You are on page 1of 25

LAPORAN MINI PROJECT

Upaya Peningkatkan Pengetahuan Masyarakat Mengenai Pemberantasan


Sarang Nyamuk Untuk Menanggulangi Penyakit Demam Berdarah Dengue
Di Desa Kaliancar Kecamatan Selogiri
Kabupaten Wonogiri

OLEH :
dr. Nurma Yuliyanasari
dr. Ervina Jayanti Hutabarat
PEMBIMBING :
dr. Hermanto
DOKTER INTERNSHIP WAHANA PUSKESMAS SELOGIRI
PERIODE 11 MARET 10 JULI 2013
KABUPATEN WONOGIRI
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH


Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan
subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan
pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu,
terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization

(WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi
di Asia Tenggara selain India dan Myanmar (Pusat Data dan Surveilans
Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI, 2010) ( WHO, 2009).
Di Indonesia hampir setiap tahun terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) di
beberapa daerah yang biasanya terjadi pada musim penghujan. Di Indonesia
lebih dari 35% penduduknya tinggal di daerah perkotaan dan 158.115 kasus
telah dilaporkan menderita DBD pada tahun 2007 dengan case-fatality rate
sebesar 1% (WHO, 2009). Jumlah penderita cenderung meningkat, tahun 2008
sebesar 137.469 dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 158.912. Tahun 2010
sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian akibat DBD sebesar 1.358
orang, dan pada tahun Pada tahun 2011 sampai bulan Agustus tercatat 24.362
kasus dengan 196 kematian (CFR: 0,80 %) (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang mempunyai
kategori endemis untuk penyakit DBD. Penyakit DBD di Provinsi Jawa
Tengah juga meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 sebanyak 20.565 kasus
DBD dengan jumlah kematian 329 orang,tahun 2008 sebanyak 19.307 kasus
DBD dengan jumlah kematian 229 orang dan pada tahun 2009 turun menjadi
18.728 kasus DBD, tetapi kasus yang meninggal meningkat lagi menjadi 264
orang. Insidensi ini meningkat pada tahun 2010, dengan jumlah kasus baru
19.362 penderita dan jumlah kematian 250 orang. Pada tahun 2011 jumlah
kasus DBD di Jawa Tengah turun menjadi 4.474 dan jumlah kematian 44
orang.
Selogiri adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Wonogiri yang
mengalami kejadian luar biasa kasus DBD selama tiga tahun terakhir ini
dengan jumlah kasusnya 37 penderita. Jumlah penderita cenderung meningkat.
Tahun 2011 tidak ditemukan kasus, tahun 2012 meningkat menjadi 10 kasus,

dan pada tahun 2013, dari Januari hingga april sudah tercatat 27 penderita
DBD. Meningkatnya kasus DBD tersebut ditunjang oleh rendahnya Angka
Bebas Jentik (AABJ) di Kecamatan Selogiri yang masih dibawah Target (<
95%) pada kurun waktu 3 tahun (P2 DBD Puskesmas Selogiri, 2013).
Di antara 11 desa atau kelurahan, Desa Kaliancar adalah desa dengan
kasus DBD tertinggi pada 2 tahun terakhir. Tahun 2011, tidak ditemukan
adanya penderita DBD, sementara tahun 2012 hanya 1 orang tercatat, dan pada
awal tahun 2013 (terhitung Januari April) ditemukan 8 penderita. Dari 8
kasus tersebut, 5 diantaranya berasal dari dusun Brajan, Desa Kaliancar (P2
DBD Puskesmas Selogiri, 2013). Tingginya kasus DBD di Desa Kaliancar juga
berkaitan dengan AABJ yang rendah yaitu 78% pada tahun 2013 dan
masyarakat masih berpedoman bahwa fogging adalah cara terbaik untuk
mengatasi DBD (P2 DBD Puskesmas Selogiri, 2013).
Departemen kesahatan telah mengupayakan berbagai strategi untuk
mengatasi masalah ini. Namun pada umumnya program pengendalian kasus
tersebut masih kurang berhasil, karena hampir sepenuhnya bergantung pada
pengasapan (fogging) untuk membunuh nyamuk dewasa. Hal ini membutuhkan
biaya besar, menimbulkan resistensi vektor akibat dosis yang tidak tepat, dan
tidak berdampak panjang karena jentik nyamuk tidak mati.

2. PERNYATAAN MASALAH
a. Peningkatan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue di Desa Kaliancar,
Kecamatan Selogiri pada tahun 2013 sebanyak 7 kasus.
b. Kurangnya pengetahuan masyarakat Desa Kaliancar mengenai pentingnya
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) untuk mencegah dan mengatasi
penyakit demam berdarah dengue.
c. Kurangnya pemahamam masyarakat dusun Desa Kaliancar bahwa fogging
bukanlah solusi terbaik dalam mengatasi penyakit demam berdarah dengue.
3. TUJUAN
a. UMUM
Meningkatkan derajat kesehatan penduduk dusun Brajan, desa Kaliancar,
Kecamatan Selogiri.
b. KHUSUS

1) Mengurangi jumlah kasus DBD di dusun Brajan, desa Kaliancar.


2) Meningkatkan pengetahuan masyarakat dusun Brajan, desa Kaliancar
mengenai pentingnya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) untuk
mencegah dan mengatasi penyakit demam berdarah dengue.
3) Meluruskan pemahamam masyarakat dusun Brajan, desa Kaliancar
mengenai pelaksanaan fogging dalam mengatasi penyakit demam
berdarah dengue.
4. MANFAAT
1. Manfaat Bagi Masyarakat
a. Meningkatkan pengetahuan mengenai penyebab, penyebaran, gejala,
pencegahan, dan pengobatan DBD.
b. Memiliki kesadaran untuk melakukan PSN terutama 3M (menguras,
mengubur, dan menutup) plus secara kotinyu dan serempak
c. Membantu masyarakat dalam upaya menurunkan jumlah kasus DBD
di, Desa Kaliancar, Kecamatan Selogiri.
2. Manfaat Bagi Puskesmas
a. Membantu melaksanakan program promosi kesehatan puskesmas
mengenai PSN terutama 3M (menguras, mengubur, dan menutup)
plus.
b. Membantu puskesmas dalam upaya menurunkan jumlah kasus DBD di
Selogiri.
3. Manfaat Bagi Pemerintah
a. Membantu melaksanakan program promosi kesehatan masyarakat
mengenai PSN terutama 3M (menguras, mengubur, dan menutup) plus.
b. Membantu pemerintah dalam upaya menurunkan jumlah kasus DBD di
Indonesia.
4. Manfaat Bagi Dokter Internsip
a. Memperdalam dan memperbaharui pengetahuan mengenai DBD
b. Menambah pengalaman dalam masalah ilmu kesehatan masyarakat
terutama mengenai masalah DBD yang terjadi di masyarakat baik
masyarakat luas maupun di Desa Kaliancar, Kecamatan Selogiri,
Kabupaten Wonogiri

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEMAM BERDARAH DENGUE
a. Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Penyakit ini dapat terjadi pada semua kelompok umur terutama
pada anak-anak kurang dari 15 tahun1,2.
b. Etiologi dan Vektor Penularan
Etiologi DBD adalah virus Dengue yang merupakan bagian dari famili
flaviviridae. Keempat serotipe virus Dengue (DEN-1, DEN-2,DEN-3, DEN-4)
dapat dibedakan dengan metode serologi. Infeksi pada manusia oleh salah satu
serotipe menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh
serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara terhadap
serotipe yang lain.3 Seseorang akan kebal seumur hidup terhadap serotip yang
menyerang pertama kali, namun hanya akan kebal dalam waktu 6 bulan 5
tahun terhadap serotipe virus Dengue lain 3.

Vektor peluranan penyakit ini adalah Aedes aegypti maupun Aedes


albopictus merupakan vektor penularan virus Dengue dari penderita kepada
orang lain melalui gigitan. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor
penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan di pedesaan (daerah
rural) kedua jenis spesies nyamuk Aedes tersebut berperan dalam penularan.
Namun Aedes Aegypti berkembang biak di tempat lembab dan genangan air

bersih. Sedangkan Aedes albopictus berkembang biak di lubang-lubang


pohon, dalam potongan bambu dan genangan air lainnya. Pertumbuhan dan
perkembangan telur sampai nyamuk dewasa memerlukan waktu kurang
lebih 7-14 hari1(28)1,4.

Gambar 1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti5


c. Mekanisme Penularan

Gambar 2. Cara Penularan DBD415

Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk


Aedes aegypti, nyamuk Aedes aegypti tersebut dapat mengandung virus
dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremi.
Kemudian virus yang berada di kelenjer liur akan berkembang biak dalam
waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan
kembali kepada manusia pada gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus
membutuhkan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk
hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami
viremi1(30).
d. Patogenesis dan Patofisiologi DBD

Sistem vaskuler
Hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah yang ditimbulkan oleh
kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler akibat peningkatan akut
permeabilitas vaskuler merupakan patofisiologi primer DBD dan Dengue
Shock Syndrome (DSS). Dikutip dari Gubler D.J. (1998) dalam
Soegijanto H.S. (2006), pada kasus-kasus berat terjadi penurunan volume
plasma lebih dari 20% dan hal ini didukung dengan penemuan efusi
pleura, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemi pada post mortem. Tidak
terjadi lesi destruktif yang menetap pada vaskuler menunjukkan kelainan
vaskuler hanya bersifat sementara yang diakibatkan oleh suatu mediator
respon tubuh. Tiga faktor yang terlibat dalam perubahan hemostasis pada
DBD dan DSS adalah perubahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan
koagulasi.

b) Sistem respon imun


Reaksi tubuh terhadap masuknya virus menimbulkan manifestasi klinis
demam Dengue. Virus yang masuk akan berkembang biak di dalam

sistem sirkulasi darah yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang


berlangsung selama 5 hingga 7 hari.

Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan makrofag


menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang dipaparkan oleh
makrofag tersebut akan mengaktifasi sel T-helper dan menarik makrofag
lain untuk memfagosit lebih banyak virus. Selanjutnya sel T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik untuk melisis makrofag yang sudah
memfagosit virus. Selain itu, sel T-helper juga mengaktifkan sel B yang
akan memproduksi antibodi antara lain antibodi netralisasi, antibodi
hemagglutinasi, dan antibodi fiksasi komplemen. Pada umumnya
antibodi yang muncul adalah IgG dan IgM yang mulai terbentuk pada
infeksi primer, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada
meningkat (booster effect) (Soegijanto H.S., 2006).

Antibodi terhadap virus dapat ditemukan di dalam darah sekitar


demam hari kelima, kemudian akan meningkat pada minggu pertama
sampai ketiga, dan menghilang setelah 2 hingga 3 bulan. Kinetik kadar
IgG berbeda dengan kinetik kadar IgM, oleh karena itu antibodi IgG
harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer
antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14, sedang pada infeksi
sekunder antibodi IgG meningkat pada hari ke-2. Oleh karena itu
diagnosis dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi
antibodi IgM setelah sakit hari ke -5, diagnosis infeksi sekunder dapat
ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM
yang cepat (Gubler D.J. et al., 1994 dalam Soegijanto H.S., 2006).

Hipotesis immune enhancement menjelaskan secara tidak langsung


bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat.
Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc
reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan
dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Chen K. Et al., 2009)

e. Tanda dan gejala

Infeksi virus DEN dapat menghasilkan beberapa tingkatan dari


keparahan penyakit mulai dari infeksi asimtomatik, seperti keadaan flu
(dengue fever) sampai dengan kondisi hemoragik yang dikarakterisasikan
dengan kebocoran plasma dan perdarahan hingga menyebabkan komplikasi
kematian4. Kriteria dengue antara lain :
5

Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya (dengue probable)


a) Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue
b) Demam tinggi mendadak 2-7 hari disertai 2 dari hal berikut :
- Mual, muntah
- Ruam
- Sakit dan nyeri
- Uji torniket positif
- Lekopenia
- Adanya tanda bahaya
c) Tanda bahaya adalah :
- Nyeri perut atau kelembutannya
- Muntah berkepanjangan
- Terdapat akumulasi cairan
- Perdarahan mukosa

- Letargi, lemah
- Pembesaran hati > 2 cm
- Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah
trombosit

yang

cepat.

Dengue

dengan

konfirmasi

laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak


jelas)
2) Kriteria dengue berat
a) Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS),
akumulasi cairan dengan distress pernafasan.
b) Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi
c) Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT 1000, gangguan
kesadaran, gangguan jantung dan organ lain)6.
Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji
tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat
membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30% sedangkan
spesifisitasnya mencapai 82 %. Uji Torniquet dinyatakan positif, jika
terdapat 10 atau lebih Petekie pada kulit seluas 1 inci persegi (2,5 x 2,5 cm)
di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fossa cubiti)1,4.
Oleh karena gejala DBD sangat bervariasi, maka WHO membagi 4
derajat:
Derajat I : Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan
manifestasi perdarahan spontan satu-satunya adalah uji
tourniquet positif.
Derajat II : Gejala gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit
spontan atau manifestasi perdarahan yang lebih berat.
Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulitdingin dan lembab,
gelisah,

Derajat IV: Shock berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur1.
Pada penelitian yang terbaru, terbukti dengan melakukan pemeriksaan
IL10, hitung jumlah trombosit dan hitung jumlah limfosit dari pasien akut
dapat dilakukan deteksi dini dari DBD. Pada penelitian tersebut dinyatakan
bahwa infeksi dengue (dengue fever) memiliki karakteristik yang spesifik
yaitu peningkatan jumlah trombosit (> 147.5 +103/mL). Sedangkan bila
hitung jumlah trombosit rendah (< 147.5 +103/mL) dan tingginya IL10
kemungkinan pasien tersebut DBD. Sedangkan pada kelompok

dengan

hitung jumlah trombosit, IL10 dan limfosit yang rendah (<50,50)


kemungkinan terjadi DF maupun DBD7.
f. Pemeriksaan Laboratorium

Saat ini terdapat beberapa teknik untuk mendeteksi infeksi virus dengue
yaitu kultur dan isolasi virus, RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase
Chain Reaction), serologi(IgM dan IgG anti Dengue) dan pemeriksaan
hematologi rutin8.
5

NS1 Antigen
NS1 adalah glikoprotein nonstrukturaldengan berat molekul 46-50 kD
dan merupakan glikoprotein yang sangat conserved. Pada awalnya NS1
digambarkan sebagai antigen Soluble Complement Fixing (SCF) pada
kultur sel yang terinfeksi. NS1 diperlukan untuk kelangsungan hidup
virus namun belum diketahui aktivitas biologisnya. Dari bukti yang
sudah ada menunjukkan bahwa NS1 terlibat dalam proses replikasi virus.
NS1 sendiri dihasilkan dalam 2 bentuk yaitu membran associated dan
secreted form. Selama infeksi sel, NS1 ditemukan berkaitan dengan
organel-organel intrasel atau ditransfer melalui jalur sekresi ke
permukaan sel (membran sitoplasma). NS1 bukan bagian dari struktur
virus tapi diekspresikan pada permukaan sel yang terinfeksi dan memiliki

determinan-determinan yang spesifik group dan tipenya.peran NS1


dalam imunopatogenesis juga telah disampaikan berdasarkan temuan
anti-SCF antibodies dalam serum pasien-pasien dengan infeksi sekunder
tapi tidak pada infeksi primer. NS1 dengue disekresikan ke dalam sistem
sirkulasi darah. Sensitivitas pemeriksaan NS1 optimal hari ke 0-48.
2) IgM dan IgG
Pemeriksaan serologi IgM dan IgG antidengue yang secara rutin dan
relatif

mudah

dikerjakan

masih

mempunyai

keterbatasan

yaitu

ketidakmampuannya mendeteksi proses infeksi lebih awal. Antibodi IgM


akan muncul 2 sampai 6 hari setelah dimulainya gejala, sedangkan IgG
setelah 6 hari. IgG akan meningkat secara perlahan dalam beberapa
minggu. Ini umumnya yang terjadi pada infeksi primer dengue. Pada
infeksi sekunder dengue, kadar IgM kadang-kadang bisa lebih rendah
atau sulit terdeteksi sehingga dalam keadaan ini deteksi IgG menjadi
sangat penting. Kadar antibodi IgG akan cepat meningkat karena telah
adanya memori antigen dengue8.

Gambar 3. Evaluation of the sensitivity of NS1 test, IgM/IgG test and


combination of the two tests depending on day
of sampling after onset of fever8.

g. Penatalaksanaan

Tata laksana DBD sebaiknya berdasarkan berat ringanya penyakit


yang ditemukan antara lain:
5

Kasus DBD yang diperbolehkan berobat jalan.


Penderita diperbolehkan berobat jalan jika hanya mengeluh panas,
tetapi keinginan makan dan minum masih baik. Untuk mengatasi panas
diperbolehkan memberikan obat panas paracetamol. Sebagian besar
kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus DBD yang menunjukkan
manifestasi panas hari pertama dan hari kedua.

2) Kasus DBD derajat I dan II


Pada hari ke-3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini
mempunyai resiko terjadinya shock.
4) Kasus DBD derajat III dan IV
Dengue shock syndrome termasuk kasus kegawatan yang
membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu memperoleh cairan
pengganti secara cepat. Biasanya di jumpai kelainan asam basa dan
elektrolit1.

2. PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK


a. Pengertian
Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD)
adalah kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular
DBD (Aedes aegypti) di tempat tempat perkembangbiakannya 9.
b. Tujuan PSN DBD
Mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan
DBD dapat dicegah atau dikurangi9.

c. Sasaran PSN DBD


Sasaran pemberantasan sarang nyamuk DBD yaitu semua tempat
perkembangbiakan nyamuk penular DBD antara lain :
1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari.
2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari
(non-TPA).
3) Tempat penampungan air alamiah9.
d. Ukuran Keberhasilan PSN DBD
Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka
Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95 % diharapkan
penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi9.
e. Cara PSN DBD
PSN DBD dapat dilakukan dengan cara fisik, kimia, biologi dan fogging.
Secara fisik dapat dilakukan dengan cara 3M, yaitu :
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
2) Menutup rapatrapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain (M2).
3) Mengubur dan menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3)9.
Cara biologi yaitu dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala
timah, ikan gupi, ikan cupang. Sedangkan dengan cara kimiawi yaitu
dengan menggunakan larvasida yang dikenal dengan formulasi temephos,
dosis yang digunakan adalah 1ppm atau 10 gram ( 1 sendok makan peres)
untuk tiap 100 liter air yang mempunyai efek 3 bulan. Selama 3 bulan bila
tempat penampungan tersebut akan dibersihkan atau diganti airnya maka
jangan menyikat bagian dalam dinding penampungan air. Air dengan abate
tidak membahayakan dan aman bila diminum.

f. Fogging
Fogging merupakan salah satu pemberantasan dengan pengasapan
menggunakan insektisida antara lain organophospat (malathion), pyretroid
sintetic (lamda sihalotri, cypermetrin dan alfa methin). Alat yang digunakan
adalah mesin fog atau mesin ULV. Untuk membasmi penularan virus dengue
penyemprotan dilakukan dengan dua siklus dengan interval 1 minggu.
Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk yang mengandung virus
dengue (nyamuk infektif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Tapi akan
muncul nyamuk baru yang diantaranya akan menghisap penderita yang
viremia yang masih ada yang dapat menimbulkan terjadinya penularan
kembali. Keseluruhan cara tersebut di atas dikenal dengan istilah 3M
Plus(Depkes RI, 2005).
Fogging dapat berbahaya jika dilakukan tidak sesuai prosedur. Selain
bisa menyebabkan keracunan akibat menghirup gas semprotan, fogging
juga berdampak buruk bagi keseimbangan ekosistem. Selain itu asap
fogging secara tidak langsung juga bisa menempel pada makanan, bantal,
dan barang pribadi lain yang pada akhirnya juga mengakibatkan keracunan.
Keseimbangan ekosistem dapat terganggu dengan terbasminya seranggaserangga non-target yang bukan merupakan vektor DBD (Soebijoto, 2011).
Fogging sangat mencemari lingkungan dan akhirnya mencemari
manusia, disamping itu tindakan fogging harganya mahal dan hasilnya tidak
begitu signifikan, karena setiap fogging hanya fokus dengan radius 100
meter dan membutuhkan 3 liter pestisida dan 60 liter solar dan akhirnya
dengan fogging masyarakat menjadi terlena dan terjadilah resistensi.
Terdapat beberapa penelitian mengenai hubungan antara paparan
malathion dengan kejadian kelainan gastrointestinal dan ternyata ditemukan
bahwa wanita hamil yang terpapar malathion mempunyai risiko 2,5 kali
lebih besar anaknya menderita kelainan gastrointestinal. Masalah lain yang
juga pernah diteliti adalah paparan terhadap malathion ini mengakibatkan
Leukemia pada anak-anak, anemia aplastik, gagal ginjal, Defek pada bayi

baru lahir, kerusakan gen dan kromosom, kerusakan paru dan penurunan
sistem kekebalan tubuh. Malathion juga diduga mempunyai peran terhadap
28 gangguan, mulai dari gangguan gerakan sperma hingga kejadian
hiperaktif pada anak. Bahaya dari pestisida dapat menimbulkan dampak
kronis, yaitu pada :
1) Sistem syaraf, Neurotoksin: masalah ingatan yang gawat, sulit
berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, kehilangan
kesadaran dan koma
2) Sistem gastrointestina; Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah
gejala umum dari keracunan
3) Sistem kekebalan dan Keseimbangan hormon.
Adapun gejala yang sering timbul dimulai dengan sakit kepala, pusing,
mual, sakit dada, muntah-muntah, kudis, sakit otot, keringat berlebihan,
kram, diare, sulit bernafas, pandangan kabur dan akhirnya dapat
menyebabkan kematian.
Dampak jangka panjang yang ditimbulkan pestisida yaitu: karsinogenic,
mutagenic, teratogenic dan residu sisa berbahaya bagi konsumen.
Bahan tambahan lainnya pada fogging yaitu solar. Solar merupakan salah
satu bahan bakar yang berasal dari fosil. Hasil pembakaran berupa Emisi
CO, Nox, Sox. CO-Hb (dalam darah) => HbCO, seharusnya HbO2, CO
210x lebih kuat mengikat Hb dibanding O2. Dampaknya kekurangan O2.
NO2 bersifat racun, mengakibatkan radang paru-paru (sembuh 6-8 minggu),
penyumbatan bronchioli (dapat meninggal 3-5 minggu). SO2 bersifat iritan,
mudah diserap selaput lendir saluran nafas, produksi lendir berlebihan,
iritasi. Pemaparan berulang-ulang berisiko kanker saluran nafas10.
Sehingga fogging merupakan pilihan terakhir dalam pengendalian vektor,
namun masyarakat masih sering menggunakan metode ini terutama di
musim hujan saat vektor DBD sedang mengalami puncak kepadatannya 11.

BAB III
METODE
1. JENIS METODE
Kegiatan ini menggunakan metode penyuluhan langsung dengan pendekatan
kelompok. Dalam hal ini penyuluhan ditujukan kepada kelompok kader dan
posyandu lansia di Desa Kaliancar, Kecamatan Selogiri.
A. WAKTU
Penyuluhan langsung dilaksanakan bersamaan dengan posyandu lansia di
Desa Kaliancar, Kecamatan Selogiri yaitu pada hari Rabu tanggal 25 April
2013 mulai pukul 10.00 WIB hingga 12.00 WIB.
B. TEMPAT
Tempat penyuluhan adalah balai Desa Jendi, Kecamatan Selogiri.
C. TARGET SASARAN
Sasaran pada kegiatan ini adalah seluruh kader dan peserta posyandu lansia di
Desa Kaliancar, Kecamatan Selogiri.
D. JUMLAH SASARAN
Jumlah sasaran pada kegiatan ini adalah ..orang sejumlah kader di Desa
Jendi, Kecamatan Selogiri.

BAB IV
HASIL
1. PROFIL KOMUNITAS UMUM
2. DATA GEOGRAFIS
A. KECAMATAN SELOGIRI

Wilayah Puskesmas Kecamatan Selogiri mempunyai wilayah kinerja


10 desa dan 1 kelurahan dan merupakan daerah pegunungan berbukit
dengan ketinggian rata-rata 460 m di atas permukaan laut. Batas-batas
wilayah sebagai berikut :
1) Sebelah Barat berbatasan dengan Puskesmas Bulu Sukoharjo
2) Sebelah Utara berbatasan dengan Puskesmas Nguter Sukoharjo
3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Puskesmas Manyaran Wonogiri
4) Sebelah Timur berbatasan dengan Puskesmas Puskesmas Wonogiri I
Adapun peta wilayah Kecamatan Selogiri adalah sebagai berikut

B. WILAYAH KELURAHAN KALIANCAR


Luas wilayah Kelurahan kaliancar 320.8260 Ha, dan terdiri dari 11 dusun dan
23 RT. Adapun batas- batas wilayahnya adalah
a. Barat
: Desa Jaten dan Jendi
b. Utara
: Desa Gemantar
c. Timur : Wonokarto Wonogiri dan Desa Gemantar
d. Selatan : Desa pare dan Giriwono Wonogiri
Berikut adalah Peta Wilayah Kelurahan Kaliancar

Pembagian wilayah kerja Kelurahan kaliancar terdiri dari :


1. 10 RW yaitu :
- RW I Gunung Wijil
- RW II Josutan
- RW III kaliancar
- RW IV Garon
- RW V Brajan
- RW VI Pancuran
- RW VII Brumbung
- RW VIII Gunung gadung
- RW IX Perum Pancuran
- RW X klampisan
2. RT : 23 Buah

3. DATA DEMOGRAFIK

Kelurahan Kaliancar memiliki jumlah penduduk sebesar 5.607 jiwa, dengan


komposisi laki-laki 2.938, dan perempuan 2.669 jiwa.
A. Komposisi penduduk menurut variable kelompok umur dan jenis kelamin
kelurahan kaliancar Tahun 2012

NO
1
2
3
4
5
6
7

UMUR
0-6 tahun
7-12 tahun
13-18 tahun
19-24 tahun
25-55 tahun
56-79 tahun
80 tahun keatas
JUMLAH

JUMLAH

468
347
297
398
772
656

432
262
293
378
537
767

900
609
590
776
1.309
1.423

2.938

2.669

5.607

B. Komposisi Penduduk menurut pendidikan 5 tahun keatas kelurahan


kaliancar tahun 2010
1) Tamat akademi/PT : 541 orang
2) Tamat SLTA
: 1534 orang
3) Tamat SLTP
: 1018 orang
4) Tamat SD
: 1068 orang
5) Tidak tamat SD
: 0 orang
6) Belum tamat SD
: 600 orang
7) Tidak sekolah:
: 157 orang
C. Mata pencaharian penduduk bagi umur 10 tahun keatas
1) Petani sendiri
: 627 orang
2) Buruh tani
: 627 orang
3) Pengusaha sedang / besar : 39 orang
4) Buruh bangunan
: 525 orang
5) Buruh industri
: 9 orang
6) Pedagang
: 622 orang
7) Pengangkutan
: 502 orang
8) PNS
: 207 orang
9) ABRI
: 72 orang
10) Pensiunan
: 1242 orang
D. Mutasi penduduk Kelurahan kaliancar tahun 2012
NO
1

STATUS
Pindah

JUMLAH

2
3
4
5

Datang
Lahir
Mati > 5 tahun
Mati < 5 tahun

1
6
1
1

1
4
3
-

2
10
4
1

JUMLAH

4. SUMBER DAYA KESEHATAN YANG ADA


a. Petugas
1) Bidan Desa
: 1 orang
2) Kader PKD
: 1 orang
b. Potensi:
1) Dokter umum
:1orang
2) Dokter Spesialis Dalam
: 1 orang
3) Bidan
: 3 orang
4) Perawat
: 7 orang
5) Kader Posyandu
: 50 orang
c. Jumlah kelompok potensial terkait
1) Kepemudaan (di tiap-tiap RT sudah ada kelompok karang taruna yang
mengadakan kegiatan pertemuan rutin setiap 1 bulan sekali)
2) Koperasi ada 23 koperasi di 23 RT
5. SARANA PELAYANAN KESEHATAN YANG ADA
a. Rumah sakit
: 3 buah
1) Rumah sakit swasta
: 1 buah
2) RS Khusus anak
: 1 buah
3) RS Bersalin
: 1 buah
b. BPS
: 3 buah
c. Puskesmas
: 1 buah
d. PKD
: 1 buah
1) Posyandu lansia
: 10 buah
2) Posyandu balita
: 10 buah
6. DATA KESEHATAN MASYARAKAT
a. Prevalensi masalah kesehatan masyarakat sebelum dan sesudah
intervensi
1) Masalah Kesehatan Masyarakat Sebelum Intervensi
Berdasarkan anamnesa dengan penduduk setempat dan penyelidikan
epidemiologi yang kami lakukan, kami menemukan beberapa masalah
kesehatan pada desa kaliancar, masalah tersebut adalah
a) Wilayah desa Kaliancar memiliki satu aliran sungai yang masih tidak
terawat, banyak sampah dan tanaman liar yang tidak terurus.

b) Kebiasaan masyarakat yang masih gemar membuang sampah di


sekitar sungai.
c) Kesadaran masyarakat masih cukup rendah, terlihat dari angka bebas
jentik masyarakat yang masih rendah.
d) Desa Brajan memiliki pemukiman yang padat penduduk dengan
penataan tempat tinggal yang tidak rapi.
e) Tingkat pendidikan yang masih rendah
f) Kasus DBD yang meningkat tiga tahun terakhir
a.Kasus DBD Desa Kaliancar Tiga Tahun Terakhir
Masalah Kesehatan

Tahun
2011

2012

2013

Kasus DBD

ABJ (Angka Bebas Jentik)

82%

80%

78%

Berdasarkan penyelidikan epidemiologi yang dilakukan diperoleh


data kasus DBD pada tahun 2013
2) Masalah Kesehatan Masyarakat Sebelum Intervensi
b. Perilaku kesehatan masyarakat sebelum dan sesudah intervensi

BAB V
DISKUSI
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
2. WHO

You might also like