Professional Documents
Culture Documents
ULKUS PEPTIKUM
(F.4)
Oleh:
dr. Oktania Putri Kusnawan
Anggota:
dr. Rizki Trya Permata
dr. Merry Susanti
dr. Syifa Andini Suparman
dr. Astri Kania
Pendamping:
dr. Dorlina Panjaitan
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat,
taufik dan hidayah-Nya penulisan laporan ini dapat diselesaikan. Laporan ini disusun sebagai
laporan tugas Puskesmas Formula 4 dokter internship.
Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak baik berupa bimbingan, hasil diskusi kelompok, buku-buku referensi serta hal
lainnya. Oleh karena itu penulis berdoa mudah-mudahan segala bantuan yang telah diberikan
selama ini akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat pendamping kami yang telah banyak memberikan bimbingan.Penulis
juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman yang telah
banyak membantu dalam proses penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik membangun agar dapat memberikan yang lebih
baik di kemudian hari. Akhir kata, mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang memerlukan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.84%. Ulkus peptikum secara umum terjadi akibat adanya gangguan mekanisme pertahanan
mukosa gaster atau adanya produksi asam yang berlebihan. Ulkus dapat menyebabkan
komplikasi yang fatal seperti perdarahan, perforasi, penetrasi ke organ lain, obstruksi dan
keganasan. Ulkus peptikum dalam hal ini masalah keperawatan dan pengobatannya masih
kurang mendapat perhatian karena penderita menganggap kasus ini tidak terlalu mengancam
atas keselamatan jiwanya, apalagi kalau keluhan ini bersifat hilang timbul. Sampai saat ini
penyakit ulkus peptikum masih merupakan masalah kesehatan di banyak negara berkembang
termasuk Indonesia.
Penanganan ulkus peptikum sendiri ditujukan untuk menghilang keluhan yang timbul,
menyembuhkan ulkus, mencegah kekambuhan, dan mencegah terjadinyakomplikasi.
Penanganan ulkus peptikum saat ini terdiri dari terapi non medikamentosa dan terapi
medikamentosa, bila keduanya gagal dapat dilakukan tindakan operasi.Semua hal tersebut
dilakukan untuk mencapai tujuan terapi yang optimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN IDENTIFIKASI MASALAH
2.1.2 Epidemiologi
Ulkus peptikum merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan di masyarakat.
Penyakit ini meningkat insidennya seiring dengan bertambahnya usia. Sekitar sepertiga
penderita ulkus duodenum berusia di atas 60 tahun. Sedangkan prevalensi infeksi akibat
Helicobacter pylori, yang merupakan salah satu penyebab utama ulkus peptikum, sekitar 4060% pada orang tua asimptomatik dan lebih dari 70% pada orangtua dengan penyakit
gastrointestinal. Perbandingan insiden ulkus peptikum antara laki-laki dan perempuan yaitu
5-10 : 1. Tingkat komplikasi ulkus peptikum pada usia lanjut lebih tinggi. Pada saat ini,
sekitar 50% perforasi terjadi pada mereka yang berusia diatas 70 tahun. Ulkus peptikum pada
korpus lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam berlebihan.
2.1.3 Etiologi
Saat ini, salah satu penyebab utama sekitar 60% dari ulkus gaster dan 90% dari ulkus
duodenum ialah adanya reaksi inflamasi kronik akibat invasi dari Helicobacter pylori yang
mana paling banyak membentuk koloni di sekitar antrum pylori. Helicobacter pylori adalah
kuman patogen gram negatif yang berbentuk batang/spiral, dan merupakan microaerofilik
berflagela yang hidup pada permukaan epitel dan mengandung urease. H.pylori hidup di
antrum, tetapi dapat bermigrasi ke proksimal lambung dan membentuk koloid, suatu bentuk
dorman bakteri. Infeksi kuman H.pylori dapat menimbulkan pangastritis kronis diikuti atrofi
sel mukosa korpus dan kelenjar, metaplasia intestinal, dan hipoasiditas.
Adapun beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya ulkus peptikum ini:
1. Diet
Makanan yang memperberat keluhan ulkus peptikum antara lain kopi,rempah-rempah,
makanan yang asam, panas, pedas, dan cokelat.
2. Merokok
Merokok dapat meningkatkan insiden ulserasi dan komplikasi lainnya, memperlambat
penyembuhan, menekan produksi bikarbonat, dan menimbulkan refluks duodeno-gaster.
3. Obat
Non Steroidal Antiinflamatory Drugs (NSAID) dapat merusak mukosa dan menekan produksi
prostaglandin. NSAID bersifat asam dan lipofilik sehingga mempermudah trapping ion
hidrogen masuk ke dalam mukosa dan menimbulkan kerusakan pada mukosa.
4. Usia
H.pylori meningkat sesuai dengan usia.
Lapisan epitel merupakan pertahanan kedua dari gastro duodenal, dengan cara menghasilkan
mukus, transportasi ionik sel epitel serta produksi bikarbonat yang dapat mempertahankan pH
intraseluler (pH 6-7), dan intracellular tight junction.
Sistem mikrovaskular yang rapi dalam lapisan submukosa lambung adalah komponen
kunci dari pertahanan sub epitel. Sirkulasi yang baik dapat menghasilkan bikarbonat untuk
menetralkan HCl, memberikan asupan mikronutrien, dan oksigen, serta membuang hasil
metabolik toksik. Prostaglandin yang banyak ditemukan pada mukosa lambung, memegang
peran sentral dalam mempertahankan dan memperbaiki sel epitel lambung, menghasilkan
mukus-bikarbonat, menghambat sekresi sel parietal, mempertahankan sirkulasi mukosa dan
restitusi sel epitel.
menyebabkan daya tahan mukosa menurun, merusak lapisan yang kaya lipid pada apikal sel
epitel, dan melalui kerusakan sel dapat menyebabkan asam lambung berdifusi balik sehingga
menimbulkan nekrosis yang lebih luas.
Obat-obatan golongan NSAID (aspirin), alcohol, garam empedu, dan obat-obatan lain
yang merusak mukosa lambung, mengubah permeabilitas sawar epitel, memungkinkan difusi
balik asam klorida dengan akibat kerusakan jaringan (mukosa) dan khususnya pembuluh
darah. Hai ini mengakibatkan pengeluaran histamin. Histamine akan merangsang sekresi
asam dan meningkatkan pepsin dari pepsinogen. Histamine ini akan mengakibatkan juga
peningkatan vasodilatasi kapilerm sehingga membrane kapiler menjadi permeable terhadap
protein, akibatnya sejumlah protein hilang dan mukosa menjadi adema.
Peningkatan asam akan merangsang syaraf kolinergik dan syaraf simpatik.
Perangsangan terhadap kolinergik akan berakibat terjadinya peningkatan motilitas sehingga
menimbulkan rasa nyeri (MK I), sedangkan rangsangan terhadap syaraf simpatik dapat
mengakibatkan reflek spasme esophageal sehingga timbul regurgitasi asam Hcl yang menjadi
pencetus timbulnya rasa nyeri berupa rasa panas seperti terbakar yang mengandung diagnosa
(keperawatan I). Selain itu, rangsangan terhadap syaraf sympatik juga dapat mengakibatkan
terjadinya pilorospasme yang berlanjut menjadi pilorustenosis yang berakibat lanjut makanan
dari lambung tidak bisa masuk ke saluran berikutnya. Oleh karena itu pada penderita ulkus
peptikum setelah makan mengalami mual, anoreksia, kembung dan kadang vomitus. Resiko
terjadinya kekurangan nutrisi bisa terjadi sebagai manifestasi dari gejala-gejala tersebut.
Pada penderita tukak lambung mengalami peningkatan pepsin yang berasal dari
pepsinogen. Pepsin menyebabkan degradasi mucus yang merupakansalah satu factor
lambung. Oleh karena itu terjadilah penurunan fungsi sawar sehingga mengakibatkan
penghancuran kapiler dan vena kecil. Bila hal ini terus berlanjut akan dapat memunculkan
komplikasi berupa pendarahan.
Perdarahan pada ulkus peptikum bisa terjadi disetiap tempat, namun yang tersering
adalah
dinding
bulbus
duodenum
bagian
posterior,
karena
dekat
dengan
.
Gambar Patofisiologi Ulkus Peptikum
3. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran endoskopi ulkus berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin
dan normal disertai lipatan yang teratur keluar dari pinggiran ulkus. Sedangkan gambaran
pada proses keganasan adalah Boorman I/polipoid, B-II/ulseratif, B-III infiltratif, B-IV/ linitis
plastika (scirrhus). Untuk memastikan apakah terdapat keganasan, dilakukan pemeriksaan
histopatologi dengan biopsi melalui endoskopi. Biopsi diambil dari pinggiran dan dasar ulkus
minimal 4 sampel untuk 2 kuadran. Bila ukuran ulkus besar, sampel diambbil dari 3 kuadran
yaitu dari dasar, pinggir, dan sekitar ulkus.
2.1.7 Klasifikasi
2.1.9Komplikasi
a. Perdarahan
Insiden perdarahan 15-25%, meningkat pada usia lanjut (>60 tahun) akibat adanya
penyakit degeneratif dan meningkatnya pemakaian NSAID. Sebagian perdarahan dapat
berhenti spontan, sebagian memerlukan tindakan endoskopi terapi, tetapi bila gagal
dilanjutkan dengan tindakan operasi. Pantozol/PPI 2 ampul/100 cc NaCl 0,9% drip selama 10
jam secara parenteral dan diteruskan selama beberapa hari dapat menurunkan kejadian ulang
perdarahan. Sedangkan pemberian transfusi dilakukan bila : a) TD sistolik <100 mmHg, b)
Hb < 10 gr%, c) Nadi > 100 x/mnt, d) HT < 30/jam, dianjurkan pemberian transfusi darah
segar sampai HT 30.
b. Perforasi
Rasa sakit tiba-tiba, sakit berat, sakit difus pada perut Insidennya 6-7%, dimana
insiden perut meningkat pada usia lanjut karena proses aterosklerosis dan meningkatnya
penggunaan NSAID. Perforasi ulkus gaster biasanya ke lobus hati kiri, dapat menimbulkan
fistula gastrokolik. Penetrasi adalah suatu bentuk perforasi yang tidak terbuka/tanpa
pengeluaran isi lambung karena tertutup omentum/organ perut sekitar. Terapi perforasi
adalah dekompresi, pemasangan nasogastrik tube, aspirasi cairan lambung terus menerus,
pasien dipuasakan dan diberi nutrisi parenteral total, dan pemberian antibiotika yang diikuti
tindakan operasi.
2.1.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ulkus peptikum terdiri dari terapi medikamentosa dan non-medikamentosa.
1.Terapi Non Medikamentosa
- Istirahat
Istirahat yang cukup dapat mempercepat penyembuhan.
- Diet
Cabai, makanan yang merangsang, dan makanan yang mengandung asam dapat menimbulkan
rasa sakit, walaupun belum didapat bukti keterkaitannya. Pasien mungkin mengalami
intoleransi terhadap makanan tersebut, atau makanan tersebut mempengaruhi motilitas usus.
Dalam hal ini dianjurkan untuk menghindari makanan tersebut. Beberapa peneliti
menganjurkan makanan biasa, lunak, tidak merangsang, dan diet seimbang. Merokok
sebaiknya dihindari. Merokok dapat menghalangi penyembuhan ulkus gaster kronik,
menghambat sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodenum,
menambah refluks duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus, sekaligus meningkatkan
kekambuhan ulkus. Alkohol sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan risiko
perdarahan dan komplikasi lain. Air jeruk yang asam, coca cola, bir, kopi tidak mempunyai
pengaruh ulserogenik pada mukosa lambung, tetapi dapat menambah sekresi asam lambung
sehingga sebaiknya jangan dikonsumsi saat perut kosong.
- Obat-obatan
Menghindari penggunaan NSAID karena seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa NSAID
dapat menekan produksi prostaglandin yang sangat berperan dalam proteksi mukosa
lambung. Saat ini telah tersedia COX 2 inhibitor yang selektif untuk penyakit
osteoartritis/rematoid artritis yang kurang menimbulkan keluhan pada lambung.
2. Terapi Medikamentosa
- Antasida
Antasida bekerja sebagai penetralisir asam. Antasida diberikan dengan dosis 3 x1 tablet atau
4 x 30 cc (3 kali sehari, dan sebelum tidur/ 3 jam setelah makan). Preparat yang mengandung
magnesium dapat menyebabkan BAB tidak berbentuk, serta tidak dianjurkan pada penderita
gagal ginjal karena dapat menyebabkan hipermagnesemia dan kehilangan fosfat. Preparat
yang mengandung aluminium dapat menyebabkan konstipasi, dan neurotoksik, tetapi bila
dikombinasi kedua komponen saling menghilangkan efek samping, sehingga tidak terjadi
diare ataupun konstipasi. Preparat kalsium dapat menyebabkan Milk Alkaline Syndrome
(MAS) yaitu hiperkalsemia, hiperfosfatemia, renal calcinosis, dan progresi ke arah gagal
ginjal.
Obat Penangkal Kerusakan Mukus
- Koloid Bismuth
Mekanisme kerjanya belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal bersama
protein pada dasar ulkus dan melindunginya dari pengaruh asam dan pepsin, berikatan
dengan pepsin, merangsang sekresi prostaglandin, bikarbonat, dan mukus. Obat ini memiliki
efek bakterisidal terhadap H.pylori sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya relaps.
Obat ini diberikan dengan dosis 2 x 2 tablet sehari. Efek sampingnya berupa tinja berwarna
kehitaman sehingga menimbulkan keraguan terhadap perdarahan. Efek samping jangka
panjang berupa neurotoksik.
- Sukralfat
Mekanisme kerjanya melalui pelepasan kutub aluminium hidroksida yang berikatan dengan
kutub positif molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus sehingga
dapat melindungi ulkus dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Selain itu, sukralfat dapat
membantu sintesis prostaglandin, bekerja sama dengan EGF, meningkatkan sekresi
bikarbonat dan mukus, serta meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosa. Dosisnya
4 x 1 gram sehari. Efek samping berupa konstipasi.
- Prostaglandin
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi sekresi asam lambung, menambah sekresi mukus,
bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah mukosa serta meningkatkan pertahanan dan
perbaikan mukosa. Biasanya digunakan sebagai penangkal terhadap ulkus akibat pemakaian
NSAID. Contoh prostaglandin adalah misoprostol dan telah diakui oleh FDA. Dosisnya 4 x
200 mg atau 2 x400 mg pagi dan malam hari. Efek sampingnya berupa diare, mual, muntah,
dan menimbulkan kontraksi otot uterus/perdarahan sehingga tidak dianjurkan pada ibu hamil.
- Antagonis Reseptor H2
Contoh dari obat ini adalah ranitidin, cimetidin, dll. Obat ini bekerja dengan cara memblokir
efek histamin pada sel parietal sehingga sel tersebut tidak dapat dirangsang untuk
mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel. Dosis terapi untuk ranitidin 300
mg malam hari, dan cimetidin 2 x 400 mg atau 800 mg malam hari. Dosis pemeliharaan
untuk ranitidin 150 mg, dan cimetidin 400 mg. Efek sampingnya berupa pansitopenia.
neutropenia, anemia, trombositopenia, ginekomastia, konfusi mental khusus pada usia lanjut,
dan gangguan fungsi ginjal terutama pada pemberian cimetidin.
- Proton Pump Inhibitor/PPI
Contoh obat ini adalah omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, dan lain-lain. Mekanisme
kerjanya adalah memblokir kerja enzim K+H+ ATPase yang akan memecah K+H+ ATP
untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel
parietal ke dalam lumen lambung. Efek penekanan sekresi asam maksimal 2-6 jam dan lama
efek kerjanya 72-96 jam. Dosis yang diberikan untuk omeprazole 2 x 20 mg/ standar dosis
3. Tindakan Operasi
Indikasi operasi pada ulkus peptikum adalah :
- Elektif, karena gagal terhadap pengobatan
- Darurat, karena terdapat komplikasi berupa perforasi, perdarahan, atau stenosis pilorik
- Ulkus gaster dengan dugaan keganasan pada korpus dan fundus (70% keganasan)
Ulkus
pada
daerah
antrum
dilakukan
anterektomi,
dan
Bilroth
2.1.11 Prognosis
Pada sebagian besar kasus ulkus peptikum, bila terapi diberikan dengan tepat dan teratur
maka kesembuhan akan terjadi dalam enam sampai delapan minggu. Beberapa dapat
mengalami kekambuhan sehingga memerlukan terapi jangka panjang.
: Tn.I / 89 tahun
b. No. register
:-
c. Status pendidikan
:-
d.
: Menengah kebawah
Status sosial
2.3.2Data Demografis
a. Alamat
:-
b. Agama
:-
c. Suku
:-
d. Pekerjaan
:-
e. Bahasa Ibu
:-
f. Jenis Kelamin
: laki-laki
: 167 cm
b. Berat Badan
: 59 kg
c. IMT
: 21 (normal)
Kesan : status gizi baik
tahun ini. Rasa nyeri dua bulan belakangan ini semakin parah, terutama 3 hari
SMRS sehingga pasien dibawa ke RS. Pasien juga mengeluhkan rasa mual dan
muntah yang dirasakan sejak 7 hari SMRS. Rasa mual ini dirasakan cukup
berat sehingga membuat pasien tidak inginmakan. Pasien memuntahkan
makanan yang beberapa jam yang lalu dimakannnya.Pasien muntah 2-3 kali
sehari dengan volumesatu gelas belimbing (100cc).Pasien menyangkal adanya
warna kehitaman dan darah segar pada muntahannya.
Pasien mengatakan lebih lega setelah muntah.Pasien juga mengelukan
badan terasa lemah sejak 7 hari SMRS. Lemasdikatakan pada seluruh tubuh
dan membuat pasien tidak dapat beraktifitas denganbaik karena keterbatasan
tenaganya. Perasaan cepat lelah ini sudah dirasakan pasiensejak 2 bulan ini,
namun 7 hari SMRS dirasakan semakin memberat.
Pasien juga mengatakan bahwa pasien dikatakan semakin kurus oleh
orang-orangdisekitarnya, namun pasien tidak pernah mengukur berat
badannya untukmemastikan terjadinya penurunan berat badan.BAB dikatakan
lancar tidak ada masalah, BAB kehitaman disangkal olehpasien. BAK
dikatakan lancar dan seperti biasanya, kencing batu disangkal olehpasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit batu ginjal. Pasien sejak beberapa
bulan inimengeluh nyeri pinggang dan keluar batu saat BAK. Pasien
diberikanbeberapa obat dan salah satunya merupakan obat penghilang rasa
sakit. Pasienmengatakan rajin meminum obat tersebut karena mampu
mengurang rasa sakityang dialami pasien. Riwayat hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit hati danpenyakit jantung disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keadaan umum
Kesadaran
: komposmentis
Tanda vital
:
Tekanan darah : 140/70 mmHg
Nadi : 104 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Suhu aksila : 36,8 C
Status general:
Mata : anemis + / +, ikterus - / THT : Tonsil : T1/T1 hiperemis (-)
Lidah: atrofi papil (-), buffy tongue (-)
Leher : JVP+ 2 cmH2O; Pembesaran kelenjar (-)
Thorax
Cor :Inspeksi : iktus kordis tidak tampak, Palpasi : Pulsasi iktus kordis
tidak teraba, Perkusi: Batas atas jantung : ICS II; Batas bawah jantung :
ICS V; Batas kanan jantung : PSL kanan; Batas kiri jantung : MCL
kiri, Auskultas : Cor : S1-S2 tunggal regular; murmur tidak ada
Pulmo :Inspeksi : simetris; Palpasi : VF +/+; Perkusi: sonor/sonor;
Auskultasi : Rhonki -/-, Wh -/Abdomen : Inspection : Distention (-), Auscultation: Bowel Sound (+)
NormalPercussion : Tympanic (+), CVA Tenderness -/-,Palpation :
nyeri tekan (+) epigastrium, Liver & Spleen tidakteraba, Ekstremitas :
akral hangat ++/++, Edema --/--.
c. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :
Hb : 9,8 %
Leukosit : 9530/mm3
Ht : 36,80 %
Trombosit : 423.000/mm3
Rawat inap
Antasid syr 3 x CI
Sucralfat syr 3 x CI
Pantoprazole 2 x 40 mg
BAB III
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
3.1.
Metode Penyuluhan
Metode penyuluhan yang dilakukan untuk mensosialisasikan tentang penyakit ulkus
peptikum dan kaitannya dengan kebiasaan pola hidup sehat dengan makanan gizi seimbang
dan olahraga teratur, sehingga manajemen pencegahan dan pengobatan ulkus peptikum dapat
terkontrol. Dengan sasaran pasien memiliki faktor resiko terhadap ulkus peptikum. Dilakukan
dengan pemberian informasi dan memberikan permahaman, selanjutnya dilakukan diskusi 2
arah mengenai kendala-kendala yang dihadapi.
3.2.
Intervensi
Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit ulkus peptikum yang dideritanya, gejala
klinis, etiologi, faktor resiko, gejala klinis, manajemen dan pencegahan, serta dampak
yang terjadi apabila berkepanjangan dan tidak terkontrol.
Menganjurkan untuk menerapkan pola hidup sehat dengan selalu memakan makanan
bergizi seimbang dan berolahraga/ aktifitas fisik.
Memberitahukan kepada pasien pentingnya untuk menjaga pola makan pasien yang
teratur dan dengan kadar gizi yang cukup. Memberikan nasihat kepada pasien untuk
makan secara teratur minimal 3 kali sehari dan tidak terlambat makan serta keluarga
juga diharapkan mengawasi waktu makan pasien. Menjaga asupan gizi yang
seimbang pada pasien tanpa harus membeli bahan makanan yang mahal. Dengan
asupan gizi yang baik diharapkan ketahanan tubuh penderita terhadap penyakit infeksi
semakin meningkat dan tidak memperparah kondisi ulkus peptikum
Memberikan nasihat kepada pasien dan keluarganya agar tidak lagi membeli obat
bebas untuk keluhan sakit pinggangnya.
BAB IV
PELAKSANAAN (PROSES INTERVENSI)
4.1.
: Ulkus Peptikum
Penanganan masalah :
Preventif :
-
Pengaturan pola makan yang baik, serta aktivitas fisikyang cukup seperti
olahraga secara teratur, menghindari kebiasaan buruk seperti merokok dan
makan-makanan pedas, minum kopi, dan penggunaan obat-obatan tanpa
indikasi dari dokter. Selain itu, denganmelakukan diagnosis dini sebagai
cara pencegahan.
Promotif :
-
Rehabilitatif :
-
Kontrol penyakit ke dokter minimal sebulan sekali atau jika habis obat
Monitoring :
o Interaksi obat dan efek samping, serta kepatuhan minum obat
Gambar Peran Pasien & Keluarga dalam Pencegahan & Pengobatan Ulkus Peptikum
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
5.1.Monitoring
Monitoring
difokuskan
pada
aspek
promotif
dan
preventif
untuk
5.2.Evaluasi
Upaya
yang
dilakukan
untuk
mencegah
dan
mengontrol
penyakit
DAFTAR PUSTAKA
1. Del John. Peptic ulcer disease and related disorders. In: Kasper DL, Braunwald E, et al (eds).
Harrisons principles of internal medicine 16th editions. United States: McGraw-Hill Companies;
2005. p. 1746- 56.
2. Aro Pertti. Storstrubb Tom. Peptic ulcer disease in a general adult population. USA: America
Journal of Epidemiology; 2006. p. 3-8.
3. THE Crux, DISEASE DIAGNOSIS Peptic Ulcer, India : Tulip Group Costumer, 2009
4. Anand BS. Peptic ulcer disease. [online]. Update: June 20th 2011. Diakses 8 November
th