Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
dr. Nurma Yuliyanasari
dr. Ervina Jayanti Hutabarat
PEMBIMBING :
dr. Hermanto
DOKTER INTERNSHIP WAHANA PUSKESMAS SELOGIRI
PERIODE 11 MARET 10 JULI 2013
KABUPATEN WONOGIRI
BAB I
PENDAHULUAN
(WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi
di Asia Tenggara selain India dan Myanmar (Pusat Data dan Surveilans
Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI, 2010) ( WHO, 2009).
Di Indonesia hampir setiap tahun terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) di
beberapa daerah yang biasanya terjadi pada musim penghujan. Di Indonesia
lebih dari 35% penduduknya tinggal di daerah perkotaan dan 158.115 kasus
telah dilaporkan menderita DBD pada tahun 2007 dengan case-fatality rate
sebesar 1% (WHO, 2009). Jumlah penderita cenderung meningkat, tahun 2008
sebesar 137.469 dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 158.912. Tahun 2010
sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian akibat DBD sebesar 1.358
orang, dan pada tahun Pada tahun 2011 sampai bulan Agustus tercatat 24.362
kasus dengan 196 kematian (CFR: 0,80 %) (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang mempunyai
kategori endemis untuk penyakit DBD. Penyakit DBD di Provinsi Jawa
Tengah juga meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 sebanyak 20.565 kasus
DBD dengan jumlah kematian 329 orang,tahun 2008 sebanyak 19.307 kasus
DBD dengan jumlah kematian 229 orang dan pada tahun 2009 turun menjadi
18.728 kasus DBD, tetapi kasus yang meninggal meningkat lagi menjadi 264
orang. Insidensi ini meningkat pada tahun 2010, dengan jumlah kasus baru
19.362 penderita dan jumlah kematian 250 orang. Pada tahun 2011 jumlah
kasus DBD di Jawa Tengah turun menjadi 4.474 dan jumlah kematian 44
orang.
Selogiri adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Wonogiri yang
mengalami kejadian luar biasa kasus DBD selama tiga tahun terakhir ini
dengan jumlah kasusnya 37 penderita. Jumlah penderita cenderung meningkat.
Tahun 2011 tidak ditemukan kasus, tahun 2012 meningkat menjadi 10 kasus,
dan pada tahun 2013, dari Januari hingga april sudah tercatat 27 penderita
DBD. Meningkatnya kasus DBD tersebut ditunjang oleh rendahnya Angka
Bebas Jentik (AABJ) di Kecamatan Selogiri yang masih dibawah Target (<
95%) pada kurun waktu 3 tahun (P2 DBD Puskesmas Selogiri, 2013).
Di antara 11 desa atau kelurahan, Desa Kaliancar adalah desa dengan
kasus DBD tertinggi pada 2 tahun terakhir. Tahun 2011, tidak ditemukan
adanya penderita DBD, sementara tahun 2012 hanya 1 orang tercatat, dan pada
awal tahun 2013 (terhitung Januari April) ditemukan 8 penderita. Dari 8
kasus tersebut, 5 diantaranya berasal dari dusun Brajan, Desa Kaliancar (P2
DBD Puskesmas Selogiri, 2013). Tingginya kasus DBD di Desa Kaliancar juga
berkaitan dengan AABJ yang rendah yaitu 78% pada tahun 2013 dan
masyarakat masih berpedoman bahwa fogging adalah cara terbaik untuk
mengatasi DBD (P2 DBD Puskesmas Selogiri, 2013).
Departemen kesahatan telah mengupayakan berbagai strategi untuk
mengatasi masalah ini. Namun pada umumnya program pengendalian kasus
tersebut masih kurang berhasil, karena hampir sepenuhnya bergantung pada
pengasapan (fogging) untuk membunuh nyamuk dewasa. Hal ini membutuhkan
biaya besar, menimbulkan resistensi vektor akibat dosis yang tidak tepat, dan
tidak berdampak panjang karena jentik nyamuk tidak mati.
2. PERNYATAAN MASALAH
a. Peningkatan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue di Desa Kaliancar,
Kecamatan Selogiri pada tahun 2013 sebanyak 7 kasus.
b. Kurangnya pengetahuan masyarakat Desa Kaliancar mengenai pentingnya
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) untuk mencegah dan mengatasi
penyakit demam berdarah dengue.
c. Kurangnya pemahamam masyarakat dusun Desa Kaliancar bahwa fogging
bukanlah solusi terbaik dalam mengatasi penyakit demam berdarah dengue.
3. TUJUAN
a. UMUM
Meningkatkan derajat kesehatan penduduk dusun Brajan, desa Kaliancar,
Kecamatan Selogiri.
b. KHUSUS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEMAM BERDARAH DENGUE
a. Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Penyakit ini dapat terjadi pada semua kelompok umur terutama
pada anak-anak kurang dari 15 tahun1,2.
b. Etiologi dan Vektor Penularan
Etiologi DBD adalah virus Dengue yang merupakan bagian dari famili
flaviviridae. Keempat serotipe virus Dengue (DEN-1, DEN-2,DEN-3, DEN-4)
dapat dibedakan dengan metode serologi. Infeksi pada manusia oleh salah satu
serotipe menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh
serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara terhadap
serotipe yang lain.3 Seseorang akan kebal seumur hidup terhadap serotip yang
menyerang pertama kali, namun hanya akan kebal dalam waktu 6 bulan 5
tahun terhadap serotipe virus Dengue lain 3.
Sistem vaskuler
Hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah yang ditimbulkan oleh
kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler akibat peningkatan akut
permeabilitas vaskuler merupakan patofisiologi primer DBD dan Dengue
Shock Syndrome (DSS). Dikutip dari Gubler D.J. (1998) dalam
Soegijanto H.S. (2006), pada kasus-kasus berat terjadi penurunan volume
plasma lebih dari 20% dan hal ini didukung dengan penemuan efusi
pleura, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemi pada post mortem. Tidak
terjadi lesi destruktif yang menetap pada vaskuler menunjukkan kelainan
vaskuler hanya bersifat sementara yang diakibatkan oleh suatu mediator
respon tubuh. Tiga faktor yang terlibat dalam perubahan hemostasis pada
DBD dan DSS adalah perubahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan
koagulasi.
- Letargi, lemah
- Pembesaran hati > 2 cm
- Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah
trombosit
yang
cepat.
Dengue
dengan
konfirmasi
Derajat IV: Shock berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur1.
Pada penelitian yang terbaru, terbukti dengan melakukan pemeriksaan
IL10, hitung jumlah trombosit dan hitung jumlah limfosit dari pasien akut
dapat dilakukan deteksi dini dari DBD. Pada penelitian tersebut dinyatakan
bahwa infeksi dengue (dengue fever) memiliki karakteristik yang spesifik
yaitu peningkatan jumlah trombosit (> 147.5 +103/mL). Sedangkan bila
hitung jumlah trombosit rendah (< 147.5 +103/mL) dan tingginya IL10
kemungkinan pasien tersebut DBD. Sedangkan pada kelompok
dengan
Saat ini terdapat beberapa teknik untuk mendeteksi infeksi virus dengue
yaitu kultur dan isolasi virus, RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase
Chain Reaction), serologi(IgM dan IgG anti Dengue) dan pemeriksaan
hematologi rutin8.
5
NS1 Antigen
NS1 adalah glikoprotein nonstrukturaldengan berat molekul 46-50 kD
dan merupakan glikoprotein yang sangat conserved. Pada awalnya NS1
digambarkan sebagai antigen Soluble Complement Fixing (SCF) pada
kultur sel yang terinfeksi. NS1 diperlukan untuk kelangsungan hidup
virus namun belum diketahui aktivitas biologisnya. Dari bukti yang
sudah ada menunjukkan bahwa NS1 terlibat dalam proses replikasi virus.
NS1 sendiri dihasilkan dalam 2 bentuk yaitu membran associated dan
secreted form. Selama infeksi sel, NS1 ditemukan berkaitan dengan
organel-organel intrasel atau ditransfer melalui jalur sekresi ke
permukaan sel (membran sitoplasma). NS1 bukan bagian dari struktur
virus tapi diekspresikan pada permukaan sel yang terinfeksi dan memiliki
mudah
dikerjakan
masih
mempunyai
keterbatasan
yaitu
g. Penatalaksanaan
f. Fogging
Fogging merupakan salah satu pemberantasan dengan pengasapan
menggunakan insektisida antara lain organophospat (malathion), pyretroid
sintetic (lamda sihalotri, cypermetrin dan alfa methin). Alat yang digunakan
adalah mesin fog atau mesin ULV. Untuk membasmi penularan virus dengue
penyemprotan dilakukan dengan dua siklus dengan interval 1 minggu.
Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk yang mengandung virus
dengue (nyamuk infektif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Tapi akan
muncul nyamuk baru yang diantaranya akan menghisap penderita yang
viremia yang masih ada yang dapat menimbulkan terjadinya penularan
kembali. Keseluruhan cara tersebut di atas dikenal dengan istilah 3M
Plus(Depkes RI, 2005).
Fogging dapat berbahaya jika dilakukan tidak sesuai prosedur. Selain
bisa menyebabkan keracunan akibat menghirup gas semprotan, fogging
juga berdampak buruk bagi keseimbangan ekosistem. Selain itu asap
fogging secara tidak langsung juga bisa menempel pada makanan, bantal,
dan barang pribadi lain yang pada akhirnya juga mengakibatkan keracunan.
Keseimbangan ekosistem dapat terganggu dengan terbasminya seranggaserangga non-target yang bukan merupakan vektor DBD (Soebijoto, 2011).
Fogging sangat mencemari lingkungan dan akhirnya mencemari
manusia, disamping itu tindakan fogging harganya mahal dan hasilnya tidak
begitu signifikan, karena setiap fogging hanya fokus dengan radius 100
meter dan membutuhkan 3 liter pestisida dan 60 liter solar dan akhirnya
dengan fogging masyarakat menjadi terlena dan terjadilah resistensi.
Terdapat beberapa penelitian mengenai hubungan antara paparan
malathion dengan kejadian kelainan gastrointestinal dan ternyata ditemukan
bahwa wanita hamil yang terpapar malathion mempunyai risiko 2,5 kali
lebih besar anaknya menderita kelainan gastrointestinal. Masalah lain yang
juga pernah diteliti adalah paparan terhadap malathion ini mengakibatkan
Leukemia pada anak-anak, anemia aplastik, gagal ginjal, Defek pada bayi
baru lahir, kerusakan gen dan kromosom, kerusakan paru dan penurunan
sistem kekebalan tubuh. Malathion juga diduga mempunyai peran terhadap
28 gangguan, mulai dari gangguan gerakan sperma hingga kejadian
hiperaktif pada anak. Bahaya dari pestisida dapat menimbulkan dampak
kronis, yaitu pada :
1) Sistem syaraf, Neurotoksin: masalah ingatan yang gawat, sulit
berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, kehilangan
kesadaran dan koma
2) Sistem gastrointestina; Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah
gejala umum dari keracunan
3) Sistem kekebalan dan Keseimbangan hormon.
Adapun gejala yang sering timbul dimulai dengan sakit kepala, pusing,
mual, sakit dada, muntah-muntah, kudis, sakit otot, keringat berlebihan,
kram, diare, sulit bernafas, pandangan kabur dan akhirnya dapat
menyebabkan kematian.
Dampak jangka panjang yang ditimbulkan pestisida yaitu: karsinogenic,
mutagenic, teratogenic dan residu sisa berbahaya bagi konsumen.
Bahan tambahan lainnya pada fogging yaitu solar. Solar merupakan salah
satu bahan bakar yang berasal dari fosil. Hasil pembakaran berupa Emisi
CO, Nox, Sox. CO-Hb (dalam darah) => HbCO, seharusnya HbO2, CO
210x lebih kuat mengikat Hb dibanding O2. Dampaknya kekurangan O2.
NO2 bersifat racun, mengakibatkan radang paru-paru (sembuh 6-8 minggu),
penyumbatan bronchioli (dapat meninggal 3-5 minggu). SO2 bersifat iritan,
mudah diserap selaput lendir saluran nafas, produksi lendir berlebihan,
iritasi. Pemaparan berulang-ulang berisiko kanker saluran nafas10.
Sehingga fogging merupakan pilihan terakhir dalam pengendalian vektor,
namun masyarakat masih sering menggunakan metode ini terutama di
musim hujan saat vektor DBD sedang mengalami puncak kepadatannya 11.
BAB III
METODE
1. JENIS METODE
Kegiatan ini menggunakan metode penyuluhan langsung dengan pendekatan
kelompok. Dalam hal ini penyuluhan ditujukan kepada kelompok kader dan
posyandu lansia di Desa Kaliancar, Kecamatan Selogiri.
A. WAKTU
Penyuluhan langsung dilaksanakan bersamaan dengan posyandu lansia di
Desa Kaliancar, Kecamatan Selogiri yaitu pada hari Rabu tanggal 25 April
2013 mulai pukul 10.00 WIB hingga 12.00 WIB.
B. TEMPAT
Tempat penyuluhan adalah balai Desa Jendi, Kecamatan Selogiri.
C. TARGET SASARAN
Sasaran pada kegiatan ini adalah seluruh kader dan peserta posyandu lansia di
Desa Kaliancar, Kecamatan Selogiri.
D. JUMLAH SASARAN
Jumlah sasaran pada kegiatan ini adalah ..orang sejumlah kader di Desa
Jendi, Kecamatan Selogiri.
BAB IV
HASIL
1. PROFIL KOMUNITAS UMUM
2. DATA GEOGRAFIS
A. KECAMATAN SELOGIRI
3. DATA DEMOGRAFIK
NO
1
2
3
4
5
6
7
UMUR
0-6 tahun
7-12 tahun
13-18 tahun
19-24 tahun
25-55 tahun
56-79 tahun
80 tahun keatas
JUMLAH
JUMLAH
468
347
297
398
772
656
432
262
293
378
537
767
900
609
590
776
1.309
1.423
2.938
2.669
5.607
STATUS
Pindah
JUMLAH
2
3
4
5
Datang
Lahir
Mati > 5 tahun
Mati < 5 tahun
1
6
1
1
1
4
3
-
2
10
4
1
JUMLAH
Tahun
2011
2012
2013
Kasus DBD
82%
80%
78%
BAB V
DISKUSI
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
2. WHO