You are on page 1of 15

Bagian Kulit Kelamin

Fakultas Kedokteran

Referat

Universitas Halu Oleo

November 2014

EKTIMA

Oleh:
Elisabeth Grety, S.Ked

Pembimbing :
dr. Hj. Rohanna Sari Suaib, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN KULIT KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014

EKTIMA
Elisabeth Grety, Rohana Sari Suaib

I.

PENDAHULUAN
Ektima merupakan ulkus superfisial dengan krusta diatasnya yang

disebabkan karena infeksi oleh Streptococcus. Ektima tampak sebagai krusta


tebal berwarna kuning dan biasanya berlokasi di tungkai bawah, yaitu tempat
yang relatif banyak mendapat trauma.(1)
Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,
Streptococcus, atau kedua-keduanya. Penyebabnya yang utama ialah
Staphylococcus aureus dan Streptococcus A beta hemolyticus.(1) Bakteri ini
menyebabkan klinis infeksi yang luas dari pioderma superfisial hingga infeksi
jaringan lunak yang invasif, tergantung dari organisme, lokasi infeksi, dan
faktor host. Pioderma merupakan infeksi pada epidermis, tepat dibawah
stratum korneum atau pada folikel rambut. Jika tidak diobati, pioderma bisa
menginfeksi dermis dan mengakibatkan formasi furunkel dan ektima.(2)
Ektima biasa terjadi karena impetigo yang tidak diobati akibat tertutupi
alas kaki atau pakaian, yang biasa terjadi pada tunawisma atau pada tentara
yang ditugaskan di daerah iklim lembab dan panas. Higienitas yang buruk dan
kurangnya gizi juga merupakan faktor predisposisi dari ektima. Ektima dapat
diamati di segala usia atau jenis kelamin dan biasa didapatkan pada orangorang dengan malnutrisi. Lesi ektima juga sering terlihat pada ektrimitas

bawah anak-anak, lansia yang terabaikan, atau orang dengan penyakit


diabetes. Higienitas yang buruk dan terabaikan merupakan kunci dari
patogenesis ektima. Lesi ektima yang banyak pada pergelangan dan punggung
kaki adalah pioderma yang paling sering terjadi saat waktu perang di daerah
iklim tropis. (2)

I.

EPIDEMIOLOGI
Semua kalangan umur, jenis kelamin, dan ras bisa terkena, terutama

anak-anak, manula, dan pasien dengan immunokompromise (misal, diabetes,


neutropenia, pengobatan immunosupressive, keganasan, HIV).(3) Kasus ektima
terjadi diseluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis. (2)
Di Indonesia sendiri belum terdapat laporan akurat tentang infeksi kulit
dan bakteri penyebab. Ektima dapat diamati di segala usia atau jenis kelamin
dan biasa didapatkan pada orang-orang dengan malnutrisi. Dari data yang
dikumpulkan di Divisi Kulit anak, Bagian Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin
RSCM, memperlihatkan ektima termasuk dalam 5 besar jenis infeksi
pioderma yang sering dijumpai pada anak.(4)

II.

ETIOLOGI
Ektima disebabkan oleh Streptococcus group A beta haemoliticus,

Staphylococcus aureus dan atau kedua-duanya dapat terisolasi pada kultur.


Infeksi Bakteri dikulit terutama disebabkan oleh kedua bakteri tersebut.

(2,4,5)

Sekitar 60 persen orang sehat memiliki kolonisasi Staphylococcus aureus


3

dibeberapa bagian tubuh seperti aksila, perineum, faring, dan tangan. Faktor
predisposisi dari kolonisasi Staphylococcus aureus meliputi dermatitis atopik,
diabetes melitus (dependen-insulin), dialisis, penggunaan obat intravena,
disfungsi liver, dan infeksi HIV. Staphylococcus aureus adalah kuman
patogen agresif merupakan

penyebab tersering pioderma. Staphylococcus

aureus pada pioderma dapat menginvasi aliran darah, replikasi bakteri, dan
menyebabkan penyebaran infeksi seperti osteomyelitis, dan endokarditis
akut.(2)

III.

DIAGNOSIS
Penegakan Diagnosis pada Ektima dapat dilakukan dengan temuan

klinis dan dikonfirmasi melalui kultur.(6)


1. Manifestasi Klinis
Tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning, biasanya
berlokasi ditungkai bawah, yaitu tempat yang relatif mendapat
banyak trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan dampak
ulkus yang dangkal.(1) Lesi ektima dapat berkembang dari
pioderma primer, penyakit kulit, atau trauma yang sudah ada
sebelumnya

Sedangkan ektima gangrenosum merupakan luka

kutaneus yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa dan mirip


dengan ektima Staphylococcus atau Streptococcus.(2)

Gambar 1 : Staphylococcus aureus, Ektima. Luka dengan krusta tebal yang banyak pada kaki
pasien dengan diabetes dan gagal ginjal. Lesi ektima juga muncul pada kaki yang lain, lengan, dan
tangan.(2)

Gambar 2 : Ektima(8)

2. Temuan Laboratorium
-

Pemeriksaan Gram

dapat

ditemukan

kokkus

gram-

possitive

Kultur dapat terisolasi Staphylococcus aureus dan atau


kedua-duanya Streptococcus group A

Streptococcal Antibody Assay, tidak memberi nilai pada


diagnosis dan penatalaksannaan namun dapat sangat
menolong temuan recents streptococcal infection pada
pasien

dengan

dugaan

poststreptococcal

glomerulonefritis.(7)

IV.

DIAGNOSIS BANDING

1. Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan bagian distal folikel rambut yang
biasanya hanya mengenai ostium, tapi dapat meluas sedikit kebawahnya
yang disebabkan oleh Staphylococcus koagulase positif. Dapat juga terjadi
sebagai akibat kontak dengan zat-zat kimia tertentu. Pada folikulitis
terlihat pustul folikuler kecil dan berbentuk kubah, sering ditembus oleh
rambut halus. Krusta tipis tipis dapat menutupi muara folikel yang
menyembul.(1)
2. Ektima gangrenosum(8)
Merupakan penyakit yang perjalanannya cepat, idiopatik, kronik dan
merupakan penyakit yang sangat melemahkan kulit. Penyakit ini ditandai
dengan infiltrasi neutrofil dan kerusakan pada jaringan yang biasanya
terjadi berhubungan dengan penyakit sistemik seperti misalanya colitis
ulcerative chronic. Biasanya ditandai dengan bentuk yang iregular, ulkus

dengan warna biru merah yang biasanya menimbulkan jaringan nekrotik


disekitarnya.(6)

Gambar 3 : Ektima gangrenosum(3)

3. Impetigo krustosa
Impetigo merupakan suatu infeksi superfisial yang menular yang
mempunyai dua bentuk klinis, yaitu bulosa dan non bulosa. Persamaan
impetigo

dengan

ektima

sama-sama

berkrusta

warna

kuning.

Perbedaannya impetigo krustosa terdapat pada anak, berlokasi di muka


dan dasarnya ialah erosi. Sebaliknya ektima terdapat baik pada anak
maupun dewasa, tempat predileksinya di tungkai bawah, dan dasarnya
ialah ulkus.(1,8)

Gambar 4 : Impetigo krustosa (

V.

8)

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada ektima sama dengan penatalaksanaan pada

impetigo.(2) Jika terdapat sedikit, krusta diangkat lalu diolesi dengan salap
antibiotik. Kalau banyak, juga diobati dengan antibiotik sistemik. (1)

Gambar 5. Penatalaksanaan Impetigo2

1. Pencegahan
Mandi Tiap hari. Sabun batang Benzoyl Peroxyde. Mengecek
tanda dan gejala Impetigo di seluruh anggota keluarga.Ethanol atao
Isoprophil gel untuk tangan dan atau bagian yang termasuk didalamnya.(6)

2. Terapi Topikal
Terapi topikal yang dapat diberikan berupa desinfektan topikal atau
ointment seperti asam fusidat.(3) Mupirocin dan retapaminolen dapat sangat
efektif dalam mengeliminasi kedua S. Aureus, termasuk MRSA, dari daerah
sekitar dan pada lesi kutaneus. Gunakan dua kali sehari pada kulit lesi dan
daerah sekitarnya 5-10hari.6
Sedangkan Salep Mupirocin digunakan untuk terapi infeksi kulit yang
sering sisebabkan oleh bakteri stafilokok atau streptokok baik pada dewasa
maupun pada anak-anak. Penelitian-penelitian mutakhir menganjurkan
aplikasi 2 kali sehari selama 5hari.9

3. Antibiotik oral
Antibiotik oral yang direkomendasikan jika infeksinya meluas atau
memberikan respon lambat pada antibiotik topikal. Antibiotik yang dipilih
ialah golongan penisilin, atau apapun antibiotik yang dipilih haruslah
dapat menanggulangi kedua bakteri penyebab yaitu Streptococcus dan
Staphylococcus aureus (biasanya dicloxalicin atau fluoxacillin). Durasi

pengobatan pun bervariasi, beberapa minggu dari terapi sangat


memungkinkan menanggulangi ektima.3

Gambar 7. Agen Antimikroba Oral untuk Infeksi Bakteri 6

10

Gambar 5. Organisme, Pilihan Agen Antimikroba, dan Alternatif 6

11

Gambar 5. Organisme, Pilihan Agen Antimikroba, dan Alternatif 6

12

VI.

KOMPLIKASI(10)

Infeksi luas pada tubuh

Kerusakan kulit permanen dengan bekas luka

Komplikasi Nonsupuratif dari Infeksi Kulit Streptokokus termasuk


demam scarlet dan glomerulonefritis akut.(5)

VII.

PROGNOSIS
Ektima dapat menimbulkan scar atau bekas luka.(10) Prognosis baik.(5).

13

DAFTAR PUSTAKA
1.

Juanda A. Pioderma. In: Juanda A, Hamzah M, Aisah S, Kosasih A,

Wiryadi BE, Natahusada EC, et al., editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th
ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2007. p. 57-60.
2.

Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA.

Superficial and Cutaneous Infections and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller A, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine. 7th ed. USA: McGraw-Hill; 2008. p. 1694-9.
3.

Ngan Vanessa. Fusidic Acid and Mupirocin. [online] 2008 [cited 2014

November 21]:[1 screen]. Available from: URL: http://www.dermnetnz.org


4.

Boediardja SA. Aspek Imunologi pada Infeksi Kulit Akibat Bakteri.

dalam: pertemuan Ilmiah Nasional KSDAI. Makssar, Badan penerbit FKUI: 2010.
hal:141-2
5.

Davis Loretta. Ecthyma. [online] 2009 [cited 2011 Juli 28]:[1 screen].

Available from: URL: http://emedicine.medscape.com


6.

Wolfff K, Johnson R. In: Wolfff K, Johnson R, editors. Fitzpatrick's Color

Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology 6th ed. New York: McGraw-Hill;
2009. p. 598-604.
7.

Dennis L, Alan L, Henry F, Chambers E. Practice Guidelines for the

Diagnosis and Management of Skin and Soft-Tissue Infections. International


Founder for Dermatology. [serial online] 2008. December [cited 2014 November
21] : Volume 80 / 432. Available from: http://www.ifd.org.

14

8.

Graham-Brown R, Burns T. Infeksi Bakteri. dalam: Dermatologi Catatan

Kuliah. edisi 8. Jakarta; 2005. p. 19-25.


9.

Waskito, Fajar. Systemic Antibiotics and Antifungal Agents. dalam:

Kumpulan

Makalah,

National

Symposium

&

Workshop

Therapy

in

Dermatovenerology: Dermatotherapy Update. Banten, Kerjasama PERDOSKI


dan Balai Penerbit FKUI: 2013.hal 91-3.
10.

Berman, Kevin. Ecthyma. [updated 15 Mey 28] [accessed: 24 November

2011]. Available from: URL: http://medlineplus.com

15

You might also like