Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syok adalah suatu sindroma klinis dimana terdapat kegagalan dalam hal mengatur
peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh kehilangan cairan (hipovolemik),
Karena kegagalan pompa atau karena perubahan resistensi vaskuler perifer.
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis yang
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik yang
bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan.
Setiap keadaan yang mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan oksigen jaringan,
baik karena suplainya berkurang atau kebutuhannya yang meningkat, menimbulkan tandatanda syok. Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis maupun
laboratorium yang jelas yang merupakan akibat dari berkurangnya perfusi jaringan. Syok
mempengaruhi kerja organ-organ vital dan penanganannya memerlukan pemahaman tentang
patofisiologi syok.
Syok bersifat progresif dan terus memburuk. Lingkaran setan dari kemunduran yang
progresif akan mengakibatkan syok jika tidak ditangani sesegera mungkin.
Dalam menanggulangi syok hal yang harus diketahui yaitu kemungkinan penyebab
syok tersebut. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan langsung dengan
mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma dan yang
tersering adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi
pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat
disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat serta medula spinalis. Syok septik juga harus
dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan
pertolongan.
Syok juga dapat di akibatkan karena hilangnya cairan dalam jumlah yang banyak.
Kehilangan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel sehingga terjadi
penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi penurunan hantaran oksigen
kejaringan tubuh. Pada renjatan karena perdarahan, selain terjadi penurunan cardiac output
juga terjadi pengurangan haemoglobin, sehingga transport dari oksigen ke jaringan makin
berkurang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Syok
Syok merupakan kondisi manifestasi perubahan hemodinamik (contoh hipotensi,
takikardia, rendahnya curah jantung [cardiac output, CO] dan oliguria) disebabkan oleh
defisit volume intravaskular, gagal pompa miokardial (syok kardiogenik), atau vasodilatasi
periferal (septik, anafilaktik, atau syok neurogenik). Berdasarkan masalah pada situasi ini
perfusi jaringan tidak cukup sebagai hasil dari kegagalan sirkulatori.
2.2 Jenis Syok
a) Syok Hipovolemik
Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga syok hipovolemik
berarti syok yang di sebabkan oleh berkurangnya volume intravaskuler. Di Indonesia
shock pada anak paling sering disebabkan oleh gastroenteritis dan dehidrasi, dan shock
perdarahan paling jarang, begitupun shock karena kehilangan plasma pada luka bakar dan
shock karena translokasi cairan. Adapun penyebabnya adalah :
1. Perdarahan
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi usus dan lain-lain
b) Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi
ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu
menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Syok
kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai
adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa
nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau
sekat jantung. Adapun penyebabnya adalah :
1. Aritmia
2. Bradikardi / takikardi
3. Gangguan fungsi miokard
3
kanan
pada
medula
spinalis
seperti
penggunaan
obat
anestesi
spinal/lumbal.
Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
e) Syok Anafilaksis
Adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi sirkulasi.
Anafilaksis merupakan kondisi alergi di mana curah jantung dan tekanan arteri
seringkali menurun dengan hebat. Adapun penyebabnya adalah :
o Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah.
o Allergen immunotherapy
o Gigitan atau sengatan serangga
o Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG), serum, NSAID
o Latex
o Vaksin
o Exercise induce
Anafilaksis idiopatik : anafilaksis yang terjadi berulang tapa diketahui
penyebabnya meskipun sudah dilakukan evaluasi/observasi dan challenge test, diduga
karena kelainan pada sel mast yang menyebabkan pengeluaran histamine.
3. Tahap irreversible
Jika tidak dilakukan intervensi, proses tersebut akhirnya memasuki tahap irreversible.
Jejas sel yang meluas tercermin oleh adanya kebocoran enzim lisososm, yang semakin
memperberat keadaan syok. Fungsi kontraksi miokard akan memburuk yang
sebagiannya disebabkan oleh sintesis nitrit oksida. Pada tahap ini, klien mempunyai
ginjal yang sama sekali tidak berfungsi akibat nekrosis tubular akut dan meskipun
dilakukan upaya yang hebat, kemunduran klinis yang terus terjadi hamper secara pasti
menimbulkan kematian.
- Fungsi ginjal dapat diestimasi secara keseluruhan dengan pengukuran keluarnya urin
per jam tetapi estimasi bersihan kreatinin serum yang terisolasi secara analitik penderita
yang sakitakan memberikan hasil eror. Penurunan perfusi renal dan pelepasan
aldosteron sebagai akibat dari retensi natrium dan kemudian rendahnya natrium urin
(UNa kurang dari 30 mEq/L).
Tabel 14.1. Parameter Pengawasan Hemodinamik dan Transport Oksigen
Parameter
Nilai Normal
Tekanan darah sistol/diastol (Blood Pressure, BP) 100-130/70-85 mmHg
Rata-rata tekanan arteri (Mean Arterial Pressure, 80-100 mmHg
MAP)
Tekanan arteri pulmonal (Pulmonary Artery 25/20 mmHg
Pressure, PAP)
Rata-rata tekanan arteri pulmonal (Mean 12-15 mmHg
Pulmonary Artery Pressure, MPAP)
Tekanan vena sentral (Central Venous Pressure, 2-6 mmHg
CVP)
Tekanan oklusi arteri pulmonal (Pulmonary 8-12 mmHg (normal), 15-18 mmHg
Artery Occlusion Pressure, PAOP)
(ICU)
Detak jantung (Heart Rate, HR)
60-80 detak/menit
Curah jantung (Cardiac Output, CO)
4-7 L/menit)
Indeks Jantung (cardiac Input, CI)
2,8-3,6 L/menit/m2
Indeks Stroke Volume (Stroke Volume Index, 30-50-mL/m2
SVI)
Indeks resistensi vaskular sistemik (Systemic 1300-2100 dyne.detik/ m2cm5
Vascular Resistance Index, SVRI)
Indeks resistensi vaskular pulmonal (Pulmonary 45-225 dyne.detik/ m2cm5
Vascular Resistance Index, PVRI)
Saturasi oksigen arteri (Arterial Oxygen 97 % (95%-100%)
Saturation, SaO2)
Saturasi oksigen vena campuran (Mixed Venous 75% (60%-80%)
Oxygen Saturation, SvO2)
Kandungan oksigen arteri (Arterial Oxygen 20,1% vol. (19-21)
Content, CaO2)
Kandungan oksigen vena (Venous Oxygen 15,5% vol (11,5-16,5)
Content, CvO2)
Perbedaan kandungan oksigen (Oxygen Content 5% vol. (4-6)
Difference, C(a-v)O2)
Indeks
penggunaan
oksigen
(Oxygen 131 mL/menit/m2 (100-180)
Consumption Index, VO2)
Indeks penyakuran oksigen (oxygen Consumption 578 mL/menit/m2 (370-730)
Index,DO2)
Rasio ekstraksi oksigen (Oxygen Extraction Ratio, 25% (22%-30%)
O2ER)
pH intermukosa (intramucosal pH, pHi)
7,40 (7,35-7,45)
Indeks
Parameter yang diindeks dari luas
permukaan tubuh
9
- Pada individu normal, konsumsi oksigen (Vo2) bergantung pada penghantaran oksigen
(DO2) hingga pada tahap kritis tertentu (ketergantungan aliran (V O2). Pada bagian ini
penerimaan oksigen di jaringan terpisah dengan baik dan lebih jauhnya peningkatan
DO2 tidak akan merubah VO2 (ketidaktergantungan aliran). Bagaimanapun, uji pada
penderita yang sakit akan menunjukkan kelanjutan, patologi ketergantungan hubungan
DO2 dan VO2. Indeks parameter ini dikalkulasikan sebagai berikut: DO2 =
- CI x CaO2 dan VO2 = CI x (CaO2 CVO2), dimana CI adalah indeks jantung, CaO2 adalah
kandungan oksigen, dan CVO2 gabungan oksigen di vena. Saat ini data yang ada tidak
mendukung konsep bahwa bertahannya penderita dirubah oleh penanganan yang
langsung mendapatkan level supranormal dari DO2 dan VO2.
- Rasio VO2 terhadap DO2 (rasio ekstraksi oksigen, O2ER) dapat digunakan untuk
mengestimasi kebutuhan perfusi dan respon metabolik. Penderita yang dapat
meningkatkan VO2 saat DO2 diturunkan dapat dikatakan penderita tersebut mampu
bertahan. Tetapi, rendahnya nilai VO2 dan O2ER menyatakan rendahnya penggunaan
oksigen dan mengarah ke mortalitas.
- Laktat serum dapat digunakan sebagai pengukuran lain untuk oksigenasi jaringan dan
dapat menunjukkan korelasi yang baik daripada parameter oksigen transport pada
beberapa penderita.
- Tonometry gastrik mengukur PCO2 usus luminal pada kesetimbangan dengan mengatur
suatu balon permeabel yang berisi gas saline pada lumen gastrik. Peningkatan PCO2 di
mukosal dan penurunan pH intramukosal (pHi) disertai dengan hipoperfusi mukosal
dan mungkin dapat meningkatkan mortalitas. Tetapi manifestasi gangguan respiratori
asam-basa, pemberian bikarbonat secara sistemik, pengukuran eror pada gas di daerah
arteri, masuknya cairan konsumsi, dan darah atau feces di usus dapat membingungkan
determinasi pHi. Kebanyakan para ahli percaya bahwa PCO2 mukosal gastrik lebih
akurat dibandingkan pHi.
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Terapi Syok
Tujuan utamanya adalah membantu penghantaran oksigen melalui sistem sirkulasi
dengan memastikan volum plasma intravaskular efektif, kapasitas pembawa oksigen yang
optimal, BP yang sesuai saat keputusan diagnostik dan strategi terapi dideterminasi.
3.2 Pendekatan Umum
Gambar 1 menunjukkan prosedur pendekatan langsung pada penderita orang dewasa
dengan hipovolemia.
Suplementasi oksigen sebaiknya diutamakan pada gejala awal syok mulai dari 4
sampai 6 L/menit melalui kanula hidung atau 6 sampai 10 L/menit melalui masker
wajah.
Cairan yang cukup untuk pemulihan diberiakan untuk menjaga sirkulasi volum darah
sangat penting untuk menangangi segala bentuk syok. Pilihan terapetik yang berbeda
didiskusikan di bawah ini.
Jika pemberian cairan tidak mendapatkan hasil akhir yang baik maka dukungan
farmakologi dengan inotropik dan obat vasoaktif sangat aktif.
11
Ya
Pemantauan secara
kontinyu dan periodik
Ya
Kemungkinan GJ
dekompensasi
Pemantauan secara
kontinyu dan periodik
Ya
Tidak
Tekanan darah
sistolik < 90
Ya
Tidak
Ya
Dopamin 5 g/kg/min +
pertimbangan untuk
kateter arteri pulmonal
Dobutamin 2 g/kg/min
+ pertimbangan untuk
kateter arteri pulmonal
Berat < 60 kg
Tidak
Ya
Dipertimbangkan 250 ml
albumin 5% + kateter
arteri pulmonal
Dipertimbangkan 500 ml
albumin 5% + kateter
arteri pulmonal
Ya
Dopamin 5 g/kg/min
+ pertimbangan untuk
kateter arteri pulmonal
Tidak
Tidak
12
B
Perfusi jaringan secara kontinyu tidak
memadai tetapi toleransi dalam
pemberian caian (contoh: tidak ada
bukti udem paru-paru
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Dobutamin 2
mcg/kg/menit (jika dalam
penanganan dopamin,
coba turunkan dosis jadi 3
mcg/kg/menit)
Lanjutkan
assesmen periodik
Tidak
Lanjutkan
assesmen periodik
HF, gagal jantung; LR, larutan Ringer Laktat. Koloid dapat diganti untuk albumin adalah
hetastrach 6% dan dekstran 40.
3.3 Resusitasi Cairan Untuk Syok Hipovolemik
Cairan pemulih utama mengandung kristaloid isotonic (0,9% natrium klorida atau
cairan Ringer laktat), koloid (5% plasmanat atau albumin, 6% hetastarch), atau
darah keseluruhan. Pilihan larutan ini berdasarkan pada kapasitas pembawa oksigen
(contoh, hemoglobin, hematokrit), penyebab syok hipovolemik, penyakit suplemen,
tingkatan kehilangan cairan tubuh, dan mendapatkan penghantaran cairan dengan cepat.
Kebanyakan para ahli setuju bahwa kristaloid lebih baik dari koloid sebagai terapi
utama untuk penderita luka bakar karena kurangnya kemungkinan yang menyebabkan
akumulasi cairan interstsial. Jika volum resusitasi suboptimal disertai dengan beberapa
liter kristaloid, penggunaan koloid juga dipertimbangkan. Beberapa Penderita dapat
menerima produk darah untuk menjaga kapasitas penghantaran oksigen sebagai faktor
pembekuan darah dan platelet untuk hemostasis darah.
3.4 Kristaloid
Kristaloid mengandung elektrolit (contoh Na +, Cl, dan K +) dalam larutan air tanpa
atau dengan dekstrosa. larutan ringer laktat mungkin lebih disukai karena tidak
menyebabkan metabolik asidosis hiperkloremik melalui infus atau saline normal
dalam jumlah besar.
Kristaloid diberikan dengan laju 500-2000 mL / jam, pemberian ini tergantung pada
tingkat keparahan defisit, tingkat kehilangan cairan yang sedang berlangsung, dan
toleransi terhadap volume infus. Biasanya 2 sampai 4 L kristaloid menormalkan
volume intravaskular.
Kerugian utama adalah besarnya volume yang diperlukan untuk mengganti atau
menambah volume intravaskular. Sekitar 4 L saline normal harus diinfuskan untuk
mengganti kehilangan 1 L darah. Selain itu, cairan tekanan onkotik koloid
menyebabkan edema paru lebih mungkin untuk mengikuti kristaloid dibandingkan
resusitasi koloid.
14
3.5 Koloid
Koloid adalah larutan dengan bobot molekul yang cukup besar (> 30000 dalton) telah
direkomendasikan untuk digunakan bersama dengan atau sebagai pengganti larutan
kristaloid. Albumin adalah koloid monodisperse karena semua molekulnya memiliki
bobot molekul yang sama, sedangkan hetastrach dan dekstran merupakan larutan
hidroksietil majemuk polidispersi dengan bobot molekul yang bervariasi. Koloid
sangat berguna karena dapat meningkatkan bobot molekul serta waktu retensi
intravaskular (tidak adanya peningkatan permeabilitas kapilari). Meskipun dengan
semua permeabilitas kapilari, molekul koloid pada akhirnya akan melalui membran
kapilari.
Konsentrasi Albumin 5% dan 25% tersedia. Hal ini membutuhkan sekitar tiga sampai
empat kali lebih banyak larutan ringer laktat atau larutan saline nomal untuk
pembesaran
Dekstran 40, dekstran 70, dan dekstran 75 tersedia untuk peningkat plasma (angka
menunjukkan bobot molekul rata-rata dikali 1.000). Larutan ini tidak digunakan
sesering albumin atau hetastarch untuk peningkat plasma. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kekhawatiran terjadinya perdarahan (yaitu, aksi antikoagulan yang
berhubungan dengan menghambat stasis sirkulasi mikro) dan anafilaksis, yang terjadi
mirip dengan larutan dengan bobot molekul tinggi.
15
Keuntungan secara teori dari koloid adalah dapat memperpanjang waktu retensi
intravaskular dibandingkan larutan kristaloid. Sedangkan kristaloid isotonic yang
memiliki distribusi substansi inerttisial selama beberapa menit dari pemberian
intravena, koloid ada diruang intravaskular selama beberapa jam atau hari tergantung
dari berbagai factor salah satunya adalah permeabilitas kapilari.
Koloid (terutama albumin) merupakan larutan yang mahal dan ada uji yang
melibatkan 7.000 pasien sakit kritis tidak menunjukan perbedaan yang signifikan pada
mortalitas selama 28 hari antara pasien diresusitasi dengan larutan saline normal atau
albumin 4%. Karena alasan inilah kristaloid harus dipertimbangkan sebagai terapi lini
pertama pada pasien dengan syok hipovolemik.
Keseluruhan darah dapat digunakan untuk kehilangan darah dalam volume besar,
tetapi harus diketahui komponen terapinya dengan kristaloid atau koloid digunakan
untuk meningkatkan plasma.
Plasma segar beku menggantikan tempat faktor pembekuan darah. Meskipun sering
digunakan produk ini diindikasikan jika ada perdarahan yang sedang berlangsung
pada pasien dengan waktu protrombin (PT) atau waktu tromboplastin parsial
teraktivasi (aPTT) > 1,5 kali waktu normal, beberapa penyakit hati, atau gangguan
perdarahan lainnya.
Platelet digunakan untuk perdarahan akibat plateletopenia parah (jumlah platelet <
10.000 / mm3) atau pada pasien dengan jumlah platelet cepat turun seperti yang
terlihat pada perdarahan masive (banyak).
16
Kriopresipitat dan faktor VIII umumnya tidak diindikasikan dalam perdarahan akut
tetapi dapat digunakan sesekali untuk defisiensi spesifik yang telah terbukti.
Risiko yang disertai dengan infus produk darah termasuk reaksi yang berhubungan
degan transfusi, penularan virus (jarang), hipokalsemia akibat penambahan sitrat,
peningkatan kalium dan fosfor konsentrasi serum dari penggunaan darah yang
disimpan yang telah hemolyzed, peningkatan kekentalan darah dari ketinggian
hematokrit atas normal, dan hipotermia dari kegagalan untuk tepat larutan hangat
sebelum pemberian.Meningkatkan kekentalan darah dari peningkatan hematokrit
supranormal, dan hipotermia dari gagalnya pemanasan larutan sebelum pemberian.
Pilihan vasopresor atau obat inotropik pada syok septik sebaiknya dibuat berdasarkan
kebutuhan penderitanya. Prosedur penggunaan obat ini dalam septik syok ditunjukkan
Gambar 2. Pendekatan secara tradisional dimulai dengan dopamin, kemudian
norepinefrin; penambahan dobutamin untuk curah jantung yang lemah, dan
epinefrin, serta fenilefrin digunakan jika dibutuhkan. Meskipun observasi saat ini
memberikan hasil yang lebih baik dengan norepinefrin dan penurunan perfusi secara
regional dengan dopamin masih dipertanyakan kembali dopamin sebagai obat tahap
pertama.
Selektivitas reseptor dari vasopresor dan inotrop diberikan pada Tabel 2. Secara
umum obat ini bereaksi cepat dengan durasi yang pendek dan diberikan sebagai infus
17
Pemberian cairan
Hipotensi
Kardiak output
memadai
Dopamin
*Pertimbangkan epinefrin jika pasien
tidak memiliki sejarah gangguan
jantung dan/atau masih muda
Dobutamin
(boleh dinaikan sampai dosis vasopresor
jika TD turun ketika dobutamin
ditambahkan)
18
Gambar 14.2. Pendekatan prosedur terhadap penggunaan vasopresor dan inotropik pada
septik syok. Pendekatan direncanakan untuk digunakan kombinasi disertai keputusan klinis,
pengawasan parameter hemodinamik, dan terapi akhir.
Dopamin sering digunakan sebagai vasopresor utama pada septik syok karena obat
ini
meningkatkan
BP
melalui
peningkatan
kontraktilitas
miokardial
dan
disritmogenik
dibandingkan
dopamin.
Secara
klinis,
meningkatnya
kontraktilitas miokardial dan diikuti oleh reduksi refleks tonus simpatetik mengarah
kepada menurunnya resistensi vaskular (SVR). Meskipun dobutamin optimal
digunakan untuk menurunkan CO dengan tekanan pengisian yang tinggi atau syok
kardiogenik, vasopresor diperlukan untuk melawan vasodilatasi arteri. Penambahan
dobutamin (dengan laju konstan 5 mcg/kg/menit) ke regimen epinefrin dapat
meningkatkan perfusi mukosal yang terukur oleh pHi dan konsentrasi laktat arteri.
Dobutamin sebaiknya dimulai dengan rentang dosis 2,5 sampai 5 mcg/kg/menit.
Dosis diatas 5 mcg/kg/menit memberikan keuntungan efek yang terbatas dalam nilai
transport oksigen dan hemodinamik serta dapat meningkatkan efek samping jantung.
Laju infus diberikan dengan acuan poin akhir klinis. Penurunan Pao2 dan peningkatan
Pvo2 sebagai efek samping miokardial seperti takikardi, perubahan iskemia di ECG,
takidisritmia, dan hipotensi juga terlihat.
Tabel 14.2. Farmakologi Reseptor dari Inotropik yang terpilih dan Obat vasopresor yang
Digunakan untuk Septik syok.
1
DA
2-10 mcg/kg/menit
++++
++
>10-20 mcg/kg/menit
++
++++
+++
1-3 mcg/kg/menit
3-10 mcg/kg/menit
0/+
++++
+++
++++
++
++
++++
++++
++++
+++
+++
+++
+++
+/+ +
+++
Agen
Dobutamin (500 mg/250 ml D5W atau NS)
>10-20 mcg/kg/menit
++++
++
++++
0
0,01-0,05 mcg/kg/menit
>0,05 mcg/kg/menit
+++
0
0
Ket : Aktivitas diukur dari tidak ada aktivitas (0) sampai aktivitas maksimal ( + + + + ) atau ?
jika aktivitas tidak diketahui, DA : dopaminergik.
20
(4 sampai
Fenilefrin merupakan obat yang agonis 1 asli dan dapat meningkatkan BP melalui
vasokonstriksi. Obat ini juga meningkatkan kontraktilitas dan CO. fenilefrin
menguntungkan dalam penggunaan untuk septic syok karena sifat selektif agonis 1 ,
efek vascular, onset cepat, dan durasi yang pendek. Fenilefrin sebaiknya diberikan
saat vasokonstriksi asli diharapkan pada penderita yang tidak dapat mendapatkan atau
menolerir efek dari dopamine atau norepinefrin dengan atau tanpa dobutamin.
Obat ini dimulai pada dosis 0,5 mcg/kg/menit dan ditambahkan dengan cepat untuk
memperoleh hasil yang diharapkan. Efek samping takikardia jarang terjadi pada
penggunaan tunggal atau dosis tinggi.
21
laboratorium
mengindikasikan
pengawasan
berkelanjutan
syok
termasuk
diantaranya yaitu elektrolit dan uji fungsi ginjal (BUN, serum, keratinin); perhitungan
darah lengkap untuk melihat kemungkinan infeksi, kapasitas darah dalam
menghantarkan oksigen, dan pendarahan yang terus menerus; PT dan aPTT untuk
melihat kemampuan pembekuan; dan konsentrasi laktat serta deficit basa untuk
mendeteksi perfusi jaringan yang tidak mencukupi.
5. Parameter kardiovaskular dan respiratori sebaiknya diawasi terus-menerus (lihat tabel
1). Saat ini, sebelum CVP spesifik atau angka PAOP sebaiknya diawasi karena diantara
penderita memberikan responj yang berbeda.
6. Resusitasi yang berhasil meningkatkan SBP (diatas 90 mmHg), CI (diatas 2,2
L/menit/m3), dan keluaran urin (0,5 sampai 1) sedangkan SVR menurun ke kisaran
normal (900 sampai 1200 dyne/detik/cm5). MAP lebih besar dari 60 mmHg harus
dapat dicapai untukmendapatkan cerebral yang sesuai dan tekanan perfusi coroner.
22
23
BAB IV
KESIMPULAN
1. Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis yang
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik
yang bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi
jaringan.
2. Ada 5 jenis syok :
Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
Syok hipovolemik (akibat kehilangan cairan/darah)
Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)
Syok septik (berhubungan dengan infeksi)
Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
3. Terapi Syok dapat dilakukan yaitu :
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Hayes, Peter C., Mackay, Thomas W., alih bahasa, Devy H. Ronardy, 1997,
Buku Saku Diagnosis dan Terapi, Jakarta : EGC
2. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam
buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive
Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 499.
3. Robbins, dkk. (2007).Buku ajar patologi Vol.1, 7th edition. Hal.111
25