamanan : Nyeri perawatan WSD harus diperhatikan. Gangguan mobilitas
fisik
Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan Pergeseran mediatinum

F. Gejala klinik
Keluhan : timbulnya mendadak, biasanya setelah mengangkat barang berat, habis batuk
keras, kencing yang mengejan, penderita menjadi sesak yang makin lama makin berat.Keluhan
utama : sesak, napas berat, bias disertai batuk-batuk. Nyeri dada dirasakan pada sisi sakit,
terasanya berat (kemeng), terasa tertekan, terasa lebih nyeri pada gerakan respirasi. Sesak ringsn
sampai berat, napas tertinggal, senggal pendek-pendek. Tanpa atau dengan cyanosis. Tampak
sakit ringan sampai berat, lemah sampai shock, berkeringat dingin.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung dari keadaan pneumotoraksnya :Tertutup
dan terbuka biasanya tidak berat, ventil ringan tekanan positif tinggi biasanya berat dan selain itu
tergantung juga keadaan paru yang lain dan ada atau tidaknya obstruksi jalan napas.
G. Pemeriksaan penunjang
a.

X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)

b.

Diagnosis fisik :
Bila pneumotoraks < 30% atau hematotorax ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi.
Bila pneumotoraks > 30% atau hematotorax sedang (300cc) drainase cavum pleura
dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction
unit.

Pada

keadaan

pneumotoraks

yang

residif

lebih

dari

dua

kali

harus

dipertimbangkan thorakotomi
Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800
cc segera thorakotomi.
H. Terapi :
a. Antibiotika.
b. Analgetika.
c. Expectorant

I. Penatalaksanaan
1.

Bullow Drainage / WSD


Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan
tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang
seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" tetap baik.

2.

Perawatan WSD dan pedoman latihanya :


a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali,
dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube
tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan
diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
-

Penetapan slang.

Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu
dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat
dikurangi.
-

Pergantian posisi badan.


Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil
dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut,
merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah
lengan atas yang cedera.

d.

Mendorong berkembangnya paru-paru.


Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang
Latihan napas dalam.
Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang
diklem.
Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.


Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc.
Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi.Jika
banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan
pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam
selama 24 jam setelah operasi.

Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan
pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.

Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang
baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke
posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang
tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang
tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.

g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.

1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar
kalau ada dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung
udara yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem"
slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang
harus tetap steril.
5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan
memakai sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang
terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD.

J. Komplikasi

Atelektasis, ARDs, infeksi, edema pulmonary, emboli paru, efusi pleura, empyema, emfisema,
penebalan pleura.

K. Pathways

Pecahnya
blebs

Trauma /
cedera

Luka tembus
dada

IntervensiM
edismedis

Pneumathoraks spontan, traumatic,


iatrogenik
Udara masuk ke
dalam kavum
pleura
Meningkatkan
tekanan intra
pleura

Sucking chest
wound
hipoksi
a
Kehilangan
kesadaran

Kemampuan
dilatasi alveoli
menurun

koma

atelekta
sis

Intoleransi
aktivitas

Sesak
napas

Hambatan Mobilitas
Fisik

Pola Napas tidak


efektif
Intoleransi
aktivitas Napas
tidak efektif

Nafsu
makan
menurun
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Pergeseran
Mediastinum

Penyumbatan aliran
vena kava superior
dan inferior
Mengurangi Cardiac
Preload

Menurunkan cardiac
output

kematian

Intoleransi
aktivitas
Gangguan pola
tidur

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Riwayat keperawatan
Klien terdapat penyakit paru, bila ditemukan adanya iritan pada paru yang meningkat maka
mungkin terdapat riwayat merokok. Penyakit yang sering ditemukan adalah pneumotoraks,
hemotoraks, Pleural effusion atau empiema. Klien bias juga ditemukan adanya rwayat trauma
dada yang mendadak yang memerlukan tindakan pembedahan.
B. Pemeriksaan
Adanya respirasi ireguler, takhipnea, pergeseran mediastinum, ekspansi dada asimetris.
Adanya ronchi atau rales, suara nafas yang menurun, yang menurun, perkursi dada redup
menunjukan adanya pleural effusion Sering ditemui sianosis perifel atau sentral, takhikardia,
hipotensi,dan nyeri dada pleural. Pad pemeriksaan Blood gas terdapat kelainan pada PaO2
yang menurun dan

PCO2 yang meningkat. Terdapat ketidak seimbangan cairan elektrolit

yang ringan missal pada Na dan K.


C. Faktor perkembangan / psikososial
Klien mengalami kecemasan, ketakutan terhadap nyeri, prosedur atau kematian, karena
penyakit atau tindakan. Persepsi dan pengalaman lampau klien terhadap tindakan ini atau
hospitalisasi akan mempengaruhi keadan psikososial klien.
D. Pengetahuan klien dan keluarga
Pengkajian diarahkan pada pengertian klien tentang tindakan WSD, tanda atau gejala yang
menimbulkan kondisi ini, tingkat pengetahuan, kesiapan dan kemauan untuk belajar.
1. Pengkajian Fisik
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia, frekuensi tak teratur/disritmia, irama jantung gallop. Nadi apical
berpindah, hipertensi, hipotensi.
c. Integritas Ego
Tanda : Ketakutan, gelisah, bingung, ansietas
d. Makanan / Cairan
Tanda : Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan

e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk, tiba-tiba gejala
sementara batuk atau regangan.
Tajam dan nyeri, menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit
Perilaku distraksi
Mengerutkan wajah
f. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, lapar napas
Batuk
Riwayat bedah dada/trauma, inflamasi/infeksi paru
Pneumothorak spontan sebelumnya, PPOM
Tanda : Takipnea, bunyi napas menurun atau tidak ada
Peningkatan kerja napas
Fremitus menurun
Hiperresonan (udara), bunyi pekak (cairan)
Gerakan dada tidak sama
Kulit : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan
Terapi PEEP
g. Keamanan
Gejala : Adanya trauma dada
Radiasi / kemoterapi untuk keganasan
h. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat faktor risiko keluarga : TBC, Kanker
Bukti kegagalan membaik
E. Diagnosa Keperawatan
A. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal
karena akumulasi udara/cairan.
B. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
C. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.

D. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan


untuk ambulasi dengan alat eksternal.
E. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
F. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
G. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma.

H. Intevensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal
karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

INTERVENSI

RASIONAL

1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya


dnegan peninggian kepala tempat
tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong
klien untuk duduk sebanyak mungkin.
2. Obsservasi fungsi pernapasan, catat
frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan
tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
4. Jelaskan
pada
klien
tentang
etiologi/faktor pencetus adanya sesak
atau kolaps paru-paru.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu
pasien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat
dan dalam.

1. Meningkatkan
inspirasi
maksimal,
meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi
pada sisi yang tidak sakit.
2. Distress pernapasan dan perubahan pada
tanda vital dapat terjadi sebgai akibat
stress fifiologi dan nyeri atau dapat
menunjukkan
terjadinya
syock
sehubungan dengan hipoksia.
3. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
4. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
5. Membantu klien mengalami efek fisiologi
hipoksia, yang dapat dimanifestasikan

6. Perhatikan alat bullow drainase


berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap
untuk jumlah hisapan yang benar.
2) Periksa batas cairan pada botol
penghisap, pertahankan pada
batas yang ditentukan.
3) Observasi gelembung udara botol
penempung.
4) Posisikan sistem drainage slang
untuk fungsi optimal, yakinkan
slang
tidak
terlipat,
atau
menggantung di bawah saluran
masuknya ke tempat drainage.
Alirkan akumulasi dranase bela
perlu.
5) Catat karakter/jumlah drainage
selang dada.
7. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi
dan
fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.

sebagai ketakutan/ansietas.

1) Mempertahankan tekanan negatif


intrapleural sesuai yang diberikan,
yang meningkatkan ekspansi paru
optimum/drainase cairan.
2) Air
penampung/botol
bertindak
sebagai pelindung yang mencegah
udara atmosfir masuk ke area pleural.
3) gelembung udara selama ekspirasi
menunjukkan lubang angin dari
penumotoraks/kerja yang diharapka.
Gelembung biasanya menurun seiring
dnegan ekspansi paru dimana area
pleural
menurun.
Tak
adanya
gelembung
dapat
menunjukkan
ekpsnsi paru lengkap/normal atau
slang buntu.
4) Posisi tak tepat, terlipat atau
pengumpulan bekuan/cairan pada
selang mengubah tekanan negative
yang diinginkan.
6. Berguna untuk mengevaluasi perbaikan
kondisi/terjasinya
perdarahan
yang
memerlukan upaya intervensi.
7. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
unutk engevaluasi perbaikan kondisi klien
atas pengembangan parunya.

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif.
Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Klien nyaman.

INTERVENSI
1. Jelaskan klien tentang kegunaan
batuk yang efektif dan mengapa

RASIONAL
1. pengetahuan yang diharapkan akan
membantu mengembangkan kepatuhan

terdapat penumpukan sekret di


sal. pernapasan.
2. Ajarkan klien tentang metode
yang tepat pengontrolan batuk.
3. Napas dalam dan perlahan saat
duduk setegak mungkin.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik
kemudian secara perlahan-lahan,
keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut.
6. Lakukan napas ke dua, tahan
dan batukkan dari dada dengan
melakukan 2 batuk pendek dan
kuat.
7. Auskultasi paru sebelum dan
sesudah klien batuk.\
8. Ajarkan klien tindakan untuk
menurunkan viskositas sekresi :
mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan
cairan 1000 sampai 1500 cc/hari
bila tidak kontraindikasi.
9. Dorong atau berikan perawatan
mulut yang baik setelah batuk.
10. Kolaborasi
dengan
tim
kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan
fisioterapi.

klien terhadap rencana teraupetik.


2. Batuk yang tidak terkontrol adalah
melelahkan
dan
tidak
efektif,
menyebabkan frustasi.
3. Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Pernapasan diafragma menurunkan frek.
napas dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
5. Meningkatkan volume udara dalam paru
mempermudah
pengeluaran
sekresi
sekret.
6. Pengkajian ini membantu mengevaluasi
keefektifan upaya batuk klien.
7. Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan
dapat menyebabkan sumbatan mukus,
yang mengarah pada atelektasis.
8. Untuk menghindari pengentalan dari
sekret atau mosa pada saluran nafas
bagian atas.
9. Hiegene mulut yang baik meningkatkan
rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut
10. Expextorant
untuk
memudahkan
mengeluarkan lendir dan menevaluasi
perbaikan
kondisi
klien
atas
pengembangan parunya.

Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.

3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah.

INTERVENSI

RASIONAL

1. Jelaskan dan bantu klien dengan


tindakan
pereda
nyeri
nonfarmakologi dan non invasif.
2. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik
untuk menurunkan ketegangan
otot
rangka,
yang
dapat
menurunkan intensitas nyeri dan
juga tingkatkan relaksasi masase.
3. Ajarkan metode distraksi selama
nyeri akut.
4. Berikan
kesempatan
waktu
istirahat bila terasa nyeri dan
berikan posisi yang nyaman;
misal waktu tidur, belakangnya
dipasang bantal kecil.
5. Tingkatkan pengetahuan tentang:
sebab-sebab
nyeri,
dan
menghubungkan berapa lama
nyeri akan berlangsung.
6. Kolaborasi
dengan
dokter,
pemberian analgetik.

1. Pendekatan
dengan
menggunakan
relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
2. Akan melancarkan peredaran darah,
sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan
terpenuhi, sehingga akan mengurangi
nyerinya.
3. Mengalihkan perhatian nyerinya ke halhal yang menyenangkan.
4. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan
sehingga
akan
meningkatkan
kenyamanan.
5. Pengetahuan yang akan dirasakan
membantu mengurangi nyerinya. Dan
dapat
membantu
mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
6. Analgetik memblok lintasan nyeri,
sehingga nyeri akan berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. (edisi Ke delapan), volume
2. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofiologi Edisi Revisi 3. Jakarta : EGC
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Mansjoer, Arif. dkk . 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI
Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2003). Pathophysiology. 6th ed. Philadelphia: Elsevier
Science.
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Syaifuddin, H . 2006 . anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Tambayong, Jan . 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

You might also like