You are on page 1of 15

Dispepsia Tipe Refluks

Singgih Arto 102012005


Kelly

102012078

Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran UKRIDA

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061

Pendahuluan
Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.
Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek
gastroenterologist merupakan kasus dispepsiai. Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan
sejak akhir tahun 80 an, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium,mual, muntah, kembung, cepat
kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada.
Sindroma atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, tentunya
termasuk pula penyakit pada lambung, yang diasumsikan oleh orang awam sebagai penyakit
maag/lambung. Tujuan mempelajari dispepsia ini adalah untuk pegangan dalam penanganan
dalam praktek sehari - hari nantinya.1
Anamnesis
1. Identitas pasien
Menanyakan identitas pasien (nama, alamat, tempat tanggal lahir, status sosial, pekerjaan,
agama)
2. Keluhan utama
Menanyakan keluhan utama yang dirasakan pasien, beberapa pertanyaan yang dapat
ditanyakan :
1

a. Sudah berapa lama keluhan seperti ini?


b. apakah sifatnya hilang timbul?
3. Menanyakan riwayat penyakit sekarang
4. Menanyakan riwayat terdahulu.
Menanyakan kepada pasien apakah pasien pernah memiliki riwayat penyakit dengan gejala
yang sama
5. Menanyakan riwayat kesehatan keluarga.
Menanyakan kepada pasien apakah di keluarga memiliki riwayat penyakit dengan gejala
yang sama, hal ini bertujuan untuk menyingkirkan beberapa penyakit yang sifatnya
diturunkan.
6. Menanyakan riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol
dan jamu yang dijual bebas di masyarakat.
7. Menanyakan apakah ada tanda dan gejala alarm(peringatan) seperti disfagia,
berat badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang
sangat sering, hematemesis, melena atau jaudice.2
Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya: masalah
anak (meninggal, nakal, sakit, tidak punya), hubungan antar manusia (orang tua, mertua,
tetangga, adik ipar, kakak), hubungan suami-istri (istri sibuk, istri muda, dimadu, bertengkar,
cerai), pekerjaan dan pendidikan.2
Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu inspeksi
palpasi, perkusi, serta auskultasi.3
Hal pertama yang dilakukan adalah inspeksi secara menyeluruh pada pasien, Setelah
melakukan inspeksi menyeluruh dan keadaan sekitarnya secara cepat, perhatikan abdomen
untuk memeriksa hal berikut ini:3

Apakah abdomen dapat bergerak tanpa hambatan ketika pasien bernapas?

Apakah pasien menderita nyeri abdominal yang nyata?

Apakah pasien menderita iritasi peritoneum, yaitu pergerakan abdomen menjadi


terbatas?

Apakah terdapat jaringan parut akibat operasi sebelumnya?

Apakah terdapat distensi abdominal yang nyata?

Apakah terdapat vena-vena yang berdilatasi?

Apakah terdapat gerakan peristaltic yang dapat terlihat?


2

Apakah terdapat kelainan-kelainan lain yang dapat terlihat?


Distensi yang menyeluruh biasanya disebabkan oleh lemak, cairan, janin, atau udara,

sedangkan penyebab dari bengkakan yang terlokalisasim antara lain hernia atau pembesaran
organ tertentu. Pada distensi abdomen yang menyeluruh, terutama jika disebabkan oleh
asites, umbilicus dapat menonjol keluar.3
Kelainan-kelainan lainnya pada inspeksi dapat meliputi bercak-bercak kecil
makulopapular berwarna merah yang tidak bermakna (bercak Campbell de Morgan), dan
tanda-tanda pancreatitis, seperti memar periumbilikus (tanda Cullen) atau memar pada bagian
belakang abdomen (tanda Gray Turner).3
Peristaltic yang terlihat (gelombang kontraksi usus) dapat dijumpai pada individu
normal yang kurus, tetapi sebaliknya, pada orang yang gemuk, gerakan peristaltic hanya
terlihat sebagai proksimal dari letak lesi obstruktif usus.3
Vena-vena yang mengalami dilatasi dapat dijumpai jika darah yang kembali dari
saluran cerna menuju hati tidak dapat melalui hati karena terjadi peningkatan tekanan atau
thrombosis pada vena porta (ketika darah mengalir dari saluran cerna ke dalam hati). Aliran
darah pada vena yang berdilantasi akan menjauhi umbikulus, dan menaik searah dengan
system vena kava superior atau menurun searah dengan system vena kava inferior.3
Jika terdapat obstruksi vena kava inferior, darah secara keseluruhan akan mengalir
kearah atas melewati tepi kostal. Identifikasi aliran darah keatas dengan melakukan
penekanan pada bagian bawah vena dengan menggunakan jari , kosongkan vena tersebut
dengan melakukan pemijatan kearah atas dengan jari yang lain, kemudian perhatikan adanya
kegagalan pengisian vena oleh darah dari atas. Untuk memastikan bahwa darah mengalir dari
bawah ke atas, lakukan tindakan sebaliknya (tekan bagian atas vena dengan jari, lalu pijat
darah ke bawah dengan jari yang lain), dan angkat jari yang menekan bagian bawah vena
kemudian perhatikan bahwa vena yang sebelumnya kosong mulai terisi oleh darah.3
Palpasi
Abdomen harus diperiksa secara sistematis, terutama jika pasien menderita nyeri
abdomen. Selalu tanyakan kepada pasien letak nyeri yang dirasa maksimal dan periksa
bagian tersebut paling akhir. Isi abdomen dapat bergerak, semi-solid, tersembunyi dibalik
organ lain, pada dinding posterior abdomen, dapat diraba melalui otot-otot abdomen, atau
3

kelima-limanya. Namun, hasil pemeriksaan palpasi yang baik sulit untuk dicapai (bahkan
pada dokter yang berpengalaman sekalipun seirngkali menyembunyikan ketidakpastian
mereka dengan menggunakan istilah seperti organomegali samar).3
Relaksasi pada tangan yang sedang melakukan palpasi adalah yang penting: hal ini
dapat dilakukan dengan meletakkan salah satu tangan diabdomen dan tangan yang lain
melakukan salah satu tangan di abdomen dan tangan yang lain melakukan palpasi dengan
menekan tangan yang ada dibawahnya.3
Lakukan palpasi pada setiap kuadran secara berurutan, yang awalnya dilakukan tanpa
penekanan yang berlebihan dan dilanjutkan dengan palpasi secara dalam (jika tidak terdapat
area nyeri yang diderita atau diketahui). Kemudian, lakukan palpasi secara khusus terhadap
beberapa organ.3
Ketika meraba organ intra-abdomen yang membesar, bagian tepi organ lebih sering
teraba daripada badan organ-konsistensi antara organ tersebut dengan organ disekitarnya
seringkali mudah dibedakan hanya dengan meraba bagian tepinya. Tepi organ dapat diketahui
dengan lebih mudah jika pemeriksa meminta pasien untuk mengambil napas agak dalam
sehingga organ tersebut bergerak. Ketika meraba organ-organ intra-abdomen yang sedang
bergerak saat pasien bernapas, jangan menekan tangan yang meraba terlalu dalam pada saat
pasien bernapas agar memungkinkan organ yang bergerak tersebut menyentuh jari-jemari
anda.3
Sebaliknya, ketika meraba organ yang bergerak saat pascabernapas, minta pasien
untuk mengeluarkan napas bila anda menginginkan mereka untuk menarik napas. Pasien,
khususnya pasien pria, sering kali menegangkan otot-otot abdomennya selama mengambil
napas dalam setelah melakukan ekspirasi dalam.3
Jika suatu organ atau pembengkakan yang abnormal tidak bergerak saat respirasi,
gerakan berputar yang lembut dari tangan pemeriksa mungkin diperlukan untuk meciptakan
gerakan relative.3
Bila terdapat pembengkakan yang abnormal, dan pada waktu palpasi tidak
menimbulkan rasa nyeri, tentukan keadaan dan karakteristiknya. Jika pembengkakan
berdenyut (kemungkinan aneurisma), jangan melakukan pemeriksaan dentabilitas.3

Tahanan abdomen merupakan suatu refleks penegangan otot-otot abdominal yang


terlokalisasi yang tidak dapat dihindari oleh pasien dengan sengaja. Adanya tahanan tersebut
merupakan tanda iritasi peritoneum perifer atau tanda nyeri tekan yang tajam dari organ di
bawahnya. Pastikan adanya tahanan abdomen dengan melakukan perkusi ringan diatas area
yang terkena.3
Perkusi
Perkusi berguna (khususnya pada pasien yang gemuk) untuk memastikan adanya
pembesaran beberapa organ, khususnya hati, limpa, atau kandung kemih. Lakukan selalu
perkusi dari daerah resonan ke daerah pekak, dengan jari pemeriksa yang sejajar dengan
bagian tepi organ.3
Shifting dullness (pekak beralih) adalah suatu daerah pekak yang terdapat dibawah
permukaan horizontal cairan intra-peritoneal (asites). Shifting dullness paling baik dihasilkan
pada sisi yang berlawanan dari hati atau limpa yang mengalami pembesaran dengan tujuan
agar tidak menganggu temuan yang didapatkan dari perkusi akibat pembesaran organ
tersebut: untuk alasan yang sama, kandung kemih harus dikosongkan terlebih dahulu sebelum
melakukan pemeriksaan asites. Mulailah melakukan perkusi dari garis tengah dengan posisi
jari yang diperkusi sejajar dengan batas cairan yang diperkirakan dan dilakukan perkusi kea
rah lateral sampai muncul nada pekak yang jelas, kemudia jari yang diperkusi diletakkan
kembali ke daerah yang kurang pekak. Dengan mempertahankan jari tersebut pada posisinya,
minta pasien untuk berguling secara perlahan kearah jari tersebut. Tunggu sekitar 20-30
detik untuk memberikan kesempatan kepada cairan asites untuk bergerak kebawah dan
kemudian perkusi jari tersebut kembali. Jika terdapat asites, nada perkusi yang dihasilkan
lebih pekak ketimbang perkusi sebelumnya.3
Untuk membangkitkan getaran pada cairan asites, pemeriksa meletakan salah satu
tangannya pada sisi abdomen dan kemudian mengetuk sisi yang lain sehingga geolmbang
cairan dihantarkan. Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman yang diakibatkan
hantaran melalui dinding abdomen, tapi tangan asisten (atau pasien) menekan dengan lemah
lembut di sepanjang garis tengah abdomen. Kadang-kadang pada asites yang besar, hati
terkesan mengambang dalam abdomen dan keadaan ini memungkinkan jari yang sedang
mempalpasi untuk mengetuk hati.3
Auskultasi
5

Hanya pengalaman klinis yang dapat mengajarkan anda bising usus yang normal.
Seorang pemeriksa mungkin membutuhkan waktu selama beberapa menit sebelum dapat
mengatakan dengan yakin bahwa bising usus tidak terdengar.3
Bising usus yang meningkat dapat ditemukan pada:3

Setiap keadaan yang menyebabkan peningkatan peristaltic

Obstruksi usus

Diare

Jika terdapat darah dalam pencernaan yang berasal dari saluran cerna atas
(menyebabkan peningkatan gerakan peristaltik)
Bising usus menurun atau menghilang ditemukan pada:

Paralisis usus (ileus)

Perforasi

Peritonitis generalisata
Pasien dengan nyeri abdomen yang hebat akibat gastroenteritis dapat menyerupai

peritonitis, tetapi adanya bising usus yang berlebihan menunjukkan perbedaan dari peritonitis
generalisata (dengan bising usus yang seharusnya tidak terdengar).2
Bising sistolik aorta atau arteri femoralis dapat terdengar di atas arteri yang
mengalami aneurisma atau stenosis. Pastikan selalu bahwa murmur seperti itu tidak
dihantarkan dari jantung. Bising arteri renalis dapat terdengar dibagian lateral abdomen atau
dipunggung. Bising sistolik yang terdengar diatas hati hampir tidak pernah terdengar, tetapi
keadaan tersebut menunjukkan adanya neoplasma vascular, angioma, kanker hati primer, atau
hepatitis alkoholik.2
Dengungan vena yang kontinu dapat menunjukkan adanya obstruksi vena kafa
inferior atau obstruksi vena porta.2
Bunyi gesekan hati atau limpa jarang ditemukan, tetapi penting karena menunjukkan
adanya jaringan abnormal.2
Tanda pemasti yang bermanfaat dari asites adalah meminta pasien untuk tetap dalam
posisi miring, dan menempatkan stetoskop pada garis tengah abdomen. Kemudian, perkusi
abdomen secara langsung dengan ujung jari pada titik-titik simetris dengan jarak yang sama
6

dari garis tengah. Perbedaan nyata pada bunyi yang dihasilkan mengarahkan pada dugaan
adanya perbedaan yang nyata pada kemampuan penghantar bunyi dari organ intra-abdomen
sehingga keadaan ini secara tidak langsung memnunjukan adanya asites.2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:3,4
1.

Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang

lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah
bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika
tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita
malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa
asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor,
misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas
perlu diperiksa CA 19-9
2.

Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus

dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah,
penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila
penderita makan.
3.

Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau

usus kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung.
Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah
lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku
emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan dengan endoskopi adalah:
a. CLO (rapid urea test)
b. Patologi anatomi (PA)
c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan
d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
4.

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD

(oesophagus maag duodenum) dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori,


dan urea breath test . Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan
bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan
tampak peristaltik di esofagusnyang menurun terutama di bagian distal, tampak anti7

peristaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya pilorus, sehingga sedikit
barium yang masuk ke intestin. Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum
akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi
kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler,
dengan dasar licin. Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa yang
ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah.
Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti
terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari intestin
terutama di jejunum yang disebut sentinal loops. Kadang dilakukan pemeriksaan lain,
seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap
asam.
Diagnosis Banding
GERD ( Gastro esophageal reflux disease )
GERD adalah kondisi patologis dimana sejumlah isi lambung berbalik (refluks) ke esofagus
melebihi jumlah normal, dan menimbulkan berbagai keluhan, Kelainan pada GERD terjadi
padab Lower Esophageal Sphincter (LES), yakni cincin otot antara esofagus saluran makanan
dari mulut ke lambung) dan lambung. Banyak orang, termasuk wanita hamil, menderita
heartburn atau asam yang disebabkan oleh GERDsalah satu penyebabnya adalah hernia
hiatus. Dalam kebanyakan kasus, nyeri ulu hati dapat dikurangi melalui perubahan diet dan
gaya hidup, namun beberapa orang mungkin memerlukan pengobatan atau operasi.2
Gejala-gejala GERD dapat berupa :2

Suara serak. Jika asam refluks melewati saluran esofagus atas, maka ia dapat masuk
tenggorokan (faring) dan bahkan kotak suara (laring)sehingga menyebabkan suara serak
atau sakit tenggorokan.

Laringitis

Mual

Sakit tenggorokan

Batuk kering kronis, terutama pada malam hari. GERD adalah penyebab umum batuk
yang tak dapat dijelaskan.

Asma. Beberapa saraf yang distimulasi oleh asam direfluks merangsang saraf ke paruparu, yang kemudian dapat menyebabkan tabung pernapasan kecil untuk mempersempit,
yang mengakibatkan serangan asma.

Merasa seolah-olah ada benjolan di tenggorokan Anda

Nafas bau

Nyeri dada

Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya GERD adalah:2

Obesitas

Diabetes

Kehamilan

Merokok
Non Erosive Reflux Disease (NERD)
Non Erosive Reflux Disease (NERD) adalah gangguan yang berbeda dari penyakit

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). Hal ini didefinisikan sebagai subkategori dari
GERD yang ditandai dengan gejala refluks terkait tanpa adanya erosi mukosa esophagus,
peradangan mikroskopis, hipersensitivitas viseral (stres dan tidur), dan kontraksi esofagus
berkelanjutan. Gejala pada pasien NERD adalah heartburn dan regurgitasi. Heartburn
umumnya digunakan untuk menunjukkan rasa terbakar di substernal. Heartburn diperburuk
oleh produk makanan tertentu, posisi membungkuk, posisi terlentang saat tidur, dan lain
sebagainya. Regurgitasi juga dapat mempengaruhi pasien dengan NERD dan dapat
menyebabkan rasa pahit atau asam di mulut. Hal ini diperburuk ketika membungkuk atau
posisi terlentang.2
Pilihan pengobatan untuk pasien NERD dapat menggunakan antasida, antagonis
reseptor H2, atau proton pump inhibitors(PPI). Edukasi yang dapat dianjurkan pada pasien
NERD yaitu dengan mengubah gaya hidup seperti berhenti merokok, menghindari
makananpedas,

menghindarimakandi

malam

hari,

mengangkatkepalatempat

tidur,

menurunkan berat badan, makan dalam porsi kecil dan menghentikanpenggunaan alkohol.2

Dispepsia Fungsional
Dispepsi fungsional merupakan bagaian dari gangguan pencernaan fungsional yang
memiliki gejala umum gastrointestinal tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ
berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi.Berdasarkan
keluhannya, dispepsia fungsional dapat diklasifikasikan menjadi beberapa subgrup yang
didasarkan pada keluhan yang paling dominan antara lain:
1.

Bila nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri pada malam hari maka
dikategorikan sebagai dispepsia tipe ulkus.

2.

Bila kembung, mual, muntah, rasa penuh dan cepat kenyang lebih dominan maka
dikategorikan sebagai dispepsia tipe dismotilitas.

3.

Bila tidak ada keluhan yang dominan, maka dikategorikan sebagai dispepsia non
spesifik.2
Klasifikasi lain dari dispepsia fungsional adalah pembagian menurut Rome III, yaitu
diklasifikasikan dalam 2 subgrup yaitu dispepsia yang berhubungan dengan makan, disebut
Postprandial Distress Syndrome (PDS), dimana simptom utama adalah rasa penuh dan cepat
kenyang dan dispepsia yang tidak berhubungan dengan makan, disebut Epigastric Pain
Syndrome (EPS), dimana simptom utama adalah nyeri epigastrium dan rasa terbakar di
epigastrium.2
Patofisiologi pada dispepsia fungsional dapat dibedakan menjadi sekresi asam
lambung, dismotilitas gastrointestinal, disfungsi autonom, dan psikologis.

1.

Sekresi Asam Lambung


Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam
lambung, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin, yang rata-rata normal.
Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan
rasa tidak enak di perut.2

2.

Dismotilitas Gastrointestinal
Pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung, adanya
hipomotilitas antrum, gangguan akomodasi lambung saat makan, disritmia gaster dan
hipersensitivitas viseral. Salah satu dari keadaan ini dapat ditemukan pada setengah sampai
duapertiga kasus dispepsia fungsional. Pada kasus dispepsia fungsional yang mengalami
perlambatan pengosongan lambung berkolerasi dengan keluhan mual, muntah dan rasa penuh
di ulu hati.2

3.

Disfungsi Autonom
10

Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal


pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam
kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung saat menerima makanan, sehingga
menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.2
4.

Psikologis
Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan menimbulkan
keluhan pada orang yang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yanhg
mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. Dalam studi terbatas dilaporkan
adanya kecenderungan pada kasus dispepsia fungsional terdapat masa kecil yang tidak
bahagia, adanya sexual abuse, atau adanya gangguan psikiatrik.2
Diagnosis Kerja
Dispepsia tipe refluks
Dispepsia tipe refluks yaitu adanya rasa terbakar pada epigastrium, dada atau regurgitasi
dengan gejala perasaan asam di mulut. Selain gejala utama tersebut, ada beberapa gejala yang
mungkin indikasi dari dispepsia tipe refluk seperti rasa cepat kenyang, begah dan nyeri uluh
hati, dan terkadang ada rasa kembung. Dispepsia tipe refluks biasanya terbukti secara
endoskopi atau monitor PH ambulatoar sehingga sebaiknya tipe ini langsung kita obati
sebagai penyakit refluks gastroesophageal.2
Etiologi
Dispepsia tipe refluks dapat disebabkan oleh berbagai hal sebagai berikut:
a.

Obat-Obatan
Obat

Anti

Inflamasi

Non

Steroid

(OAINS),

antibiotik

(makrolides,

metronidazole), KCl, estrogen, etanol (alkohol), kortikosteroid, niacin, narkotik,


quinidine, dan theophiline.5
b.

Makanan
-

Alergi

pada makanan tertentu seperti buah-buahan yang mengandung

asam, susu sapi, putih telur, kacang, ikan laut, dan lain-lain.
-

Non alergi seperti produk dari alam (laktosa, sukrosa, galaktosa, gluten,
kafein) dan bahan kimia (monosodium glutamat, asam benzoat, nitrit,
nitrat).5

c.

Kelainan Struktural

11

Disebabkan adanya kelainan atau adanya penyakit sepertipenyakit esofagus,


penyakit gaster dan duodenum, penyakit saluran empedu, penyakit pankreas,
dan penyakit usus. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh penyakit metabolik
atau sistemik seperti tuberkulosis, gagal ginjal, hepatitis, sirosis hepatis, tumor
hepar, diabetes melitius, penyakit tiroid, dan infark jantung.5

Epidemiologi
Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam
praktek praktis sehari-hari. Di Indonesia diperkirakan 30% kasus pada praktek umum
dan 60% pada praktek spesialis merupakan kasus dispepsia. Di Amerika, prevalensi
dispepsia sekitar 25%, tidak termasuk pasien dengan keluhan refluks. Insiden pastinya
tidaklah terdokumentasi dengan baik, tetapi penelitian di Skandinavia menunjukkan
dalam 3 bulan, dispepsia berkembang pada 0,8% pada subyek tanpa keluhan dispepsia
sebelumnya.6
Prevalensi keluhan saluran cerna menurut suatu pengkajian sistematik atas
berbagai penelitian berbasis populasi menyimpulkan angka bervariasi dari 11-41%. Jika
terdapat keluhan rasa terbakardi ulu hati maka angkanya berkisar 4-14%. Dispepsia
masih menimbulkan masalah kesehatan karena merupakan masalah kesehatan yang
kronik dan memerlukan pengobatan jangka panjang sehingga meningkatkan biaya
pengobatannya. Dispepsia terjadi pada hampir 25% (dengan rentang 13%-40%)
populasi tiap tahun tetapi tidak semua pasien yang terkena dispepsia akan mencari
pengobatan medis.6
Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan, zat-zat seperti nikotin
dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres menyebabkan pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong. Kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung.
Kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCl yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.6
Penatalaksanaan

12

Penatalaksanaan untuk pasien dispepsia tipe refluks dibagi menjadi 2 yaitu


secara farmakologis dan non farmakologis.
a.

Farmakologis
1) Obat penetralisir asam lambung
- Antasida
Antasida adalah obat yang bekerja local pada lambung untuk
menetralkan asam lambung. Pemakaian obat ini sebaiknya jangan
diberikan

terus

menerus,

sifatnya

hanya

simtomatis,

untuk

mengurangi rasa nyeri.Dosis yang dapat diberikan yaitu 3 x 30 mg.7


2) Obat penghambat asam
- Antagonis Reseptor H2 (H2RA)
Mekanisme kerja anatagonis reseptor H2 yaitu memblokir efek
histamine pada sel parietal sehingga sel parietal dapat dirangsang
untuk mengeluarkan asam lambung. Contohnya yaitu ranitidine 2 x
150 mg dan simetidin 2 x 400 mg.7
- Proton pump inhibitor (PPI)
Proton pump inhibitor adalah penghambat pompa proton yang
berperan untuk mengurangi produksi asam dengan menghalangi
enzim dalam dinding lambung yang menghasilkan asam.7
3) Golongan Sitoprotektif
Selain bersifat sito protektif, golongan ini juga menekan sekresi asam
lambung oleh sel parietal.
- Sukralfat 2 x 2 gram
- Rebamipide 3 x 100 mg
- Teprenone 3 x 50 mg.5
4) Prokinetik
Golongan prokinetik cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional
dan refluks esophagitis dengan mencegah refluks dan membersihkan
asamlambung.7
- Metoklopramid 4 x 10 mg
- Domperidon 4 x 10 mg
- Cisapride 3 x 5 mg.
5) Antikolinergik

13

Obat golongan anti kolinergik menghambat inervasi saraf kolinergik post


ganglionic pada otot polos dan memblokiraksi asetil kolin pada sel
perietal. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin sebagai anti reseptor
muskarinik yang dapat menekan sekresi asamlambung sekitar28- 43%.7

b.

Non Farmakologis
Penatalaksanaan non farmakologis untuk kasus dispepsia tipe refluks
dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti menghindari makanan yang dapat
meningkatkan asam lambung, mengatur pola makan yang normal dan teratur,
menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang pedas, penggunaan
obat-obatan yang berlebihan, rokok, dan stres.7

Prognosis
Untuk menegakkan diagnosis dispepsia diperlukan anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisik dan pemeriksan penunjang yang akurat. Diagnosa dini perlu
dilakukan agar dapat mengenali penyakit dan penyebabnya dengan segera serta
mencegah terjadinya komplikasi. Dispepsia yang diagnosanya ditegakkan dengan baik
dan ditemukan setelah pemeriksaan penunjang yang akurat akan mempunyai prognosis
yang baik.7
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka hipotesis diterima yaitu pasien
menderita dispepsia tipe refluks. Gejalanya yaitu adanya rasa terbakar pada
epigastrium, dada atau regurgitasi dengan perasaan asam di mulut. Dispepsia tipe
refluks dapat disebabkan oleh obat-obatan, makanan dan kelainan struktural.

Daftar Pustaka
1. Hadi S. Gastroenterologi. Bandung :Alumni ;2004. h.156-7.
2. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi FK UKRIDA;
2012.h.25-35.
3. Jonathan G. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi ke-1. Jakarta:
Erlangga Medical Series; 2007.h.58.

14

4. Isselbacher, Braunwald et al. Harrison: prinsip prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-13. Volume 4.
Jakarta: EGC; 2005.h.1532-4.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.529-32.
6. Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007.h.432-4.
7. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.205.

15

You might also like