Professional Documents
Culture Documents
HALUSINASI
A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,
2002).
Halusinasi
merupakan
gangguan
atau
perubahan
persepsi
dimana
klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa
ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra
tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya
proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a.
Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitianpenelitian yang berikut:
1)
Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
2)
Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalahmasalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3)
Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c.
Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a.
Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c.
Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
C. Manifestasi Klinis
b. Mondar-mandir
c.
d. Tangan mengepal
e.
f.
Mata merah
E. Penatalaksanaan
2.
3.
4.
ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5.
F. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Harga Diri Rendah
Perubahan sensori perseptual: halusinasi
Isolasi Sosial : Menarik Diri
G. Asuhan Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan
yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a)
b)
Konsep diri
c)
Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti
dalam masyarakat
d)
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a)
Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b)
c)
d)
e)
a)
b)
c)
No
Data Subyektif
1.
Data Obyektif
Tampak bicara dan ketawa sendiri.
Klien tidak mampu mengenal tempat, waktu, orang. Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.
Berhenti bicara seolah mendengar atau melihat
sesuatu. Gerakan mata yang cepat.
2.
bicara.
Tidak ada kontak mata.
Ekspresi wajah murung, sedih.
Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri.
Kurang aktivitas.
Tidak komunikatif.
3.
Rahang mengatup.
Tangan mengepal.
Mondar mandir.
I.
Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
1.
2.
3.
K. Daftar Pustaka
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga,
Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta:
EGC.
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering di
sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu
stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba
dkk, 2008).
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a.
Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat perilaku
kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang diterima
sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar
c.
Sosial Budaya
Budaya yang pasif agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar
d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku
kekerasan
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan
(Yosep, 2009):
a.
Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah
konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c.
d.
Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai
seorang yang dewasa.
e.
Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak
mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f.
C. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
1.
Fisik
a.
Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e.
2.
a.
Bicara kasar
Suara keras
Perilaku
a.
d. Merusak lingkungan
e.
4.
Amuk/agresif
Emosi
a.
Tidak adekuat
d. Tidak berdaya
e.
5.
Bermusuhan
Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6.
Spiritual
Merasa
diri
berkuasa,
merasa
diri
benar,
mengkritik
pendapat
orang
Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8.
Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
D. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri,
orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan
dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a.
: Phenotizin
: Amitriptyline
c.
: Phneobarbital
2. Terapi modalitas
a.
Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan
memberikan perhatian :
1)
BHSP
2)
3)
4)
5)
Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang dialami
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau aktivitas lain
dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena masalah
sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
c.
Terapi musik
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran
klien.
F. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan
Perilaku kekerasan
PPS: Halusinasi
Regimen terapeutik
inefektif
Kronis
Berduka disfungsional
Isolasi Sosial
efektif
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan
yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a)
b)
Konsep diri
c)
Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti
dalam masyarakat
d)
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a)
Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b)
c)
d)
e)
a)
Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat
rasa marah.
b)
Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
c)
Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d)
Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebihlebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut
dengan kasar.
e)
Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya
Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
13. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
14. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
15. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,
okopasional, TAK dan rehabilitas.
Berduka disfungsional
Daftar Pustaka
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan), Widya
Medika, Jakarta
Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Stuart dan sundeen. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa : Jakarta. EGC
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
A. Pengertian
Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain
tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009,
hlm.229).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan
Kemat, 2009, hlm. 93).
B. Penyebab
1. Faktor Predis Posisi
Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
a.
Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu / pengasuh
kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya.
d. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden tertinggi
skizofrenia di temukan pada keluarganya yang anggota keluarga menderita skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor Internal maupun
eksternal meliputi.
a.
b. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf dapat
merupakan indikasi terjadinya skizofrenia
c.
d. Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas
untuk mengatasi stres. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu
dan anak pada fase sinibiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
1)
2)
10. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga
sehari-hari tidak dilakukan.
D. Akibat
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi
sensori halusinasi (Townsend, M.C, 1998 : 156). Perubahan persepsi sensori halusinasi
adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori
yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan
suara-suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S, 1995:421). Menurut Maramis
(1998:119) halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di
mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh
psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.
E. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
2. Terapi fisik ECT (Elektro Compution Teraphy)
3. Terapi psikologi
4. Terapi social
5. Bila serangan pertama
a) Membangkitkan dan diagnosis
b) Pemeriksaan psikologi
c) Pemeriksaan kimia rutin, skrinning, roksikologi, VDRL dan uji fungsi tiroid
d) Elektroensefologram (untuk menyingkirkan epilepsy logus temperralit, neoplasma)
F. Pohon Masalah
Gangguan sensori persepsi :Halusinasi
Isolasi Sosial
f)
Konsep diri
g)
Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti
dalam masyarakat
h)
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
f)
Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
g)
h)
i)
j)
b) Isolasi sosial
c) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
H. Intervensi
I.
Daftar Pustaka
Marlindawani, Jeney, 2002, Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah Psikososial
dengan gangguan jiwa
Perry,
Potter.
2005
Buku
Ajar
Fundamental
Keperawatan.
Jakarta
EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Edisi 5. Jakarta: EGC.
A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit peraatan
diri yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dan akemat 2007).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
B. Penyebab
1. Faktor prediposisi
a.
Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif
terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
a.
Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya
dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
c.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
e.
Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f.
Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.
2. Psikologis
-
3. Social
-
Interaksi kurang
Kegiatan kurang
Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat , gosok gigi dan mandi tidak
mampu mandiri
D. Akibat
Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri seperti pasien
dikucilkan di dalam keluarga atau masyarkat sehingga terjadi isolasi sosial dan bahkan
kehilangan kemampuan dan motivasi dalam melakukan perawatan terhadap tubuhnya.
E. Penatalaksanaan
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
-
F. Pohon Masalah
Defisit perawatan diri
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Isolasi sosial
Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan berdandan)
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan
yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a)
b)
Konsep diri
c)
Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti
dalam masyarakat
d)
a)
Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b)
c)
d)
e)
Daftar Pustaka
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
GW.
2002.
Buku
Saku
Keperawatan
Jiwa.
Edisi
5.
Jakarta:
EGC.
A. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005)
Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan merasa lebih
rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani, 2005)
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak
dapat bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas, 2010)
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a.
Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b.
Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks, tuntutan peran kerja,
harapan peran kultural.
c.
Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak percayaan orang tua tekanan
dari kelompok sebaya, perubahan dalam stuktural sosial.
2. Faktor Presipitasi
a.
Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupannya.
b.
Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana
individu mengalaminya sebagai frustasi
c.
Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga
melalui kelahiran dan kematian
d.
Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke sakit dicetuskan oleh
kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran bentuk, penampilan, fungsi tubuh, perubahan
fisik berhubungan dengan tumbang normal moral dan prosedur medis keperawatan
C. Manifestasi Klinis
Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Rasa bersalah
7.
8.
9.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien dengan harga diri rendah meliputi:
a.
Farmakologi.
b.
Terapi lain seperti terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah laku, terapi keluarga,
terapi spiritual, terapi lingkungan, terapi aktivitas kelompok yang tujuannya adalah
memperbaiki perilaku klien dengan harga diri rendah.
c.
1. Persepsi
2. Kesadaran klien akan emosi dan perasaan
3. Menyadari masalah dan perubahan sikap
Prinsip asuhan keperawatan yang diberikan terlihat dari kemajuan klien meningkatkan
dari satu tingkat ke tingkat berikutnya yaitu :
1.
Meluaskan kesadaran diri yaitu dengan meningkatkan hubungan keterbukaan dan saling
percaya.
2.
Menyelidiki dan mengeksplorasi diri (self exploration) yaitu membantu klien untuk
menerima perasaan dan pikirannya.
3.
Perencanaan realita (realita planing) membantu klien bahwa hanya saja di yang dapat
merubah bukan rang lain.
4. Tanggung jawab bertindak (comitment to action) membantu klien melakukan tindakan yang
perlu untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon adaptif.
F. Pohon Masalah
Defisit Perawatan Diri
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
Gangguan interaksi sosial
Isolasi sosial : menarik diri
Penurunan motivasi merawat diri
Core Problem
Gangguan citra tubuh
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan
yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a)
b)
Konsep diri
c)
Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti
dalam masyarakat
d)
a)
Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b)
c)
d)
e)
H. Intervensi
I.
Daftar Pustaka
Keliat,Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC.
Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha
Medika Press.
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan & Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosa. Jakarta : Salemba Medika
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal. (Stuart dan sundeen,
2004)
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam
kenyataan. (Harold K, 2004)
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks limbic.
2. Faktor Presipitasi
C. Klasifikasi Waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan secra berulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan secara berulang
yang tidak sesuai kenyataan
3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara berulang yang
tidak sesuai kenyataan
4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
kenyataan
5. Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan kedalam fikiran
yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan
7. Waham Siar Fikir
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan walaupun dia tidak
menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai
kenyataan
D. Manifestasi Klinis
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan waham,
yaitu:
1.
2.
3.
Curiga
4.
Bermusuhan
5.
6.
7.
8.
9.
Mudah tersinggung
E. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
F. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Kerusakan komunikasi verbal
Perubahan isi pikir: waham
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Core problem
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan
yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a)
b)
Konsep diri
c)
Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti
dalam masyarakat
d)
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a)
Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b)
c)
d)
e)
Daftar Pustaka
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Santoso, Budi. 2005 2006. Panduan Diagnosa Nanda. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, G.W. dan Sundden, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :
EGC
Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 2006
Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Refika Aditama
A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk menyakiti
diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam
Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya untuk
mati. Perilaku bbunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang
akan mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep,
2010).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian (Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009.)
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. (Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa ).
B. Penyebab
1. Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang
siklus kehidupan (Fitria, 2009):
a.
Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif, penyalagunaan zat, dan skizofrenia).
b. Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko bunuh diri adalah
antipasti, impulsive, dan depresi.
c.
d. Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
penting yang dpaat menyebabkan seseorang melakukan tinfdakan bunuh diri.
e.
Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri terdapat
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan
dopamine yang dapat dilihat dengan EEG.
Menurut Iyus Yosep (2010), terdapat beberapa factor yang berpengaruh dalam bunuh diri,
anatara lain:
a.
f.
Faktor religiusitas.
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat atau membaca
melalui media tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri
(Fitria, 2009).
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).
8.
Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan
diri).
9.
Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam
karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
ISOLASI SOSIAL
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan
yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a)
b)
Konsep diri
c)
Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti
dalam masyarakat
d)
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a)
Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b)
c)
d)
e)
b) Bunuh diri.
c) Isolasi sosial.
d) Harga diri rendah.
(Fitria, 2009).
H. Intervensi
I.
Daftar Pustaka
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.