You are on page 1of 22

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN ASMA

Dosen Pengampun : Ns. Indah Dwi Rahayu

Kelompok 10
DI SUSUN OLEH :

Gilang Guswara

SR 132070037

Ernita Fristila

SR 132070036

Hari Muhammad Akbar

SR 132070038

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN


( STIK )
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN AJARAN 2014-2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan
Asma. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Sistem Pencernaan di STIK Muhammadiyah Pontianak.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

DAFTAR ISI
Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

BAB II Pembahasan
2.1 Definisi

2.3 Etiologi dan Patofisiologi

2.4 Manifestasi Klinis

2.5 Penatalaksanaan Medis

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

10

2.7 Komplikasi

12

2.8 Asuhan Keperawatan Asma

13

2.9 Diagnosis Keperawatan

14

BAB III Penutup


3.1 Kesimpulan

18

3.2 Saran

18

Daftar Pustaka

19

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah
kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat
inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di
Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%.
Beberapa Faktor risiko untuk timbulnya asma bronkial telah diketahui secara pasti, antara
lain: riwayat keluarga, tingkat social ekonomi rendah, etnis, daerah perkotaan, letak geografi
tempat tinggal, memelihara anjing atau kucing dalam rumah, terpapar asap rokok.
Asma bronkial dikelompokkan menjadi dua subtype intrinsik dan ekstrinsik, namun
terminologi ini telah ditinggalkan dan saat ini dikenal sebagai asma bronkial atopi dan non
atopi berdasarkan adanya tes kulit yang positif terhadap alergen dan ditemukan adanya
peningkatan imunoglobulin (Ig) E dalam darah. Sekitar 80% penderita asma bronkial adalah
asma atopi dan telah dibuktikan bahwa bahwa tes kulit mempunyai korelasi yang baik dengan
parameter-parameter atopi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1

Apa pengertian dari Asma ?

1.2.2 Apa etiologi dari Asma?


1.2.3 Bagaimana patofisiologi dari Asma ?
1.2.4 Apa saja manifestasi klinis pasien yang mengalami Asma ?
1.2.5 Bagaimana Penatalaksanaan Medis pada Asma ?
1.2.6 Bagaiman Pemeriksaan Diagnostik pada Asma ?
1.2.7 Bagaimana komplikasi pada Asma ?
1.2.8 Bagaimana Rencana Keperawatan padaa pasien yang mengalami Asma ?

1.3 Tujuan Penulisan


Agar Mahasiswa Mengetahui dan menjelaskan apa itu Asma , cara menanganinya dan
bagaimana Rencana keperawatannya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Asma

Pengertian
Asma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran nafas sangat mudah
bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan
asma (Ngastiyah, 2005).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakhea dan bronkhus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyimpitan jalan napas yang luas
dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan ( The
American Thoracis Society, 1962 ).
Asma adalah penyakit yang menyebabkan otot-otot di sekitar saluran bronchial
(saluran udara) dalam paru-paru mengkerut, sekaligus lapisan saluran bronchial mengalami
peradangan dan bengkak (Espeland, 2008).
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa
bronkus terhadap bahan alergen (Riyadi, 2009).

Etiologi
Klasifikasi Asma berdasarkan etiologi di bagi menjadi 2 yaitu
1. Asma Bronkhial Tipe Atopik ( Ekstrinsik )
a. Hiperreaktivitas bronchus merupakan bronchus yang mudah sekali mengerut (
konstriksi ) bila terpapar dengan bahan/factor dengan kadar yang rendah yang
pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa misalnya aleryen (
inhalan dan kontaktan), polusi,asap rokok, bau-bauan yang tajam, dan lainnya
baik yang berupa iritan maupun iritan.
Saat ini telah diketahui bahwa hiperrektivitas bronchus disebabkan oleh
inflamasi bronchus yang kronis. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil
ditemukan dalam jumlah besar pada cairan bilas yang kronis. Sel-sel inflamasi
5

terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar pada cairan bilas bronchus
klien dengan asma bronchial sebagai bronchitis kronis eosinofilik.
Hiperreaktivitas berhubungan dengan beratnya derajat penyakit. Secara klinis,
adanya hiperreaktivitas bronchus dapat dibuktikan dengan dilakukan uji
provokasi yang menggunakan metakolin atau histamine.
b. Mukosa dan dinding bronchus pada klien dengan asma akan terjadi edama.
Terjadi infiltrasi pada sel radang terutama eosinofil dan terlepasnya sel silia
menyebabkan adanya getaran silia dan mucus di atasnya. Hal ini membuat
salah satu daya pertahanan saluran pernapasan menjadi tidak berfungsi lagi.
Pada kilen dengan asma bronchial juga ditemukan adanya penyumbatan
saluran pernapasan oleh mucus terutama pada cabang-cabang bronchus.
c. Akibat dari bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronchus, serta
hipersekresi mucus menyebabkan terjadinya penyempitan pada bronchus dan
percabangannya, sehingga akan menimbulkan rasa sesak, napas berbunyi (
wheezing), dan bantu yang produktif.
d. Adanya stressor baik fisik maupun psikologis.
Akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang aksis HPA.
Aksis HPA yang terangsang akan meningkatkan adenocorticotropic hormone (
ACTH ) dan kadar kortisol dalam darah. Penigkatan kortisol dalam darah akan
menyupresi imunoglobin A ( IgA ). Penurunan Ig A menyebabkan
kemampuan untuk melisiskan sel radang menurun, reaksi tersebut direspos
oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronchus sehingga
menimbulkan asma bronchial.
Berdasarkan pada hal-hal tersebut, pada saat ini penyakit asma secara klinis dianggap
sebagai penyaki bronkhospasme yang reversible. Secara patofisiologi, asma juga dianggap
sebagai suatu hiperreaksi bronchus dan secara patologi sebagai suatu peradangan saluran
pernapasan.
2. Asma Bronkhial Tipe Non-Atoik ( Intrinsik )
Asma nonalergenik ( Asma Intrinsik ) terjadi bukan karena penapasan alergen tetapi
terjadi akibat beberapa factor pencetus seperti infeksi saluran pernapasan bagian atas,
olahraga atau kegiatan jasmani yang berat dan, tekanan jiwa atau stress psikologis.
Faktor Pencetus Serangan Asma Bronkhil
Factor-faktor yang menimbulkan serangan asma bronchial atau sering disebut dengan
factor pencetus adalah :
6

1. Alergen
Allergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dinamakan dapat menimbulkan
serangan asma misalnya debu rumah,tengau debu rumah (Dermatophagoides
pteronissynus), spora jamur,bulu kucing,bulu binatang,beberapa makanan laut,dan
sebagainya.
2. Infeksi saluran pernafasan
Inspeksi saluran pernafasan disebabkan oleh virus. Virus Influenza merupakan salah
satu

factor

pencetus

yang

paling

sering

menimbulkan

asma

bronchial.

Diperkirakan,dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbuklan oleh


infeksi saluran pernafasan (Sundaru,1991)
3. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma,karena banyak orang yang
mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma bronchial, factor ini
berperan mencetus serangan asma terutama pada orang yang agak labil kepribadian.
Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus,1994)
4. Olahraga/ kegiatan jasmani yang berat
Sebagai penderita asma bronchial akan mendapatkan serangan asma bila melakukan
olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah duan
jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma, Serangan asma kerena
kegiatan jasmani (exercise induced asma-EIA) terjadi setelah olahraga atau aktivitas
fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
5. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronchial sensitive atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penisilin,salisilat,beta blocker,kodien, dan sebagainya.
6. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabri/kendaraan,asap
rokok,asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau
yang tajam.
7. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan pencetus yang menyumbang 2-15% klien
dengan asma bronchial (sundaru,1991).
7

2.1 PATOFISOLOGI

2.2 MANIFESTESI KLINIK


Gejala-gejala

yang

lazim

muncul

pada

Asma

Bronkhial

adalah

batuk,dispnea, dan wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam hari.


Asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada,
disertai dengan pernapasan lambat, wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan
panjang dibanding inspirasi, yang mendorongan pasien untuk duduk tegak dan
menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang tersumbat
8

menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai


beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang
ada yang fatal, kadan terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut
Status Asmatikus , kondisi ini mengancam hidup ( Smeltzer & Bare,2002).

2.3 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a) Pemeriksaan spinometri.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma, (Karnen
B;1998).
b) Tes provokasi brokial.
Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan FEV,
sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 %
dari maksimum di anggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR
10 % atau lebih,(Karnen B.;1998).
c) Pemeriksan tes kulit.
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik
dalam tubuh, (Karnen B.;1998).
d) Laboratorium.
(1) Analisa gas darah.
Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat
hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik,(Karnen B.;1998).
(2) Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma yang
berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
transudasi dari adema mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel
sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat
adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa
antibiotik,(Arjadiono T.;1995).
9

(3) Sel eosinofil


Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000
1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung
sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru
disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan
telah tepat,(Arjadiono T.;1995).
(4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan karena kerusakkan hati akibat
hipoksia atau hiperkapnea,(Arjadiono T.;1995).
e) Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya
proses patologik diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak,
pneumomediastinum, atelektosis dan lain lain, (Karnen B.;1998).
f) Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini
karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung
kanan . Sinus takikardi sering terjadi pada asthma.

2.3 PENATALAKSANAAN MEDIS


Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktorfaktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi
pada tim kesehatan.
10

b) Menghindari faktor pencetus


Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat
ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus

diberikan

kortikosteroid.

Steroid

dalam

bentuk

aerosol

beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari.
Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang
mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
11

f) Iprutropioum bromide (Atroven)


Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 )

2.5 KOMPLIKASI
Berbagai kompikasi menurut Mansjoer ( 2008 ) yang mungkin timbul adalah :
1. Pheumothoraks
Phemothoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila
terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru
yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastimum.
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma udara, juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum.
Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh
trauam fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran
udara atau usus ke dalam rongga dada.
3. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh

jamur dan

tersifat oleh adanya gangguan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis
dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
4. Atelektasis
Atelektasis

adalah pengkerutan sebagian

atau seluruh paru-paru akibat

penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan


asangat dangkal.
5. Gagal Napas
Gagal napas dapat terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dari saluran
pernapasan di paru-paru yang kecil ( bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain
12

bengkak juga terjadi peningkatan produksi lender ( dahak ). Akibatnya penderita


merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya

mengeluarkan lender yang

berlebihan,atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit
oleh adanya lendir.

BAB III

RENCANA KEPERAWATAN ASMA


2.8 Asuhan Keperawatan
Asuhan

keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan

kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat untuk mencapai derajat
kesehatan yang, optimal didalam memberikan asuhan keperawatan dugunakan metode
proses keperawatan yang meliputi:pengkajian, diagnosa keperawatanm, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data.
2) Identitas klien.
Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada
penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan
implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopi. Sedangkan serangan
pada usia dewasa di mingkinkan adanya faktor non atopi. Alamat
menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui
kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status perkawinan, gangguan
emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor
pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji untuk
mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain yang perlu dikaji
tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis. (Antony
C, 1997; M Amin 1993; karnen B 1994).
3) Riwayat penyakit sekarang.
Klien

dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan

keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti
dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu

13

pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan


darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.
4) Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi
saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung.
Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai
sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk
meringankan gejala asthma (Tjen Daniel, 1991)
5) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang
riwayat penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota
keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih ditentukan
oleh faktor genetik oleh lingkungan, (Hood Alsagaf, 1993)
6) Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi
serangan asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan
sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat
berpotensial terjadi serangan asthma. yatim piatu, ketidak harmonisan
hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan peranan
seperti semula, (Antony Croket, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).
7) Pola fungsi kesehatan
a) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup
normal sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai
kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan asthma (Antony
Crokett ;1997, Tjien Daniel ;1991, Karnen B;1994)
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi,
dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien
sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan

14

nutrisi, hal ini karena dipsnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas
yang dialami klien, (Hudak dan Gallo;1997)

c) Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna
bentuk,

kosentrasi,

frekuensi,

jumlah

serta

kesulitan

dalam

melaksanakannya.
d) Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi
berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan
yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien, ( Antony C;1997)
e) Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas

keseharian klien seperti olah raga,

bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus
terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase Induced Asthma, (Tjien
Daniel;1991)
f) Pola hubungan dan peran
Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani
kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan
hubungan dan peran klien baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat
ataupun lingkungan kerja, (Antony C, 1997)
g) Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Persepsi
yang salah dapt menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara
memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan
klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan
asthma meningkatkan kemungkinan serangan asthma yang berulang.
h) Pola sensori dan kognetif

15

Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan memepengaruhi


konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami
klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asthma yang berulangpun
akan semakin tinggi.

i) Pola reproduksi seksual


Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila
kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan klien.
Masalah ini akan menjadi stressor yang akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya serangan asthma.
j) Pola penangulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik
pencetus serangan asthma maka perlu dikaji penyebab terjadinya stres.
Frekuensi

dan

pengaruh

terhadap

kehidupan

klien

serta

cara

penanggulangan terhadap stresor, (Tjien Daniel;1991)


k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang
Maha Esa serta pendekatan diri pada Nya merupakan metode
penanggulangan stres yang konstruktif
8) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan
suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan,
penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir
lengket dan posisi istirahat klien (Laura A. T.; 1995, Karnen B ;19983).
b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,
turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus,
ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut

16

di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam. (Karnen B ;1994, Laura A.


Talbot; 1995).

c) Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat
trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun
hilang kesadaran.(Laura A.Talbot;1995).
d) Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres
yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya (Laura A. Talbot
; 1995)).
e) Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan
fungsi olfaktori (Karnen B.;1994, Laura A. Talbot;1995)
f) Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan
mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara.
(Karnen B.:1994)).
g) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid
serta penggunaan otot-otot pernafasan (Karnen B.;1994).
h) Thorak
(1) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis,
sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.(Karnen
B.;1994, Laura A.T.;1995).
17

(2) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus
(Laura A.T.;1995).
(3) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah. (Laura A.T.;1995).
(4) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih
dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan
Wheezing. (Karnen B .;1994).
i) Kardiovaskuler.
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak,

bising nafas

dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang
meningkat serta adanya pulsus paradoksus, (Robert P.;1994, Laura A.
T.;1995).
j) Abdomen.
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi
karena dapat merangsang serangan asthma frekwensi pernafasan, serta
adanya konstipasi karena dapat nutrisi (Hudak dan Gallo;1997, Laura
A.T.;1995).
k) Ekstrimitas.
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi
pada extremitas karena dapat merangsang serangan asthma,(Laura
A.T.;1995).
9. Analisa data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien.
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data,
mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola dari data yang terkumpul
serta membandingkan susunan atau kelompok data dengan standart nilai normal,

18

menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil dari analisa


adalah pernyataan masalah keperawatan.
10 . Diagnosa Keperawatan .
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status kesehatan
atau masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam
mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan menentukan intervensi keperawatan
untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada
pada tanggung jawabnya, (Lismidar ; 1992).

2.9 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan

bersihan

jalan

napas

yang

berhubungan

dengan

adanya

bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, sertas ekresi


mucus yang kental.
2. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan
kerja pernapasan, hipoksemi adan ancaman gagal napas.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan sama menetap
4. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan penurunan nafsu makan,
5. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
6. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernapas )
7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat
mengenai proses penyakit dan pengobatan.

19

Rencana Intervensi
Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta
sekresi mucus yang kental.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi bersihan jalan napas
kembali efektif.
kriteriaevaluasi :
-

Dapat mendemontrasikan batuk efektif

Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi

Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing (-)

Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu


napas.

Rencana Intervensi
Kaji warna,kekental dan jumlah sputum.

Rasional
Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya
obstruksi

Atur posis semi fowler

Meningkatkan ekspansi dada

Ajarkan cara batuk efektif

Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan


pengeluaran secret yang melekat di jalan napas

Bantu klien latihan napas dalam

Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan


meningkatkan gerakan secret kedalam jalan napas besar
untuk dikeluarkan.

Pertahankan intake cairan sedikitnya

Fibrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan

2500 ml /hari kecuali tidak diindikasikan

mengefektifkan pembersihan jalan napas.

Lakukan fisioterapi dada dengan teknik

Fisioterapi dada merupakans trategi untuk mengeluarkan

postural drainase, perkusi, dan fibrasi

secret.

dada
Kolaborasi pemberian oba

Kostikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan


hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding bronkus.

Kortikosteroid

Kostikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan


hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding bronkus.

Kortikosteroid

Kostikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan


hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding bronkus.

20

BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan
Asma adalah suatu gangguan pada saluran Bronkial yang mempunyai cirri-ciri
Bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan
trakeo bronchial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh factor Beberapa
Faktor risiko untuk timbulnya asma bronkial telah diketahui secara pasti, antara lain: riwayat
keluarga, tingkat social ekonomi rendah, etnis, daerah perkotaan, letak geografi tempat
tinggal, memelihara anjing atau kucing dalam rumah, terpapar asap rokok.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca, mahasiswa dan calon perawat dapat
memahami tentang makalah Asuhan Keperawatan Asma. Karena didalam Keperawatan
Asma
sangat berguna untuk mengetahui pengertian,etiologi,patologi,manifestasi
klinis,pengobatan,komplikasi, dan rencana keperawatan dalam melakukan pengkajian
Asuhan Keperawatan.

21

DAFTAR PUSAKA

Muttaqin,

Arif.2008.

Asuhan

Keperawatan

Klien

dengan

Gangguan

Sistem

Pernapasan.Salemba Medika: Jakarta


Images ( www.google.com )Di Askek Pada Tanggal 22 October 2014 Jam 17.25 Wib
Kee, Jocye L. dan Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses
Keperawatan.Jakarta : EGC.
Hudak, C. M dan B.M.Gallo.1997.Keperawatan Kiritis : Pendekatan Holistik. Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Ignatavicius, Donna D. Dan Marylin V. Bayne. 1991. Medical Surgical Nursing: A Nursing
Process Approach. Vol. 2. Philadelphia: B Saunders W. Company.
Smeltzer, S.C dan B.G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (1994). Pedoman Penatalaksanaan Asma Bronkial. CV
Infomedika Jakarta.

22

You might also like