Professional Documents
Culture Documents
C. Pohon Masalah
3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat akan menemani klien
dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien
sendirian.
4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
Rasional :
dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan memudahkan perawat untuk
mengarahkan kegiatan yang bermanfaat bagi klien dari pada hanya memikirkannya
Tindakan:
1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.
3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan
aktivitas sehari hari dan perawatan diri).
4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada.
Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Rasional :
Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat dapat merencanakan untuk
memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan klien tersebut sehingga klien merasa nyaman dan
aman
Tindakan:
1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa
sakit, cemas, marah).
3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat
jadwal jika mungkin).
5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas.
Rasional :
menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu lebih benar dari pada apa yang dipikirkan
klien sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada
Tindakan:
1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu).
2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Rasional :
Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan mempengaruhi proses penyembuhan dan
memberikan efek dan efek samping obat
Tindakan:
1. Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat.
2. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
4. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Rasional :
dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan mambentu proses penyembuhan klien
Tindakan:
1. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang : gejala waham, cara merawat klien,
lingkungan keluarga dan follow up obat.
2. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
Diagnosa 2: Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham dan klien akan meningkat harga dirinya.
2. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta
mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis
3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
5. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year
Book, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000
Diposting oleh Professional Ners Semarang di 06:56 0 komentar Link ke posting ini
Label: JIWA
terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan secara
langsung dan tak langsung.
Tanda dan gejala :
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak
karena terapi)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan
mengakiri kehidupannya.
( Budi Anna Keliat, 1999)
2. Penyebab dari harga diri rendah
Salah satu penyebab dari harga diri rendah yaitu berduka disfungsional. Berduka disfungsional
merupakan pemanjangan atau tidak sukses dalam menggunakan respon intelektual dan emosional oleh
individu dalam melalui proses modifikasi konsep diri berdasarkan persepsi kehilangan.
Tanda dan gejala :
o Rasa bersalah
o Adanya penolakan
o Marah, sedih dan menangis
o Perubahan pola makan, tidur, mimpi, konsentrasi dan aktivitas
o Mengungkapkan tidak berdaya
2. Akibat dari harga diri rendah
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Menarik diri merupakan
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
(Rawlins,1993).
Tanda dan gejala :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakapcakap
Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
(Budi Anna Keliat, 1998)
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
3. Menarik Diri.
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993). Terjadinya perilaku menarik diri dipengaruhi oleh faktor
predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predispoisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu
tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa
tertekan. Keadaan menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari
orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan.
Gejala Klinis :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakapcakap
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapetutik
1. sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Rasional :
Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlakukan
sebagai dasar asuhan keperawatannya.
Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien
Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapatkan
pujian
Tindakan:
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2.1. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
2.1. Utamakan memberikan pujian yang realistik
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Rasional :
Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasyarat untuk berubah.
Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk tetap mempertahankan
penggunaannya
Tindakan:
1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Rasional :
Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri
Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya.
Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan
Tindakan:
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
Kegiatan mandiri
Kegiatan dengan bantuan sebagian
Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
1. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien
Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien
Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan kegiatan yang bisa dilakukan
Tindakan:
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
4. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Rasional:
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah
Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan klien.
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
Tindakan:
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah
2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di ruma
DAFTAR PUSTAKA
1. Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003
2. Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia : Lipincott-Raven
Publisher. 1998
3. Budi Anna Keliat. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK UI. 1999
4. Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
5. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
6. Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP
Bandung. 2000
Diposting oleh Professional Ners Semarang di 06:53 0 komentar Link ke posting ini
Label: JIWA
askep perilaku kekerasan
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/ amuk.
2. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen,
1995).
Tanda dan Gejala :
Muka merah
Pandangan tajam
Otot tegang
Nada suara tinggi
Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
Memukul jika tidak senang
2. Penyebab perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
4. Perilaku Kekerasan/amuk
Core Problem
Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
(Budiana Keliat, 1999)
D. Masalah keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah keperawatan:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan / amuk
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1. Data yang perlu dikaji:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1. Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau
mengacak-acak lingkungannya.
2. Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orangorang disekitarnya.
2. Perilaku kekerasan / amuk
1. Data Subjektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2. Data Objektif
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1. Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2. Data objektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri /
ingin mengakhiri hidup.
5. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.
5. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/
amuk
1. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
2. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan
interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
5. Beri rasa aman dan sikap empati.
6. Lakukan kontak singkat tapi sering.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
2. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
2. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
5. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan
yang memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan
manajemen perilaku kekerasan.
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama
ini.
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3. Jelaskan cara cara merawat klien :
Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
Membantu klien mengenal penyebab ia marah.
8.4.Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
8.5.Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
1. Jelaskan jenis jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.
6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah
1. Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
1. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya
Salam terapeutik
Perkenalan diri
- Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.
Jelaskan tujuan pertemuan
Ciptakan lingkungan yang tenang
Buat kontrak yang jelas ( waktu, tempat dan topik pembicaraan ).
2. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu
menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3. Utamakan memberi pujian yang realistis.
2. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan ( mandiri,
bantuan sebagian, bantuan total ).
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
4. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya
Tindakan :
Diposting oleh Professional Ners Semarang di 06:51 0 komentar Link ke posting ini
Label: JIWA
askep dengan halusinasi
KEPERAWATAN JIWA
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Kasus (Masalah Utama)
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakapcakap
Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
(Budi Anna Keliat, 1998)
3. Akibat dari Halusinasi
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
Memperlihatkan permusuhan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Mempunyai rencana untuk melukai
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
4. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000
I. DEFENISI HALUSINASI
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya rangsang (stimulus)
eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health Nursing, 1987).
II. KLASIFIKASI HALUSINASI
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu,
diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran :
karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara suara orang, biasanya klien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan :
karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik,
gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
c. Halusinasi penghidu :
karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine
atau feses. Kadang kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang
dan dementia.
d. Halusinasi peraba :
karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh :
merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap :
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik :
karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urine.
III. PROSES TERJADINYA HALUSINASI
Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi pada klien
dengan gangguan jiwa (schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara suara bising atau
mendengung. Tetapi paling sering berupa kata kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang
mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien menghasilkan respons tertentu seperti : bicara sendiri,
bertengkar atau respons lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara
halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara atau pada
benda mati.
Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan schizoprenia dan satu syarat
diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa mania depresif dan syndroma otak organik.
IV. FAKTOR FAKTOR PENYEBAB HALUSINASI
1. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu
untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor perkembangan
sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu
akan mengalami stress dan kecemasan
Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap
lingkungan tempat klien di besarkan.
Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan dialami
seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP)
Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering
diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan
gangguan orientasi realitas.
Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan
energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah
sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
3. Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan
bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba
memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai
mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat
dari lima dimensi yaitu :
1) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang diberikan oleh
lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab
halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan
adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri.
Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya
atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan
intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien
selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya
merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses
diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol
dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
4. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan
anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal
untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang
mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
5. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung
dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri
Tahap III
Mengontrol
Tingkat kecemasan berat
Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi)
Isi halusinasi menjadi atraktif
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik
Perintah halusinasi ditaati
Sulit berhubungan dengan orang lain
Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat
Tahap IV
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
Klien panik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi, bisa
berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku panik
Resiko tinggi mencederai
Agitasi atau kataton
Tidak mampu berespon terhadap lingkungan
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk
sel korteks dan limbic.
f. Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami
schizoprenia dan kembar monozigot.
2. PERILAKU
Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk angguk, seperti mendengar
sesuatu, tiba tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba
tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri.
3. FISIK
a. ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan,
kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang
berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.
b. Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat obatan dan zat halusinogen dan tingkah laku merusak
diri.
c. Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat.
d. Riwayat schizofrenia dalam keluarga
e. Fungsi sistim tubuh
Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
Neurologikal perubahan mood, disorientasi
Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur
4. STATUS EMOSI
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan bermusuhan, kecemasan berat atau
panik, suka berkelahi.
5. STATUS INTELEKTUAL
Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir tidak realistis, tidak logis
dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi, koping regresi dan denial serta sedikit bicara.
6. STATUS SOSIAL
Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi stress dan kecemasan.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
2. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan isolasi social : menarik diri.
3. Kerusakan interaksi social : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses fikir.
5. Perubahan proses fikir berhubungan dengan harga diri rendah.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat.
III. RENCANA INTERVENSI PERAWATAN
Diagnosa Keperawatan I :
Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
Tujuan umum :
Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
Rasional :
1. Mengetahui cara cara klien mengatasi halusinasi baik yang positif maupun yang negatif.
2. Menghargai respon atau upaya klien.
3. Melibatkan klien dalam menentukan rencana intervensi.
4. Memberikan informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi pada klien.
5. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai kehendak dan kemampuannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien.
7. Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan.
8. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan dan saat halusinasi terjadi setelah dua kali
pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara mengatasi halusinasi.
TUK 4 : Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
2. Bantu klien untuk memutuskan bahwa klien minum obat sesuai program dokter.
3. Observasi tanda dan gejala terkait efek dan efek samping.
4. Diskusikan dengan dokter tentang efek dan efek samping obat
Rasional :
1. Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan klien tentang efek obat terhadap halusinasinya.
2. Memastikan klien meminum obat secara teratur.
3. Mengobservasi efektivitas program pengobatan.
4. Memastikan efek obat obatan yang tidak diharapkan terhadap klien.
Evaluasi :
Klien meminum obat secara teratur sesuai instruksi dokter.
TUK 5 : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengendalikan halusinasi.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan keluarga dalam merawat
klien.
3. Beri penguatan positif atas upaya yang baik dalam merawat klien.
4. Diskusikan dan ajarkan dengan keluarga tentang : halusinasi, tanda tanda dan cara merawat
halusinasi.
5. Beri pujian atas upaya keluarga yang positif.
Rasional :
1. Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan keluarga.
2. Mencari data awal untuk menentukan intervensi selanjutnya.
3. Penguatan untuk menghargai upaya keluarga.
4. Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga tentang halusinasi dan cara merawat klien.
5. Pujian untuk menghargai keluarga.
Evaluasi :
Keluarga dapat menyebutkan cara cara merawat klien halusinasi.
Diagnosa Keperawatan 2 :
Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi social : menarik diri.
Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan sehingga halusinasi dapat dicegah.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa harapan selama di RS, rencana klien setelah pulang dan
apa cita cita yang ingin dicapai.
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya.
3. Beri kesempatan klien untuk berhasil.
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dari harapan klien.
2. Membantu klien membentuk harapan yang realistis.
3. Meningkatkan percaya diri klien.
4. Meningkatkan penghargaan terhadap perilaku yang positif.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 kali
pertemuan.
TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau yang berhasil dicapainya.
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan tersebut.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab sebab kegagalan.
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasinya.
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan
yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional :
1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri.
3. Mengetahui apakah kegagalan tersebut mempengaruhi klien.
4. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien.
5. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 kali pertemuan.
TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Intervensi :
1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien.
3. Bantu klien memilih priotitas tujuan yang mungkin dapat dicapainya.
4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
5. Tunjukkan keterampilan dan keberhasilan yang telah dicapai klien.
6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
7. Beri reinforcement positif bila klien mau mengikuti kegiatan kelompok.
Rasional :
1. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Mempertahankan klien untuk tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan kemampuannya.
7. Meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 kali pertemuan.
TUK 5 : Klien dapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga dirinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan keluarga tanda tanda harga diri rendah.
2. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai klien tidak mengejek, tidak
menjauhi.
3. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan berhasil pada klien.
4. Anjurkan pada keluarga untuk menerima klien apa adanya.
5. Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap pertemuan keluarga.
Rasional :
1. Mengantisipasi masalah yang timbul.
2. Menyiapkan support sistem yang akurat.
3. Memberikan kesempatan pada klien untuk sukses.
4. Membantu meningkatkan harga diri klien.
5. Meningkatkan interaksi klien dengan anggota keluarga.
Evaluasi :
1. Keluarga dapat menyebutkan tanda tanda harga diri rendah.
Mengatakan diri tidak berharga
Tidak berguna dan tidak mampu
Pesimis dan menarik diri dari realita
2. Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien secara tepat setelah 2 kali pertemuan.
Diagnosa Keperawatan 4 :
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir.
Tujuan umum :
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
TUK 1 : Klien dapat mengenal akan wahamnya.
Intervensi :
1. Adakan kontrak sering dan singkat.
Gunakan teknik komunikasi terapeutik.
Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.
2. Jangan membantah atau menyangkal keyakinan pasien.
Rasional :
Hal ini mendorong untuk menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya dan akhirnya
mendorong klien untuk mendiskusikannya. Untuk memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk
mengerti akan tindakan dan komunikasi pasien membantah atau menyangkal tidak akan bermanfaat apa
apa.
Evaluasi :
Klien dapat mengenal akan wahamnya setelah mendapat penjelasan dari perawat dalam 4 x
pertemuan.
TUK 2 : Klien dapat mengendalikan wahamnya.
Intervensi :
1. Bantu klien untuk mengungkapkan anansietas, takut atau tidak aman.
2. Focus dan kuatkan pada orang orang yang nyata, ingatan tentang pikiran irasional. Bicarakan
kejadian kejadian dan orang orang yang nyata.
3. Diskusikan cara untuk mencegah waham, contoh percaya pada orang lain, belajar akan kenyataan,
bicara dengan orang lain, yakin akan dirinya bahwa tidak ada yang akan mengerti perasaannya bila tidak
cerita dengan orang lain.
Rasional :
1. Ungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak terancam akan mendorong klien
untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin sudah terpendam.
2. Diskusikan yang berfokus pada ide ide yang salah tidak akan mencapai tujuan dan mungkin buat
psikosisnya lebih buruk jika pasien dapat belajar untuk menghentikan ansietas yang meningkat, pikiran
waham dapat dicegah.
Evaluasi :
Klien dapat mengendalikan wahamnya dengan bantuan perawat dengan menggunakan cara yang efektif
dalam 4 x pertemuan.
Tujuan umum :
Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan yang dimiliki.
5. Beritahukan klien bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki
Rasional :
1. Mengidentifikasi hal hal positif yang masih dimiliki klien
2. Mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang mempunyai kekurangan
3. Menghadirkan harapan pada klien
4. Agar klien tidak merasa putus asa
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 x pertemuan
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk mencapai
keberhasilan
TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa rencana selama di RS, rencana klien setelah pulang dan
apa cita cita yang ingin dicapai
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya
3. Beri kesempatan pada klien untuk berhasil
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dan harapan pasien.
2. Membantu klien untuk membentuk harapan yang realistis
3. Meningkatkan rasa percaya diri klien
4. Memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan cita cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 x
pertemuan.
Diagnosa Keperawatan 6 :
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
Tujuan umum :
Klien dapat melakukan perawatan diri
TUK 1 : Klien mengetahui keuntungan melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Diskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali keuntungan dalam melakukan perawatan diri
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan keuntungan melakukan perawatan diri
Rasional :
1. Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yang telah diberikan
3. Reinforcement posisitf dapat menyenangkan hati pasien
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan keuntungan dari melakukan perawatan diri seperti memelihara kesehatan
dan memberi rasa nyaman dan segar.
TUK 2 : Klien mengetahui kerugian jika tidak melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Diskusikan tentang kerugian tidak melakukan perawatan diri
2. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan kerugian tidak melakukan perawatan diri.
Rasional :
1. Untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri.
2. Reinforcement positif untuk menyenangkan hati klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan kerugian dari tidak melakukan perawatan diri seperti terkena penyakit, sulit
mendapat teman.
TUK 3 : Klien berminat melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Dorong dan bantu klien dalam melakukan perawatan diri
2. Beri pujian atas keberhasilan klien melakukan perawatan diri
Rasional :
BAB III
TINJAUAN KASUS
HALUSINASI PENDENGARAN
Ket:
: Klien
: Laki-laki
: Perempuan
: Suami istri
: Cerai
: Tinggal serumah
Klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Klien tinggal bersama ayah dan kedua saudaranya
sejak kelas 2 SMA karena ayah dan ibu klien bercerai. Klien paling dekat dengan ayah klien dan yang
membuat keputusan di rumah adalah ayah klien.
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien mengatakan tubuhnya biasa-biasa saja dan klien menyukai semua bagian tubuhnya.
b. Peran
Di rumah klien berperan sebagai anak.
c. Ideal diri
Klien ingin ingin punya pacar.
d. Harga diri
Klien mengatakan kalau pacarnya selalu menghinanya jelek dan bau dan klien merasa terhina karena
pacar klien meninggalkannya. Karena alasan klien jelek dan buruk.
MK = Gangguan harga diri rendah/
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti bagi klien adalah pacar klien
b. Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak pernah mengikuti kegiatan
masyarakat.
c. Hambatan dalam berhubungan orang lain klien tidak suka berbicara dengan orang lain
MK : Kerusakan integrisa sosial : menarik diri
4. Spritual
Klien adalah penganut agama Islam dan mengakui bahwa Tuhan Maha Esa itu ada.
V. Status Mental
1. Penampilan
Penampilan klien kurang rapi tetapi pemilihan pakaian klien sesuai.
2. Pembicaraan
Awal pengkajian klien bisa menjawab pertanyaan dengan baik tetapi lebih dari 5 menit jawaban klien
mulai inkoheren yaitu jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan.
MK = Kerusakan komunikasi verbal
3. Aktifitas motorik
Klien dapat melakukan aktivitas seperti makan, mandi, membersihkan ruangan dan pada saat
berinteraksi dengan perawat, klien tampak tenang.
4. Alam perasaan
Klien tampak gembira berlebihan dan klien merasa ada suara yang mengajaknya bercanda yang
membuatnya tertawa sendiri.
MK = Gangguan isi fikir
5. Afek
Klien tampak senang jika membicarakan pacar-pacarnya tapi klien tampak marah mengingat ayah dan
ibunya yang bercerai.
DO :
- Dari data klien dirawat untuk kedua kalinya
DS:
- Klien mengatakan kalau klien kecewa sekali waktu orang tuanya bercerai
DO :
- Klien tampak sedih jika dibahas tentang ayah dan ibunya
DS:
- Klien mengatakan kalau ada suara-suara mengejeknya bau.
DO :
- Kadang tampak klien menyendiri putus asa
DS:
- Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak suka berbicara dengan orang lain
DO :
- Klien tampak sering sendiri dan kurang mau bicara dengan temannya
DS:
- Klien sering mendengar suara wanita yang mengejeknya bau dan kadang-kadang suara bidadari yang
memanggil dan merayunya.
DO :
- Klien sering tampak tertawa sendiri.
DS:
- Klien mengatakan waktu ada masalah tidak mau bilang ke orang lain
DO :
- Klien suka diam
DS:
- Klien mengatakan sering terbangun malam karena suara-suara yang memanggilnya
DO :
- Klien tampak mengantuk pada pagi hari
DS:
- Klien mengatakan ingin jadi artis terkenal dan selalu dikelilingi wanita cantik
DO :
- Klien sering mengakukalau dia artis luar negeri
Resiko mencederai orang lain, diri sendiri dan lingkunga
Regimen terapeutik tidak efektif.
Berduka disfungsional
Gangguan konsep diri =
Harga diri rendah
Kerusakan interaksi sosial dan menarik diri
Gangguan sensoris persepsi = Halusinasi pendengaran
Koping individu in efektif
Gangguan pola tidur
Waham kebesaran
DAFTAR PUSTAKA
Budiana keliat (1999). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta, EGC
Cook & Fountaine (1987). Essentials mental health nursing. Addison-wesley publishing Company.
Rasmun (2001). Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga. Jakarta : Fajar
Interpratama
Stuart & Sudden (1988). Buku saku keperawatan jiwa
Towsend, Mary C (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri
Kaplan & Sadock (1998). Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta : Widya Medika
Diposkan oleh bells di 06:14
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook